Judul : Happiness Never Dies
Penulis : Heni Kurniyasari/Valleria Russel
Twitter : http://www.twitter.com/henikurniya
**
“Jangan menjadi bodoh dengan
terus bertahan untuk menunggu hal yang tak akan pernah datang kembali padamu,
Azka. Kamu harusnya melihat masa depanmu. Kumohon berhenti bersembunyi dari
dunia ini seolah-olah semua cowok yang ada di sekitarmu akan menyakitimu.
Berhenti memandang masa lalu. Kita hidup untuk melangkah maju dan melupakan apa
yang telah terjadi. Aku lelah melihatmu menangis hanya karena satu orang. Dia
tak akan pernah menjadi pantas untuk menjadi alasan kamu menangis, Azka …”
“Tapi dia adalah alasannya,
Wanda. Dia sudah lama menjadi alasan dari semua yang terjadi padaku sampai
detik ini.” Aku mendengarnya menghela napas lelah. Tanganku terangkat menghapus
sisa-sisa air mataku.
Aku selalu merasa bersalah
padanya tiap kali menyaksikan dia yang tak pernah berhenti mencoba untuk
meyakinkanku jika tidak semua cowok di dunia ini akan menyakitiku, tapi aku
sudah tak ingin mempercayai hal seperti itu lagi dalam hidupku. Ketika untuk
yang pertama kalinya aku jatuh cinta dan merasakan sesuatu yang sering disebut
dengan nama ‘bahagia’ secepat itu juga hatiku dihempas dengan keras hinga pecah
dan hancur menjadi serpihan debu. Satu-satnnya orang yang membuatku mampu
menjadi diriku sendiri, membuatku tertawa, membuatku menjadi jujur untuk semua
hal, membuatku merasa hidupku baru dimulai ketika aku bertemu dengannya,
membuatku tersenyum dengan bagitu mudah, membuatku menyukai apa yang dia suka,
dan semuanya. Dia adalah orang yang telah mengubah hidupku. Bagaimana bisa aku
melupakannya begitu saja? Dia sudah menjadi alasan dari semua hal yang
kulakukan dalam hidupku setelah orangtuaku. Meski aku telah kehilangannya, aku
tetap belum mampu untuk benar-benar tanpa dia. Aku belum mampu.
Aku harap Tuhan akan mengirim
seseorang yang bisa membantuku kembali menemukan semua hal yang telah hilang
dari hidupku selama dua tahun. Ya, aku harap.
“Aku benar-benar bosan membahas
masalah ini, Wan. Lebih baik kamu mengerjakan tugasmu dan aku akan
menyelesaikan novel yang baru kubeli, Oke? Selamat mengerjakan tugas,” ujarku
dan melimbai pergi meninggalkannya yang tampak kesal.
Aku tak berbohong jika aku memang
bosan terus berdebat dengannya tentang move
on. Aku jadi merasa topik itu adalah topik abadi diantara kami. Sejak dua
tahun, dia selalu berusaha membuatku mendapatkan pacar baru agar aku bisa
secepatnya melupakan Rama dan memulai kembali hidupku dari awal.
Sebenarnya Wanda terlalu
berlebihan mengakatakan jika aku takut pada semua cowok. Tidak, tidak seperti
itu. Aku hanya belum siap, aku hanya belum bisa. Tapi aku bersumpah jika aku
bertemu dengan seseorang yang benar bisa membuatku kembali ‘hidup’ dan kembali
mendapatkan ‘bahagia’ku yang sempat hilang, aku berjanji tak akan pernah
melepaskannya. Ya, aku berjanji.
Seperti biasa, senin adalah hari
paling sibuk dari semua hari yang ada dalam satu minggu. Untuk yang pertama
kalinya dalam hidupku, aku bangun terlambat. Ya ampun ini benar-benar akan
menjadi hari yang buruk. Serius, jika di awal sudah begini, bagaimana nanti!
Aku menatap sebal kearah Wanda
yang tengah menyantap sarapan paginya bersama orangtuaku. Aku melotot padanya
dan dia hanya terkikik kecil.
“Apa kamu baik-baik saja,
Sayang?”
Aku mengalihkan tatapanku pada
Ibu dan tersenyum canggung padanya. Ini mencoreng nama baikku di depan kedua
orangtuaku. “Ya, Bu. Aku baik hanya sedikit insomnia semalam, tapi semuanya
baik-baik saja.” Ibuku tersenyum dan mengangguk.
Aku memakan sarapanku secepat
yang aku bisa agar bisa sampai di sekolah tepat waktu dan berhasil aku selesai
lebih cepat dari yanh kuperkirakan. Aku meminum tea hangatku dan menarik tangan Wanda untuk segera berangkat.
“Ibu, Ayah, kami pergi dulu,”
teriakku sambil menarik tangan gadis menyebalkan ini. tentu saja dia
menyebalkan karena biasanya dia akan menggedor pintu kamarku sampai aku
terbangun dari tidur sesaatku, tapi apa yang telah dia lakukan hari ini
benar-benar membuatku kesal.
“Ya ampun, Ka, kamu akan
meremukan tanganku kalau seperti ini,” ujarnya seraya meringis. Aku melepaskan
tangannya dan melempar kunci mobilku padanya, dia memang selalu menyetir
mobilku setiap hari. Wanda adalah saudara sepupuku dan dia tinggal di rumahku
sejak orangtuanya meninggal, aku sudah menganggapnya kakakku sendiri karena
memang dia lebih tua lima bulan dariku.
“Mengapa kamu tidak membangunkan
dengan cara brutalmu seperti biasa kalau aku telat bangun?” Lagi-lagi dia
terkekeh saat melihatku melotot padanya sekarang. Dia benar-benar sudah gila.
“Aku sengaja tidak melakukan hal
brutal pagi ini pada pintu kamar kesayanganmu, Ka. Karena aka nada kejutan di
sekolah dan aku tidak ingin kamu tahu.” Dia memasang senyuman menggodanya
sambil menaik-turunkan alisnya. Itu membuatku mual.
“Konyol, itu benar-benar konyol,
Wan. Sekarang kamu jalankan mobil ini secepat mungkin ke sekolah jika aku
sampai mendapat teguran hari ini, kamu akan ada dalam masalah besar.” Dia
mengangkat bahunya tak peduli. Aku tidak percaya jika dia adalah saudaraku.
Kami sampai di kelas tepat pada
waktunya dan itu benar-benar membuatku lega. Serius, aku belum pernah sekali
pun dihukum karena terlambat. Aku selalu mendapat julukan siswi teladan di
sekolah ini.
“Kamu tahu, hari ini kita akan
kedatangan teman baru. Dan aku yakin kali ini, kamu pasti bisa move on,” bisik Wanda padaku.
“Kita lihat saja nanti, seperti
apa teman baru kita itu.” Dia hanya tersenyum penuh misteri padaku.
Detik berikutnya kelas mendadak
hening, Bu Elia berjalan dengan anggun memasuki kelas seperti biasa, dia adalah
guru paling baik di sekolah ini, dia mengajar Kimia, itu adalah salah satu
alasan aku begitu menggemari Kimia karena gurunya sebaik Bu Elia. Detik
selanjutnya, Bu Elia mengatakan kalimat yang tak sempat kudengar karena mataku
mendadak tidak bisa berpaling dari sosok ‘teman baru’ yang dikatakan oleh Wanda
tadi. Ya ampun, setelah dua tahun untuk yang pertama kalinya aku memuji cowok
selain Rama. Dia ganteng banget!
Bawah sadarku bersalto ria dan itu membuatku merasa linglung.
Dia berdiri di depan kelas dengan
gaya cool khas cowok-cowok sekarang,
dengan senyuman tipis di wajahnya. Aku sempat menangkap kalimat Bu Elia yang
meminta cowok ganteng itu memperkenalkan dirinya.
“Aku Aditya. Kalian bisa panggil
Adit. Aku baru pindah dari Jakarta. Kuharap kita bisa menjadi teman yang baik.
Terima kasih.” Gila, entah bagaimana bisa aku merasa wajahku memanas sekarang
saat dia tersenyum.
“Baik, silakan duduk di samping
Azka.” Jantungku berhenti berdetak sesaat ketika mendengar sebaris kalimat yang
keluar dari mulut Bu Elia. Apa? Refleks kepalaku menoleh ke samping dan tak
lagi mendapati keberadaan Wanda di sana. Ya Tuhan, apa yang baru saja dia
lakukan? Mencoba untuk mempermalukanku? Saudara macam apa itu.
Tubuhku membeku saat merasakan
parfum cowok itu tepat di sampingku. Ini benar-benar respon yang aneh, tidak,
tidak mungkin kalau aku bisa move on hanya karena sebuah ‘pertemuan pertama’.
Itu hanya ada di novel dan sinetron.
“Hai, aku Adit.” Aku menatap
uluran tangannya berpikir apa yang harus kulakukan sekarang. Dasar bodoh, ambil
tangannya dan sebutkan namamu! Bawah sadarku berteriak kesal padaku. Dengan
perlahan aku membalas uluran tangannya. “Hai, aku Azka.” Aku bisa merasakan
senyuman penuh kemenangan di wajah Wanda saat ini. Sialan benar anak itu.
Dua bulan selanjutnya, pertemanan antara aku
dan Aditya berjalan begitu saja mengalir seperti air. Dia adalah seorang cowok
yang seru, dia selalu bisa membuatku nyaman. Saat bersamanya aku tak merasakan
ada sesuatu yang salah, aku justru merasakan sesuatu yang dulu hilang dalam
diriku kini telah kembali. Benarkah? Rasa-rasanya sangat mustahil. Tapi aku
mencoba untuk percaya jika cinta pada pandangan pertama mungkin saja bisa
terjadi pada siapa pun.
Aku akan menepati janjiku untuk
tidak akan melepaskan cintaku begitu saja. Aku tak akan melepaskan
kebahagiaanku untuk yang kedua kalinya. Jika memang Adit adalah orangnya, aku
akan terus menggenggam tangannya dan menghadapi dunia bersama.
“Aku tahu betul jika sekarang
kamu sedang kasmaran.” Aku terlonjak saat mendengar suara cempreng Wanda
memenuhi kamarku.
“Apa kubilang, kau tak akan bisa
menolak pesona cowok yang satu ini, Ka. Sebentar lagi kamu akan segera sadar
jika kebahagiaan bisa kita dapatkan jika kita mau berusaha untuk mendapatkannya
dan juga mau berjuang untuk itu dan aku selalu tahu kalau kamu pantas untuk
bahagia. Jangan biarkan orang yang telah melukaimu merusak semuanya. Percaya
padaku jika Aditya juga memiliki perasaan yang sama denganmu.” Aku memutar bola
mataku.
“Bagaimana kamu bisa sangat
yakin?”
“Semua orang juga tahu kalau Adit
itu suka sama kamu karena setiap dia menatapmu semua perasaannya akan tergambar
dari tatapan matanya.” Sejak kapan dia bisa begitu mengerti? Aneh sekali.
“Aku harap juga begitu. Aku rasa
aku sudah jatuh cinta padanya sejak dia memperkenalkan dirinya di kelas waktu
itu,” ujarku. Wanda tersenyum dengan lebar.
“Ya Tuhan, akhirnya kamu mau
mengaku juga.” Aku menatapnya kesal, dia akan menjadi sangat berlebihan kalau
sudah begini.
“Well, kalau tak salah dengar, hari minggu nanti Aditya akan
merayakan ulangtahun ke tujuh belasnya di Benihana dan hanya orang-orang yang
istimewa yang akan mendapat undangannya. Kurasa kamu akan menjadi salah satu
dari orang-orang itu karena seperti yang kudengar jika acara ulangtahunnya itu
sederhana hanya sekedar makan malam biasa saja,” ujarnya panjang lebar.
“Dan kurasa aku bukanlah salah
satu dari orang itu, Wan. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi seorang yang
istimewa untuknya sedangkan kami baru saja berteman selama lima bulan? Mungkin
dia akan mengundang Lisa daripada mengundang aku.” Wanda tertawa konyol. Oh
sejak kapan dia tidak bertingkah konyol.
“Kita lihat saja nanti, aku
sangat yakin jika kamu akan menjadi satu-satunya cewek yang dia undang untuk
merayakan ulangtahun ketujuhbelasnya itu. Ah dia mungkin juga akan menyatakan
perasaannya padamu.” Aku menjitak kepalanya saat dia tertawa begitu senang
setelah mengucapkan kemungkinan omong kosong itu. Ya Tuhan, aku tak percaya
jika gadis konyol dan sinting ini adalah saudara sepupuku satu-satunya.
“Terserah. Terserah apa katamu
dan sekarang aku ingin kamu keluar dari kamarku karena kamu benar-benar sudah
merusak lamunanku malam ini.” Lagi dia tertawa lebar menunjukkan jika dia tidak
sepertiku yang selalu tertawa hanya untuk menutupi kesedihan mendalam yang
selalu membayangiku selama dua tahun ini.
Wanda mengangkat kedua tangannya
menyerah dan lantas melimbai meninggalkan kamarku. aku menghela nafas lega dan
entah dari mana datangnya senyuman konyol mendadak terukir di wajahku saat
membayangkan jika Aditya akan mengundangku ke acara ulangtahunnya. Ya ampun,
jantungku berdebar saat membayangkan apa yang akan dia katakan saat
mengundangku. Gila, ini benar-benar gila.
Hari jum’at yang santai di
sekolah tanpa tugas dan presentasi materi sejarah. Itu terdengar seperti sebuah
liburan singkat yang menyenangkan. Dalam diam, aku menunggu percakapan yang akan
dia mulai denganku hari ini. Ya, aku memang belum pernah memulai percakapan
lebih dulu dengannya, dia selalu memulai duluan. Karena sebenarnya aku tidak
tahu harus mengatakan apa mengingat desiran aneh yang terjadi padaku tiap
mataku bersitatap dengannya.
“Well, Azka, aku ingin mengundangmu untuk datang ke acara
ulangtahunku di Benihana, hari sabtu jam tujuh malam. Apa kamu akan datang?”
Aku mengulum cengiran lebarku dan berusaha untuk menampilkan senyuman manisku
padanya.
“Tentu, aku akan datang ke sana
dan apa aku boleh mengajak Wanda juga?” Dia tersenyum manis padaku dan
mengangguk mengabulkan permintaanku. Ya Tuhan, dia tidak mengundang Lisa si
cewek popular serta cewek paling cantik di sekolah ini. aku terkejut sekaligus
bahagia untuk diriku sendiri. Mungkin dia adalah orang yang dikirim Tuhan
untukku.
“Baiklah, aku akan menunggumu,”
katanya dan kembali fokus pada pelajaran sejarah yang cukup membosankan.
Wanda menarik tanganku begitu
bersemangat untuk belanja hari ini. Setelah aku mengatakan jika aku dan dia
diundang dia langsung membawaku ke mall.
Beruntung aku tak meninggalkan dompetku di rumah hari ini.
“Kita
akan membeli dress baru dan juga kado untuk Adit.” Aku menarik tanganku darinya
dan menatapnya protes. Dia menatapku penuh tanya.
“Aku
tak akan membawa kado untuknya malam ini, kurasa akan ada sesuatu yang lebih
istimewa disbandingkan dengan yang lain.” Wanda tersenyum menggodaku dan lantas
mengangguk mengerti.
“Baiklah,
itu terserah padamu saja, Ka. Kalau begitu kita hanya akan membeli baju baru
dan aku akan membuatmu menjadi angsa putih nan cantik malam ini.” Aku memutar
bola mataku jengah dan memutuskan untuk menurut padanya. Toh percuma jika
berdebat dengannya, kemungkinan untuk menang sedikit sekali.
Tidak
sia-sia Wanda mengajakku berkeliling selama lima jam untuk mencari yang
benar-benar cocok untukku dan akhirnya aku bisa tersenyum puas dengan dress
cantik pilihan Wanda untukku pakai ke acara Adit mala mini. Ya ampun, sekarang
rasa gugup itu kembali menghantuiku.
“Ya
ampun, kamu cantik banget, Ka. Adit akan pangling saat melihatmu malam
ini.”Wajahku menghangat saat mendengar pujiannya. Aku mengakui jika aku tak
terlalu mementingkan fashionku berbeda dengan Wanda yang selalu tampil cantik
di manapun dan kapanpun.
Dress
yang dipilihkan berwarna salem dengan gaya simpel, tapi begitu anggun dan
elegan. Dengan tinggiku yang 167 cm di umurku yang akan menginjak tujuh belas
dua bulan lagi aku merasa cukup percaya diri untuk mengenakan dress cantik nan
indah ini. “Baiklah, Nona, kurasa kita akan berangkat sekarang atau kita akan
terlambat.” Aku menyambut uluran tangannya. Dia juga tampak mempesona dengan
dress hitam sebatas lututnya.
Kami
sampai tepat waktu ke acara ulangtahun Adit. Dia langsung menghampiriku begitu
aku sampai, membawaku berkenalan dengan orangtuanya. Aku kenal orangtuanya,
mereka adalah salah satu dari banyaknya kolega bisnis ayah. Aku senang saat
mereka menerimaku dengan baik. Kami akan naik ke kelas tiga sebentar lagi dan
aku akan kuliah di bidang bisnis untuk meneruskan bisnis ayah, kurasa dia akan
seperti itu juga.
Benar
memang acara ulangtahunnya tak terlalu mewah, hanya keluarga dan orang-orang
tedekatnya. Setelah dia meniup lilin dan kue pertamanya diberikan untukku.
Semua orang bertepuk tangan riuh, wajahku memanas menahan malu. Dari tempat aku
berdiri saat ini, aku bisa melihat Wanda yang mengacungkan dua jempolnya padaku
diiringi dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia berdiri tak jauh dariku
sebenarnya.
Tubuhku
membeku saat Aditya menggenggam kedua tanganku dan membawaku untuk
memandangnya. “Aku gak tahu harus mulai darimana, dua bulan mengenalmu sudah
cukup membuatku yakin untuk melangkah ke depan bersamamu hingga akhir nanti.
Malam ini, aku sengaja mengundangmu selain untuk merayakan ulangtahunku, aku
juga ingin mengatakan sesuatu tentang kita, Azka….” dia berhenti dua detik dan
kembali melanjutkannya “…would you be my girl?”
Untuk
beberapa saat aku merasa napasku terambil begitu saja dan terpaku pada matanya
yang menenangkan. Menjelah cahaya matanya, mencoba menemukan sebuah kebohongan
atau keraguan, tapi tidak ada sama sekali. Bawah sadarku tersenyum dengan
cengiran konyolnya dan berkata padaku ‘inilah saatnya kamu melupakan masalalumu
dan mendapatkan kembali kebahagiaanmu karena kita berhak untuk bahagia’. Aku
mengangguk dengan senyuman manis di wajahku serta air mata yang tanpa sadar
mengalir begitu saja.
Aku
salah tentang semuanya, aku pikir setelah aku kehilangan Rama, sudah tak ada
lagi kebahagiaan untukku, tapi sekarang aku sadar siapa pun berhak untuk
bahagia. Jika kita berusaha, berdo’a, dan berjuang karena bersama dengan semua
itu kebahagiaan akan selalu ada bersama kita. Sekali pun ketika kita membuka
mata di pagi hari, sekali pun itu hanya sekedar membuat oranglain tersenyum
karena kita. Mulai hari ini, aku akan belajar untuk menikmati setiap
kebahagiaan yang dikirim Tuhan dalam hidupku dan hari ini, aku melihat Tuhan
mendengar do’aku dan mengirim Adit padaku untuk membuatku sadar jika
kebahagiaan dalam hidup itu tak pernah mati. Seperti janjiku aku akan menjaga
Adit dan tak akan pernah melepaskannya. Tak akan pernah. []
INI DIA BENIHANA :))