Senin, 31 Maret 2014

Happiness Never Dies (CERPEN)

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!

Judul : Happiness Never Dies
Penulis : Heni Kurniyasari/Valleria Russel
Twitter : http://www.twitter.com/henikurniya


**



“Jangan menjadi bodoh dengan terus bertahan untuk menunggu hal yang tak akan pernah datang kembali padamu, Azka. Kamu harusnya melihat masa depanmu. Kumohon berhenti bersembunyi dari dunia ini seolah-olah semua cowok yang ada di sekitarmu akan menyakitimu. Berhenti memandang masa lalu. Kita hidup untuk melangkah maju dan melupakan apa yang telah terjadi. Aku lelah melihatmu menangis hanya karena satu orang. Dia tak akan pernah menjadi pantas untuk menjadi alasan kamu menangis, Azka …”
“Tapi dia adalah alasannya, Wanda. Dia sudah lama menjadi alasan dari semua yang terjadi padaku sampai detik ini.” Aku mendengarnya menghela napas lelah. Tanganku terangkat menghapus sisa-sisa air mataku.  
Aku selalu merasa bersalah padanya tiap kali menyaksikan dia yang tak pernah berhenti mencoba untuk meyakinkanku jika tidak semua cowok di dunia ini akan menyakitiku, tapi aku sudah tak ingin mempercayai hal seperti itu lagi dalam hidupku. Ketika untuk yang pertama kalinya aku jatuh cinta dan merasakan sesuatu yang sering disebut dengan nama ‘bahagia’ secepat itu juga hatiku dihempas dengan keras hinga pecah dan hancur menjadi serpihan debu. Satu-satnnya orang yang membuatku mampu menjadi diriku sendiri, membuatku tertawa, membuatku menjadi jujur untuk semua hal, membuatku merasa hidupku baru dimulai ketika aku bertemu dengannya, membuatku tersenyum dengan bagitu mudah, membuatku menyukai apa yang dia suka, dan semuanya. Dia adalah orang yang telah mengubah hidupku. Bagaimana bisa aku melupakannya begitu saja? Dia sudah menjadi alasan dari semua hal yang kulakukan dalam hidupku setelah orangtuaku. Meski aku telah kehilangannya, aku tetap belum mampu untuk benar-benar tanpa dia. Aku belum mampu.
Aku harap Tuhan akan mengirim seseorang yang bisa membantuku kembali menemukan semua hal yang telah hilang dari hidupku selama dua tahun. Ya, aku harap.
“Aku benar-benar bosan membahas masalah ini, Wan. Lebih baik kamu mengerjakan tugasmu dan aku akan menyelesaikan novel yang baru kubeli, Oke? Selamat mengerjakan tugas,” ujarku dan melimbai pergi meninggalkannya yang tampak kesal.
Aku tak berbohong jika aku memang bosan terus berdebat dengannya tentang move on. Aku jadi merasa topik itu adalah topik abadi diantara kami. Sejak dua tahun, dia selalu berusaha membuatku mendapatkan pacar baru agar aku bisa secepatnya melupakan Rama dan memulai kembali hidupku dari awal.
Sebenarnya Wanda terlalu berlebihan mengakatakan jika aku takut pada semua cowok. Tidak, tidak seperti itu. Aku hanya belum siap, aku hanya belum bisa. Tapi aku bersumpah jika aku bertemu dengan seseorang yang benar bisa membuatku kembali ‘hidup’ dan kembali mendapatkan ‘bahagia’ku yang sempat hilang, aku berjanji tak akan pernah melepaskannya. Ya, aku berjanji.

Seperti biasa, senin adalah hari paling sibuk dari semua hari yang ada dalam satu minggu. Untuk yang pertama kalinya dalam hidupku, aku bangun terlambat. Ya ampun ini benar-benar akan menjadi hari yang buruk. Serius, jika di awal sudah begini, bagaimana nanti!
Aku menatap sebal kearah Wanda yang tengah menyantap sarapan paginya bersama orangtuaku. Aku melotot padanya dan dia hanya terkikik kecil.
“Apa kamu baik-baik saja, Sayang?”
Aku mengalihkan tatapanku pada Ibu dan tersenyum canggung padanya. Ini mencoreng nama baikku di depan kedua orangtuaku. “Ya, Bu. Aku baik hanya sedikit insomnia semalam, tapi semuanya baik-baik saja.” Ibuku tersenyum dan mengangguk.
Aku memakan sarapanku secepat yang aku bisa agar bisa sampai di sekolah tepat waktu dan berhasil aku selesai lebih cepat dari yanh kuperkirakan. Aku meminum tea hangatku dan menarik tangan Wanda untuk segera berangkat.
“Ibu, Ayah, kami pergi dulu,” teriakku sambil menarik tangan gadis menyebalkan ini. tentu saja dia menyebalkan karena biasanya dia akan menggedor pintu kamarku sampai aku terbangun dari tidur sesaatku, tapi apa yang telah dia lakukan hari ini benar-benar membuatku kesal.
“Ya ampun, Ka, kamu akan meremukan tanganku kalau seperti ini,” ujarnya seraya meringis. Aku melepaskan tangannya dan melempar kunci mobilku padanya, dia memang selalu menyetir mobilku setiap hari. Wanda adalah saudara sepupuku dan dia tinggal di rumahku sejak orangtuanya meninggal, aku sudah menganggapnya kakakku sendiri karena memang dia lebih tua lima bulan dariku.
“Mengapa kamu tidak membangunkan dengan cara brutalmu seperti biasa kalau aku telat bangun?” Lagi-lagi dia terkekeh saat melihatku melotot padanya sekarang. Dia benar-benar sudah gila.
“Aku sengaja tidak melakukan hal brutal pagi ini pada pintu kamar kesayanganmu, Ka. Karena aka nada kejutan di sekolah dan aku tidak ingin kamu tahu.” Dia memasang senyuman menggodanya sambil menaik-turunkan alisnya. Itu membuatku mual.
“Konyol, itu benar-benar konyol, Wan. Sekarang kamu jalankan mobil ini secepat mungkin ke sekolah jika aku sampai mendapat teguran hari ini, kamu akan ada dalam masalah besar.” Dia mengangkat bahunya tak peduli. Aku tidak percaya jika dia adalah saudaraku.

Kami sampai di kelas tepat pada waktunya dan itu benar-benar membuatku lega. Serius, aku belum pernah sekali pun dihukum karena terlambat. Aku selalu mendapat julukan siswi teladan di sekolah ini.
“Kamu tahu, hari ini kita akan kedatangan teman baru. Dan aku yakin kali ini, kamu pasti bisa move on,” bisik Wanda padaku.
“Kita lihat saja nanti, seperti apa teman baru kita itu.” Dia hanya tersenyum penuh misteri padaku.
Detik berikutnya kelas mendadak hening, Bu Elia berjalan dengan anggun memasuki kelas seperti biasa, dia adalah guru paling baik di sekolah ini, dia mengajar Kimia, itu adalah salah satu alasan aku begitu menggemari Kimia karena gurunya sebaik Bu Elia. Detik selanjutnya, Bu Elia mengatakan kalimat yang tak sempat kudengar karena mataku mendadak tidak bisa berpaling dari sosok ‘teman baru’ yang dikatakan oleh Wanda tadi. Ya ampun, setelah dua tahun untuk yang pertama kalinya aku memuji cowok selain Rama. Dia ganteng banget! Bawah sadarku bersalto ria dan itu membuatku merasa linglung.
Dia berdiri di depan kelas dengan gaya cool khas cowok-cowok sekarang, dengan senyuman tipis di wajahnya. Aku sempat menangkap kalimat Bu Elia yang meminta cowok ganteng itu memperkenalkan dirinya.
“Aku Aditya. Kalian bisa panggil Adit. Aku baru pindah dari Jakarta. Kuharap kita bisa menjadi teman yang baik. Terima kasih.” Gila, entah bagaimana bisa aku merasa wajahku memanas sekarang saat dia tersenyum.
“Baik, silakan duduk di samping Azka.” Jantungku berhenti berdetak sesaat ketika mendengar sebaris kalimat yang keluar dari mulut Bu Elia. Apa? Refleks kepalaku menoleh ke samping dan tak lagi mendapati keberadaan Wanda di sana. Ya Tuhan, apa yang baru saja dia lakukan? Mencoba untuk mempermalukanku? Saudara macam apa itu.
Tubuhku membeku saat merasakan parfum cowok itu tepat di sampingku. Ini benar-benar respon yang aneh, tidak, tidak mungkin kalau aku bisa move on hanya karena sebuah ‘pertemuan pertama’. Itu hanya ada di novel dan sinetron.
“Hai, aku Adit.” Aku menatap uluran tangannya berpikir apa yang harus kulakukan sekarang. Dasar bodoh, ambil tangannya dan sebutkan namamu! Bawah sadarku berteriak kesal padaku. Dengan perlahan aku membalas uluran tangannya. “Hai, aku Azka.” Aku bisa merasakan senyuman penuh kemenangan di wajah Wanda saat ini. Sialan benar anak itu.

 Dua bulan selanjutnya, pertemanan antara aku dan Aditya berjalan begitu saja mengalir seperti air. Dia adalah seorang cowok yang seru, dia selalu bisa membuatku nyaman. Saat bersamanya aku tak merasakan ada sesuatu yang salah, aku justru merasakan sesuatu yang dulu hilang dalam diriku kini telah kembali. Benarkah? Rasa-rasanya sangat mustahil. Tapi aku mencoba untuk percaya jika cinta pada pandangan pertama mungkin saja bisa terjadi pada siapa pun.
Aku akan menepati janjiku untuk tidak akan melepaskan cintaku begitu saja. Aku tak akan melepaskan kebahagiaanku untuk yang kedua kalinya. Jika memang Adit adalah orangnya, aku akan terus menggenggam tangannya dan menghadapi dunia bersama.
“Aku tahu betul jika sekarang kamu sedang kasmaran.” Aku terlonjak saat mendengar suara cempreng Wanda memenuhi kamarku.
“Apa kubilang, kau tak akan bisa menolak pesona cowok yang satu ini, Ka. Sebentar lagi kamu akan segera sadar jika kebahagiaan bisa kita dapatkan jika kita mau berusaha untuk mendapatkannya dan juga mau berjuang untuk itu dan aku selalu tahu kalau kamu pantas untuk bahagia. Jangan biarkan orang yang telah melukaimu merusak semuanya. Percaya padaku jika Aditya juga memiliki perasaan yang sama denganmu.” Aku memutar bola mataku.
“Bagaimana kamu bisa sangat yakin?”
“Semua orang juga tahu kalau Adit itu suka sama kamu karena setiap dia menatapmu semua perasaannya akan tergambar dari tatapan matanya.” Sejak kapan dia bisa begitu mengerti? Aneh sekali.
“Aku harap juga begitu. Aku rasa aku sudah jatuh cinta padanya sejak dia memperkenalkan dirinya di kelas waktu itu,” ujarku. Wanda tersenyum dengan lebar.
“Ya Tuhan, akhirnya kamu mau mengaku juga.” Aku menatapnya kesal, dia akan menjadi sangat berlebihan kalau sudah begini.
Well, kalau tak salah dengar, hari minggu nanti Aditya akan merayakan ulangtahun ke tujuh belasnya di Benihana dan hanya orang-orang yang istimewa yang akan mendapat undangannya. Kurasa kamu akan menjadi salah satu dari orang-orang itu karena seperti yang kudengar jika acara ulangtahunnya itu sederhana hanya sekedar makan malam biasa saja,” ujarnya panjang lebar.
“Dan kurasa aku bukanlah salah satu dari orang itu, Wan. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi seorang yang istimewa untuknya sedangkan kami baru saja berteman selama lima bulan? Mungkin dia akan mengundang Lisa daripada mengundang aku.” Wanda tertawa konyol. Oh sejak kapan dia tidak bertingkah konyol.
“Kita lihat saja nanti, aku sangat yakin jika kamu akan menjadi satu-satunya cewek yang dia undang untuk merayakan ulangtahun ketujuhbelasnya itu. Ah dia mungkin juga akan menyatakan perasaannya padamu.” Aku menjitak kepalanya saat dia tertawa begitu senang setelah mengucapkan kemungkinan omong kosong itu. Ya Tuhan, aku tak percaya jika gadis konyol dan sinting ini adalah saudara sepupuku satu-satunya.
“Terserah. Terserah apa katamu dan sekarang aku ingin kamu keluar dari kamarku karena kamu benar-benar sudah merusak lamunanku malam ini.” Lagi dia tertawa lebar menunjukkan jika dia tidak sepertiku yang selalu tertawa hanya untuk menutupi kesedihan mendalam yang selalu membayangiku selama dua tahun ini.
Wanda mengangkat kedua tangannya menyerah dan lantas melimbai meninggalkan kamarku. aku menghela nafas lega dan entah dari mana datangnya senyuman konyol mendadak terukir di wajahku saat membayangkan jika Aditya akan mengundangku ke acara ulangtahunnya. Ya ampun, jantungku berdebar saat membayangkan apa yang akan dia katakan saat mengundangku. Gila, ini benar-benar gila.

Hari jum’at yang santai di sekolah tanpa tugas dan presentasi materi sejarah. Itu terdengar seperti sebuah liburan singkat yang menyenangkan. Dalam diam, aku menunggu percakapan yang akan dia mulai denganku hari ini. Ya, aku memang belum pernah memulai percakapan lebih dulu dengannya, dia selalu memulai duluan. Karena sebenarnya aku tidak tahu harus mengatakan apa mengingat desiran aneh yang terjadi padaku tiap mataku bersitatap dengannya.
Well, Azka, aku ingin mengundangmu untuk datang ke acara ulangtahunku di Benihana, hari sabtu jam tujuh malam. Apa kamu akan datang?” Aku mengulum cengiran lebarku dan berusaha untuk menampilkan senyuman manisku padanya.
“Tentu, aku akan datang ke sana dan apa aku boleh mengajak Wanda juga?” Dia tersenyum manis padaku dan mengangguk mengabulkan permintaanku. Ya Tuhan, dia tidak mengundang Lisa si cewek popular serta cewek paling cantik di sekolah ini. aku terkejut sekaligus bahagia untuk diriku sendiri. Mungkin dia adalah orang yang dikirim Tuhan untukku.
“Baiklah, aku akan menunggumu,” katanya dan kembali fokus pada pelajaran sejarah yang cukup membosankan.

Wanda menarik tanganku begitu bersemangat untuk belanja hari ini. Setelah aku mengatakan jika aku dan dia diundang dia langsung membawaku ke mall. Beruntung aku tak meninggalkan dompetku di rumah hari ini.
“Kita akan membeli dress baru dan juga kado untuk Adit.” Aku menarik tanganku darinya dan menatapnya protes. Dia menatapku penuh tanya.
“Aku tak akan membawa kado untuknya malam ini, kurasa akan ada sesuatu yang lebih istimewa disbandingkan dengan yang lain.” Wanda tersenyum menggodaku dan lantas mengangguk mengerti.
“Baiklah, itu terserah padamu saja, Ka. Kalau begitu kita hanya akan membeli baju baru dan aku akan membuatmu menjadi angsa putih nan cantik malam ini.” Aku memutar bola mataku jengah dan memutuskan untuk menurut padanya. Toh percuma jika berdebat dengannya, kemungkinan untuk menang sedikit sekali.


Tidak sia-sia Wanda mengajakku berkeliling selama lima jam untuk mencari yang benar-benar cocok untukku dan akhirnya aku bisa tersenyum puas dengan dress cantik pilihan Wanda untukku pakai ke acara Adit mala mini. Ya ampun, sekarang rasa gugup itu kembali menghantuiku.
“Ya ampun, kamu cantik banget, Ka. Adit akan pangling saat melihatmu malam ini.”Wajahku menghangat saat mendengar pujiannya. Aku mengakui jika aku tak terlalu mementingkan fashionku berbeda dengan Wanda yang selalu tampil cantik di manapun dan kapanpun.
Dress yang dipilihkan berwarna salem dengan gaya simpel, tapi begitu anggun dan elegan. Dengan tinggiku yang 167 cm di umurku yang akan menginjak tujuh belas dua bulan lagi aku merasa cukup percaya diri untuk mengenakan dress cantik nan indah ini. “Baiklah, Nona, kurasa kita akan berangkat sekarang atau kita akan terlambat.” Aku menyambut uluran tangannya. Dia juga tampak mempesona dengan dress hitam sebatas lututnya.
Kami sampai tepat waktu ke acara ulangtahun Adit. Dia langsung menghampiriku begitu aku sampai, membawaku berkenalan dengan orangtuanya. Aku kenal orangtuanya, mereka adalah salah satu dari banyaknya kolega bisnis ayah. Aku senang saat mereka menerimaku dengan baik. Kami akan naik ke kelas tiga sebentar lagi dan aku akan kuliah di bidang bisnis untuk meneruskan bisnis ayah, kurasa dia akan seperti itu juga.
Benar memang acara ulangtahunnya tak terlalu mewah, hanya keluarga dan orang-orang tedekatnya. Setelah dia meniup lilin dan kue pertamanya diberikan untukku. Semua orang bertepuk tangan riuh, wajahku memanas menahan malu. Dari tempat aku berdiri saat ini, aku bisa melihat Wanda yang mengacungkan dua jempolnya padaku diiringi dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia berdiri tak jauh dariku sebenarnya.
Tubuhku membeku saat Aditya menggenggam kedua tanganku dan membawaku untuk memandangnya. “Aku gak tahu harus mulai darimana, dua bulan mengenalmu sudah cukup membuatku yakin untuk melangkah ke depan bersamamu hingga akhir nanti. Malam ini, aku sengaja mengundangmu selain untuk merayakan ulangtahunku, aku juga ingin mengatakan sesuatu tentang kita, Azka….” dia berhenti dua detik dan kembali melanjutkannya “…would you be my girl?”
Untuk beberapa saat aku merasa napasku terambil begitu saja dan terpaku pada matanya yang menenangkan. Menjelah cahaya matanya, mencoba menemukan sebuah kebohongan atau keraguan, tapi tidak ada sama sekali. Bawah sadarku tersenyum dengan cengiran konyolnya dan berkata padaku ‘inilah saatnya kamu melupakan masalalumu dan mendapatkan kembali kebahagiaanmu karena kita berhak untuk bahagia’. Aku mengangguk dengan senyuman manis di wajahku serta air mata yang tanpa sadar mengalir begitu saja.
Aku salah tentang semuanya, aku pikir setelah aku kehilangan Rama, sudah tak ada lagi kebahagiaan untukku, tapi sekarang aku sadar siapa pun berhak untuk bahagia. Jika kita berusaha, berdo’a, dan berjuang karena bersama dengan semua itu kebahagiaan akan selalu ada bersama kita. Sekali pun ketika kita membuka mata di pagi hari, sekali pun itu hanya sekedar membuat oranglain tersenyum karena kita. Mulai hari ini, aku akan belajar untuk menikmati setiap kebahagiaan yang dikirim Tuhan dalam hidupku dan hari ini, aku melihat Tuhan mendengar do’aku dan mengirim Adit padaku untuk membuatku sadar jika kebahagiaan dalam hidup itu tak pernah mati. Seperti janjiku aku akan menjaga Adit dan tak akan pernah melepaskannya. Tak akan pernah. []




 INI DIA BENIHANA :))