Title : DEAD HOPES
Author : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast : - Wendy ‘Red Velvet’ as Choi
Minah
-
Kim
Seok Jin as himself
Genre : Hurt, Romance, Drama, Alternate
Universe
Length : Oneshoot
Rated : Teens-13
Disclaimer : Cerita ini murni dari pemikiran saya
sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini
adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi link ini btsfanfictionindonesia.wordpress.com/?s=valleria ada ff juga di sana. Terima kasih
dan selamat membaca ya semua!!
─Cinta
yang begitu besar, yang kumiliki untuknya dulu telah terkubur bersama dengan
harapan-harapanku padanya. Ya, sudah tidak ada lagi yang tersisa.
“Bagaimana semua
persiapannya? Apa orang-orang bekerja dengan baik?”
“Ya, Pak. Orang-orang
bekerja dengan keras untuk ini dan kurasa semua persiapan telah selesai
beberapa detik yang lalu.”
“Bagus. Kuharap kerja
keras kalian semua akan terbayar nantinya dan bonus yang kujanjikan akan
kuberikan besok langsung ke rekening kalian,” cetusnya.
Dengan senyuman manis
aku membungkuk hormat pada bosku. Dia adalah wakil direktur Diamond Group,
perusahaan tempatku bekerja satu tahun terakhir. Aku memang masih baru di sini,
ditempatkan di bagian surat-menyurat dan diikut sertakan dalam persiapan pesta
penyambutan pimpinan baru perusahaan membuat beban kehidupanku berkurang. Tentu
saja, aku tidak hanya memikirkan hidupku saja, ada satu orang lagi yang harus kupikirkan.
Anakku, Nayoung. Dia adalah malaikatku, aku bekerja keras hanya untuk dia. Putriku
itu berumur 3 tahun bulan depan dan dengan bonus yang kudapatkan setelah pesta
ini, aku yakin bisa membelikan hadiah dan merayakan ulang tahunnya
kecil-kecilan.
“Minah, apa yang kau
lakukan di sini? Cepat bersihkan dirimu dan kembali kemari, kita akan menyambut
tamu-tamu kehormatan itu dengan senyuman manis sepanjang malam ini,” celoteh
Hwayoung.
Dia adalah teman
dekatku di kantor. “Tentu, aku akan mengambil baju gantiku dan bersiap-siap,”
balasku.
“Eh apa kau mengajak
keponakanku?”
“Tidak, Youngie. Aku
tidak mungkin mengajaknya, dia akan kelelahan dan aku akan kesulitan
mengendalikan sifat manjanya nanti.”
“Ya, aku mengerti. Aku
sangat merindukan malaikat kecil itu. Kau memiliki seorang putri yang sangat
cantik dan aku merasa iri padamu.”
Aku terkekeh mendengar
ucapannya. Dia selalu mengatakan hal itu padaku. “Temukan priamu dan buat anak
juga, maka kau akan kehilangan rasa irimu yang mendalam padaku,” ujarku.
Gaun ini adalah gaun
kesayanganku. Ibuku mewariskan gaun cantik ini padaku karena katanya ini adalah
gaun yang dikenakannya ketika dia dan ayah melangsungkan ulang tahun pernikahan
ke lima. Berwarna cream lembut, melekat di tubuhku dengan sempurna, tanpa lengan,
panjangnya menyentuh mata kakiku. Ya, setidaknya aku bisa tampil cukup bagus
malam ini.
Sebelum keluar dari
kamar mandi, aku meraih ponselku dari dalam tas kecil dan memutuskan untuk
menghubungi Nayoung. Dia kutitipkan pada tetanggaku sejak tadi pagi. Karena
terlalu sibuk aku jadi tidak sempat menghubunginya.
“Eomma, dimana, Na lindu Eomma. Eomma tapan pulang?” (Eomma, dimana,
Nayong rindu Eomma. Eomma kapan pulang?)
“Hai, Na, Eomma juga
rindu padamu. Maafkan Eomma ya, Nak. Tidak bisa menemanimu seharian ini. Eomma
pulang agak sedikit terlambat. Nanti Eomma jemput ditempat Aunty ya.”
Aku bisa merasakan jika
sekarang putriku itu tengah memajukan bibirnya. Dia memang akan melakukan hal
itu ketika sedang bad mood. “Ya, Na akan menunggu disini sampai Eomma pulang,”
balasnya.
“I love you, Na.”
“Love you, Eomma.”
Aku memutuskan
sambungannya dan membereskan barang-barangku lalu keluar dari kamar mandi. Aku
siap untuk menyambut tamu-tamu penting itu malam ini.
Jika ada yang bertanya
mengenai statusku dan bagaimana aku bisa memiliki anak di usiaku yang baru
menginjak 23 tahun, ceritanya sangat panjang. Itu adalah kisah penuh luka dan
drama, sejujurnya aku ingin sekali mengubur semua itu dan melupakannya, tapi
usahaku belum membuahkan hasil apapun. Sekalipun begitu, aku tidak pernah
menyesal mempertahankan Nayoung di sisiku ketimbang membunuhnya dan memilih
keluargaku. Nayoung lebih berarti dari apapun juga.
March 3rd 2013
Ini adalah hari ulang
tahun ke 19-ku. Senyuman lebar terukir di wajahku saat melihat ayah dan ibu
membuka pintu kamarku dengan senyuman lebar di wajah serta teriakan cempreng
mereka yang memenuhi kamarku. Unnie juga membawa tiga buah kotak berukuran
cukup besar didepan tubuhnya hingga suaranya terhalang kotak-kotak itu.
“Happy birthday, My
Dear. Hari ini kau berulangtahun yang ke 19 sejak kelahiranmu. Aku yakin kau
sudah cukup dewasa untuk menentukan mana yang baik dan tidak baik untukmu. Kami
sebagai orangtua hanya akan mengawasi dan memberi pendapat. Meski aku tetap
berharap dapat menjadikanmu bagian dari perusahaan keluarga. Sebelum meniup
lilinnya, buat permohonanmu.”
Aku tersenyum sendu
pada ayah dan lantas memejamkan mata lalu membuat permohonan sederhana pada
Tuhan di hari ulangtahun ke 19-ku ini. ‘Bahagiakan
orangtuaku dan semoga mereka bisa menerima Seok Jin dengan baik. Aamiin.’
Setelah itu aku membuka kembali mataku dan meniup lilinnya. Unnie berteriak
dengan heboh dan menyuruhku untuk membuka kado-kado yang kudapatkan.
Aku yakin hari ini akan
selalu kuingat selama aku hidup.
Desember 7th 2013
Aku mematut
penampilanku sekali lagi didepan cermin sebelum akhirnya meraih tas kecilku dan
keluar dari kamarku untuk menemui seseorang yang telah menungguku di belokan
dekat rumah. Jangan heran, ini sama seperti kisah klise lain yang sering kalian
baca atau tonton. Yep! Aku adalah gadis yang berasal dari keluarga terpandang,
sedangkan kekasihku hanyalah seorang penyanyi café biasa dan tentulah uangnya
tidak akan mencukupi kebutuhan hidupku bahkan untuk satu minggu saja.
Ayah dan ibu tahu
dengan siapa aku menjalin hubungan begitu juga dengan Unnie. Mereka tidak
menyukai Seok Jin dan kurasa sampai kutub mencair mereka tetap tidak akan
menyukainya. Bagi mereka, aku tidak pantas mendapatkan pria seperti itu. Harusnya
aku bisa bersama dengan seseorang yang lebih sederajat agar hidupku terjamin.
Bukankah itu sesuatu
yang klise dan kuno? Aku mencintai Seok Jin, orangtuaku tidak setuju dan
memintaku untuk tidak menjalani hubungan serius dengan pria itu. Aku tidak
bisa. Aku mencintainya. Itu saja. Lagipula aku bahagia sekalipun harus hidup
miskin dengannya.
“Hei, sudah lama
menunggu? Maaf ya. Mereka menanyaiku lagi,” ujarku.
Seok Jin terkekeh
pelan. “Aku mengerti, Chagi. Malam
ini, kita akan bersenang-senang.”
May 3rd 2014
Tubuhku bergetar dengan
hebat saat mendapati dua garis merah pada alat tes kehamilan yang kubeli di
apotik tiga jam yang lalu. Ini adalah alat keenam yang kugunakan dan hasilnya
tetap sama. Air mata mengalir deras membanjiri wajahku. Tubuhku merosot jatuh
dan tangisku pecah begitu saja.
Tidak, ya Tuhan! Aku
tidak bisa. Ayah dan ibu akan marah padaku. Apa yang harus kulakukan. Aku
mendengar Unnie mengetuk pintu kamarku dengan keras. Seperti tersadar aku
bangkit dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki, tanganku memunguti testpack yang
berserakan di lantai kamar mandiku. Lalu menyimpannya di lemari kaca. Aku
membasuh wajahku dengan air dan sedikit membenahi rambutku sebelum akhirnya
berlari kecil menuju pintu.
“Minah, kenapa lama
sekali dan… Hei! Ada apa denganmu?”
“Ah tidak ada, Unnie.
Semua baik-baik saja. Kenapa Unnie mengetuk pintu kamarku?”
“Itu, aku ingin
memberitahumu kalau ayah dan ibu telah memutuskan menunjukmu untuk berkenalan
dengan anak dari klien bisnis mereka. Maafkan aku, Minah. Ini semua diluar
dugaanku.”
“Unnie? Kenapa aku?
Bukankah kau yang akan membantu ayah?”
“Iya, itu benar, tapi
pria itu tidak menyukaiku, dia tertarik padamu. Kau tahu perusahaan sedang
dalam keadaan yang tidak baik sekarang. Jadi, kami membutuhkan bantuanmu untuk
masalah ini. Maafkan aku,” jelas Unnie.
Tubuhku kembali lemas
dan air mata mulai menyeruak lagi mengaburkan pengelihatanku. “Tidak, Unnie.
Aku tidak bisa. Aku… aku mengandung anaknya Seok Jin.”
Wajahku panas saat
tangan kakakku terhempas dengan keras di wajahku. Aku yakin tamparannya
membekas di pipiku.
“Kau gila! Apa yang ada
di kepalamu itu, Minah! Perusahaan kita akan bangkrut dan kau bukannya menolong
ayah dan ibu, kau malah menambah masalah mereka. Tidak sadarkah kau, kau adalah
putri kesayangan ayah, dia melakukan segala hal untukmu, Minah! Tapi apa
balasamu? Kau mau membuat dia mati cepat huh.”
“Maafkan aku, aku tidak
menduga hal ini akan terjadi. Aku mohon, maafkan aku.”
Unnie menggelengkan
kepala tak percaya dan lantas menarik tanganku dengan keras. Dia membawaku ke
ruang keluarga. Disana ada ayah dan ibu, mereka sedang duduk dan meminum kopi
seperti biasa. Suara Unnie mengheningkan suasana yang hangat. Dia meneriakkan
jika aku tengah hamil anak Seok Jin dan itu adalah awal dari mimpi burukku yang
sebenarnya.
“Anak tidak tahu diri!
Kau telah mencoreng nama baik keluarga kita! Kami semua sudah mengingatkanmu
untuk memutuskan hubungan dengan pria tak jelas itu, tapi kau tidak pernah
mendengarkan! Hari ini, kau telah membuktikan jika kau bukanlah putriku. Kau
bukan keturunanku. Aku mencabut semua hak-hakmu dikeluarga ini dan mulai detik
ini juga kau sudah bukan lagi bagian dari keluarga Choi.”
“Ayah…”
“Kau sudah kehilangan
semua hak-hakmu, Minah! Silakan pergi dari rumah ini dan jangan pernah tunjukan
wajahmu di depanku lagi. Pergilah pada pria yang kau puja itu.”
Aku meninggalkan rumah
dengan wajah basah karena air mata. Tanganku menggeret koper kecil milikku.
Satu-satunya tujuanku saat ini adalah apartemen Seok Jin. Untuk sementara aku
akan tinggal dengannya sampai menemukan tempat tinggal yang cocok.
Harapan yang telah
susah payah kubangun lenyap tak bersisa saat melihat seorang perempuan yang
membuka pintu apartemen Seok Jin untukku. Dia menatapku dengan pandangan
merendahkan.
“Siapa kau?”
“Siapa kau?” balasku.
“Aku pacarnya. Jangan
konyol! Sekarang, katakan padaku, siapa kau?”
Kakiku melangkah mundur
saat mendengar kata ‘pacar’ keluar dari mulutnya. Aku meninggalkan semua
harapanku pada pria brengsek itu, saat itu juga dan mengumpulkan semua tenaga
yang masih kumiliki untuk mencari tempat tinggal.
Tangis dalam diamku
masih mengiringi setiap ayunan kakiku. Hingga aku bertemu dengan seorang wanita
paruh baya. Dia menatapku dengan tatapan kasihan.
“Nak, kau baik-baik
saja?”
“Bibi, apa kau tahu dimana
aku bisa mendapatkan tempat tinggal untuk diriku sendiri di sekitar sini?”
“Ah kebetulan sekali,
aku memang sedang mencari orang untuk menempati salah satu kamar kecil didekat
rumah. Orang yang menempatinya baru saja pindah, jadi aku membutuhkan orang
baru. Jika kau mau, kau bisa ikut aku sekarang. Tempatnya tidak terlalu bagus,
tapi aku menjamin keamananmu di sana,” jelasnya.
Bibi Bokju membawaku ke
kontrakan yang dia miliki, kebetulan tempat itu ada di ujung gang dekat
rumahnya. Hari itu juga aku membayar uang sewa selama enam bulan. Minggu depan
aku akan menerima pengumuman kelulusanku dan aku yakin aku akan mendapatkan
beasiswa di Seoul University. Aku mengambil jurusan manajemen. Aku memang tidak
pernah cocok dengan dunia bisnis. Meski nanti aku akan bekerja di bidang
bisnis, aku akan ditempatkan di bagian belakang layar.
Rasa lelah menghampiri
tubuhku bertubi-tubi setelah aku berhasil menata semua barang-barangku dan
membersihkan kamar ini. Untunglah uang tabunganku sejak kecil serta uang di dompetku
cukup untuk hidupku selama enam bulan ini. Aku akan mencari pekerjaan nanti.
~~~
Kehancuran hidupku tiga
tahun lalu telah mengubah segala hal. Aku menjalani waktu-waktu berat itu
sendirian. Mengandung dan melahirkan Nayoung. Aku menanggung semuanya
sendirian. Seorang pria yang kupikir adalah penyelamatku dimana aku
menggantungkan semua harapanku padanya ternyata berselingkuh dariku. Aku sudah
ditipu mentah-mentah olehnya. Jika tidak karena Nayoung waktu itu aku mungkin
sudah bunuh diri. Tidak ada gunanya lagi hidup ketika orangtuamu membuangmu dan
kekasihmu menipumu. Nayoung telah menjadi satu-satunya alasanku untuk bertahan
melawan semua keadaan. Untunglah Bibi Bokju mau menerima keadaanku saat
kehamilanku mulai terlihat waktu itu. Aku mengambil cuti satu semester pertama
hingga melahirkan dan mencoba melamar pekerjaan di sini. Aku masih kuliah
sekarang, lebih tepatnya menunggu kelulusanku bulan depan. Aku akan naik
jabatan nanti ketika menerima transkrip nilaiku yang baru.
Setidaknya dari semua
hal, aku masih memiliki beberapa untuk disyukuri. Hwayoung dan aku berdiri
bersampingan untuk menyambut para tamu. Senyuman manis tak pernah meninggalkan
wajahku. Kami menyambut tamu-tamu itu dengan hangat sampai seseorang berjas
hitam mahal dengan sepatu hitam mengilap memasuki pintu besar itu, memakuku
ditempat. Hwayoung sama terkejutnya denganku, dia bahkan membuka mulutnya cukup
lebar. Ya gadis ini memang mengetahui hal-hal yang telah kualami.
Demi Tuhan, aku telah
bersembunyi dari pria ini sebaik yang kubisa! Apa yang dilakukannya di sini!
“Ya Tuhan, Minah!
Maafkan aku, aku lupa jika aku melihat nama Kim Seok Jin terdaftar di kartu
undangan vip.”
Aku menoleh pada
Hwayoung dan dia menatapku dengan tatapan permohonan maafnya. “Kau! Gantikan
aku, aku akan pergi dari sini, sebelum dia melihatku. Katakan pada bos kita,
kalau putriku tiba-tiba saja sakit dan aku harus pulang untuk mengurusnya.”
“Baiklah,
berhati-hatilah.”
Aku menghilang secepat
mungkin dari ruangan itu. Melajukan motorku meninggalkan kantor. Sudah tiga
tahun dan Tuhan mempertemukan dia denganku lagi hari ini. Aku sudah bersembunyi
semampuku darinya. Aku tidak akan pernah mengganggu kehidupannya lagi.
Semua yang pernah
menjadi milikku di masalalu telah kulepaskan tanpa terkecuali, termasuk Seok Jin
dan harapanku padanya. Rasa sakit, penderitaan, luka, kekecewaan, kehampaan,
tangis, serta kehancuranku akan tersimpan dan membekas selamanya di hidupku.
Cinta yang begitu besar, yang kumiliki untuknya dulu telah terkubur bersama
dengan harapan-harapanku padanya. Ya, sudah tidak ada lagi yang tersisa. Aku
tahu selama tiga tahun sejak aku menghilang, dia berusaha mencariku
kesana-kemari. Kemungkinan besar dia telah mengetahui apa yang sudah menimpaku
dan mungkin juga dia tahu keadaanku. Tapi aku tidak ingin Nayoung mengenalnya.
Putriku tahu dengan baik jika aku tidak suka membahas tentang ayahnya karena
itulah dia tidak pernah menyinggung perasaanku.
Motorku terparkir di
gedung apartemen tempatku tinggal. Aku mengangkat gaun panjangku dan berlari
secepat mungkin masuk ke dalam sebelum orang-orang yang mengejarku tadi
berhasil menangkapku.
“Aku benci permainan
memuakkan yang kau buat selama tiga tahun ini, Minah! Hentikan semuanya dan
kembalilah padaku!”
“Aku tidak akan pernah
kembali.”
“Izinkan aku menebus
semuanya, Minah! Aku meminta maaf padamu, tolong jangan biarkan sisa-sisa
harapanku untuk kita mati begitu saja. Aku ingin mengenal putriku, aku ingin
kita menikah dan memulai semuanya dari awal. Berhentilah bersembunyi. Minah,
kembalilah.”
“Tinggalkan aku dan
putriku, Seok Jin. Aku tidak akan mengizinkan dia menjadi bagian dari hidupmu.
Harapanku telah mati untuk kita dan aku ingin kau tahu bagaimana rasanya ketika
hal itu terjadi juga padamu. Ah aku belum mengucapkan selamat tinggal padamu
dulu, aku akan mengucapkannya sekarang. Selamat tinggal, Seok Jin.”
“Minah! Aku tidak akan
membiarkanmu lari lagi! Kau hanya punya dua pilihan. Menikah denganku atau kita
akan memperebutkan hak asuh Nayoung dipengadilan.”
Mengingat dia sudah
menjadi orang besar sekarang, tentu tidaklah sulit untuk mencaritahu tentang
nama putrinya dan seperti apa dia.
“Bermimpilah terus,
Seok Jin. Nayoung adalah putriku. Dia tidak membutuhkan seorang ayah brengsek
sepertimu.”
“Minah…”
“Hentikan! Jangan buat
aku melakukan sesuatu yang akan membuatmu menyesal. Jika kau berani mengganggu
kehidupanku dan putriku, aku akan membawanya pergi jauh dan benar-benar
menghilang dari hadapanmu. Jika kau tidak mau itu terjadi, pergilah dari sini
dan biarkan aku dan putriku hidup dengan tenang.”
“Minah, aku mohon…”
Kakiku melangkah pergi
tanpa sedikitpun membalikan tubuhku untuk melihatnya. Bagaimana rasanya, Seok
Jin? Seseorang yang kau gantungkan harapan sebesar dunia padanya membunuh
harapan itu begitu saja tanpa belas kasih? Sakit bukan? Aku sudah mengubur
harapanku untuk kita bersama dengan kehancuran hidupku dulu dan aku tidak akan
pernah berharap pada siapapun lagi. Tidak akan.
TAMAT~