WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
BAB 5
Hari
pertama di sekolah baru dengan orang-orang baru dan semua hal yang baru. Aku
membiarkan rambutku tergerai seperti biasa, menambahkan jepitan kecil di sisi
kanan kepalaku dan selesai. Ya Tuhan, kuharap semuanya akan berjalan dengan
baik, kuharap semua hal-hal jahat menjauh dariku.
Meraih
tasku, aku berjalan keluar dan supir pribadiku sudah menunggu di bawah. Semalam
itu sangat seru, untuk yang pertama kalinya aku merasakan jadi gadis remaja
yang normal, bergaul dengan teman-teman sebayanya dan ada yang lebih tua juga.
Mereka semua saling melempar lelucon dan akan tertawa terbahak-bahak. Semalam
Ho Seok kalah bermain dari Jimin, jadi dia mendapatkan banyak tepung di
wajahnya. Taehyung lebih fokus mengobrol dengan Jin Hwa, aku tak tahu apa yang
mereka bicarakan karena mereka bicara dalam bahasa mereka. Jadi, semalam aku
menghabiskan waktu mengobrol bersama Nam Joon, Yoon Gi, dan Jung. Seo Jin hanya
duduk di balkon dan menikmati kopi buatanku, kurasa.
Untunglah
aku memiliki balkon yang cukup luas untuk kami. Ternyata, Nam Joon pernah tinggal di Amerika beberapa waktu, dia
memang memiliki logat inggris paling bagus dibanding yang lain. Dia dan Yoon Gi
bercerita banyak hal tentang mereka bertujuh dan aku tak memiliki cerita yang
bisa menarik perhatian mereka selain Jessica. Aku juga bilang minggu depan
Jessica akan kemari dan menghabiskan liburannya di sini. Mereka tampak begitu
bersemangat karena aku mengatakan jika Jessica adalah gadis yang luar biasa
menarik.
“Saya
akan menjemput Nona saat jam sekolah berakhir.” Aku mengangguk dan lantas
meninggalkan mobil menuju gedung sekolahku yang tampak fantastis.
Sekolah
ini adalah sekolah internasional, jadi semua orang berbicara dalam bahasa
inggris, paman sengaja memilih sekolah ini untukku karena aku tak akan belajar
bahasa korea dengan waktu yang singkat.
Seperti
biasa, jika ada orang asing tak dikenal memasuki sekolah maka dia akan menjadi
pusat perhatian dan semua orang akan berbisik-bisik membicarakannya. Aku tak
tahu apa yang dipikirkan semua orang di sekelilingku, tapi aku menangkap
tatapan sinis dari kelompok gadis-gadis yang ada beberapa meter di depanku. Ya
Tuhan, aku berasal dari Amerika, di sekolahku dulu pernah ada seorang siswi
yang dikerjai hingga dia koma di rumah sakit selama satu bulan.
Aku
sampai di hadapan mereka dalam beberapa detik, mereka masih setia memandangku
dengan tatapan sinis. Aku yakin sekali mereka ini adalah gank-gank aneh yang mencoba untuk menguasai sekolah.
“Kim
Yoora! Gadis yang mengaku-ngaku sebagai tunangan Choi Jin Hwa.” Kurang ajar!
Apa mereka sudah membaca artikel di majalah itu. Ini pertanda buruk!
“Maaf,
kalian menghalangi jalanku. Aku harus menemui kepala sekolah. Bisakah kalian
minggir?” pintaku dengan sopan.
“Beraninya
kau. Kau adalah murid baru di sini dan kau harus mengenal siapa kami. Aku
adalah ketua gank
‘gadis-gadis-cantik-penguasa-sekolah’. Namaku Gyu Ri, Kang Gyu Ri.” Gadis
yang memperkenalkan dirinya dengan nama Kang Gyu Ri itu mengikat rambutnya
menjadi satu dan dia memang yang paling rupawan dibanding dua yang lain.
“Aku
Choi Na Ya.”
“Dan
aku Lee Da Hae.”
Aku
berdehem pada mereka. “Baik, aku akan berusaha mengingat nama-nama kalian
dengan baik, tapi kumohon bisakah kalian menyingkir. Aku benar-benar harus
pergi sekarang.” Aku tahu jika gadis bernama Gyu Ri akan protes, tapi dia
mengurungkan niatnya begitu melihat seseorang yang berdiri di sampingku.
Menoleh
dan aku mendapati Jung-lah yang berdiri di sampingku, merangkul bahuku
seolah-olah kami sudah berteman begitu lama. Gadis-gadis gank ini terdiam, terpaku, terpesona, kehilangan kata-kata, dan
tampak bodoh. Itukah reaksi mereka saat melihat pria tampan berdiri di hadapan
mereka? Bodoh sekali.
“Jangan
ganggu dia. Jika kalian tak ingin mendapat masalah!”
Suara
dingin khas milik Jung membuat sihirnya lenyap, gadis-gadis itu seolah kembali
pada kenyataan. Kurasa mereka adalah adik tingkatku. Mereka pasti ada di
tingkat dua.
“Tapi, Oppa..”
Perkataannya
terputus saat Jung menarikku menjauh dari mereka, gadis-gadis itu tampak
mematung dan kurasa mereka menyadari kebodohan mereka.
“Jauhi
mereka, atau kau akan mendapat masalah besar.”
“Biasa
saja, mereka hanya sekumpulan gadis-gadis yang menyukai Jin Hwa kan? Mereka
pasti cemburu membaca berita tentang aku dan Jin Hwa.”
“Kau
salah, kau baru di sekolah ini, biasanya jika ada murid baru mereka akan
menyiapkan ritual penyambutan dan setelah itu kau akan masuk rumah sakit. Mereka
bukan hanya menyukai Jin Hwa, tapi mereka juga menyukaiku. Mungkin mereka adik
tingkat kita, tapi tetap saja, mereka memiliki pengaruh besar di sekolah ini
dan pada siswa lainnya. Jadi, kau juga harus berhati-hati.” Wajar saja, reaksi
mereka seperti itu ketika melihat Jung tadi. Ternyata mereka tidak hanya
menyukai Jin Hwa, tapi Jung juga. Ya ampun, apa yang mereka sukai dari Jung,
pria es nan menyebalkan ini.
“Berhenti
mengumpatku dalam pikiranmu. Aku akan mengantarmu ke ruang kepala sekolah,”
ujarnya. Aku hanya menurut. Lagipula aku tidak melihat Jin Hwa sejak tadi.
Sekolah ini besar, sangat besar. Entah, apa yang aneh, semua orang memperhatikanku
dan Jung, entah aku yang diperhatikan atau Jung.
Kurasa
Jung adalah salah satu manusia popular
di sekolah ini, menilik dari kejadian tadi, dia juga pasti memiliki pengaruh
besar di sini. Kami berjalan menelusuri lorong demi lorong sekolah, setiap
orang akan melihat dan memperhatikan kami lamat-lamat, seolah-olah kami berbeda
dengan mereka, seolah-olah aku dan Jung adalah makhluk asing yang begitu
menarik perhatian mereka.
“Nah
ini adalah ruang kepala sekolah, cepat masuk. Aku akan menunggumu di sini.”
Aku
menghentikan niatanku membuka pintu ruang kepala sekolah dan membalikkan
badanku menghadap Jung yang terdiam dengan wajah datarnya. Apa yang ada
dipikirannya, sama sekali tidak terlihat.
“Eh,
kurasa kau tak perlu menungguku. Aku akan menghubungi Jin Hwa nanti, jadi kau
tidak usah repot-repot menungguku di sini,” ucapku pelan. Saat melihat
perubahan pada tatapannya matanya, wajahnya nampak mengeras. Ya Tuhan, apa aku
salah menyusun kalimatku?
“Tidak,
kau tidak perlu menghubinginya. Cepat masuk ke dalam, minta jadwalmu dan aku
akan mengantarmu ke kelas,” katanya datar. Tunggu, itu lebih datar dari
biasanya. Ya ampun, apa aku sudah membuatnya tersinggung?
Aku
diam dan akhirnya memutuskan untuk tidak berdebat dengannya. Aku tak mungkin
harus terus berdebat tentang segala hal dengannya, mungkin tidak masalah jika
sekali-sekali aku mengalah.
Seorang
pria paruh baya menyambutku dengan senyum samar di wajahnya. Aku membungkuk
memberi hormat padanya yang kuyakini kepala sekolah ini.
“Silakan
duduk! Kau pasti, Yoora Fletcher kan?”
“Iya,
tapi di sini aku Kim Yoora.”
“Kau
didaftarkan oleh putra Mr Choi di kelas istimewa. Kuharap kau tak terkejut
dengan lingkungan barumu. Sekolah ini adalah sekolah internasional dan memiliki
keamanan tingkat tinggi, jadi banyak Idol
yang memilih bersekolah di sini. Kau ada di kelas yang sama dengan beberapa
diantara mereka, lagipula kau berada di kasta yang sama dengan mereka. Tidak,
kedudukanmu bahkan lebih tinggi dari mereka. Berbaurlah dan semoga kau suka di
sini. Ini jadwalmu.” Dia mengakhiri perkataannya dengan seulas senyum samar di
wajahnya yang sudah mulai menua. Aku mengambil map merah darinya dan keluar
dari ruangan itu.
Aku
bingung dengan apa yang baru saja kudengar. Idol?
Maksudnya artis? Jadi, di sekolah ini ada banyak artis dari Korea? Tapi aku
yakin tidak ada diantara mereka yang kukenal karena pengetahuanku tentang musik
Korea sangat minim. Jangankan musik Korea, musik dari amerika saja aku tidak update. Aku akan tahu lagunya jika Jessy
memberitahuku. Aku kurang tertarik dengan dunia musik, aku lebih suka modeling.
“Jung,
tadi kepala sekolah bilang kalau Jin Hwa mendaftarkan aku di kelas istimewa dan
aku sekelas dengan beberapa Idol dari
korea. Katanya juga sekolah ini dipenuhi dengan Idol dari Korea. Benarkan seperti itu?” Aku menatapnya sambil
berjalan mengikuti langkahnya. Dia memegang mapku dan kurasa dia akan
mengantarku ke kelas.
“Ya,
itu memang benar. Untuk apa kau bertanya seperti itu? Lagipula kau tak akan
bisa mengenal mana yang artis dan mana yang bukan artiskan?”
Aku
mencibir padanya. “Aku memang tidak tertarik dengan dunia musik, jadi wajar
jika aku tidak tahu. Lagipula, itu tidak pentingkan? Aku hanya bertanya, apa
yang salah.”
Aku
tahu ketika dia memutar bola matanya, aku baru saja akan memakinya dan semuanya
batal saat tangannya tiba-tiba sudah ada di pundakku, merangkulku, aku dapat
merasakan kemarahannya melalui remasan di pundakku.
Aku
memperhatikan wajah Jung, rahangnya mengeras, cahaya matanya berubah, ada api
di sana, ada sesuatu yang dia pendam, ada sesuatu yang tak pernah terungkap dan
aku yakin dia sedang menatapi sesuatu yang mungkin saja menjadi penyebabnya.
Begitu
aku mengalihkan tatapanku ke arahnya memandang, tubuhku turut membeku melihat
Jin Hwa-lah yang berdiri beberapa langkah dari kami. Ada apa? Aku tak sempat
memperhatikan tatapan Jung semalam karena sibuk mengobrol dengan yang lain.
Pasti sudah terjadi sesuatu yang buruk diantara mereka. Aku mencium bau
permusuhan mengelilingiku. Aku kembali menatap Jung yang masih menatap tajam
Jin Hwa. Ya Tuhan, aku baru sadar jika dia memiliki pandangan mata yang
mematikan.
“Ehem, hai, Jin..! Tadi aku berniat
mencarimu, tapi aku bertemu dengan Jung lebih dulu, jadi dia yang mengantarku
ke ruang kepala sekolah,” ujarku mencoba memecahkan ketegangan diantara
pria-pria ini.
Tatapan
Jin Hwa teralih seketika, tampaknya dia baru menyadari kehadiranku. Wajah
sangarnya hilang dalam satu detik, digantikan dengan senyuman secerah mataharinya,
tapi senyuman Taehyung adalah senyuman kesukaanku sejauh ini.
“Ah
ya, aku minta maaf karena datang terlambat. Aku melewatkan mengantarmu. Lebih
baik, kau bersama dia saja, aku ada urusan sekarang. Sampai jumpa di kelas, dah.” Dia pergi begitu saja dan saat
itulah aku merasakan tubuh Jung merileks di sampingku.
“Jadi,
ada rahasia apa lagi di sini hmm?”
Jung mengidikkan bahunya. “Tidak, tidak ada
apapun. Sudahlah, kita harus ke kelas sekarang atau kita akan terlambat,”
ujarnya.
“Kita?
Apa itu maksudmu kita..kita…”
Aku
berteriak saat dia menarik tanganku hingga aku nyaris tersungkur kalau saja tak
berhasil menemukan keseimbanganku. Pria gila!
“Bodoh!
Kalau tadi aku terjatuh, aku tidak akan memaafkanmu dan lupakan saja tentang
kesempatan kedua itu!”
“Yang
terpenting adalah kau tidak terjatuh. Ingatlah! Selama aku berada di sampingmu,
takkan ada apapun di dunia ini yang akan menyakitimu.” Terdiam, mendadak semua
kosa kata yang kupelajari sejak aku bayi menghilang begitu saja. Aku merasa
seperti tidak menginjak bumi. Dari mana pria ini menemukan kata-kata seperti itu?
Apa dia suka menonton telenovella kuno yang sangat menjijikkan itu? Tapi, entah
kenapa, ketika mendengar dia yang mengatakannya, reaksi yang diberikan tubuhku
sangat aneh, ada sesuatu di perutku. Seperti kupu-kupu, ya, ada kupu-kupu yang
berterbangan di perutku. Konyol sekali, aku yakin dia pasti pakai sihir!
Hari
ini tidak terlalu buruk, aku mendapatkan beberapa teman yang baik, kurasa.
Mereka bersikap baik dan ramah, mungkin juga itu karena aku memiliki nama
Fletcher yang di mana itu berarti sesuatu. Aku memperkenalkan diriku sebagai
Kim Yoora bukan Yoora Fletcher, tapi semua penghuni sekolah ini sudah
mengenalku sebagai Yoora Fletcher. Itu berarti, sesuatu yang dulu pernah
terjadi akan terjadi lagi, aku tak akan berteman dengan siapa pun, kecuali Jung
dan Jin Hwa, mereka adalah pengecualian karena aku sudah mengenal mereka lebih
dulu.
Selama
pelajaran hari ini, Jung terus berada di sampingku. Aku tidak tahu, aku hanya
merasa dia bersikap terlalu posesif, akukan bukan pacarnya. Bahkan dia tak
memberikan Jin Hwa kesempatan untuk berbicara denganku dan sekarang ketika jam
belajar sudah selesai dia masih setia ada di sampingku, ya ampun, dia sudah
seperti pengawal saja.
“Jung,
sebenarnya, apa yang sejak tadi kau lakukan? Mengapa kau tidak pergi dan
berkumpul bersama teman-temanmu? Aku harus mengelilingi sekolah ini dan
menghapalkan tiap ruangan dengan baik,” ujarku kesal. Dia masih menatapku
dengan tatapan tanpa dosanya.
“Tentu
saja, aku sedang menemanimu. Aku ingin menjadi teman yang baik. Jadi, aku akan
menemanimu kemanapun kau pergi. Dasar bodoh! Begitu saja kau tidak mengerti.”
“Kau
bahkan lebih bodoh dariku. Menjawab soal matematika yang sangat sederhana
seperti tadi saja kau tidak bisa,” cibirku.
“Jangan
ingatkan aku dengan itu. Aku hanya sedang sulit untuk berkonsentrasi tadi.”
Aku
tertawa mengejeknya. “Ya ya ya, teruslah mengelak, kau pikir kau bisa menipuku
hah? Kau tidak pandai berakting, jadi kau tidak akan bisa menipu gadis pintar
sepertiku.”
“Kau
berlagak seperti kau adalah gadis paling pintar. Kau belum mengenalnya, dia adalah
siswi emas sekolah ini. Dia adalah gadis paling pintar dan juga paling dicintai
satu sekolah ini.” Aku mendelik tak percaya. Mataku menyipit mencari kebenaran
di matanya. Bukannya menemukan kebenaran, aku malah menemukan kesedihan. Aku
tak tahu sejak kapan aku bisa menyelam ke lautan es di matanya dan bisa melihat
apa yang dia pendam di sana. Aku tak tahu.
“Dan
aku yakin, kau pasti jatuh cinta padanya, tapi karena kau bodoh dan gadis
pintar sepertinya tidak akan menerima pria bodoh sepertimu jadi dia menolakmu
mentah-mentah, lalu kau patah hati dan sampai sekarang kau pasti belum move on darinya kan?”
Aku
menaik-turunkan alisku menggodanya. Ini adalah kali pertama aku bisa bersikap
sesantai ini dengannya. Dia mendorong pelan kepalaku dengan jari telunjuknya.
“Darimana
datangnya itu? Mengaku pintar, tapi kau ternyata lebih bodoh dariku.” Aku
memutar bola mataku. Dan menangkap senyum kecil di wajahnya. Entah sudah berapa
kali dia membuatku terdiam hari ini, tapi itu, dia tersenyum karena aku,
senyuman pertamanya untukku. Ribuan kupu-kupu kembali memenuhi perutku,
sengatan demi sengatan listrik yang entah darimana datangnya membuatku lemas
lagi.
Baiklah,
kurasa aku akan bersama dengan Jung sepanjang hari ini, mengelilingi sekolah besar
ini, dan menghapal ruangannya.
Aku
ingat, tadi ada seorang gadis di kantin yang menatapku aneh, aku tak tahu apa
maksud tatapannya padaku karena aku bukan seorang pembaca tatapan mata. Tapi
kurasa dia kurang menyukaiku. Cukup anehkan! Di saat semua orang berebut untuk
menjadi temanku dia justru memberikan tatapan itu. Sedikit sinis menurutku.
“Mengapa
kau diam saja? Aku berbicara padamu sejak tadi.” Aku tersentak dan menatap Jung
yang untuk pertama kalinya menatapku kesal. Itu dia, ekspresi pertamanya.
Mengapa dia memberikan ekspresi kesal untuk yang pertama? Harusnya dia
memberikanku ekspresi bahagianya.
“Tidak,
aku hanya teringat sesuatu tadi ketika di kantin, ada seorang gadis yang duduk
dua meja dari meja kita, dia cantik wajahnya seperti boneka barbie, tapi dia
menatapku dengan sedikit sinis, kurasa. Hey Jung, jangan-jangan dia itu adalah
salah satu dari penggemarmu ya?”
“Sudahlah,
lupakan saja! Sekarang, aku akan mengajakmu naik ke atap. Semua ruangan sudah,
tinggal atap yang terakhir.” Dia menarik tanganku lagi. Ya, kurasa aku memang
harus membiasakan diri, Jung sepertinya suka menarik tanganku.
Luar
biasa, itu adalah hal yang terlintas dipikiranku begitu kami tiba di atap
sekolah. Angin berhembus dengan kencang, biasanya aku akan mendapatkan ini di
tepi pantai di Miami, tapi ini sungguh-sungguh menenangkan, sejuk, dan damai.
Aku berlari ke tepi atap, menutup mataku dan merentangkan tanganku.
‘Terbang, biarkan angin membawa jiwamu pergi,
mengelana menuju ketenangan, melepas segala keluh kesah, melepas segala
kesedihan, melepas segala beban,
mengosongkan jiwamu. Biarkan angin mengisinya dengan kesejukan…’
‘…biarkan angin menuntunmu menemukannya,
menemukan dia yang jaraknya tak terhingga namun tetap terasa dekat, menemukan
seseorang yang letaknya begitu dekat di hatimu. Terbang, kedamaian ini biarkan
menjadi milik kita, walau sejenak, tapi begitu berarti.’
Aku
membuka mataku melihat Jung yang menyambung kata-kataku, dia juga melakukan hal
yang sama denganku. Merentangkan tangan dan memejamkan matanya. Dia terlihat
berbeda dan aku baru menyadarinya jika dia tampan.
“Darimana
kau bisa menyambungnya? Aku memang suka iseng, membuat kata-kata seperti itu
dan dalam sekejab aku akan melupakannya,” ujarku pelan.
“Yang
satu ini, jangan dilupakan. Aku akan menagihnya suatu saat nanti, jika kau
melupakannya, aku akan tahu jawabannya darimu.” Perkataannya membuatku bingung.
“Jawaban
apa? Apa maksudmu?”
“Nanti
kau akan tahu dengan sendirinya. Hey, Kim Yoora, apa kau masih ingat dengan
kesepakatan kita di bandara waktu itu? Jika aku bersedia membantumu hingga
sampai ke Seoul dan mengantarmu ke rumah barumu maka kau akan memenuhi tiga
permintaanku apa pun itu?”
Untuk
yang kesekian kalinya, aku terdiam. —“Baiklah,
kau boleh meminta apa pun padaku dan aku akan berusaha untuk memenuhinya hanya
tiga permintaan. Tapi kau harus membantuku hingga aku sampai di Seoul dan
sampai di apartemenku. Bagaimana?”
Ya
Tuhan, perjanjian konyol itu! Kenapa dia masih mengingatnya? Aku saja sudah
lupa jika dia tidak mengingatkannya lagi padaku. Apa jangan-jangan dia akan
menagihnya? Kuharap dia tidak menginginkan hal yang akan mengacaukan hidupku.
“Baguslah,
aku senang kau masih mengingatnya. Itu adalah hutangmu yang harus kau lunasi.
Aku akan mulai memikirkannya. Kira-kira apa yang bisa aku minta dari gadis
bodoh sepertimu?”
Aku
menyikut pinggangnya, membuatnya meringis. “Aku ini adalah orang yang memegang
janji. Aku ingat pernah menawarkan hal konyol itu padamu dan aku akan
memenuhinya. Kau tenang saja.”
Masih
dengan meringis, dia berkata “Kau harus menghentikannya. Kau harus berhenti
menyikut, memukul ataupun menendangku.” Dia mengusap-usap pinggangnya. Aku
tersenyum geli melihat wajahnya. Dia terlihat lucu. Itu adalah ekspresinya yang
ke dua. Lebih baik dari yang pertama.
“Tak
perlu menahan tawa. Aku tahu kau senang sekali melihatku menderita seperti
inikan?”
“Kenapa
kau ini sensi sekali? Aku akan mengobatinya jika terjadi sesuatu. Apa itu sakit?”
“Rasanya
seperti di gigit singa, singa betina kau tahu.”
“Dasar
cowok tidak waras! Kau sudah mati
kalau rasanya seperti digigit singa. Kau harusnya memikirkan sesuatu yang lebih
baik dari itu. Kau tahu, kau justru membuat dirimu sendiri terlihat bodoh.” Dia
memutar bola matanya.
“Yang
jelas aku tidak lebih bodoh darimu. Ngomong-ngomong, apa kau sudah mendapatkan
informasi mengenai siapa ayahmu?”
Pertanyaan
Jung membuatku mengingatnya, mengingat tujuan kenapa aku berada di sini.
Mencari ayahku.
“Kemarin,
ketika aku menemui ayah Jin Hwa, dia tak mengatakan apapun yang berarti
mengenai ayahku. Tapi dia tahu banyak tentang ibuku. Mereka berteman dengan
baik dulu. Aku sangat berharap dapat mengetahui siapa ayahku secepatnya,
semakin cepat aku menemukannya, semakin cepat aku dapat menanyakan tentang
semua hal yang ingin kutanyakan padanya selama ini. Aku juga ingin menunjukkan
padanya, jika anak yang dia buang selama hampir tujuh belas tahun ini memiliki
hidup yang luar biasa meskipun tanpa kehadirannya.”
“Dari
perkataanmu kusimpulkan jika kau membenci ayahmu ya?”
“Aku
ingin. Aku ingin melakukannya, aku ingin membencinya. Tapi aku tidak bisa,
keluargaku telah menumbuhkan begitu banyak cinta dan kasih sayang di diriku, di
sekitarku, di hidupku. Aku sulit untuk membenci orang kecuali jika dia sudah
berbohong padaku, aku tak bisa mentolerir seorang pembohong. Aku dibesarkan di
lingkungan keluarga berada yang eksistensinya sudah diketahui nyaris semua
orang di belahan bumi ini, keluarga Fletcher yang harmonis, keluarga penuh
cinta, keluarga idaman, dan keluarga penuh inspirasi. Itu bukan mengada-ada.
Aku bahkan tak pernah melihat paman dan bibiku bertengkar. Mereka selalu rukun.
Aku diajarkan untuk selalu menumbuhkan cinta dimanapun, menumbuhkan suasana
cinta di sekelilingku.”
“Wajar
saja, jika aku merasa begitu nyaman ada di dekatmu, ternyata kau memiliki sihir.
Aku tak percaya jika di dunia benar-benar ada sihir.”
“Hei,
itu bukan sihir namanya, kau juga bisa melakukannya jika kau mau belajar. Tapi
kurasa kau tidak memiliki bakat untuk membuat orang-orang di sekelilingmu
menjadi nyaman, karena kau adalah sosok pria es yang dingin. Sulit
mengekspresikan sesuatu,” ujarku.
“Bagaimana
aku bisa belajar seperti itu? Kau, tentu saja akan sangat mudah untukmu
melakukannya, kau dipenuhi oleh cinta dan kasih sayang nyaris selama kau hidup.
Sedang aku, aku tak pernah mengenal cinta sejak aku lahir, aku memiliki
keluarga yang kacau. Aku adalah anak yang tak diinginkan oleh ibuku. Ayahku
juga menelantarkanku. Mereka menikah karena perjodohan, demi kerja sama antara
dua perusahaan besar. Mereka berdua tak bisa berbuat apapun ketika kakekku
meminta seorang pewaris. Dengan terpaksa, mereka menyanggupinya. Saat aku
berumur delapan tahun, mereka memutuskan untuk menjalani hidup masing-masing
tanpa perceraian dan aku, aku dibesarkan oleh seorang pengasuh anak yang disewa
oleh kakekku. Begitu aku menyelesaikan kuliahku nanti, aku akan menandatangani
surat pernyataan yang sudah disiapkan oleh kakekku. Surat pernyataan yang
berisikan pengalihan kepemilikan perusahaan padaku, meneruskan kerja keras dan
jerih payah kakekku selama hidupnya, perusahan keluarga Jeon yang ia bangun
dengan keringat dan jerih payahnya. Aku tak pernah mengenal cinta, Yoora. Hanya
ada satu cinta yang kutahu, tapi cinta itu juga pergi dariku, meninggalkanku.
Semua orang pergi meninggalkanku, tidak ada satupun, tidak ada.”
Air
mataku sudah mengalir sejak tadi, Taehyung tak berbohong padaku. Jung memang
memiliki kehidupan yang kacau. Dia ditelantarkan oleh keluarganya, sosok
orangtua yang seharusnya menjadi tempatnya membagi semua hal tak pernah ada.
Tak ada sedikitpun kasih sayang atau cinta yang tertinggal padanya sejak ia
lahir. Sekarang, aku benar-benar harus bersamanya, dia merasa sendiri, dia
adalah pria kesepian, dia tak tahu bagaimana mengekspresikan sesuatu. Ini
bahkan tidak sesederhana yang diucapkan Taehyung.
Tubuhku
bergerak dengan sendirinya, seperti ada yang memprogramnya. Tanganku melingkar
di pundaknya, aku merasakannya menegang di detik pertama, tapi tubuhnya
merileks di detik berikutnya, aku membiarkannya saat tangannya memeluk
pinggangku dengan erat, kepalanya tenggelam di lekukan leherku, aku tahu jika
dia sedang menangis, air matanya membahasi blazerku, tapi aku membiarkannya.
Dia butuh untuk melepaskan itu, melepaskan sesuatu yang dipendamnya sendiri
selama ini. Dia butuh untuk membiarkan masalahnya pergi.
Ya Tuhan, maafkan aku, aku tak tahu
jika pria ini sangat kacau. Seandainya aku tahu dari awal, aku tak akan berlaku
begitu ketus padanya, aku tak akan memukulnya waktu di pesawat, aku tak akan
memakinya, dan aku tak akan marah padanya tentang perkataannya di mobil waktu
itu. Maafkan aku, kumohon, aku sudah salah menilai orang, aku sudah melakukan
kesalahan besar. Maafkan aku.
Aku
tak tahu sejak kapan aku ikut sesegukan bersamanya, menangisi kebodohanku dan
menangisi betapa malangnya pria ini. Jung. Aku melihat gambaran anak laki-laki
kecil yang malang, dia bersembunyi di bawah meja makan, tampak ketakutan, dia
berbisik meminta tolong, tapi tak ada yang menolongnya, tak ada yang mempedulikannya.
“Apa
kau pernah melihat mereka bertengkar?” bisikku.
“Itulah
yang kusaksikan sejak aku kecil, mereka bertengkar tanpa kenal waktu, entah
siang atau malam, mereka saling memaki, mengumpat, memecahkan barang-barang.
Ayahku sering membawa perempuan pulang ke rumah dan ibuku, dia melampiaskannya
dengan memakai narkoba. Aku sudah berumur enam tahun waktu itu, aku sudah mulai
mengerti tentang segala hal yang terjadi di sekelilingku. Semuanya berlangsung
hingga aku menginjak umur delapan tahun, saat itulah mereka memutuskan berpisah
dan mereka menitipkanku pada kakekku. Kakekku tahu, aku tak akan pernah
mendapatkan kasih sayang dari mereka, pengasuh itu, dia memang menyayangiku
sejak aku bayi, tapi dia tak pernah mendapatkan tempat apapun di hatiku, semua
yang kurasakan hanyalah kekosongan. Gelap, aku selalu merasa ada di tempat yang
gelap,” bisik Jung di dekat telingaku.
“Jadi,
orangtuamu tidak bercerai?”
“Tidak,
mereka tak pernah bercerai. Kakekku akan membunuh mereka jika mereka
melakukannya. Keluargaku sama sepertimu, keluarga sosialita yang selalu menjadi
perhatian publik. Jika sesuatu seperti perceraian terjadi, maka nama baik
perusahaan Jeon akan hancur. Aku sudah tak pernah bertemu dengan mereka lagi
sejak mereka meninggalkanku dengan kakekku.”
“Untuk
semua itu, semua kekacauan yang kau alami, pernahkah kau berpikir jika kau
membenci kakekmu?”
“Aku
membencinya, Yoora. Aku membencinya lebih dari yang kau tahu. Semua ini, semua
kekacuan yang kualami bermuara padanya, jika dia tidak menjodohkan orangtuaku,
ini semua tak akan terjadi, aku tak akan lahir ke dunia ini. Aku tak akan
merasakan semua ini, penderitaan tiada akhir ini.”
“Jangan,
kau tidak boleh mengatakannya. Semua yang terjadi di hidup kita sudah
direncanakan oleh Tuhan. Jika kau tak lahir ke dunia ini, aku tak akan bertemu
denganmu, kita tak akan bertemu. Setidaknya, dari semua kekacauan itu ada
sesuatu yang bisa kau syukuri untuk hidupmu. Aku berjanji padamu, aku akan
bersamamu, bagaimanapun keadaannya. Kau tak akan merasa sendiri lagi, mulai
sekarang, kau memilikiku di sampingmu, Jung. Dan aku akan marah padamu kalau
kau masih berpikir jika kau sendirian. Aku akan berjalan bersamamu mulai detik
ini,” tegasku padanya.
Aku
mengusap air mataku. Mengendurkan pelukkan kami dan menatap wajahnya yang
terlihat kacau, itu ekspresi ke tiganya. Kerapuhan, kesedihan, dan luka
semuanya ada di sana, mata esnya mencair dan saat ini aku tak sedang menyelami
lautan es melainkan lautan luka. Lebih buruk, tapi jika tak diungkapkan dia
akan mengalami gangguan mental.
Tanganku
menyentuh wajahnya, mengusap air matanya. Dia tak berkedip menatapku, kurasa
dia juga sedang menyelam ke dalam mataku. “Aku juga berjanji akan berjalan
bersamamu. Aku memiliki permintaan, aku akan memakai satu dari tiga itu.”
“Apa?
Aku pasti akan mengabulkannya.”
“Jauhi
pria itu. Jauhi Jin Hwa.”
Aku
terpaku menatap wajahnya. Rahasia lagi, ini masalah yang lain lagi. Aku masih
ingat tatapan permusuhan diantara mereka.
“Apa?
Dia temanku juga, sama sepertimu. Aku tak mungkin tiba-tiba menjauhinya.
Apalagi dia adalah anak dari Mr Choi, orang yang bisa membantuku menemukan
siapa ayahku,” ujarku pelan.
“Itu
permintaanku, Yoora. Permintaan pertamaku.” Kembalilah dia. Pria es yang tadi
sempat menghilang entah kemana.
“Baik,
sekarang, kau harus menjelaskan alasannya padaku. Aku harus tahu apa yang
membuatmu memintaku menjauhinya? Dia pria yang baik kan?”
“Kau
bahkan baru mengenalnya kemarin dan kau sudah mengatakan jika dia adalah pria
yang baik. Sementara aku, berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk mengatakan
jika aku ini adalah pria yang baik hah?”
“Lebih
cepat dari yang kau pikirkan. Katakan saja. Jika alasanmu masuk akal aku akan
memenuhinya.”
“Haruskah
aku mengatakannya?”
Aku
mengangkat bahuku, keputusan ada padanya.
“Baiklah,
baik, kau memang selalu tahu bagaimana cara agar setiap orang mengikuti kemauanmu.”
Aku
terkekeh pelan. “Aku tidak merasa seperti itu.”
Jung
kembali menghadap ke depan, dia terlihat sedang berpikir. Aku menunggunya
mengatakan sesuatu dan setelah tiga menit berlalu dia menghela napasnya, itu
adalah pertanda jika dia akan mulai bercerita lagi.
“Aku
sudah mengenal Jin Hwa sejak kecil saat kami masih ada di playgroup. Ketika
kami ditingkat akhir smp, ada seorang gadis, dia siswi baru. Awalnya dia homeschooling, tapi dia bosan terkurung
di rumah, jadi dia masuk ke sekolah yang sama dengan kami. Gadis itu cerewet,
dia manis, pintar, dan penuh kasih sayang. Aku tak tahu apa yang dia lakukan
hingga dia bisa menjadi begitu dekat denganku dalam waktu yang singkat. Kami
berteman dengan baik. Satu tahun hubungan kami menjadi semakin baik, dia adalah
gadis pertama yang dekat denganku. Hingga suatu hari aku memutuskan untuk
mengakhiri pertemanan kami dan mulai menjalin hubungan baru, sebagai sepasang
kekasih. Tapi semuanya hancur saat aku melihatnya bersama Jin Hwa, mereka
sedang berciuman di koridor sekolah, waktu itu semua orang sudah pulang, aku
berniat untuk menemuinya dan mengajaknya berkencan. Sejak saat itu, aku
memutuskan untuk tak akan pernah bertemu dengan gadis itu lagi.”
“Apa
yang kau lakukan pada Jin Hwa? Apa kau memukulnya?”
“Apa
kau benar-benar ingin tahu?”
“Katakan
saja. Aku ingin tahu lebih banyak lagi.” Aku terkikik saat dia memutar bola
matanya.
“Hari
berikutnya, aku menyeret Jin Hwa ke lapangan basket sekolah dan memukulinya.
Dia sempat membalas beberapa pukulanku dan aku mendapatkan beberapa memar di
wajahku. Tapi aku berhasil melukainya cukup parah hingga dia dilarikan ke rumah
sakit. Waktu itu, aku hampir dikeluarkan dari sekolah, tapi kakekku dengan
segala kekuasaannya berhasil membereskan segalanya. Gadis itu, dia bilang jika
dia membenciku karena aku sudah menyakiti pacarnya.”
“Gadis
sialan!” umpatku keras. Dan Aku merasakan keterkejutan Jung.
“Apa
kau benar-benar mengatakannya?”
“Iya,
tentu saja, dia itu gadis sialan. Aku harus bertemu dengannya dan mengajaknya
bertanding. Aku yakin aku pasti bisa membunuhnya dengan sekali tendang,” ujarku
kesal.
“Aku
tak akan meragukannya. Kau pasti bisa membunuhnya dengan mudah. Dia ada di
sekolah yang sama dengan kita, tapi kita tidak sekelas. Dia adalah gadis yang
menatapmu di kantin.” Aku menoleh, menatap Jung tak percaya.
“Apa
maksudmu? Gadis yang wajahnya seperi boneka itu orangnya?”
“Ya,
dia orangnya. Dia juga orang yang sama, yang menjadi siswi emas, gadis
kesayangan di satu sekolah.”
Ini
gila! Gadis itu cantik, tapi aku yakin aku lebih baik darinya, dia pasti gadis
lembek yang manja. Iuh!
“Dia
pasti gadis manja kan, dia pasti sok manis dan sok baik hati. Ya ampun,
menjijikan sekali ada makhluk seperti itu di sekolah ini.”
“Kuharap
kau tak mencari masalah dengannya. Dia terlihat baik, tapi juga berbahaya, dia
bisa membuat satu sekolah ini membencimu.”
Itu
buruk! Kalau begitu aku akan mengurungkan niatku untuk membunuhnya dalam sekali
tendang. Lebih baik jika aku menyakitinya melalui Jin Hwa.
“Aku
sudah memutuskan. Aku tak akan menuruti permintaanmu. Seperti yang kau tahu,
gosip tentang pertunanganku dan Choi Jin Hwa sedang menjadi berita yang sangat
panas saat ini kan? Aku bisa menggunakan itu untuk memberi pelajaran pada gadis
itu agar dia berpikir beribu-ribu kali untuk menyakitimu ataupun orang lain
lagi.” Aku tersenyum jahat pada Jung. Dia mendelik padaku, menatapku aneh.
“Gila.
Kau tidak bisa melakukan hal seperti itu padanya, aku sudah melupakan semuanya
sekarang, hanya saja, sulit untukn memperbaikki hubunganku dengan Jin Hwa, aku
takut apa yang kuinginkan untuk ada disampingku akan direbutnya kembali.
Kurasa, aku sudah menjelaskan semuanya padamu, sekarang kau harus memenuhi
permintaanku itu. Ingat. Itu adalah janjimu.” Aku mengangguk pelan.
“Baik,
aku akan memenuhinya, tapi aku akan tetap berteman dengannya, aku hanya akan
sedikit menjaga jarak darinya. Bagaimana? Kau senang?”
“Belum,
aku setuju jika kau sedikit menjaga jarak darinya. Dan aku benar-benar tidak
suka jika dia ada di apartemenmu. Jangan pernah undang dia ke apartemenmu lagi,
yang semalam itu yang terakhir,” ucapnya tegas.
“Kau
sudah salah paham denganku, Sir. Aku tidak mengundangnya, dia yang memaksa
untuk ikut. Jadi, ya, aku bisa apa? Kau tak perlu sekhawatir itu tentangku, aku
bisa membuatnya mandul hanya dengan satu tendangan saja.”
“Ah
ya, aku melupakannya. Kurasa, aku juga harus berhati-hati ketika ada di
dekatmu.”
“Tidak,
kau tak perlu melakukannya. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, kalau aku
tak akan pernah memukulmu lagi. Tapi menyikutmu itu sebuah pengecualian,
lagipula menyikut tidak termasuk kategori memukul dan menendang kan?”
Aku
menaik-turunkan alisku dan menatapnya dengan cengiran konyolku. “Harusnya kau
membuat janji untuk tidak menyakitiku karena menyikut itu termasuk menyakiti,
kau tahu.”
“Terserah.
Yang penting aku tidak akan sampai memukul atau menendangmu. Dan yang di
pesawat itu adalah yang pertama dan terakhir.” Aku membentuk ‘piss’ di tanganku dan memberikannya
cengiran lebar khas milikku.
Dulu,
ada mantanku yang pernah bilang jika dia jatuh cinta padaku karena melihatku
melakukan hal ini, membentuk ‘piss’
di tanganku dengan cengiran lebar di wajahku. Aku tak percaya tentu saja, itu
konyol sekali.
Untuk
beberapa saat dia memandangku tanpa berkedip dan aku tak bisa menemukan apapun
ketika esnya sudah kembali.
“Sudah
sore, aku akan mengantarmu pulang. Teman-teman ingin bertemu denganmu, apa kau
bisa ke rumah nanti malam?”
“Tidak
bisa. Aku harus mengerjakan tugas yang diberikan hari ini, aku paling benci
jika ada tugas yang menumpuk. Lain kali saja, oke?”
“Baiklah,
nanti akan kusampaikan pada mereka.”[]
Yoora
Euna
Jin Hwa
My Baby :)
Kuki,kamu beruntung banget ketemu Yoora. Aku ga nyangka kalau hidup Kuki sekacau itu. T_T Aku ga setuju Yoora bareng Jinhwa. Jinhwa jahat. *pites Jinhwa* Eh,itu yang di atap maksudnya apa? Yang sambung kata-kata itu apa? Apa yang jadi jawaban? Aku kepo~ Kuki main teka-teki nih... Ah,kepo~ Btw,aku suka covernya. xD
BalasHapusYa Allah.. i love u so much Hana :* mksih ya udah komen.. tunggu kelanjutannya besok yaaa😋
Hapus