Kamis, 09 Juli 2015

INTO HIS WORLD BAB 5

WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!





BAB 5



Hari pertama di sekolah baru dengan orang-orang baru dan semua hal yang baru. Aku membiarkan rambutku tergerai seperti biasa, menambahkan jepitan kecil di sisi kanan kepalaku dan selesai. Ya Tuhan, kuharap semuanya akan berjalan dengan baik, kuharap semua hal-hal jahat menjauh dariku.
Meraih tasku, aku berjalan keluar dan supir pribadiku sudah menunggu di bawah. Semalam itu sangat seru, untuk yang pertama kalinya aku merasakan jadi gadis remaja yang normal, bergaul dengan teman-teman sebayanya dan ada yang lebih tua juga. Mereka semua saling melempar lelucon dan akan tertawa terbahak-bahak. Semalam Ho Seok kalah bermain dari Jimin, jadi dia mendapatkan banyak tepung di wajahnya. Taehyung lebih fokus mengobrol dengan Jin Hwa, aku tak tahu apa yang mereka bicarakan karena mereka bicara dalam bahasa mereka. Jadi, semalam aku menghabiskan waktu mengobrol bersama Nam Joon, Yoon Gi, dan Jung. Seo Jin hanya duduk di balkon dan menikmati kopi buatanku, kurasa.
Untunglah aku memiliki balkon yang cukup luas untuk kami. Ternyata, Nam Joon  pernah tinggal di Amerika beberapa waktu, dia memang memiliki logat inggris paling bagus dibanding yang lain. Dia dan Yoon Gi bercerita banyak hal tentang mereka bertujuh dan aku tak memiliki cerita yang bisa menarik perhatian mereka selain Jessica. Aku juga bilang minggu depan Jessica akan kemari dan menghabiskan liburannya di sini. Mereka tampak begitu bersemangat karena aku mengatakan jika Jessica adalah gadis yang luar biasa menarik.
“Saya akan menjemput Nona saat jam sekolah berakhir.” Aku mengangguk dan lantas meninggalkan mobil menuju gedung sekolahku yang tampak fantastis.
Sekolah ini adalah sekolah internasional, jadi semua orang berbicara dalam bahasa inggris, paman sengaja memilih sekolah ini untukku karena aku tak akan belajar bahasa korea dengan waktu yang singkat.
Seperti biasa, jika ada orang asing tak dikenal memasuki sekolah maka dia akan menjadi pusat perhatian dan semua orang akan berbisik-bisik membicarakannya. Aku tak tahu apa yang dipikirkan semua orang di sekelilingku, tapi aku menangkap tatapan sinis dari kelompok gadis-gadis yang ada beberapa meter di depanku. Ya Tuhan, aku berasal dari Amerika, di sekolahku dulu pernah ada seorang siswi yang dikerjai hingga dia koma di rumah sakit selama satu bulan.
Aku sampai di hadapan mereka dalam beberapa detik, mereka masih setia memandangku dengan tatapan sinis. Aku yakin sekali mereka ini adalah gank-gank aneh yang mencoba untuk menguasai sekolah.
“Kim Yoora! Gadis yang mengaku-ngaku sebagai tunangan Choi Jin Hwa.” Kurang ajar! Apa mereka sudah membaca artikel di majalah itu. Ini pertanda buruk!
“Maaf, kalian menghalangi jalanku. Aku harus menemui kepala sekolah. Bisakah kalian minggir?” pintaku dengan sopan.
“Beraninya kau. Kau adalah murid baru di sini dan kau harus mengenal siapa kami. Aku adalah ketua gank ‘gadis-gadis-cantik-penguasa-sekolah’. Namaku Gyu Ri, Kang Gyu Ri.” Gadis yang memperkenalkan dirinya dengan nama Kang Gyu Ri itu mengikat rambutnya menjadi satu dan dia memang yang paling rupawan dibanding dua yang lain.
“Aku Choi Na Ya.”
“Dan aku Lee Da Hae.”
Aku berdehem pada mereka. “Baik, aku akan berusaha mengingat nama-nama kalian dengan baik, tapi kumohon bisakah kalian menyingkir. Aku benar-benar harus pergi sekarang.” Aku tahu jika gadis bernama Gyu Ri akan protes, tapi dia mengurungkan niatnya begitu melihat seseorang yang berdiri di sampingku.
Menoleh dan aku mendapati Jung-lah yang berdiri di sampingku, merangkul bahuku seolah-olah kami sudah berteman begitu lama. Gadis-gadis gank ini terdiam, terpaku, terpesona, kehilangan kata-kata, dan tampak bodoh. Itukah reaksi mereka saat melihat pria tampan berdiri di hadapan mereka? Bodoh sekali.
“Jangan ganggu dia. Jika kalian tak ingin mendapat masalah!”
Suara dingin khas milik Jung membuat sihirnya lenyap, gadis-gadis itu seolah kembali pada kenyataan. Kurasa mereka adalah adik tingkatku. Mereka pasti ada di tingkat dua.
Tapi, Oppa..
Perkataannya terputus saat Jung menarikku menjauh dari mereka, gadis-gadis itu tampak mematung dan kurasa mereka menyadari kebodohan mereka.
“Jauhi mereka, atau kau akan mendapat masalah besar.”
“Biasa saja, mereka hanya sekumpulan gadis-gadis yang menyukai Jin Hwa kan? Mereka pasti cemburu membaca berita tentang aku dan Jin Hwa.”
“Kau salah, kau baru di sekolah ini, biasanya jika ada murid baru mereka akan menyiapkan ritual penyambutan dan setelah itu kau akan masuk rumah sakit. Mereka bukan hanya menyukai Jin Hwa, tapi mereka juga menyukaiku. Mungkin mereka adik tingkat kita, tapi tetap saja, mereka memiliki pengaruh besar di sekolah ini dan pada siswa lainnya. Jadi, kau juga harus berhati-hati.” Wajar saja, reaksi mereka seperti itu ketika melihat Jung tadi. Ternyata mereka tidak hanya menyukai Jin Hwa, tapi Jung juga. Ya ampun, apa yang mereka sukai dari Jung, pria es nan menyebalkan ini.
“Berhenti mengumpatku dalam pikiranmu. Aku akan mengantarmu ke ruang kepala sekolah,” ujarnya. Aku hanya menurut. Lagipula aku tidak melihat Jin Hwa sejak tadi. Sekolah ini besar, sangat besar. Entah, apa yang aneh, semua orang memperhatikanku dan Jung, entah aku yang diperhatikan atau Jung.
Kurasa Jung adalah salah satu manusia popular di sekolah ini, menilik dari kejadian tadi, dia juga pasti memiliki pengaruh besar di sini. Kami berjalan menelusuri lorong demi lorong sekolah, setiap orang akan melihat dan memperhatikan kami lamat-lamat, seolah-olah kami berbeda dengan mereka, seolah-olah aku dan Jung adalah makhluk asing yang begitu menarik perhatian mereka.
“Nah ini adalah ruang kepala sekolah, cepat masuk. Aku akan menunggumu di sini.”
Aku menghentikan niatanku membuka pintu ruang kepala sekolah dan membalikkan badanku menghadap Jung yang terdiam dengan wajah datarnya. Apa yang ada dipikirannya, sama sekali tidak terlihat.
“Eh, kurasa kau tak perlu menungguku. Aku akan menghubungi Jin Hwa nanti, jadi kau tidak usah repot-repot menungguku di sini,” ucapku pelan. Saat melihat perubahan pada tatapannya matanya, wajahnya nampak mengeras. Ya Tuhan, apa aku salah menyusun kalimatku?
“Tidak, kau tidak perlu menghubinginya. Cepat masuk ke dalam, minta jadwalmu dan aku akan mengantarmu ke kelas,” katanya datar. Tunggu, itu lebih datar dari biasanya. Ya ampun, apa aku sudah membuatnya tersinggung?
Aku diam dan akhirnya memutuskan untuk tidak berdebat dengannya. Aku tak mungkin harus terus berdebat tentang segala hal dengannya, mungkin tidak masalah jika sekali-sekali aku mengalah.
Seorang pria paruh baya menyambutku dengan senyum samar di wajahnya. Aku membungkuk memberi hormat padanya yang kuyakini kepala sekolah ini.
“Silakan duduk! Kau pasti, Yoora Fletcher kan?”
“Iya, tapi di sini aku Kim Yoora.”
“Kau didaftarkan oleh putra Mr Choi di kelas istimewa. Kuharap kau tak terkejut dengan lingkungan barumu. Sekolah ini adalah sekolah internasional dan memiliki keamanan tingkat tinggi, jadi banyak Idol yang memilih bersekolah di sini. Kau ada di kelas yang sama dengan beberapa diantara mereka, lagipula kau berada di kasta yang sama dengan mereka. Tidak, kedudukanmu bahkan lebih tinggi dari mereka. Berbaurlah dan semoga kau suka di sini. Ini jadwalmu.” Dia mengakhiri perkataannya dengan seulas senyum samar di wajahnya yang sudah mulai menua. Aku mengambil map merah darinya dan keluar dari ruangan itu.
Aku bingung dengan apa yang baru saja kudengar. Idol? Maksudnya artis? Jadi, di sekolah ini ada banyak artis dari Korea? Tapi aku yakin tidak ada diantara mereka yang kukenal karena pengetahuanku tentang musik Korea sangat minim. Jangankan musik Korea, musik dari amerika saja aku tidak update. Aku akan tahu lagunya jika Jessy memberitahuku. Aku kurang tertarik dengan dunia musik, aku lebih suka modeling.
“Jung, tadi kepala sekolah bilang kalau Jin Hwa mendaftarkan aku di kelas istimewa dan aku sekelas dengan beberapa Idol dari korea. Katanya juga sekolah ini dipenuhi dengan Idol dari Korea. Benarkan seperti itu?” Aku menatapnya sambil berjalan mengikuti langkahnya. Dia memegang mapku dan kurasa dia akan mengantarku ke kelas.
“Ya, itu memang benar. Untuk apa kau bertanya seperti itu? Lagipula kau tak akan bisa mengenal mana yang artis dan mana yang bukan artiskan?”
Aku mencibir padanya. “Aku memang tidak tertarik dengan dunia musik, jadi wajar jika aku tidak tahu. Lagipula, itu tidak pentingkan? Aku hanya bertanya, apa yang salah.”
Aku tahu ketika dia memutar bola matanya, aku baru saja akan memakinya dan semuanya batal saat tangannya tiba-tiba sudah ada di pundakku, merangkulku, aku dapat merasakan kemarahannya melalui remasan di pundakku.
Aku memperhatikan wajah Jung, rahangnya mengeras, cahaya matanya berubah, ada api di sana, ada sesuatu yang dia pendam, ada sesuatu yang tak pernah terungkap dan aku yakin dia sedang menatapi sesuatu yang mungkin saja menjadi penyebabnya.
Begitu aku mengalihkan tatapanku ke arahnya memandang, tubuhku turut membeku melihat Jin Hwa-lah yang berdiri beberapa langkah dari kami. Ada apa? Aku tak sempat memperhatikan tatapan Jung semalam karena sibuk mengobrol dengan yang lain. Pasti sudah terjadi sesuatu yang buruk diantara mereka. Aku mencium bau permusuhan mengelilingiku. Aku kembali menatap Jung yang masih menatap tajam Jin Hwa. Ya Tuhan, aku baru sadar jika dia memiliki pandangan mata yang mematikan.
Ehem, hai, Jin..! Tadi aku berniat mencarimu, tapi aku bertemu dengan Jung lebih dulu, jadi dia yang mengantarku ke ruang kepala sekolah,” ujarku mencoba memecahkan ketegangan diantara pria-pria ini.
Tatapan Jin Hwa teralih seketika, tampaknya dia baru menyadari kehadiranku. Wajah sangarnya hilang dalam satu detik, digantikan dengan senyuman secerah mataharinya, tapi senyuman Taehyung adalah senyuman kesukaanku sejauh ini.
“Ah ya, aku minta maaf karena datang terlambat. Aku melewatkan mengantarmu. Lebih baik, kau bersama dia saja, aku ada urusan sekarang. Sampai jumpa di kelas, dah.” Dia pergi begitu saja dan saat itulah aku merasakan tubuh Jung merileks di sampingku.
“Jadi, ada rahasia apa lagi di sini hmm?”
 Jung mengidikkan bahunya. “Tidak, tidak ada apapun. Sudahlah, kita harus ke kelas sekarang atau kita akan terlambat,” ujarnya.
“Kita? Apa itu maksudmu kita..kita…
Aku berteriak saat dia menarik tanganku hingga aku nyaris tersungkur kalau saja tak berhasil menemukan keseimbanganku. Pria gila!
“Bodoh! Kalau tadi aku terjatuh, aku tidak akan memaafkanmu dan lupakan saja tentang kesempatan kedua itu!”
“Yang terpenting adalah kau tidak terjatuh. Ingatlah! Selama aku berada di sampingmu, takkan ada apapun di dunia ini yang akan menyakitimu.” Terdiam, mendadak semua kosa kata yang kupelajari sejak aku bayi menghilang begitu saja. Aku merasa seperti tidak menginjak bumi. Dari mana pria ini menemukan kata-kata seperti itu? Apa dia suka menonton telenovella kuno yang sangat menjijikkan itu? Tapi, entah kenapa, ketika mendengar dia yang mengatakannya, reaksi yang diberikan tubuhku sangat aneh, ada sesuatu di perutku. Seperti kupu-kupu, ya, ada kupu-kupu yang berterbangan di perutku. Konyol sekali, aku yakin dia pasti pakai sihir!

Hari ini tidak terlalu buruk, aku mendapatkan beberapa teman yang baik, kurasa. Mereka bersikap baik dan ramah, mungkin juga itu karena aku memiliki nama Fletcher yang di mana itu berarti sesuatu. Aku memperkenalkan diriku sebagai Kim Yoora bukan Yoora Fletcher, tapi semua penghuni sekolah ini sudah mengenalku sebagai Yoora Fletcher. Itu berarti, sesuatu yang dulu pernah terjadi akan terjadi lagi, aku tak akan berteman dengan siapa pun, kecuali Jung dan Jin Hwa, mereka adalah pengecualian karena aku sudah mengenal mereka lebih dulu.
Selama pelajaran hari ini, Jung terus berada di sampingku. Aku tidak tahu, aku hanya merasa dia bersikap terlalu posesif, akukan bukan pacarnya. Bahkan dia tak memberikan Jin Hwa kesempatan untuk berbicara denganku dan sekarang ketika jam belajar sudah selesai dia masih setia ada di sampingku, ya ampun, dia sudah seperti pengawal saja.
“Jung, sebenarnya, apa yang sejak tadi kau lakukan? Mengapa kau tidak pergi dan berkumpul bersama teman-temanmu? Aku harus mengelilingi sekolah ini dan menghapalkan tiap ruangan dengan baik,” ujarku kesal. Dia masih menatapku dengan tatapan tanpa dosanya.
“Tentu saja, aku sedang menemanimu. Aku ingin menjadi teman yang baik. Jadi, aku akan menemanimu kemanapun kau pergi. Dasar bodoh! Begitu saja kau tidak mengerti.”
“Kau bahkan lebih bodoh dariku. Menjawab soal matematika yang sangat sederhana seperti tadi saja kau tidak bisa,” cibirku.
“Jangan ingatkan aku dengan itu. Aku hanya sedang sulit untuk berkonsentrasi tadi.”
Aku tertawa mengejeknya. “Ya ya ya, teruslah mengelak, kau pikir kau bisa menipuku hah? Kau tidak pandai berakting, jadi kau tidak akan bisa menipu gadis pintar sepertiku.”
“Kau berlagak seperti kau adalah gadis paling pintar. Kau belum mengenalnya, dia adalah siswi emas sekolah ini. Dia adalah gadis paling pintar dan juga paling dicintai satu sekolah ini.” Aku mendelik tak percaya. Mataku menyipit mencari kebenaran di matanya. Bukannya menemukan kebenaran, aku malah menemukan kesedihan. Aku tak tahu sejak kapan aku bisa menyelam ke lautan es di matanya dan bisa melihat apa yang dia pendam di sana. Aku tak tahu.
“Dan aku yakin, kau pasti jatuh cinta padanya, tapi karena kau bodoh dan gadis pintar sepertinya tidak akan menerima pria bodoh sepertimu jadi dia menolakmu mentah-mentah, lalu kau patah hati dan sampai sekarang kau pasti belum move on darinya kan?”
Aku menaik-turunkan alisku menggodanya. Ini adalah kali pertama aku bisa bersikap sesantai ini dengannya. Dia mendorong pelan kepalaku dengan jari telunjuknya.
“Darimana datangnya itu? Mengaku pintar, tapi kau ternyata lebih bodoh dariku.” Aku memutar bola mataku. Dan menangkap senyum kecil di wajahnya. Entah sudah berapa kali dia membuatku terdiam hari ini, tapi itu, dia tersenyum karena aku, senyuman pertamanya untukku. Ribuan kupu-kupu kembali memenuhi perutku, sengatan demi sengatan listrik yang entah darimana datangnya membuatku lemas lagi.
Baiklah, kurasa aku akan bersama dengan Jung sepanjang hari ini, mengelilingi sekolah besar ini, dan menghapal ruangannya.
Aku ingat, tadi ada seorang gadis di kantin yang menatapku aneh, aku tak tahu apa maksud tatapannya padaku karena aku bukan seorang pembaca tatapan mata. Tapi kurasa dia kurang menyukaiku. Cukup anehkan! Di saat semua orang berebut untuk menjadi temanku dia justru memberikan tatapan itu. Sedikit sinis menurutku.
“Mengapa kau diam saja? Aku berbicara padamu sejak tadi.” Aku tersentak dan menatap Jung yang untuk pertama kalinya menatapku kesal. Itu dia, ekspresi pertamanya. Mengapa dia memberikan ekspresi kesal untuk yang pertama? Harusnya dia memberikanku ekspresi bahagianya.
“Tidak, aku hanya teringat sesuatu tadi ketika di kantin, ada seorang gadis yang duduk dua meja dari meja kita, dia cantik wajahnya seperti boneka barbie, tapi dia menatapku dengan sedikit sinis, kurasa. Hey Jung, jangan-jangan dia itu adalah salah satu dari penggemarmu ya?”
“Sudahlah, lupakan saja! Sekarang, aku akan mengajakmu naik ke atap. Semua ruangan sudah, tinggal atap yang terakhir.” Dia menarik tanganku lagi. Ya, kurasa aku memang harus membiasakan diri, Jung sepertinya suka menarik tanganku.

Luar biasa, itu adalah hal yang terlintas dipikiranku begitu kami tiba di atap sekolah. Angin berhembus dengan kencang, biasanya aku akan mendapatkan ini di tepi pantai di Miami, tapi ini sungguh-sungguh menenangkan, sejuk, dan damai. Aku berlari ke tepi atap, menutup mataku dan merentangkan tanganku.
Terbang, biarkan angin membawa jiwamu pergi, mengelana menuju ketenangan, melepas segala keluh kesah, melepas segala kesedihan, melepas segala beban, mengosongkan jiwamu. Biarkan angin mengisinya dengan kesejukan…
…biarkan angin menuntunmu menemukannya, menemukan dia yang jaraknya tak terhingga namun tetap terasa dekat, menemukan seseorang yang letaknya begitu dekat di hatimu. Terbang, kedamaian ini biarkan menjadi milik kita, walau sejenak, tapi begitu berarti.
Aku membuka mataku melihat Jung yang menyambung kata-kataku, dia juga melakukan hal yang sama denganku. Merentangkan tangan dan memejamkan matanya. Dia terlihat berbeda dan aku baru menyadarinya jika dia tampan.
“Darimana kau bisa menyambungnya? Aku memang suka iseng, membuat kata-kata seperti itu dan dalam sekejab aku akan melupakannya,” ujarku pelan.
“Yang satu ini, jangan dilupakan. Aku akan menagihnya suatu saat nanti, jika kau melupakannya, aku akan tahu jawabannya darimu.” Perkataannya membuatku bingung.
“Jawaban apa? Apa maksudmu?”
“Nanti kau akan tahu dengan sendirinya. Hey, Kim Yoora, apa kau masih ingat dengan kesepakatan kita di bandara waktu itu? Jika aku bersedia membantumu hingga sampai ke Seoul dan mengantarmu ke rumah barumu maka kau akan memenuhi tiga permintaanku apa pun itu?”
Untuk yang kesekian kalinya, aku terdiam. —“Baiklah, kau boleh meminta apa pun padaku dan aku akan berusaha untuk memenuhinya hanya tiga permintaan. Tapi kau harus membantuku hingga aku sampai di Seoul dan sampai di apartemenku. Bagaimana?”
Ya Tuhan, perjanjian konyol itu! Kenapa dia masih mengingatnya? Aku saja sudah lupa jika dia tidak mengingatkannya lagi padaku. Apa jangan-jangan dia akan menagihnya? Kuharap dia tidak menginginkan hal yang akan mengacaukan hidupku.
“Baguslah, aku senang kau masih mengingatnya. Itu adalah hutangmu yang harus kau lunasi. Aku akan mulai memikirkannya. Kira-kira apa yang bisa aku minta dari gadis bodoh sepertimu?”
Aku menyikut pinggangnya, membuatnya meringis. “Aku ini adalah orang yang memegang janji. Aku ingat pernah menawarkan hal konyol itu padamu dan aku akan memenuhinya. Kau tenang saja.”
Masih dengan meringis, dia berkata “Kau harus menghentikannya. Kau harus berhenti menyikut, memukul ataupun menendangku.” Dia mengusap-usap pinggangnya. Aku tersenyum geli melihat wajahnya. Dia terlihat lucu. Itu adalah ekspresinya yang ke dua. Lebih baik dari yang pertama.
“Tak perlu menahan tawa. Aku tahu kau senang sekali melihatku menderita seperti inikan?”
“Kenapa kau ini sensi sekali? Aku akan mengobatinya jika terjadi sesuatu. Apa itu  sakit?”
“Rasanya seperti di gigit singa, singa betina kau tahu.”
“Dasar cowok tidak waras! Kau sudah mati kalau rasanya seperti digigit singa. Kau harusnya memikirkan sesuatu yang lebih baik dari itu. Kau tahu, kau justru membuat dirimu sendiri terlihat bodoh.” Dia memutar bola matanya.
“Yang jelas aku tidak lebih bodoh darimu. Ngomong-ngomong, apa kau sudah mendapatkan informasi mengenai siapa ayahmu?”
Pertanyaan Jung membuatku mengingatnya, mengingat tujuan kenapa aku berada di sini. Mencari ayahku.
“Kemarin, ketika aku menemui ayah Jin Hwa, dia tak mengatakan apapun yang berarti mengenai ayahku. Tapi dia tahu banyak tentang ibuku. Mereka berteman dengan baik dulu. Aku sangat berharap dapat mengetahui siapa ayahku secepatnya, semakin cepat aku menemukannya, semakin cepat aku dapat menanyakan tentang semua hal yang ingin kutanyakan padanya selama ini. Aku juga ingin menunjukkan padanya, jika anak yang dia buang selama hampir tujuh belas tahun ini memiliki hidup yang luar biasa meskipun tanpa kehadirannya.”
“Dari perkataanmu kusimpulkan jika kau membenci ayahmu ya?”
“Aku ingin. Aku ingin melakukannya, aku ingin membencinya. Tapi aku tidak bisa, keluargaku telah menumbuhkan begitu banyak cinta dan kasih sayang di diriku, di sekitarku, di hidupku. Aku sulit untuk membenci orang kecuali jika dia sudah berbohong padaku, aku tak bisa mentolerir seorang pembohong. Aku dibesarkan di lingkungan keluarga berada yang eksistensinya sudah diketahui nyaris semua orang di belahan bumi ini, keluarga Fletcher yang harmonis, keluarga penuh cinta, keluarga idaman, dan keluarga penuh inspirasi. Itu bukan mengada-ada. Aku bahkan tak pernah melihat paman dan bibiku bertengkar. Mereka selalu rukun. Aku diajarkan untuk selalu menumbuhkan cinta dimanapun, menumbuhkan suasana cinta di sekelilingku.”
“Wajar saja, jika aku merasa begitu nyaman ada di dekatmu, ternyata kau memiliki sihir. Aku tak percaya jika di dunia benar-benar ada sihir.”
“Hei, itu bukan sihir namanya, kau juga bisa melakukannya jika kau mau belajar. Tapi kurasa kau tidak memiliki bakat untuk membuat orang-orang di sekelilingmu menjadi nyaman, karena kau adalah sosok pria es yang dingin. Sulit mengekspresikan sesuatu,” ujarku.
“Bagaimana aku bisa belajar seperti itu? Kau, tentu saja akan sangat mudah untukmu melakukannya, kau dipenuhi oleh cinta dan kasih sayang nyaris selama kau hidup. Sedang aku, aku tak pernah mengenal cinta sejak aku lahir, aku memiliki keluarga yang kacau. Aku adalah anak yang tak diinginkan oleh ibuku. Ayahku juga menelantarkanku. Mereka menikah karena perjodohan, demi kerja sama antara dua perusahaan besar. Mereka berdua tak bisa berbuat apapun ketika kakekku meminta seorang pewaris. Dengan terpaksa, mereka menyanggupinya. Saat aku berumur delapan tahun, mereka memutuskan untuk menjalani hidup masing-masing tanpa perceraian dan aku, aku dibesarkan oleh seorang pengasuh anak yang disewa oleh kakekku. Begitu aku menyelesaikan kuliahku nanti, aku akan menandatangani surat pernyataan yang sudah disiapkan oleh kakekku. Surat pernyataan yang berisikan pengalihan kepemilikan perusahaan padaku, meneruskan kerja keras dan jerih payah kakekku selama hidupnya, perusahan keluarga Jeon yang ia bangun dengan keringat dan jerih payahnya. Aku tak pernah mengenal cinta, Yoora. Hanya ada satu cinta yang kutahu, tapi cinta itu juga pergi dariku, meninggalkanku. Semua orang pergi meninggalkanku, tidak ada satupun, tidak ada.”
Air mataku sudah mengalir sejak tadi, Taehyung tak berbohong padaku. Jung memang memiliki kehidupan yang kacau. Dia ditelantarkan oleh keluarganya, sosok orangtua yang seharusnya menjadi tempatnya membagi semua hal tak pernah ada. Tak ada sedikitpun kasih sayang atau cinta yang tertinggal padanya sejak ia lahir. Sekarang, aku benar-benar harus bersamanya, dia merasa sendiri, dia adalah pria kesepian, dia tak tahu bagaimana mengekspresikan sesuatu. Ini bahkan tidak sesederhana yang diucapkan Taehyung.
Tubuhku bergerak dengan sendirinya, seperti ada yang memprogramnya. Tanganku melingkar di pundaknya, aku merasakannya menegang di detik pertama, tapi tubuhnya merileks di detik berikutnya, aku membiarkannya saat tangannya memeluk pinggangku dengan erat, kepalanya tenggelam di lekukan leherku, aku tahu jika dia sedang menangis, air matanya membahasi blazerku, tapi aku membiarkannya. Dia butuh untuk melepaskan itu, melepaskan sesuatu yang dipendamnya sendiri selama ini. Dia butuh untuk membiarkan masalahnya pergi.
Ya Tuhan, maafkan aku, aku tak tahu jika pria ini sangat kacau. Seandainya aku tahu dari awal, aku tak akan berlaku begitu ketus padanya, aku tak akan memukulnya waktu di pesawat, aku tak akan memakinya, dan aku tak akan marah padanya tentang perkataannya di mobil waktu itu. Maafkan aku, kumohon, aku sudah salah menilai orang, aku sudah melakukan kesalahan besar. Maafkan aku.
Aku tak tahu sejak kapan aku ikut sesegukan bersamanya, menangisi kebodohanku dan menangisi betapa malangnya pria ini. Jung. Aku melihat gambaran anak laki-laki kecil yang malang, dia bersembunyi di bawah meja makan, tampak ketakutan, dia berbisik meminta tolong, tapi tak ada yang menolongnya, tak ada yang mempedulikannya.
“Apa kau pernah melihat mereka bertengkar?” bisikku.
“Itulah yang kusaksikan sejak aku kecil, mereka bertengkar tanpa kenal waktu, entah siang atau malam, mereka saling memaki, mengumpat, memecahkan barang-barang. Ayahku sering membawa perempuan pulang ke rumah dan ibuku, dia melampiaskannya dengan memakai narkoba. Aku sudah berumur enam tahun waktu itu, aku sudah mulai mengerti tentang segala hal yang terjadi di sekelilingku. Semuanya berlangsung hingga aku menginjak umur delapan tahun, saat itulah mereka memutuskan berpisah dan mereka menitipkanku pada kakekku. Kakekku tahu, aku tak akan pernah mendapatkan kasih sayang dari mereka, pengasuh itu, dia memang menyayangiku sejak aku bayi, tapi dia tak pernah mendapatkan tempat apapun di hatiku, semua yang kurasakan hanyalah kekosongan. Gelap, aku selalu merasa ada di tempat yang gelap,” bisik Jung di dekat telingaku.
“Jadi, orangtuamu tidak bercerai?”
“Tidak, mereka tak pernah bercerai. Kakekku akan membunuh mereka jika mereka melakukannya. Keluargaku sama sepertimu, keluarga sosialita yang selalu menjadi perhatian publik. Jika sesuatu seperti perceraian terjadi, maka nama baik perusahaan Jeon akan hancur. Aku sudah tak pernah bertemu dengan mereka lagi sejak mereka meninggalkanku dengan kakekku.”
“Untuk semua itu, semua kekacauan yang kau alami, pernahkah kau berpikir jika kau membenci kakekmu?”
“Aku membencinya, Yoora. Aku membencinya lebih dari yang kau tahu. Semua ini, semua kekacuan yang kualami bermuara padanya, jika dia tidak menjodohkan orangtuaku, ini semua tak akan terjadi, aku tak akan lahir ke dunia ini. Aku tak akan merasakan semua ini, penderitaan tiada akhir ini.”
“Jangan, kau tidak boleh mengatakannya. Semua yang terjadi di hidup kita sudah direncanakan oleh Tuhan. Jika kau tak lahir ke dunia ini, aku tak akan bertemu denganmu, kita tak akan bertemu. Setidaknya, dari semua kekacauan itu ada sesuatu yang bisa kau syukuri untuk hidupmu. Aku berjanji padamu, aku akan bersamamu, bagaimanapun keadaannya. Kau tak akan merasa sendiri lagi, mulai sekarang, kau memilikiku di sampingmu, Jung. Dan aku akan marah padamu kalau kau masih berpikir jika kau sendirian. Aku akan berjalan bersamamu mulai detik ini,” tegasku padanya.
Aku mengusap air mataku. Mengendurkan pelukkan kami dan menatap wajahnya yang terlihat kacau, itu ekspresi ke tiganya. Kerapuhan, kesedihan, dan luka semuanya ada di sana, mata esnya mencair dan saat ini aku tak sedang menyelami lautan es melainkan lautan luka. Lebih buruk, tapi jika tak diungkapkan dia akan mengalami gangguan mental.
Tanganku menyentuh wajahnya, mengusap air matanya. Dia tak berkedip menatapku, kurasa dia juga sedang menyelam ke dalam mataku. “Aku juga berjanji akan berjalan bersamamu. Aku memiliki permintaan, aku akan memakai satu dari tiga itu.”
“Apa? Aku pasti akan mengabulkannya.”
“Jauhi pria itu. Jauhi Jin Hwa.”
Aku terpaku menatap wajahnya. Rahasia lagi, ini masalah yang lain lagi. Aku masih ingat tatapan permusuhan diantara mereka.
“Apa? Dia temanku juga, sama sepertimu. Aku tak mungkin tiba-tiba menjauhinya. Apalagi dia adalah anak dari Mr Choi, orang yang bisa membantuku menemukan siapa ayahku,” ujarku pelan.
“Itu permintaanku, Yoora. Permintaan pertamaku.” Kembalilah dia. Pria es yang tadi sempat menghilang entah kemana.
“Baik, sekarang, kau harus menjelaskan alasannya padaku. Aku harus tahu apa yang membuatmu memintaku menjauhinya? Dia pria yang baik kan?”
“Kau bahkan baru mengenalnya kemarin dan kau sudah mengatakan jika dia adalah pria yang baik. Sementara aku, berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk mengatakan jika aku ini adalah pria yang baik hah?”
“Lebih cepat dari yang kau pikirkan. Katakan saja. Jika alasanmu masuk akal aku akan memenuhinya.”
“Haruskah aku mengatakannya?”
Aku mengangkat bahuku, keputusan ada padanya.
“Baiklah, baik, kau memang selalu tahu bagaimana cara agar setiap orang mengikuti kemauanmu.”
Aku terkekeh pelan. “Aku tidak merasa seperti itu.”
Jung kembali menghadap ke depan, dia terlihat sedang berpikir. Aku menunggunya mengatakan sesuatu dan setelah tiga menit berlalu dia menghela napasnya, itu adalah pertanda jika dia akan mulai bercerita lagi.
“Aku sudah mengenal Jin Hwa sejak kecil saat kami masih ada di playgroup. Ketika kami ditingkat akhir smp, ada seorang gadis, dia siswi baru. Awalnya dia homeschooling, tapi dia bosan terkurung di rumah, jadi dia masuk ke sekolah yang sama dengan kami. Gadis itu cerewet, dia manis, pintar, dan penuh kasih sayang. Aku tak tahu apa yang dia lakukan hingga dia bisa menjadi begitu dekat denganku dalam waktu yang singkat. Kami berteman dengan baik. Satu tahun hubungan kami menjadi semakin baik, dia adalah gadis pertama yang dekat denganku. Hingga suatu hari aku memutuskan untuk mengakhiri pertemanan kami dan mulai menjalin hubungan baru, sebagai sepasang kekasih. Tapi semuanya hancur saat aku melihatnya bersama Jin Hwa, mereka sedang berciuman di koridor sekolah, waktu itu semua orang sudah pulang, aku berniat untuk menemuinya dan mengajaknya berkencan. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk tak akan pernah bertemu dengan gadis itu lagi.”
“Apa yang kau lakukan pada Jin Hwa? Apa kau memukulnya?”
“Apa kau benar-benar ingin tahu?”
“Katakan saja. Aku ingin tahu lebih banyak lagi.” Aku terkikik saat dia memutar bola matanya.
“Hari berikutnya, aku menyeret Jin Hwa ke lapangan basket sekolah dan memukulinya. Dia sempat membalas beberapa pukulanku dan aku mendapatkan beberapa memar di wajahku. Tapi aku berhasil melukainya cukup parah hingga dia dilarikan ke rumah sakit. Waktu itu, aku hampir dikeluarkan dari sekolah, tapi kakekku dengan segala kekuasaannya berhasil membereskan segalanya. Gadis itu, dia bilang jika dia membenciku karena aku sudah menyakiti pacarnya.”
“Gadis sialan!” umpatku keras. Dan Aku merasakan keterkejutan Jung.
“Apa kau benar-benar mengatakannya?”
“Iya, tentu saja, dia itu gadis sialan. Aku harus bertemu dengannya dan mengajaknya bertanding. Aku yakin aku pasti bisa membunuhnya dengan sekali tendang,” ujarku kesal.
“Aku tak akan meragukannya. Kau pasti bisa membunuhnya dengan mudah. Dia ada di sekolah yang sama dengan kita, tapi kita tidak sekelas. Dia adalah gadis yang menatapmu di kantin.” Aku menoleh, menatap Jung tak percaya.
“Apa maksudmu? Gadis yang wajahnya seperi boneka itu orangnya?”
“Ya, dia orangnya. Dia juga orang yang sama, yang menjadi siswi emas, gadis kesayangan di satu sekolah.”
Ini gila! Gadis itu cantik, tapi aku yakin aku lebih baik darinya, dia pasti gadis lembek yang manja. Iuh!
“Dia pasti gadis manja kan, dia pasti sok manis dan sok baik hati. Ya ampun, menjijikan sekali ada makhluk seperti itu di sekolah ini.”
“Kuharap kau tak mencari masalah dengannya. Dia terlihat baik, tapi juga berbahaya, dia bisa membuat satu sekolah ini membencimu.”
Itu buruk! Kalau begitu aku akan mengurungkan niatku untuk membunuhnya dalam sekali tendang. Lebih baik jika aku menyakitinya melalui Jin Hwa.
“Aku sudah memutuskan. Aku tak akan menuruti permintaanmu. Seperti yang kau tahu, gosip tentang pertunanganku dan Choi Jin Hwa sedang menjadi berita yang sangat panas saat ini kan? Aku bisa menggunakan itu untuk memberi pelajaran pada gadis itu agar dia berpikir beribu-ribu kali untuk menyakitimu ataupun orang lain lagi.” Aku tersenyum jahat pada Jung. Dia mendelik padaku, menatapku aneh.
“Gila. Kau tidak bisa melakukan hal seperti itu padanya, aku sudah melupakan semuanya sekarang, hanya saja, sulit untukn memperbaikki hubunganku dengan Jin Hwa, aku takut apa yang kuinginkan untuk ada disampingku akan direbutnya kembali. Kurasa, aku sudah menjelaskan semuanya padamu, sekarang kau harus memenuhi permintaanku itu. Ingat. Itu adalah janjimu.” Aku mengangguk pelan.
“Baik, aku akan memenuhinya, tapi aku akan tetap berteman dengannya, aku hanya akan sedikit menjaga jarak darinya. Bagaimana? Kau senang?”
“Belum, aku setuju jika kau sedikit menjaga jarak darinya. Dan aku benar-benar tidak suka jika dia ada di apartemenmu. Jangan pernah undang dia ke apartemenmu lagi, yang semalam itu yang terakhir,” ucapnya tegas.
“Kau sudah salah paham denganku, Sir. Aku tidak mengundangnya, dia yang memaksa untuk ikut. Jadi, ya, aku bisa apa? Kau tak perlu sekhawatir itu tentangku, aku bisa membuatnya mandul hanya dengan satu tendangan saja.”
“Ah ya, aku melupakannya. Kurasa, aku juga harus berhati-hati ketika ada di dekatmu.”
“Tidak, kau tak perlu melakukannya. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, kalau aku tak akan pernah memukulmu lagi. Tapi menyikutmu itu sebuah pengecualian, lagipula menyikut tidak termasuk kategori memukul dan menendang kan?”
Aku menaik-turunkan alisku dan menatapnya dengan cengiran konyolku. “Harusnya kau membuat janji untuk tidak menyakitiku karena menyikut itu termasuk menyakiti, kau tahu.”
“Terserah. Yang penting aku tidak akan sampai memukul atau menendangmu. Dan yang di pesawat itu adalah yang pertama dan terakhir.” Aku membentuk ‘piss’ di tanganku dan memberikannya cengiran lebar khas milikku.
Dulu, ada mantanku yang pernah bilang jika dia jatuh cinta padaku karena melihatku melakukan hal ini, membentuk ‘piss’ di tanganku dengan cengiran lebar di wajahku. Aku tak percaya tentu saja, itu konyol sekali.
Untuk beberapa saat dia memandangku tanpa berkedip dan aku tak bisa menemukan apapun ketika esnya sudah kembali.
“Sudah sore, aku akan mengantarmu pulang. Teman-teman ingin bertemu denganmu, apa kau bisa ke rumah nanti malam?”
“Tidak bisa. Aku harus mengerjakan tugas yang diberikan hari ini, aku paling benci jika ada tugas yang menumpuk. Lain kali saja, oke?”
“Baiklah, nanti akan kusampaikan pada mereka.”[]





Yoora


Euna

Jin Hwa

My Baby :)

2 komentar:

  1. Kuki,kamu beruntung banget ketemu Yoora. Aku ga nyangka kalau hidup Kuki sekacau itu. T_T Aku ga setuju Yoora bareng Jinhwa. Jinhwa jahat. *pites Jinhwa* Eh,itu yang di atap maksudnya apa? Yang sambung kata-kata itu apa? Apa yang jadi jawaban? Aku kepo~ Kuki main teka-teki nih... Ah,kepo~ Btw,aku suka covernya. xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Allah.. i love u so much Hana :* mksih ya udah komen.. tunggu kelanjutannya besok yaaa😋

      Hapus