Selasa, 28 Juli 2015

INTO HIS WORLD BAB 18

WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!






BAB 18


Pagi baru menyingsing lagi. Aku terbangun dengan mata sembab, wajah pucat, dan rambut berantakan seperti yang biasanya terjadi selama dua bulan ini. Tanganku meraih ponsel yang kuletakkan di samping bantal Jung. Nama ‘Kyung Soo’ tertera di layarnya. Dengan cepat aku menjawab panggilan teleponnya.
Hei, kau pasti masih terbaring di tempat tidurmu dengan malas ya? Dasar gadis pemalas! Cepat bangun dan mandilah, mungkin kita bisa pergi sarapan bersama atau aku bisa menumpang sarapan di tempatmu.
Oppa, mengapa kau menelponku subuh-subuh seperti ini? Kau sudah merusak kesenanganku.”
Maafkan aku, Nona pemalas. Aku hanya ingin mengajakmu sarapan bersama. Itu saja.
“Tidak bisa, Oppa. Aku sedang tidak ada di rumah. Aku ada di rumah Bangtan. Keadaan benar-benar kacau semalam. Oh ya, bagaimana dengan yang lain? Mereka tidak marah padaku kan?”
Tidak, semuanya baik-baik saja di sini. Kami mengerti keadaanmu. Sebenarnya apa yang sudah terjadi semalam?
“Jimin Oppa, dia terancam keluar dari Bangtan,” ujarku pelan.
Apa? Lalu? Apa dia akan keluar?
“Tidak, dia bilang Bangtan adalah mimpinya. Ini hanya tentang keegoisan orangtuanya. Ayahnya, lebih tepatnya.”
Ah aku mengerti. Kalau Park Jimin sampai keluar dari Bangtan, mereka akan benar-benar dalam masalah yang sulit. Baiklah kalau begitu, kita akan sarapan bersama lain kali. Lebih baik kau cepat bangun dan buatkan sarapan untuk mereka semua. Dah, aku menyayangimu.
Aku terdiam sesaat mendengar perkataan terakhirnya. “Ya, aku tahu,” bisikku.
Aku mendengar kekecewaannya di seberang sana sebelum akhirnya sambungan telepon itu terputus. Sesaat aku menatap kosong ke langit-langit kamar Jung. Apa aku bisa menerima Kyung Soo? Apa aku sudah siap?
“Yoora-ssi, apa kau sudah bangun? Kurasa aku perlu bantuan di dapur.”
Itu Hye Ni. Apa dia menginap di sini juga? Dengan cepat aku beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu. Hye Ni dengan kaos kebesaran milik Taehyung sepertinya dan celana pendeknya menatapku dengan aneh.
“Kenapa melihatku seperti itu?”
“Kau terlihat, sangat menyeramkan! Ada apa denganmu? Matamu dan rambutmu!”
“Lupakan saja, itu sama sekali tidak penting. Biarkan aku mandi lebih dulu setelah itu kita akan menyiapkan sarapan. Kau tenang saja, semua pria yang menghuni rumah ini adalah tipekal pria yang sulit bangun pagi kecuali, Seo Jin Oppa. Kau bisa masuk dan menungguku jika kau mau, tapi akan lebih baik jika kau pergi duluan ke dapur. Nanti aku akan menyusul.” Aku kembali menutup pintu tanpa mendengar balasannya.

Menghabiskan waktu dua puluh menit di dalam kamar mandi telah berhasil membuat keadaanku lebih baik dari sebelumnya. Aku mengeringkan rambutku dengan hairdryer milik Jung. Memakai kaosnya yang berukuran sangat besar jika aku yang memakainya, tubuhku tenggelam. Tapi banyak orang yang berpendapat jika penampilan seperti ini adalah sesuatu yang seksi. Aku meninggalkan satu celana pendekku di sini. Biasanya aku juga akan meninggalkan dress dan baju santaiku, tapi dua minggu yang lalu aku membawa semuanya pulang karena kupikir tidak akan ada lagi momen yang mengharuskan aku untuk menginap di sini. Kejadian semalam benar-benar berada di luar dugaanku. Jadi inilah yang tersisa untukku hari ini, selembar celana pendek dan sebuah lemari yang penuh dengan kaos santai milik Jung.
Kakiku melangkah santai menuju dapur rumah Bangtan, well aku sudah mengenal seluk-beluk rumah ini dengan sangat baik sekarang. Sudah tiga bulan lebih mengenal mereka dan aku sudah sering berkunjung ke sini juga semenjak kepergian Jung hanya sekedar mengobrol atau menunggu Hye Ni selesai dengan kencannya dan dia akan mengajarkanku bernyanyi.
Aku melihat Hye Ni tengah sibuk menakar tepung terigu. Apa yang ingin dia buat?
Ehem, maaf menganggu kesenanganmu, Nona. Tapi apa yang akan kau lakukan dengan tepung itu?”
“Jangan merusak konsentrasiku. Aku mungkin tidak pintar memasak sepertimu, tapi aku bisa membuat pancake dengan cukup baik,” ujarnya cemberut.
Aku terkikik pelan. “Emm, aku bisa melihatnya. Siapkan pancakenya dan aku akan membuat caramelnya. Pagi ini, mereka semua akan kuberi tea herbal dan jangan kau hiraukan rengekan mereka jika mereka meminta kopi.”
“Tentu, sekali-kali kita harus kejam pada mereka.”
Aku mengangguk setuju pada Hye Ni dan mulai membuat karamel untuk pancakenya.
Perkembangan hubungan Hye Ni dan Taehyung sejauh ini berjalan dengan baik. Mereka sesekali akan bertengkar, tapi semua itu tidak menganggu apapun. Hye Ni juga sudah menceritakan perihal hubungannya dengan Taehyung pada saudara perempuannya. Dan kabar baiknya, suadaranya itu tidak mempermasalahkannya, Hye Ni bebas menjalin hubungan dengan siapapun. Hanya saja, kakak perempuannya menasehati Hye Ni untuk menerima resiko apapun yang akan terjadi jika dia menjalin hubungan dengan seorang Idol seperti Taehyung.
Itu sudah jelas sekali, hubungan mereka tidak akan pernah menjadi hubungan sepasang remaja yang normal. Yang mana mereka bisa berkencan dan berbuat apa saja di luar sana tanpa perlu khawatir akan ada yang mengomentarinya. Hubungan yang mereka jalin akan menjadi sorotan publik, mereka tidak akan sebebas pasangan kekasih yang berasal dari kalangan biasa. Orang-orang yang berkomentar tentang hubungan mereka akan mereka lihat sendiri secara terang-terangan.
Awalnya, Hye Ni mengalami ketakutan yang luar biasa saat dia membaca mention twitter dari penggemar Taehyung yang tidak menyukai hubungan mereka. Para penggemar itu bisa menjadi seseram monster. Tapi semuanya sudah berlalu, dia sudah menjadi lebih kuat dan lebih pemberani untuk menghadapi resiko apapun mengenai hubungannya dengan Taehyung. Aku senang untuk itu, lagipula hubungan mereka memiliki komitmen yang kuat dan sudah seharusnya mereka mempertahankannya. Siapapun yang membenci, biarkan mereka membenci, kita tidak berhak melarangnya juga. Mereka yang membenci itu adalah mereka yang hidupnya kurang menarik atau mereka yang bodoh karena membenci kekasih idola mereka dan berpendapat jika mereka lebih tahu mana yang terbaik untuk idola mereka dan mana yang tidak.
“Ah hampir saja aku lupa memberitahumu. Jin Hwa dan Euna akan kemari nanti siang. Kau tidak boleh kemana-mana. Nanti kita akan lanjutkan pelajaran menyanyi kita di ruang latihan mereka. Aku sudah membujuk Taetae untuk meminjamkan gitarnya padaku.”
Aku mengangkat karamel buatanku dan meletakkannya di dekat piring bulat besar yang berisikan tumpukan pancake matang. Saatnya membuat tea.
“Aku senang mereka akan kemari. Apa kau sudah memberitahu Euna tentang apa yang sudah terjadi?”
“Ya, aku sudah memberitahunya. Dia bilang kita akan menyelesaikan masalah Jimin Oppa bersama-sama.”
Aku hanya mengangguk sebagi respon. Selesai. Tea buatanku sudah jadi dan karamelnya sudah selesai.
“Kau nanti panaskan lagi karamelnya begitu pancakenya selesai. Biar aku yang bangunkan pria-pria pemalas itu.”
Sekarang, aku sudah tahu di mana mereka menyembunyikan alarm mematikan yang akan membuat mereka sadar dari tidurnya dan tak bisa lagi melanjutkannya. Benda itu seperti lonceng kita tinggal memukulnya dengan pemukul yang juga terbuat dari besi. Benda itu akan langsung menghasilkan suara yang dahsyat.
Membawa benda keramat itu di tanganku, aku memasuki kamar Seo Jin. Dia biasanya yang paling rajin diantara yang lain. Biasanya juga dia akan bangun pagi dan akan membantuku menyiapkan sarapan ketika aku menginap di sini. Ah mungkin karena ada Hye Ni, jadi dia pikir dia bisa sedikit bersantai di tempat tidurnya kali ini.
Setelah menghitung satu sampai tiga, aku memukul alarmnya. Mata Seo Jin terkuak lebar dengan tubuh yang langsung terduduk. Ah kuharap dia tidak pusing.
Aku meringis saat dia menatapku kesal. “Maaf, Oppa. Aku hanya ingin bilang kalau sarapan sudah siap dan ini sudah jam setengah sembilan pagi. Bangunlah dan kita akan sarapan bersama. Eh ngomong-ngomong apa kalian ada pekerjaan hari ini?”
“Ya Tuhan, Yoora. Kau benar-benar! Berhentilah bersikap sok polos di depanku seperti itu setelah kau membunyikan benda sialan itu! Tanyakan saja pada Nam Joon, dia leadernya, kau ingat,” decaknya kesal.
Aku tersenyum manis padanya, membungkuk lalu berjalan mundur keluar dari kamarnya. Sudah kubilang, ini adalag benda keramat.
Selanjutnya, aku melangkah menuju kamar, Yoon Gi. Membuka pintunya perlahan dan aku mengintip keadaan kamarnya dan apakah pria itu masih tidur atau sudah bangun. Asumsi yang kedua itu sangat mustahil.
Mataku menangkap Yoon Gi masih tergeletak di atas tempat tidurnya. Melangkah dengan pelan, aku masuk ke dalam kamarnya. Kembali, aku menghitung satu dua tiga dan tanganku terayun memukul alarmnya.
Yoon Gi terkejut bukan main dan reaksinya sangat luar biasa, dia sungkur di lantai kamarnya dengan wajah super tampan setelah bangun dari tidur nyenyaknya. Aku meringis lagi. Aku jadi merasa benar-benar tidak enak sudah membangunkan mereka seperti ini, tapi jika tidak seperti ini aku tidak akan berhasil membangunkan barang satu saja dari enam pria itu.
“Eh, Maaf Oppa jika kunjunganku ke kamarmu kali ini membuatmu harus mencium lantai yang dingin itu, tapi aku ingin memberitahumu kalau sekarang sudah jam setengah sembilan. Sarapannya juga sudah siap. Kalau begitu aku permisi dulu,” ujarku dengan senyuman super manisku.
“Enyalah dari kamarku, Yoora.”
Aku membungkuk padanya dan berjalan cepat meninggalkan kamar Yoon Gi. Dia memiliki tempramen yang cukup buruk saat pagi hari atau mungkin karena aku sudah membangunkannya dengan cara yang brutal.
Selanjutnya, kamar Nam Joon. Ah dia pasti masih mendengkur sekarang. Dengan cepat aku membuka pintu kamarnya dan mataku melotot saat melihat tubuh seseorang berdiri tepat di hadapanku. Aku mendongak pelan dan memasang cengiran bodoh di wajahku saat melihat jika Nam Joon sudah sangat rapi.
“Apa yang kau lakukan? Mengapa kau mengendap-endap seperti pencuri?”
Aku tertawa aneh. “Tidak. Aku tidak mengendap-endap. Aku hanya ingin melihat apa Oppa masih tidur atau sudah bangun karena sarapannya sudah siap. Eh dan aku juga ingin bertanya apakah hari ini kalian ada pekerjaan?”
Dia menatapku heran. “Tidak, hari ini tidak ada jadwal apapun. Kita harus berfokus ke masalah Jimin dulu saat ini.”
“Ah, baiklah. Aku mengerti kalau begitu aku permisi dulu, Oppa.” Aku membungkuk padanya dan berjalan meninggalkan kamar itu.
Tumben sekali dia bangun cepat. Itu bagus sih sebenarnya dengan begitu aku tidak perlu mengerahkan tenaga untuk memukul alarm keren ini.
Tujuan selanjutnya itu adalah kamar Ho Seok. Aku membuka pintunya dan pria itu juga sudah rapi. Yang saat ini dilakukannya adalah memandangi dirinya di depan cermin. Ah mungkin dia sedang mengagumi betapa tampannya dia.
Dengan pelan aku menutup pintu kamarnya tanpa dia tahu. Untunglah pintu kamar di rumah ini tidak ada yang berdecit. Aku melanjutkan langkah kakiku menuju kamar Jimin. Dia pasti masih tidur. Khusus Jimin aku tidak akan memakai alarm ini untuk membangunkannya. Diakan sedang sakit.
Aku masuk ke dalam kamarnya dan melihat jika pria itu masih tertidur dengan lelap. Aku duduk di tepi tempat tidurnya.
Oppa, bangunlah. Ada banyak hal yang harus kita lakukan hari ini.” Aku meletakkan punggung tanganku ke dahinya dan menghela napas lega karena dia tidak demam.
Perlahan matanya terbuka saat aku menyingkap gorden kamarnya. “Yoora.”
“Ya, bangunlah, Oppa! Sarapan sudah siap dan aku sudah membuatkan tea herbal untuk kita semua. Kau akan merasa lebih baik setelah mandi dan meminum teanya.”
Dia mengangguk pelan. “Apa kepalamu pusing, Oppa?”
“Tidak, tidak. Berkat advilnya aku tidak pusing.”
“Bagus. Sekarang aku akan membangunkan Taehyung. Dah..”
Aku membungkuk meninggalkan kamarnya dan menuju ke persinggahan terakhirku pagi ini. Kamar Taehyung. Sebenarnya tugas ini akan lebih mudah jika dijalankan oleh Hye Ni, tapi aku yakin dia masih sibuk menata meja makan.
Aku masuk ke dalam kamar Taehyung dan tanpa menunggu lagi aku memukul alarmnya, dia terduduk pada detik pertama di atas tempat tidurnya. Aku meringis pelan.
“Selamat pagi, Oppa. Saatnya untuk sarapan. Hari ini yang membuat sarapannya Hye Ni. Kau harus mencicipi masakannya. Cepatlah mandi dan menyusul ke meja makan.” Aku membungkuk padanya dan berlalu meninggalkan ruangan itu.

Aku kembali ke dapur dan membantu Hye Ni menata tea di meja makan. Tak lama setelah kami selesai menata meja makannya. Pria-pria itu masuk ke ruang makan dengan keadaan yang sudah jauh lebih baik dari yang tadi kulihat. Dengan pakaian santai, tapi mereka semua masih terlihat sempurna.
Aku dan Hye Ni memberikan cengiran lebar.
“Aku tidak menyangka jika setelah kejadian semalam, aku dibangunkan dari tidur sejenakku dengan cara yang sangat brutal,” ujar Yoon Gi.
Aku meringis pelan. “Maaf ya, Oppa. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu kesal. Aku ingin kita sarapan bersama, lalu kita menunggu kedatangan Euna dan Jin Hwa kemari dan nanti kita akan dengarkan usul dari mereka. Sebenarnya, aku juga punya usul, tapi akan lebih baik jika kita merundingkannya bersama-sama.”
Yang lainnya hanya diam dan menikmati sarapannya. Kurasa, pancake pagi ini berhasil. Setelah merasakannya, aku bisa menyimpulkan jika sebenarnya, Hye Ni bisa memasak dengan baik kalau dia mau belajar.
“Siapa yang menghubungi Euna dan Jin Hwa?”
Saat aku ingin  membuka mulut, Hye Ni sudah lebih dulu menjawab pertanyaan Na Joon. “Aku. Aku yang menghubungi mereka, Oppa.”
Suasana hening lagi sesudahnya. Kami menikmati makanannya dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing atau berkonsentrasi pada makanannya.

Setelah sarapan, mereka semua pergi ke ruang latihan. Aku dan Hye Ni terpaksa pergi ke halaman atap agar bisa belajar dengan tenang. Karena biasanya jika mereka sedang latihan mereka akan mengeraskan volume musiknya.
“Hari ini, kau akan mempelajari lagu ini. Dengarkanlah!”
Aku meraih iPod milik Hye Ni. Lagu ini pasti salah satu dari sekian banyak lagu galau milik Hye Ni. Setelah kuperhatikan dia suka mendengarkan lagu-lagu sedih seperti ini. Lagu kali ini, penyanyinya menyampaikan pesan melalui penekanan nada yang ia lakukan di setiap liriknya. Ya Tuhan, aku bahkan bisa mendengar kesedihannya.
Aku tidak akan berhasil dengan baik untuk menguasai lagu ini kurasa. “Apa kau yakin? Kurasa, aku tidak bisa menyanyikan lagu ini.”
“Kenapa? Ini lagu yang sangat bagus. Kau harus bisa menyanyikannya. Aku sudah mengatur kunci gitarnya.”
“Kau sudah ada liriknya?”
“Iya, kau buka saja di folder biasa, di iPadku. Nah ini.” Dia memberikan iPadnya padaku.
Aku membuka folder khusus lirik-lirik lagu untukku pelajari. Serius, menyanyikan lagu bahasa mereka itu sulit sekali.

~~
Gidarilkke na yeogi isseulge majimak sarang nan neurangeol anikka
Itjima sigani heulleodo naege ondamyeon dasin neol nochi anha
~~
“Bagus. Bagus sekali. Bagian rap-nya nanti biar aku yang ambil alih,” ujar Hye Ni. Jemarinya kembali memainkan gitarnya.
~~
Sarang hanabakke molla dareun saranghaljul molla ojik neohanaman baraboneun babo
Nuga naege mareulhaedo neoman deulligo boineun nan eottokhae
Naneun utneunbeopdo molla naneun itneunbeopdo molla ojik neobakke nan moreuneun babo
Neomu saranghaesseotjanha jeongmal saranghaesseotjanha niga tteonagamyeon nan eottokhae
~~
“Langsung ke bait ke dua saja. Ayo!”
~~
Chama jukjimotae sara nigaeobsi harul sara sumdo swilsu eobseulmankeum nan apa nuga naege geureodeora geureomyeonseo sandadeora
Waenan jugeulmankeum himdeungeoni
~~
Hye Ni menyanyikan bagian rap-nya dan aku sadar jika gadis ini bisa bermusik dengan sangat baik. Harusnya dia yang ditawarkan kontrak rekaman debut bersama BigHit atau entertaimen lain, bukannya aku. Dia bahkan bisa rap dengan bagus.
“Refren terakhir, Yoora.”
~~
Dorawajwo naeseulpeun saranga gaseum swidorok neo bureugo itjanha
Neoege hagopeun hanmadi neomu saranghae imal neoneun deutgoinni
Neol saranghae nal dugogajiman majimak sarang nan neorangeol anikka tto dareun nugunga ondaedo
Neohanamyeondoe dasin neol nochianha
~~
Tepuk tangan membuat aku dan Hye Ni sontak terkejut dan membalikkan tubuh kami dalam sekejab dan wajahku bersemu saat melihat semua orang sudah ada di sini. Termasuk Jin Hwa dan Euna.
“Wah, aku berhasil merekamnya dengan baik, walaupun kita tidak mendapatkan wajah mereka,” seru Ho Seok.
“Aku punya rencana untuk video itu. Simpan dengan baik jika gadis itu sampai berhasil menghapusnya, kau yang akan kubuhuh, Hyung,” desis Jimin.
“Hei, bersikap sopanlah dengan Hyung-mu, Jimin-ssi. Atau kau akan mendapat masalah.”
“Silakan saja, aku tidak takut. Aku tahu kau menyayangiku.”
Aku menggelengkan kepalaku tidak mengerti dengan sikap pria-pria itu. Terkadang mereka bisa sangat waras dan normal, tapi terkadang mereka bisa menjadi sangat gila hingga aku merasa kadar kewarasan mereka telah meluap dari diri mereka.
Oppa, apa yang mau kau lakukan dengan video itu? Awas saja jika Oppa menguploadnya. Aku akan marah besar.”
“Tidak, aku memiliki rencana yang lebih bagus dari hanya sekedar menguploadnya. Kau tenang saja,” balas Jimin.
 Kami semua duduk di tempat yang menurut kami paling nyaman. Angin di sini benar-benar menyejukkan, salju masih menyelimuti kota ini.
“Jadi, Jimin Hyung, apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Kurasa kita semua sudah tahu jika cepat atau lambat ayahmu akan membuatmu keluar dari Bangtan. Jika kita terlambat, keadaannya akan lebih sulit dari yang saat ini kita hadapi,” kata Jin Hwa.
Dia sangat bijak, tapi dia juga penuh dengan kekonyolan. Semua orang terdiam, tampak berpikir apa yang harus dilakukan. Apalagi Nam Joon sudah lepas kendali semalam. Bisa saja ayahnya Jimin membawa kasus ini ke pengadilan dan kami semua akan terancam.
“Bisakah jika kita menghubungi kakakku? Dia bisa membantu kita.”
“Ya, aku setuju dengan Jimin Oppa. Kita harus menghubungi kakaknya,” ujarku.
“Itu akan membutuhkan waktu lebih lama dan kita harus melakukan sesuatu secepatnya sebelum ayahnya lebih dulu bertindak,” sanggah Jin Hwa.
“Tapi, kenapa tidak kita coba saja dulu,” balas Euna.
“Euna benar. Kita tidak akan tahu hasilnya jika kita tidak mencobanya,” ujar Nam Joon.
Aku melihat mereka semua mengangguk pada akhirnya. Jimin mengeluarkan ponselnya dan setelah menekan layar ponselnya beberapa kali dia menempelkan ponsel itu ke telinganya.
“Halo, Hyung, kau pernah bilang padaku jika keadaan memburuk di sini maka aku harus menghubungimu. Semalam, ayah mengancamku jika aku tidak mengundurkan diri dari Bangtan maka dia yang akan mengeluarkan aku. Hyung, kau selalu tahu ini adalah mimpiku, apa yang kuinginkan untuk kujalani. Dan aku juga tahu, kau selalu ingin mendapatkan kepercayaan ayah untuk memimpin perusahaan apalagi cabang perusahaan kita yang kau pimpin berkembang dengan pesat akhir-akhir ini. Aku tahu kau adalah satu-satunya yang pantas untuk meneruskan bisnis ayah dan bukan aku,” cerita Jimin.
Aku mendengarkan Hye Ni menerjemahkan apa yang di katakan oleh Jimin pada kakaknya.
“Apa? Hyung sedang ada di Jeju sekarang?”
Setelah mengatakan hal itu, dia menutup teleponnya dengan senyuman lebar. “Well, teman-teman, kali ini aku yakin kita akan menang. Kakakku sedang ada di Jeju sekarang dan katanya, kita bisa pergi ke sana sekarang juga. Lebih cepat lebih baik!”
Senyuman lebar tersungging di wajahku. Tidak. Tidak hanya di wajahku, tapi di wajah semua orang. Ho Seok, Seo Jin, Taehyung, Yoon Gi, Nam Joon, dan Jimin berseru ‘yes’ bersama-sama. Aku tertawa melihat tingkah mereka.
Masalah ini akan segera terselesaikan. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan the power of friendship.

Tanpa mempersiapkan apapun, kami semua berangkat menuju Bandara segera setelah memasukkan beberapa helai baju ke dalam koper. Maafkan aku, Tuhan karena aku sudah meminjam koper kecil Jung dan meminjam kaos dan boxernya. Setidaknya itu bisa untuk tidur. Di siang harinya kita bisa belanja di sana lagipula kami hanya akan berada di sana selama lima hari.
Setelah mendapat persetujuan dari pihak manajemen Bangtan, kami diizinkan pergi dan mendapatkan waktu hingga lima hari ke depan. Kebetulan mereka sudah menyelesaikan promo album mereka ketika aku menghabiskan waktu bersama sepuluh Oppa-ku itu kemarin. Lima hari adalah waktu yang cukup lama untuk liburan, apalagi aku belum pernah pergi keluar Seoul selama tiga bulan lebih beberapa hari aku tinggal di sini.
Untunglah aku memiliki supir pribadi yang bisa diandalkan, dia datang tepat waktu dan langsung memasukkan koperku ke dalam bagasi. Yang lainnya akan naik mobil masing-masing dengan supir masing-masing juga. Kalau aku tak salah dengar pesawat pribadi milik Jimin sudah siap untuk membawa kami semua ke Jeju.
Aku tidak terkejut saat mendengar Jimin punya pesawat pribadi, Jung juga punya dan pamanku juga punya. Hanya saja milik pamanku itu hanya digunakan untuk keperluan bisnis semata.
“Nona, kapan Anda akan kembali dari Jeju?”
Aku melirik supirku. “Lima hari lagi. Aku akan menghubungimu nanti ketika aku pulang. Dan jangan lupa, jaga mobil ini baik-baik dan rumah juga. Aku percayakan padamu.”
“Tentu, Nona. Anda tidak perlu khawatir.”
Hening sejenak sebelum pria ini kembali memanggilku. “Nona,”
Aku berdehem menunggu penjelasannya. Dahiku berkerut saat melihatnya gugup, dia tampak bingung untuk menjelaskan sesuatu padaku. “Katakan saja.”
“Nona, sebenarnya, semalam resepsionis memberikan surat padaku yang katanya ditujukan padamu,” ucap supirku.
“Surat? Lalu, dimana suratnya?”
“Ada di sini,” ujarnya sambil mengambil surat yang ia maksudkan tadi dari saku jasnya.
Aku mengambil surat dengan warna pink lembut itu dari tangannya. Menatapnya cukup lama, entah kenapa aku merasa jika yang memberikan surat ini adalah Jung. Ah tidak. Tidak mungkin. Dia sudah melupakanku. Ya Tuhan! Yoora cobalah untuk menerima kenyataan jika kau sudah bukan siapa-siapa lagi baginya dan tolong berhenti menyiksa dirimu sendiri dengan terus mengharapkannya. Ada banyak pria yang mengantri untuk menjadi kekasihmu dan diantrian paling depan sudah ada Kyung Soo.
Menggelengkan kepalaku, aku memutuskan untuk tidak membacanya dulu. Bisa jadi juga surat ini adalah surat dari penggemar Kyung Soo yang tidak suka padaku dan dia mengirimkan ancaman melalui surat ini. Atau mungkin ini adalah surat yang dikirim oleh penggemarku.
Benakku mendesah jengah, jangan terlalu percaya diri! Kau tidak memiliki penggemar, Kim Yoora.
Mobil ini berhenti di pintu masuk Bandara Gimhae. Kurasa ini adalah bandara domestik Korea karena seingatku, dulu begitu aku tiba di sini nama bandaranya adalah Incheon. Aku turun dari mobil tanpa menunggu dibukakan pintu, ini bukan saatnya untuk memainkan peran sebagai seorang putri. Supirku mengeluarkan koperku, ah bukan lebih tepatnya koper Jung yang kupinjam selama lima hari dari bagasi mobil dan memberikannya padaku.
“Selamat liburan, Nona. Selamat bersenang-senang.”
“Terima kasih banyak. Ah jangan sampai ada surat seperti ini lagi dititipkan untukku. Aku tidak suka. Beritahu resepsionis itu agar dia memberitahukannya pada si pengirim surat jika aku tidak menerima hal seperti ini. Silakan temui aku langsung dan jangan mengirimiku surat,” ujarku dengan tegas.
Supirku mengangguk mengerti dan membungkuk padaku. Aku melimbai pergi meninggalkannya. Yang lain mungkin sudah menunggu di dalam.
Aku melihat Seo Jin sudah menungguku di pintu masuk. Dia merebut koper kecil yang kubawa lalu ketika dia memperhatikannya cukup lama, dia terkikik pelan.
“Pilihan yang sangat bagus sekali, Yoora. Aku tahu ini adalah kepergian yang sama sekali tidak direncanakan dan kita semua tidak memiliki persiapan apapun. Dan kau memikirkannya dengan baik, dengan meminjam koper Kookie,” ujarnya geli.
Wajahku memerah begitu saja. “Jangan menggodaku, Oppa. Hanya lima hari, lagipula inikan terpaksa. Aku tidak akan meminjam barang-barangnya jika saja keberangkatan ini tidak harus dilakukan hari ini,” balasku.
“Jangan seperti itu. Kenapa? Apa kau sudah tidak ingin menunggunya lagi? Ya, aku tahu selama dua bulan ini Kyung Soo sudah menjadi seseorang yang mendapatkan posisi tersendiri dihidupmu. Aku tahu, semuanya juga pasti sangat berat untukmu. Aku ingat dulu, aku tidak terlalu menyukaimu karena kupikir, kau juga akan menyakiti Kookie seperti yang telah dilakukan oleh Euna. Tapi aku percaya padamu, aku tidak bisa mengelak. Kau gadis yang baik dan sekarang yang tersakiti justru adalah kau.”
Aku diam tidak merespon apapun. Lalu, Seo Jin melanjutkan perkataannya. “Aku juga cukup kecewa karena dia sama sekali tidak menghubungi kita semua sejak kepergiannya. Tapi, melihat dari berita yang selama ini kita saksikan di tv, kemungkinan besar dia tidak menghubungi kita karena dia sangat sibuk dengan segala aktivitas barunya sebagai seorang CEO perusahaan besar. Dia telah berhasil melakukan tugas pertamanya untuk menangani pemindahan gedung utama ke Paris. Lalu setelah itu, kakeknya langsung mengangkatnya menjadi pimpinan baru JJ Group. Yang kudengar terakhir, dia akan melakukan kerja sama pertamanya dengan Key Group. Salah satu dari perusahaan besar yang berbasis di Eropa. Perusahaan milik Kookie meski gedung utama telah dipindahkan, tetap berbasis di Asia sama seperti perusahaan milik keluarga Jimin. Aku yakin kau tidak terlalu buta tentang urusan bisnis mengingat siapa pamanmu dan apa pekerjaannya,” jelasnya.
Aku mengangguk pada akhirnya. “Aku mengerti, Oppa. Mengerti sekali. Segalanya berubah begitu cepat. Rasanya baru kemarin aku mengenalnya, menerimanya menjadi pacarku, jatuh cinta padanya, dan akhirnya dia pergi. Sekarang, tahu-tahu dia sudah menjadi seorang CEO. Itu justru membuatku merasa semakin kecil. Sekarang sudah tidak penting lagi tentang aku. Aku sadar dan mengerti, mungkin oranglain juga akan mengerti. Pria seperti dia tidak mungkin bersama gadis seperti aku. Semua orangtahu siapa aku dan apa statusku. Aku tak cukup baik untuknya, Oppa. Aku sudah menjadi masalalunya.”
“Hey, Jin Hyung apa yang kau lakukan pada Yoora? Kenapa dia terlihat sedih seperti itu?” celetuk Taehyung.
Aku terkekeh pelan. “Tidak ada, Oppa. Semuanya baik-baik saja. Kalau begitu kurasa kita bisa berangkat sekarang.”
Dua orang pramugari mengantar kami semua memasuki pesawat. Jin Hwa dan Euna bahkan tidak membawa apapun, mungkin mereka akan membeli di sana. Ya ampun, ini benar-benar dadakan sekali.
Aku duduk di sebelah Yoon Gi. Diantara mereka berenam, aku paling tidak dekat dengan Yoon Gi karena dia tidak terlalu pandai bahasa inggris, kami jarang mengobrol.
“Aku jamin kali ini kau tidak akan terserang jet lag karena kita hanya terbang selama satu jam,” ujarnya.
Aku meliriknya sekilas dan mengangguk. “Oppa, menurutmu apa kita akan berhasil?”
Aku menunggu beberapa detik hingga akhirnya dia menjawab. “Kita lihat saja nanti, Ms Amerika. Seperti yang tadi Nam Joon katakan, jika kita tak mencoba kita tidak akan pernah tahu hasilnya.”
“Aku yakin, Jimin Oppa tidak akan keluar dari Bangtan.”
“Tidak, aku bahkan belum bisa menerima jika Kookie benar-benar pergi meninggalkan kami, keadaan mungkin terlihat baik-baik saja dari depan, tapi sebenarnya, tidak satupun dari kami yang sudah berhasil menerima jika Kookie sudah tidak lagi menjadi bagian dari Bangtan. Hanya saja kami tidak menunjukkannya.”
“Meski kalian tidak menunjukkannya secara langsung, tapi bagi orang-orang yang mampu mengerti dan membaca situasi dengan baik, dia  pasti akan tahu jika kalian mengalami masa-masa berat kehilangan dia dari Bangtan, apalagi kalian sudah bersama-sama sejak awal.”
“Ah sebenarnya, kami semua tidak saling mengenal sejak kami kecil, Yoora.”
Aku terkikik pelan mengingat kebohongan mereka waktu itu. “Ya, Oppa. Tentu saja aku sudah tahu. Kalian berbohong karena memilih jalan paling aman dan aku bisa memakluminya,” jelasku.
“Dan, bagaimana keadaanmu sekarang, Yoora?”
Aku menatapnya bingung. “Keadaanku? Aku baik-baik saja.”
“Aku tahu kau sehat dan baik-baik saja, yang kutanyakan adalah bagaimana keadaan hatimu?”
Aku tersenyum padanya. “Baik, Oppa. Semuanya sudah baik-baik saja sekarang. Aku sudah menerima kenyataan.”
“Semuanya akan membaik, Yoora. Percayalah, Tuhan tidak akan menguji seseorang melebihi dari kemampuan yang dia miliki. Kau gadis yang kuat dan Tuhan ingin menguji rasa cintamu untuk Kookie.”
Aku tersenyum sendu, aku selalu merasa rapuh dan lemah jika membahas masalah ini. “Ya, Oppa. Aku mengerti.”[]



KEMBARAN :D

HYE NI :)

EUNA :)

JIN HWA :*

PACARS :*

JIMINNIE :*

2 komentar:

  1. Itu, Yoora nyanyi lagu apa? *kepo abis*

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu lagu gavy nj - sunflower.. cari dehhh lagunyaaa bagusss betsss :*

      Hapus