WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
BAB 18
Pagi
baru menyingsing lagi. Aku terbangun dengan mata sembab, wajah pucat, dan
rambut berantakan seperti yang biasanya terjadi selama dua bulan ini. Tanganku
meraih ponsel yang kuletakkan di samping bantal Jung. Nama ‘Kyung Soo’ tertera
di layarnya. Dengan cepat aku menjawab panggilan teleponnya.
“Hei, kau pasti masih terbaring di tempat
tidurmu dengan malas ya? Dasar gadis pemalas! Cepat bangun dan mandilah,
mungkin kita bisa pergi sarapan bersama atau aku bisa menumpang sarapan di
tempatmu.”
“Oppa, mengapa kau menelponku subuh-subuh
seperti ini? Kau sudah merusak kesenanganku.”
“Maafkan aku, Nona pemalas. Aku hanya ingin
mengajakmu sarapan bersama. Itu saja.”
“Tidak
bisa, Oppa. Aku sedang tidak ada di
rumah. Aku ada di rumah Bangtan. Keadaan benar-benar kacau semalam. Oh ya,
bagaimana dengan yang lain? Mereka tidak marah padaku kan?”
“Tidak, semuanya baik-baik saja di sini. Kami
mengerti keadaanmu. Sebenarnya apa yang sudah terjadi semalam?”
“Jimin
Oppa, dia terancam keluar dari
Bangtan,” ujarku pelan.
“Apa? Lalu? Apa dia akan keluar?”
“Tidak,
dia bilang Bangtan adalah mimpinya. Ini hanya tentang keegoisan orangtuanya.
Ayahnya, lebih tepatnya.”
“Ah aku mengerti. Kalau Park Jimin sampai
keluar dari Bangtan, mereka akan benar-benar dalam masalah yang sulit. Baiklah
kalau begitu, kita akan sarapan bersama lain kali. Lebih baik kau cepat bangun
dan buatkan sarapan untuk mereka semua. Dah, aku menyayangimu.”
Aku
terdiam sesaat mendengar perkataan terakhirnya. “Ya, aku tahu,” bisikku.
Aku
mendengar kekecewaannya di seberang sana sebelum akhirnya sambungan telepon itu
terputus. Sesaat aku menatap kosong ke langit-langit kamar Jung. Apa aku bisa
menerima Kyung Soo? Apa aku sudah siap?
“Yoora-ssi, apa kau sudah bangun? Kurasa aku
perlu bantuan di dapur.”
Itu
Hye Ni. Apa dia menginap di sini juga? Dengan cepat aku beranjak dari tempat
tidur dan membuka pintu. Hye Ni dengan kaos kebesaran milik Taehyung sepertinya
dan celana pendeknya menatapku dengan aneh.
“Kenapa
melihatku seperti itu?”
“Kau
terlihat, sangat menyeramkan! Ada apa denganmu? Matamu dan rambutmu!”
“Lupakan
saja, itu sama sekali tidak penting. Biarkan aku mandi lebih dulu setelah itu
kita akan menyiapkan sarapan. Kau tenang saja, semua pria yang menghuni rumah
ini adalah tipekal pria yang sulit bangun pagi kecuali, Seo Jin Oppa. Kau bisa masuk dan menungguku jika
kau mau, tapi akan lebih baik jika kau pergi duluan ke dapur. Nanti aku akan
menyusul.” Aku kembali menutup pintu tanpa mendengar balasannya.
Menghabiskan
waktu dua puluh menit di dalam kamar mandi telah berhasil membuat keadaanku
lebih baik dari sebelumnya. Aku mengeringkan rambutku dengan hairdryer milik Jung. Memakai kaosnya
yang berukuran sangat besar jika aku yang memakainya, tubuhku tenggelam. Tapi
banyak orang yang berpendapat jika penampilan seperti ini adalah sesuatu yang
seksi. Aku meninggalkan satu celana pendekku di sini. Biasanya aku juga akan
meninggalkan dress dan baju santaiku, tapi dua minggu yang lalu aku membawa
semuanya pulang karena kupikir tidak akan ada lagi momen yang mengharuskan aku
untuk menginap di sini. Kejadian semalam benar-benar berada di luar dugaanku.
Jadi inilah yang tersisa untukku hari ini, selembar celana pendek dan sebuah
lemari yang penuh dengan kaos santai milik Jung.
Kakiku
melangkah santai menuju dapur rumah Bangtan, well aku sudah mengenal seluk-beluk rumah ini dengan sangat baik
sekarang. Sudah tiga bulan lebih mengenal mereka dan aku sudah sering
berkunjung ke sini juga semenjak kepergian Jung hanya sekedar mengobrol atau
menunggu Hye Ni selesai dengan kencannya dan dia akan mengajarkanku bernyanyi.
Aku
melihat Hye Ni tengah sibuk menakar tepung terigu. Apa yang ingin dia buat?
“Ehem, maaf menganggu kesenanganmu, Nona.
Tapi apa yang akan kau lakukan dengan tepung itu?”
“Jangan
merusak konsentrasiku. Aku mungkin tidak pintar memasak sepertimu, tapi aku
bisa membuat pancake dengan cukup baik,” ujarnya cemberut.
Aku
terkikik pelan. “Emm, aku bisa
melihatnya. Siapkan pancakenya dan aku akan membuat caramelnya. Pagi ini,
mereka semua akan kuberi tea herbal dan jangan kau hiraukan rengekan mereka
jika mereka meminta kopi.”
“Tentu,
sekali-kali kita harus kejam pada mereka.”
Aku
mengangguk setuju pada Hye Ni dan mulai membuat karamel untuk pancakenya.
Perkembangan
hubungan Hye Ni dan Taehyung sejauh ini berjalan dengan baik. Mereka sesekali
akan bertengkar, tapi semua itu tidak menganggu apapun. Hye Ni juga sudah menceritakan
perihal hubungannya dengan Taehyung pada saudara perempuannya. Dan kabar
baiknya, suadaranya itu tidak mempermasalahkannya, Hye Ni bebas menjalin
hubungan dengan siapapun. Hanya saja, kakak perempuannya menasehati Hye Ni
untuk menerima resiko apapun yang akan terjadi jika dia menjalin hubungan dengan
seorang Idol seperti Taehyung.
Itu
sudah jelas sekali, hubungan mereka tidak akan pernah menjadi hubungan sepasang
remaja yang normal. Yang mana mereka bisa berkencan dan berbuat apa saja di
luar sana tanpa perlu khawatir akan ada yang mengomentarinya. Hubungan yang
mereka jalin akan menjadi sorotan publik, mereka tidak akan sebebas pasangan
kekasih yang berasal dari kalangan biasa. Orang-orang yang berkomentar tentang
hubungan mereka akan mereka lihat sendiri secara terang-terangan.
Awalnya,
Hye Ni mengalami ketakutan yang luar biasa saat dia membaca mention twitter dari penggemar Taehyung
yang tidak menyukai hubungan mereka. Para penggemar itu bisa menjadi seseram
monster. Tapi semuanya sudah berlalu, dia sudah menjadi lebih kuat dan lebih
pemberani untuk menghadapi resiko apapun mengenai hubungannya dengan Taehyung.
Aku senang untuk itu, lagipula hubungan mereka memiliki komitmen yang kuat dan
sudah seharusnya mereka mempertahankannya. Siapapun yang membenci, biarkan
mereka membenci, kita tidak berhak melarangnya juga. Mereka yang membenci itu
adalah mereka yang hidupnya kurang menarik atau mereka yang bodoh karena
membenci kekasih idola mereka dan berpendapat jika mereka lebih tahu mana yang
terbaik untuk idola mereka dan mana yang tidak.
“Ah
hampir saja aku lupa memberitahumu. Jin Hwa dan Euna akan kemari nanti siang.
Kau tidak boleh kemana-mana. Nanti kita akan lanjutkan pelajaran menyanyi kita
di ruang latihan mereka. Aku sudah membujuk Taetae untuk meminjamkan gitarnya
padaku.”
Aku
mengangkat karamel buatanku dan meletakkannya di dekat piring bulat besar yang
berisikan tumpukan pancake matang. Saatnya membuat tea.
“Aku
senang mereka akan kemari. Apa kau sudah memberitahu Euna tentang apa yang sudah
terjadi?”
“Ya,
aku sudah memberitahunya. Dia bilang kita akan menyelesaikan masalah Jimin Oppa bersama-sama.”
Aku
hanya mengangguk sebagi respon. Selesai. Tea buatanku sudah jadi dan karamelnya
sudah selesai.
“Kau
nanti panaskan lagi karamelnya begitu pancakenya selesai. Biar aku yang
bangunkan pria-pria pemalas itu.”
Sekarang,
aku sudah tahu di mana mereka menyembunyikan alarm mematikan yang akan membuat
mereka sadar dari tidurnya dan tak bisa lagi melanjutkannya. Benda itu seperti
lonceng kita tinggal memukulnya dengan pemukul yang juga terbuat dari besi.
Benda itu akan langsung menghasilkan suara yang dahsyat.
Membawa
benda keramat itu di tanganku, aku memasuki kamar Seo Jin. Dia biasanya yang
paling rajin diantara yang lain. Biasanya juga dia akan bangun pagi dan akan
membantuku menyiapkan sarapan ketika aku menginap di sini. Ah mungkin karena
ada Hye Ni, jadi dia pikir dia bisa sedikit bersantai di tempat tidurnya kali
ini.
Setelah
menghitung satu sampai tiga, aku memukul alarmnya. Mata Seo Jin terkuak lebar
dengan tubuh yang langsung terduduk. Ah kuharap dia tidak pusing.
Aku
meringis saat dia menatapku kesal. “Maaf, Oppa.
Aku hanya ingin bilang kalau sarapan sudah siap dan ini sudah jam setengah
sembilan pagi. Bangunlah dan kita akan sarapan bersama. Eh ngomong-ngomong apa
kalian ada pekerjaan hari ini?”
“Ya
Tuhan, Yoora. Kau benar-benar! Berhentilah bersikap sok polos di depanku
seperti itu setelah kau membunyikan benda sialan itu! Tanyakan saja pada Nam
Joon, dia leadernya, kau ingat,” decaknya kesal.
Aku
tersenyum manis padanya, membungkuk lalu berjalan mundur keluar dari kamarnya. Sudah
kubilang, ini adalag benda keramat.
Selanjutnya,
aku melangkah menuju kamar, Yoon Gi. Membuka pintunya perlahan dan aku
mengintip keadaan kamarnya dan apakah pria itu masih tidur atau sudah bangun.
Asumsi yang kedua itu sangat mustahil.
Mataku
menangkap Yoon Gi masih tergeletak di atas tempat tidurnya. Melangkah dengan
pelan, aku masuk ke dalam kamarnya. Kembali, aku menghitung satu dua tiga dan
tanganku terayun memukul alarmnya.
Yoon
Gi terkejut bukan main dan reaksinya sangat luar biasa, dia sungkur di lantai
kamarnya dengan wajah super tampan setelah bangun dari tidur nyenyaknya. Aku
meringis lagi. Aku jadi merasa benar-benar tidak enak sudah membangunkan mereka
seperti ini, tapi jika tidak seperti ini aku tidak akan berhasil membangunkan
barang satu saja dari enam pria itu.
“Eh,
Maaf Oppa jika kunjunganku ke kamarmu
kali ini membuatmu harus mencium lantai yang dingin itu, tapi aku ingin
memberitahumu kalau sekarang sudah jam setengah sembilan. Sarapannya juga sudah
siap. Kalau begitu aku permisi dulu,” ujarku dengan senyuman super manisku.
“Enyalah
dari kamarku, Yoora.”
Aku
membungkuk padanya dan berjalan cepat meninggalkan kamar Yoon Gi. Dia memiliki
tempramen yang cukup buruk saat pagi hari atau mungkin karena aku sudah
membangunkannya dengan cara yang brutal.
Selanjutnya,
kamar Nam Joon. Ah dia pasti masih mendengkur sekarang. Dengan cepat aku
membuka pintu kamarnya dan mataku melotot saat melihat tubuh seseorang berdiri
tepat di hadapanku. Aku mendongak pelan dan memasang cengiran bodoh di wajahku
saat melihat jika Nam Joon sudah sangat rapi.
“Apa
yang kau lakukan? Mengapa kau mengendap-endap seperti pencuri?”
Aku
tertawa aneh. “Tidak. Aku tidak mengendap-endap. Aku hanya ingin melihat apa Oppa masih tidur atau sudah bangun
karena sarapannya sudah siap. Eh dan aku juga ingin bertanya apakah hari ini
kalian ada pekerjaan?”
Dia
menatapku heran. “Tidak, hari ini tidak ada jadwal apapun. Kita harus berfokus
ke masalah Jimin dulu saat ini.”
“Ah,
baiklah. Aku mengerti kalau begitu aku permisi dulu, Oppa.” Aku membungkuk padanya dan berjalan meninggalkan kamar itu.
Tumben
sekali dia bangun cepat. Itu bagus sih sebenarnya dengan begitu aku tidak perlu
mengerahkan tenaga untuk memukul alarm keren ini.
Tujuan
selanjutnya itu adalah kamar Ho Seok. Aku membuka pintunya dan pria itu juga
sudah rapi. Yang saat ini dilakukannya adalah memandangi dirinya di depan
cermin. Ah mungkin dia sedang mengagumi betapa tampannya dia.
Dengan
pelan aku menutup pintu kamarnya tanpa dia tahu. Untunglah pintu kamar di rumah
ini tidak ada yang berdecit. Aku melanjutkan langkah kakiku menuju kamar Jimin.
Dia pasti masih tidur. Khusus Jimin aku tidak akan memakai alarm ini untuk
membangunkannya. Diakan sedang sakit.
Aku
masuk ke dalam kamarnya dan melihat jika pria itu masih tertidur dengan lelap.
Aku duduk di tepi tempat tidurnya.
“Oppa, bangunlah. Ada banyak hal yang
harus kita lakukan hari ini.” Aku meletakkan punggung tanganku ke dahinya dan
menghela napas lega karena dia tidak demam.
Perlahan
matanya terbuka saat aku menyingkap gorden kamarnya. “Yoora.”
“Ya,
bangunlah, Oppa! Sarapan sudah siap
dan aku sudah membuatkan tea herbal untuk kita semua. Kau akan merasa lebih
baik setelah mandi dan meminum teanya.”
Dia
mengangguk pelan. “Apa kepalamu pusing, Oppa?”
“Tidak,
tidak. Berkat advilnya aku tidak pusing.”
“Bagus.
Sekarang aku akan membangunkan Taehyung. Dah..”
Aku
membungkuk meninggalkan kamarnya dan menuju ke persinggahan terakhirku pagi
ini. Kamar Taehyung. Sebenarnya tugas ini akan lebih mudah jika dijalankan oleh
Hye Ni, tapi aku yakin dia masih sibuk menata meja makan.
Aku
masuk ke dalam kamar Taehyung dan tanpa menunggu lagi aku memukul alarmnya, dia
terduduk pada detik pertama di atas tempat tidurnya. Aku meringis pelan.
“Selamat
pagi, Oppa. Saatnya untuk sarapan.
Hari ini yang membuat sarapannya Hye Ni. Kau harus mencicipi masakannya.
Cepatlah mandi dan menyusul ke meja makan.” Aku membungkuk padanya dan berlalu
meninggalkan ruangan itu.
Aku
kembali ke dapur dan membantu Hye Ni menata tea di meja makan. Tak lama setelah
kami selesai menata meja makannya. Pria-pria itu masuk ke ruang makan dengan
keadaan yang sudah jauh lebih baik dari yang tadi kulihat. Dengan pakaian
santai, tapi mereka semua masih terlihat sempurna.
Aku
dan Hye Ni memberikan cengiran lebar.
“Aku
tidak menyangka jika setelah kejadian semalam, aku dibangunkan dari tidur
sejenakku dengan cara yang sangat brutal,” ujar Yoon Gi.
Aku
meringis pelan. “Maaf ya, Oppa. Aku
tidak bermaksud untuk membuatmu kesal. Aku ingin kita sarapan bersama, lalu
kita menunggu kedatangan Euna dan Jin Hwa kemari dan nanti kita akan dengarkan
usul dari mereka. Sebenarnya, aku juga punya usul, tapi akan lebih baik jika
kita merundingkannya bersama-sama.”
Yang
lainnya hanya diam dan menikmati sarapannya. Kurasa, pancake pagi ini berhasil.
Setelah merasakannya, aku bisa menyimpulkan jika sebenarnya, Hye Ni bisa memasak
dengan baik kalau dia mau belajar.
“Siapa
yang menghubungi Euna dan Jin Hwa?”
Saat
aku ingin membuka mulut, Hye Ni sudah
lebih dulu menjawab pertanyaan Na Joon. “Aku. Aku yang menghubungi mereka, Oppa.”
Suasana
hening lagi sesudahnya. Kami menikmati makanannya dalam diam. Sibuk dengan
pikiran masing-masing atau berkonsentrasi pada makanannya.
Setelah
sarapan, mereka semua pergi ke ruang latihan. Aku dan Hye Ni terpaksa pergi ke
halaman atap agar bisa belajar dengan tenang. Karena biasanya jika mereka
sedang latihan mereka akan mengeraskan volume musiknya.
“Hari
ini, kau akan mempelajari lagu ini. Dengarkanlah!”
Aku
meraih iPod milik Hye Ni. Lagu ini pasti salah satu dari sekian banyak lagu
galau milik Hye Ni. Setelah kuperhatikan dia suka mendengarkan lagu-lagu sedih
seperti ini. Lagu kali ini, penyanyinya menyampaikan pesan melalui penekanan
nada yang ia lakukan di setiap liriknya. Ya Tuhan, aku bahkan bisa mendengar
kesedihannya.
Aku
tidak akan berhasil dengan baik untuk menguasai lagu ini kurasa. “Apa kau
yakin? Kurasa, aku tidak bisa menyanyikan lagu ini.”
“Kenapa?
Ini lagu yang sangat bagus. Kau harus bisa menyanyikannya. Aku sudah mengatur
kunci gitarnya.”
“Kau
sudah ada liriknya?”
“Iya,
kau buka saja di folder biasa, di iPadku. Nah ini.” Dia memberikan iPadnya
padaku.
Aku
membuka folder khusus lirik-lirik lagu untukku pelajari. Serius, menyanyikan
lagu bahasa mereka itu sulit sekali.
~~
Gidarilkke na yeogi isseulge
majimak sarang nan neurangeol anikka
Itjima sigani heulleodo naege
ondamyeon dasin neol nochi anha
~~
“Bagus.
Bagus sekali. Bagian rap-nya nanti biar aku yang ambil alih,” ujar Hye Ni.
Jemarinya kembali memainkan gitarnya.
~~
Sarang hanabakke molla dareun
saranghaljul molla ojik neohanaman baraboneun babo
Nuga naege mareulhaedo neoman
deulligo boineun nan eottokhae
Naneun utneunbeopdo molla naneun
itneunbeopdo molla ojik neobakke nan moreuneun babo
Neomu saranghaesseotjanha jeongmal
saranghaesseotjanha niga tteonagamyeon nan eottokhae
~~
“Langsung
ke bait ke dua saja. Ayo!”
~~
Chama jukjimotae sara nigaeobsi
harul sara sumdo swilsu eobseulmankeum nan apa nuga naege geureodeora
geureomyeonseo sandadeora
Waenan jugeulmankeum himdeungeoni
~~
Hye
Ni menyanyikan bagian rap-nya dan aku sadar jika gadis ini bisa bermusik dengan
sangat baik. Harusnya dia yang ditawarkan kontrak rekaman debut bersama BigHit
atau entertaimen lain, bukannya aku. Dia bahkan bisa rap dengan bagus.
“Refren
terakhir, Yoora.”
~~
Dorawajwo naeseulpeun saranga
gaseum swidorok neo bureugo itjanha
Neoege hagopeun hanmadi neomu
saranghae imal neoneun deutgoinni
Neol saranghae nal dugogajiman
majimak sarang nan neorangeol anikka tto dareun nugunga ondaedo
Neohanamyeondoe dasin neol
nochianha
~~
Tepuk
tangan membuat aku dan Hye Ni sontak terkejut dan membalikkan tubuh kami dalam
sekejab dan wajahku bersemu saat melihat semua orang sudah ada di sini.
Termasuk Jin Hwa dan Euna.
“Wah,
aku berhasil merekamnya dengan baik, walaupun kita tidak mendapatkan wajah
mereka,” seru Ho Seok.
“Aku
punya rencana untuk video itu. Simpan dengan baik jika gadis itu sampai
berhasil menghapusnya, kau yang akan kubuhuh, Hyung,” desis Jimin.
“Hei,
bersikap sopanlah dengan Hyung-mu,
Jimin-ssi. Atau kau akan mendapat
masalah.”
“Silakan
saja, aku tidak takut. Aku tahu kau menyayangiku.”
Aku
menggelengkan kepalaku tidak mengerti dengan sikap pria-pria itu. Terkadang
mereka bisa sangat waras dan normal, tapi terkadang mereka bisa menjadi sangat
gila hingga aku merasa kadar kewarasan mereka telah meluap dari diri mereka.
“Oppa, apa yang mau kau lakukan dengan
video itu? Awas saja jika Oppa
menguploadnya. Aku akan marah besar.”
“Tidak,
aku memiliki rencana yang lebih bagus dari hanya sekedar menguploadnya. Kau
tenang saja,” balas Jimin.
Kami semua duduk di tempat yang menurut kami
paling nyaman. Angin di sini benar-benar menyejukkan, salju masih menyelimuti
kota ini.
“Jadi,
Jimin Hyung, apa yang akan kau
lakukan selanjutnya? Kurasa kita semua sudah tahu jika cepat atau lambat ayahmu
akan membuatmu keluar dari Bangtan. Jika kita terlambat, keadaannya akan lebih
sulit dari yang saat ini kita hadapi,” kata Jin Hwa.
Dia
sangat bijak, tapi dia juga penuh dengan kekonyolan. Semua orang terdiam,
tampak berpikir apa yang harus dilakukan. Apalagi Nam Joon sudah lepas kendali
semalam. Bisa saja ayahnya Jimin membawa kasus ini ke pengadilan dan kami semua
akan terancam.
“Bisakah
jika kita menghubungi kakakku? Dia bisa membantu kita.”
“Ya,
aku setuju dengan Jimin Oppa. Kita
harus menghubungi kakaknya,” ujarku.
“Itu
akan membutuhkan waktu lebih lama dan kita harus melakukan sesuatu secepatnya
sebelum ayahnya lebih dulu bertindak,” sanggah Jin Hwa.
“Tapi,
kenapa tidak kita coba saja dulu,” balas Euna.
“Euna
benar. Kita tidak akan tahu hasilnya jika kita tidak mencobanya,” ujar Nam
Joon.
Aku
melihat mereka semua mengangguk pada akhirnya. Jimin mengeluarkan ponselnya dan
setelah menekan layar ponselnya beberapa kali dia menempelkan ponsel itu ke
telinganya.
“Halo,
Hyung, kau pernah bilang padaku jika
keadaan memburuk di sini maka aku harus menghubungimu. Semalam, ayah
mengancamku jika aku tidak mengundurkan diri dari Bangtan maka dia yang akan
mengeluarkan aku. Hyung, kau selalu
tahu ini adalah mimpiku, apa yang kuinginkan untuk kujalani. Dan aku juga tahu,
kau selalu ingin mendapatkan kepercayaan ayah untuk memimpin perusahaan apalagi
cabang perusahaan kita yang kau pimpin berkembang dengan pesat akhir-akhir ini.
Aku tahu kau adalah satu-satunya yang pantas untuk meneruskan bisnis ayah dan
bukan aku,” cerita Jimin.
Aku
mendengarkan Hye Ni menerjemahkan apa yang di katakan oleh Jimin pada kakaknya.
“Apa?
Hyung sedang ada di Jeju sekarang?”
Setelah
mengatakan hal itu, dia menutup teleponnya dengan senyuman lebar. “Well, teman-teman, kali ini aku yakin
kita akan menang. Kakakku sedang ada di Jeju sekarang dan katanya, kita bisa
pergi ke sana sekarang juga. Lebih cepat lebih baik!”
Senyuman
lebar tersungging di wajahku. Tidak. Tidak hanya di wajahku, tapi di wajah
semua orang. Ho Seok, Seo Jin, Taehyung, Yoon Gi, Nam Joon, dan Jimin berseru
‘yes’ bersama-sama. Aku tertawa melihat tingkah mereka.
Masalah
ini akan segera terselesaikan. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan the power of friendship.
Tanpa
mempersiapkan apapun, kami semua berangkat menuju Bandara segera setelah
memasukkan beberapa helai baju ke dalam koper. Maafkan aku, Tuhan karena aku
sudah meminjam koper kecil Jung dan meminjam kaos dan boxernya. Setidaknya itu
bisa untuk tidur. Di siang harinya kita bisa belanja di sana lagipula kami
hanya akan berada di sana selama lima hari.
Setelah
mendapat persetujuan dari pihak manajemen Bangtan, kami diizinkan pergi dan mendapatkan
waktu hingga lima hari ke depan. Kebetulan mereka sudah menyelesaikan promo
album mereka ketika aku menghabiskan waktu bersama sepuluh Oppa-ku itu kemarin. Lima hari adalah waktu yang cukup lama untuk
liburan, apalagi aku belum pernah pergi keluar Seoul selama tiga bulan lebih
beberapa hari aku tinggal di sini.
Untunglah
aku memiliki supir pribadi yang bisa diandalkan, dia datang tepat waktu dan
langsung memasukkan koperku ke dalam bagasi. Yang lainnya akan naik mobil
masing-masing dengan supir masing-masing juga. Kalau aku tak salah dengar
pesawat pribadi milik Jimin sudah siap untuk membawa kami semua ke Jeju.
Aku
tidak terkejut saat mendengar Jimin punya pesawat pribadi, Jung juga punya dan
pamanku juga punya. Hanya saja milik pamanku itu hanya digunakan untuk
keperluan bisnis semata.
“Nona,
kapan Anda akan kembali dari Jeju?”
Aku
melirik supirku. “Lima hari lagi. Aku akan menghubungimu nanti ketika aku
pulang. Dan jangan lupa, jaga mobil ini baik-baik dan rumah juga. Aku
percayakan padamu.”
“Tentu,
Nona. Anda tidak perlu khawatir.”
Hening
sejenak sebelum pria ini kembali memanggilku. “Nona,”
Aku
berdehem menunggu penjelasannya. Dahiku berkerut saat melihatnya gugup, dia
tampak bingung untuk menjelaskan sesuatu padaku. “Katakan saja.”
“Nona,
sebenarnya, semalam resepsionis memberikan surat padaku yang katanya ditujukan
padamu,” ucap supirku.
“Surat?
Lalu, dimana suratnya?”
“Ada
di sini,” ujarnya sambil mengambil surat yang ia maksudkan tadi dari saku
jasnya.
Aku
mengambil surat dengan warna pink lembut itu dari tangannya. Menatapnya cukup
lama, entah kenapa aku merasa jika yang memberikan surat ini adalah Jung. Ah
tidak. Tidak mungkin. Dia sudah melupakanku. Ya Tuhan! Yoora cobalah untuk menerima kenyataan jika kau sudah bukan
siapa-siapa lagi baginya dan tolong berhenti menyiksa dirimu sendiri dengan
terus mengharapkannya. Ada banyak pria yang mengantri untuk menjadi kekasihmu
dan diantrian paling depan sudah ada Kyung Soo.
Menggelengkan
kepalaku, aku memutuskan untuk tidak membacanya dulu. Bisa jadi juga surat ini
adalah surat dari penggemar Kyung Soo yang tidak suka padaku dan dia
mengirimkan ancaman melalui surat ini. Atau mungkin ini adalah surat yang
dikirim oleh penggemarku.
Benakku
mendesah jengah, jangan terlalu percaya diri! Kau tidak memiliki penggemar, Kim
Yoora.
Mobil
ini berhenti di pintu masuk Bandara Gimhae. Kurasa ini adalah bandara domestik
Korea karena seingatku, dulu begitu aku tiba di sini nama bandaranya adalah
Incheon. Aku turun dari mobil tanpa menunggu dibukakan pintu, ini bukan saatnya
untuk memainkan peran sebagai seorang putri. Supirku mengeluarkan koperku, ah bukan lebih tepatnya koper Jung yang
kupinjam selama lima hari dari bagasi mobil dan memberikannya padaku.
“Selamat
liburan, Nona. Selamat bersenang-senang.”
“Terima
kasih banyak. Ah jangan sampai ada
surat seperti ini lagi dititipkan untukku. Aku tidak suka. Beritahu resepsionis
itu agar dia memberitahukannya pada si pengirim surat jika aku tidak menerima
hal seperti ini. Silakan temui aku langsung dan jangan mengirimiku surat,”
ujarku dengan tegas.
Supirku
mengangguk mengerti dan membungkuk padaku. Aku melimbai pergi meninggalkannya.
Yang lain mungkin sudah menunggu di dalam.
Aku
melihat Seo Jin sudah menungguku di pintu masuk. Dia merebut koper kecil yang
kubawa lalu ketika dia memperhatikannya cukup lama, dia terkikik pelan.
“Pilihan
yang sangat bagus sekali, Yoora. Aku tahu ini adalah kepergian yang sama sekali
tidak direncanakan dan kita semua tidak memiliki persiapan apapun. Dan kau
memikirkannya dengan baik, dengan meminjam koper Kookie,” ujarnya geli.
Wajahku
memerah begitu saja. “Jangan menggodaku, Oppa.
Hanya lima hari, lagipula inikan terpaksa. Aku tidak akan meminjam
barang-barangnya jika saja keberangkatan ini tidak harus dilakukan hari ini,”
balasku.
“Jangan
seperti itu. Kenapa? Apa kau sudah tidak ingin menunggunya lagi? Ya, aku tahu
selama dua bulan ini Kyung Soo sudah menjadi seseorang yang mendapatkan posisi
tersendiri dihidupmu. Aku tahu, semuanya juga pasti sangat berat untukmu. Aku
ingat dulu, aku tidak terlalu menyukaimu karena kupikir, kau juga akan
menyakiti Kookie seperti yang telah dilakukan oleh Euna. Tapi aku percaya
padamu, aku tidak bisa mengelak. Kau gadis yang baik dan sekarang yang
tersakiti justru adalah kau.”
Aku
diam tidak merespon apapun. Lalu, Seo Jin melanjutkan perkataannya. “Aku juga
cukup kecewa karena dia sama sekali tidak menghubungi kita semua sejak
kepergiannya. Tapi, melihat dari berita yang selama ini kita saksikan di tv,
kemungkinan besar dia tidak menghubungi kita karena dia sangat sibuk dengan
segala aktivitas barunya sebagai seorang CEO perusahaan besar. Dia telah
berhasil melakukan tugas pertamanya untuk menangani pemindahan gedung utama ke
Paris. Lalu setelah itu, kakeknya langsung mengangkatnya menjadi pimpinan baru
JJ Group. Yang kudengar terakhir, dia akan melakukan kerja sama pertamanya
dengan Key Group. Salah satu dari perusahaan besar yang berbasis di Eropa.
Perusahaan milik Kookie meski gedung utama telah dipindahkan, tetap berbasis di
Asia sama seperti perusahaan milik keluarga Jimin. Aku yakin kau tidak terlalu
buta tentang urusan bisnis mengingat siapa pamanmu dan apa pekerjaannya,”
jelasnya.
Aku
mengangguk pada akhirnya. “Aku mengerti, Oppa.
Mengerti sekali. Segalanya berubah begitu cepat. Rasanya baru kemarin aku mengenalnya,
menerimanya menjadi pacarku, jatuh cinta padanya, dan akhirnya dia pergi.
Sekarang, tahu-tahu dia sudah menjadi seorang CEO. Itu justru membuatku merasa
semakin kecil. Sekarang sudah tidak penting lagi tentang aku. Aku sadar dan
mengerti, mungkin oranglain juga akan mengerti. Pria seperti dia tidak mungkin
bersama gadis seperti aku. Semua orangtahu siapa aku dan apa statusku. Aku tak
cukup baik untuknya, Oppa. Aku sudah
menjadi masalalunya.”
“Hey,
Jin Hyung apa yang kau lakukan pada
Yoora? Kenapa dia terlihat sedih seperti itu?” celetuk Taehyung.
Aku
terkekeh pelan. “Tidak ada, Oppa.
Semuanya baik-baik saja. Kalau begitu kurasa kita bisa berangkat sekarang.”
Dua
orang pramugari mengantar kami semua memasuki pesawat. Jin Hwa dan Euna bahkan
tidak membawa apapun, mungkin mereka akan membeli di sana. Ya ampun, ini
benar-benar dadakan sekali.
Aku
duduk di sebelah Yoon Gi. Diantara mereka berenam, aku paling tidak dekat
dengan Yoon Gi karena dia tidak terlalu pandai bahasa inggris, kami jarang
mengobrol.
“Aku
jamin kali ini kau tidak akan terserang jet
lag karena kita hanya terbang selama satu jam,” ujarnya.
Aku
meliriknya sekilas dan mengangguk. “Oppa,
menurutmu apa kita akan berhasil?”
Aku
menunggu beberapa detik hingga akhirnya dia menjawab. “Kita lihat saja nanti,
Ms Amerika. Seperti yang tadi Nam Joon katakan, jika kita tak mencoba kita tidak
akan pernah tahu hasilnya.”
“Aku
yakin, Jimin Oppa tidak akan keluar
dari Bangtan.”
“Tidak,
aku bahkan belum bisa menerima jika Kookie benar-benar pergi meninggalkan kami,
keadaan mungkin terlihat baik-baik saja dari depan, tapi sebenarnya, tidak
satupun dari kami yang sudah berhasil menerima jika Kookie sudah tidak lagi
menjadi bagian dari Bangtan. Hanya saja kami tidak menunjukkannya.”
“Meski
kalian tidak menunjukkannya secara langsung, tapi bagi orang-orang yang mampu
mengerti dan membaca situasi dengan baik, dia
pasti akan tahu jika kalian mengalami masa-masa berat kehilangan dia
dari Bangtan, apalagi kalian sudah bersama-sama sejak awal.”
“Ah
sebenarnya, kami semua tidak saling mengenal sejak kami kecil, Yoora.”
Aku
terkikik pelan mengingat kebohongan mereka waktu itu. “Ya, Oppa. Tentu saja aku sudah tahu. Kalian berbohong karena memilih
jalan paling aman dan aku bisa memakluminya,” jelasku.
“Dan,
bagaimana keadaanmu sekarang, Yoora?”
Aku
menatapnya bingung. “Keadaanku? Aku baik-baik saja.”
“Aku
tahu kau sehat dan baik-baik saja, yang kutanyakan adalah bagaimana keadaan
hatimu?”
Aku
tersenyum padanya. “Baik, Oppa.
Semuanya sudah baik-baik saja sekarang. Aku sudah menerima kenyataan.”
“Semuanya
akan membaik, Yoora. Percayalah, Tuhan tidak akan menguji seseorang melebihi
dari kemampuan yang dia miliki. Kau gadis yang kuat dan Tuhan ingin menguji
rasa cintamu untuk Kookie.”
Aku
tersenyum sendu, aku selalu merasa rapuh dan lemah jika membahas masalah ini. “Ya,
Oppa. Aku mengerti.”[]
KEMBARAN :D
HYE NI :)
EUNA :)
JIN HWA :*
PACARS :*
JIMINNIE :*
Itu, Yoora nyanyi lagu apa? *kepo abis*
BalasHapusitu lagu gavy nj - sunflower.. cari dehhh lagunyaaa bagusss betsss :*
Hapus