Senin, 06 Juli 2015

INTO HIS WORLD BAB 2


WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!



BAB 2


“Jadi, dia orang korea tapi tak bisa bahasa korea?”
“Maklumlah, dia besar di Amerika. Dia datang kesini untuk menemui orangtuanya, lebih tepatnya ayahnya.”
“Apa kau menjamin jika dia tak akan menimbulkan masalah untuk kita?”
“Aku yang bertanggung jawab untuk menjaganya, aku yakin besok dia akan sembuh dan aku akan langsung mengantarnya ke apartemennya.”
“Baiklah, kita akan membiarkanmu merawatnya malam ini. Siapa nama gadis itu?”
“Yoora.”
Aku membuka mataku setelah aku merasa jika orang yang sedari tadi diajak biacara oleh Jung sudah pergi dari ruangan ini. Aku tertidur di sisa perjalanan menuju rumah mereka dan ketika terbangun aku sudah ada di sebuah kamar yang nyaman. Meski tentu kamarku di rumah paman jauh lebih nyaman dibanding di sini.
“Aku tahu kau sejak tadi menguping. Aku sudah menyiapkan advil dan tea herbal untukmu. Cepat kau minum dan kembalilah tidur. Nanti aku akan membangunkanmu. Kau harus berkenalan dengan semua penghuni rumah ini.”
“Apa ada lagi selain kalian bertiga dan yang tadi itu siapa? Kau tak usah khawatir tentang aku yang menguping pembicaraan kalian karena aku sama sekali tak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan.”
“Nanti kau akan tahu sendiri, sekarang, minum obatmu dan kembalilah tidur. Atau kau akan merasa lebih buruk lagi.”
Aku tak lagi menjawabnya dan memutuskan untuk meminum obat itu dan tea herbalku. Lalu kembali membungkus tubuhku dengan selimut hangat.
“Apa ini kamarmu?”
Jung menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Aku melihatnya mengangguk samar sebelum menghilang dibalik pintu kayu itu.
Tidurku terusik saat merasakan getaran di saku celana jeansku. Ah ya Tuhan, aku lupa menghubungi Jessy. Aku meraih ponselku dan ternyata benar, nama Jessica tertera di layar ponselku.
Apa kau sudah gila hah? Bagaimana kau bisa tak menghubungi kami? Aku sudah nyaris mati karena khawatir memikirkanmu di sini, dasar bodoh.” Aku mengiris saat mendengar teriakkannya disebrang sana.
“Maafkan aku, Jessy. Aku terserang jet lag dan sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik dari beberapa jam yang lalu. Aku sudah sampai di Seoul dengan aman dan selamat, aku bertemu dengan seorang yang baik hati ketika di pesawat dan dia bersedia untuk membantuku,” setelah aku memohon padanya dan memberikannya penawaran untuk mengabulkan tiga permintaannya. Sambungku dalam hati.
Aku mendengar Jessy mendesah lega di sana. “Kau tahu, aku sangat mencemaskanmu, Yoora. Jadi, sekarang keadaanmu sudah membaik? Dan siapa orang itu? Apa dia ada di dekatmu sekarang? Aku ingin bicara dengannya.
“Tidak, dia sedang tak ada di sini. Ya, sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik. Denyutan di kepalaku sudah berkurang. Kau tenang saja, aku akan baik-baik saja. Seminggu lagi, kau akan menyusulku kemari, hadapi ujianmu dan buatlah paman bangga dengan hasilnya. Oke?”
Tentu saja, aku akan melakukannya. Dan kau sudah harus masuk ke sekolah barumu besok lusa apa kau sudah tahu?
“Apa? Kau serius? Ya Tuhan, harusnya aku masuk minggu depan. Aku bahkan belum mempunyai pengetahuan tentang jalan di sini.”
Kau tenang saja, semuanya sudah diurus oleh ayahku. Kau hanya tinggal masuk, semua keperluanmu sudah rapi di apartemen barumu. Buku, seragam, sepatu, tas, makanan instan jika kau tak sempat membeli makanan di luar nanti. Oh dan kau harus mencari rumah seseorang yang bernama Choi Dong Sun atau mungkin kau bisa mendatangi Livid Enterprises. Dia yang akan membantumu nanti dan tadi ayah memberitahuku kalau orang bernama Choi Dong Sun itu memiliki seorang putra dan dia satu sekolah denganmu. Pria itu tampan dan aku yakin kau akan menyukainya.” Dia terkikik geli dengan ucapannya. Aku yakin dia sedang membayangkan hal-hal bodoh di kepalanya.
“Aku tak akan menyukai anak dari orang itu. Dia adalah orang yang akan membantuku mana mungkin aku jatuh cinta pada putranya, itu sangat tidak sopan. Lagipula aku sudah menyukai orang lain sekarang.”
Apa? Benarkah? Ini baru kejutan. Siapa dia? Aku tak percaya kau bisa menyukai seseorang dalam waktu yang sangat singkat.
Aku memutar bola mataku. “Dia teman dari pria yang telah menolongku. Dia ramah dan baik sekali. Dia juga tampan. Ya ampun, kau juga pasti akan jatuh hati jika kau bertemu dengannya langsung.”
Ya Tuhan, kau menyukai temannya orang itu. Sulit dipercaya, harusnya kau jatuh cinta pada orang yang menolongmu bukannya malah menyukai temannya.
“Kau hanya tidak tahu, betapa menyebalkannya orang yang menolongku itu. Dia hanya bisa mengejekku dan mengataiku saja. Dia selalu membuatku kesal dan temannya itu sangat berbeda dengannya, dia sopan, manis, ramah, dan tampan. Paket komplitkan?”
Jessy tertawa lebar diujung sana. “Ya ya, terserah padamu saja, Yoora. Yang jelas kau harus mempertemukanku dengan pria yang kau sukai itu. Oke?
“Tentu saja, aku akan mengenalkannya padamu nanti dan kuharap kau tak ikut-ikutan menyukainya.” Dia kembali tertawa.
Tidak, aku tak akan menyukai pria dari korea, aku selalu memimpikan pangeran dari Inggris, kau tahu.
“Bermimpilah terus, mana ada pangeran yang mau dengan gadis tak waras sepertimu.” Aku mendengarnya berdecak kesal.
Dasar bodoh, aku akan membuktikannya padamu kalau aku akan mendapatkan seorang pangeran nanti, jika bukan dari Inggris, korea mungkin tak terlalu buruk, kurasa.” Aku terkekeh mendengar ucapannya. Dia bahkan lebih gila dari aku.
“Terserah, kurasa aku harus melalukan beberapa hal. Jadi, kau harus menutup telepon sekarang juga.”
Baiklah, aku senang kau baik-baik saja, jaga dirimu. Bye..
Sambungan terputus dan aku meletakkan ponselku di atas kasur Jung begitu saja.   
Kakiku melangkah di atas lantai marmer yang membeku. Rumah ini besar dan sepi, kemana semua penghuninya? Aku mengedarkan pandanganku dan menyadari bahwa ini adalah rumah yang sangat indah. Kurasa, Jung memang hanya tinggal dengan saudara-saudaranya itu. Aku tak menjumpai satupun foto keluarga yang tergantung di dinding sejak aku keluar dari kamar yang letaknya ada di lantai dua.
Aku tak pernah menjumpai design rumah seperti ini sebelumnya, sederhana tapi sangat indah dan nyaman. Samar-samar telingaku menangkap suara musik, apa Jung memiliki band? Mungkin saja, ah ya ampun, aku baru sadar kalau aku sama sekali belum melihat seperti apa wajah Jung. Sebelum aku tertidur tadi dia masih mengenakan masker dan kupluknya. Mataku melirik jam yang tergantung di dinding ruang santai ini dan sekarang sudah subuh, kurasa aku bisa berbaik hati membuatkan mereka sarapan. Hitung-hitung aku balas budi karena mereka telah bersedia untuk membiarkanku tinggal di rumah mereka dan merawatku.
Kakiku kembali melangkah, menghiraukan suara musik yang berdentum cukup keras itu, lagipula aku tak mengerti lagu tentang apa itu kecuali dibagian ‘say what you want’-nya. Senyuman di wajahku mengembang begitu aku berhasil menemukan dapurnya, oh ini dapur cantik, minimalis dan tertata dengan rapi. Apa mereka memiliki pelayan panggilan? Bisa jadi, aku yakin Jung dan saudara-saudaranya itu tidak bisa memasak. Hal yang bisa dimaklumi.
Aku membuka lemari es ukuran raksasa milik mereka dan menemukan banyak persediaan makanan, apa mereka menyiapkan makanan untuk seumur hidup? Gila, ini banyak sekali, tidak ada celah untuk memasukan apapun lagi, ada daging, ayam, sayur-sayuran, snack, tart, pai, cokelat, dan ini terlihat seperti mereka membeli semua yang ada di pasar swalayan. Ya Tuhan, apa porsi makan mereka begitu banyak hingga harus membuang-buang uang seperti ini? Ini pemborosan namanya.
Aku menggelengkan kepalaku tak habis pikir dan lantas mulai mengambil beberapa bahan untuk menu sarapan hari ini. Aku akan membuat salad sayur dan salad buah. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, dengan makanan sebanyak itu aku tak perlu repot memikirkan harus membuat apa untuk mereka, mungkin aku bisa membuat sup daging juga.
Tanganku memotong-motong sayur untuk dibuat salad dan campuran sup juga. Aku selalu menikmati waktuku memasak seperti ini, bibi Joan, sudah menjadi sosok ibu satu-satunya yang kukenal dan dia sudah menjalankan tugas sebagai seorang ibu dengan sangat baik. Dia mengajariku dan Jessy memasak sejak kami berada di smp. Berhubung aku tak mengenal masakan korea, jadi mau tak mau mereka harus makan masakan khas rumah buatan Yoora.

Sudah satu jam aku ada di dapur dan akhirnya aku bisa menyelesaikan masakanku. “Sampai kapan kau mau bersembunyi? Kau tahu tidak, perbuatanmu itu sangat tidak sopan, mengintip seorang gadis yang sedang memasak? Jika kau ingin melihat, kau bisa langsung kemari, tak perlu sembunyi, seperti pencuri saja, lagipula inikan rumah kalian.” Aku membalikkan tubuhku dan menatap tajam pada Taehyung yang sudah mengawasiku sejak aku memotong-motong sayuran tadi.
Aku tak bisa menahan ledakan tawaku saat melihat wajah salah tingkahnya. Dia tampak kikuk dan gugup. Akhirnya, dia keluar dari balik dinding yang membatasi dapur dan ruang makan, berjalan menghampiriku, dia terlihat berkeringat, mungkin habis lari pagi.
“Jadi, bagaimana kau bisa tahu kalau aku mengawasimu?” Aku kembali tertawa.
“Tentu saja, setiap orang akan tahu jika ada seseorang yang memperhatikannya sedemikian rupa. Lagipula, untuk apa Oppa bersembunyi di sana? Inikan rumahmu. Oppa bisa melakukan apa pun yang Oppa mau.” Dia tersenyum padaku, senyuman yang entah kapan menjadi senyuman kesukaanku.
“Aku tadinya ingin mengambil minum, tapi ada sesuatu yang sangat menarik hingga aku tak jadi mengambil minum karena tiba-tiba saja rasa hausku hilang. Kau suka memasak?”
“Ya, aku suka memasak, bibiku mengajariku sejak aku duduk di kelas satu smp. Tapi, aku minta maaf kalau Oppa tak suka aku memasak di sini, aku pikir aku bisa menyiapkan sarapan untuk kalian sebagai ucapan terima kasih karena kalian sudah berbaik hati padaku semalam. Aku minta maaf karena sudah lancang memasuki dapur kalian.”
“Tidak, tidak perlu, aku suka melihatmu memasak di sini, kami memiliki rumah ini, mengisi penuh lemari es itu dengan makanan, tapi tak ada satu pun wanita yang pernah masuk dan memasak di sini. Biasanya, Jin Hyung yang memasak di sini, masakannya tak terlalu buruk. Aku senang akhirnya ada seorang wanita yang memasak di sini.”
Aku terkejut, tentu saja, aku wanita pertama yang memasak di sini. Gila, kupikir tadinya mereka memiliki pelayan panggilan untuk memasak dan membersihkan rumah ini.
“Kupikir, kalian memiliki pelayan panggilan untuk mengurus semua keperluan kalian, aku tak tahu kalau,” ucapanku terputus begitu saja.
“Sudahlah, lebih baik kita bawa makanan yang terlihat sangat enak itu ke meja makan dan aku akan memanggil yang lain untuk sarapan bersama.” Aku mengangguk padanya dan dia pergi dari hadapanku.
Aku memindahkan mangkuk-mangkuk berisi makanan buatanku ke meja makan, menyiapkan piring, gelas, sendok, garpu, pisau, dan serbet. Kuharap mereka akan suka, sup itu akan enak dimakan dengan salad. Ah, tadi aku juga sudah membuat tea herbal untuk mereka.
Tepat setelah aku menyelesaikan semuanya, Taehyung kembali bersama saudara-saudaranya. Mataku melotot saat melihat berapa banyak pria yang ada di hadapanku saat ini. Tujuh. Tujuh orang bersaudara? Tapi, mereka tak memiliki kemiripan apapun.
Hanya ada tiga wajah yang kukenal, Taehyung, Jung dan Seo Jin. Aku berdehem untuk mencairkan suasana yang entah kapan menjadi tegang dan kaku. “Hai, aku Yoora. Aku ingin mengucapkan terima kasih pada kalian semua yang sudah bersedia menampungku semalam dan merawatku, aku sudah merasa lebih baik sekarang, sebagai ucapan terima kasih aku membuatkan sarapan untuk kalian. Kupikir perkiraanku tak salah karena aku membuat makanan dalam porsi yang banyak.”
“Hei, santailah, kami sudah tahu tentangmu, dan aku Jimin.”
“Hai, Jimin Oppa.” Taehyung terkikik saat aku mengatakan itu.
“Logat bicaramu saat menyebutkan kata Oppa sangat lucu, maaf aku tak bisa menahan tawaku,” ucapnya masih dengan kekehan pelan. Aku memerah malu, kurasa caraku berbicara dalam bahasa mereka akan menjadi sangat buruk. Aku beralih menatap Jung yang masih memakai maskernya, tapi dia sudah tak mengenakan kupluk.
“Heh, apa wajahmu itu sangat jelek hingga kau tak mau membuka maskermu itu. Kita akan sarapan sekarang.” Aku melihat saat tatapannya berubah sedingin es, oh kembalilah dia. Tapi, dia tak membalas perkataanku dan membuka maskernya. Dia menatapku beku dan tanggapan pertamaku melihatnya adalah biasa saja. Dia terlalu percaya diri.
“Kau bahkan tak lebih tampan dari aktor idolaku.” Semua orang tertawa kecuali aku dan Jung.
“Kau sepertinya adalah gadis yang menyenangkan, Yoora. Senang bertemu denganmu. Aku Ho Seok.”
“Aku juga, senang bertemu denganmu, aku Yoon Gi.”
“Kuharap kita bisa berteman, aku Nam Joon.”
“Hai, Oppa. Aku juga senang bisa bertemu dengan kalian semua. Tapi, aku ingin bertanya sesuatu, apa kalian ini bersaudara? Kalian kakak beradik?” Mereka saling melirik satu sama lain dan dahiku berkerut bingung, apa yang susah dari pertanyaanku?
“Tidak, kami bersahabat dari kecil, karena kami sudah dewasa kami memutuskan untuk hidup mandiri, dan di sinilah kami sekarang.” Itu Jung. Dia berjalan mendekatiku ah bukan kurasa dia mendekati meja makannya. “Baiklah, kurasa kita bisa mencicipi masakan gadis amerika ini.”
Aku melotot padanya. “Kalau kau tak mau memakannya, aku tak memaksamu, aku bisa menghabiskannya sendiri dan tolong aku tak suka nada bicaramu menyebutku gadis amerika, walau bagaimana pun juga, aku mirip seperti orang-orang di sini,” balasku sengit.
“Tidak, kau tak akan memakannya sendiri, aku akan menemanimu memakan semuanya, kau tenang saja.” Aku menoleh pada Taehyung yang entah kapan sudah ada di sampingku dan semua rasa kesalku meluap entah kemana.
Entah kenapa, ruang makan ini terasa pas untuk delapan orang, kursinya lebih dua. Aku tersenyum padanya. Ya ampun, dia baik sekali. Mengapa diantara mereka semua aku merasa Taehyunglah yang akan menjadi teman baikku, mungkin pria yang kusukai juga.
Aku bergabung dengan mereka, duduk di hadapan Jung. Wajahnya itu, menyebalkan sekali, setiap aku mengangkat wajahku maka aku akan langsung melihatnya. Dia bahkan tak pernah tersenyum padaku sekalipun.
“Wow, ini seperti masakan ibuku. Ya Tuhan, sup ini enak sekali.” Jimin berdecak kagum dan itu membuatku harus menahan cengiran bodohku.
“Aku setuju, ini juga salad yang luar biasa, apa cita-citamu ingin menjadi seorang koki? Kau cocok sekali untuk profesi itu.” Pria yang mengenalkan dirinya sebagai Ho Seok tersenyum ramah padaku.
“Ah, tidak, aku tak pernah ingin menjadi seorang koki. Ketika aku lulus nanti, aku akan melanjutkan pendidikanku untuk menjadi seorang dokter. Memasak adalah sebuah keahlian yang seharusnya dikuasai oleh semua orang, bukan hanya seorang koki.” Aku kembali memakan saladku.
“Pendapat yang sangat bagus, aku suka. Apa kau berada ditingkat terakhir sekolah?”
Aku kembali beralih menatap Nam Joon. Aku mengangguk sebagai jawabannya. “Ya, rencananya, aku tak ingin melanjutkan sekolahku lagi, karena aku harus menemukan siapa ayahku sebenarnya, tapi paman tak setuju dan dia sudah mendaftarkanku di sekolah baruku, aku akan mulai sekolah besok lusa.” Mereka tampak mengangguk merespon penjelasanku.
“Itu artinya kau satu tingkat dengan Kookie. Dia juga ada di tingkat akhir sekolah sekarang. Kalian akan sama-sama menghadapi ujian.” Seo Jin berkata dengan datar. Kurasa dia pelit mengeluarkan suaranya, jadi dia hanya bicara seadanya, mungkin dia tak terlalu suka aku ada di sini.
“Ngomong-ngomong, dimana kalian meletakkan koperku? Aku harus bersiap-siap untuk pulang ke rumahku.”
“Aku menyimpannya di kamarku. Ayo, aku yakin kau pasti lupa jalan menuju kamar  di mana kau tertidur semalam.” Taehyung merangkulku dan membawaku bersamanya meninggalkan semua orang yang terdiam melihat kami. Apa? Kamarnya? Kukira itu kamar Jung.
“Dia pasti menyukai gadis itu, entah kenapa aku tak percaya jika dia tidak mengenal kita,”
“Tak salah jika dia menyukai Yoora, kurasa dia gadis yang menarik dan aku senang dia tak mengenal kita, karena dengan begitu kita bisa berteman dengannya. Lagipula kurasa dia gadis yang baik,”
“Bagaimana kau bisa menebak seperti itu? Bisa saja, dia hanya berpura-pura. Taetae bodoh, harusnya dia tak langsung menyukai gadis asing seperti itu. Aku harap kita tak akan bertemu dengan dia lagi,”
Hyung, kau tidak bisa mengatakan jika dia berpura-pura seperti itu, dia cantik dan pintar memasak, meski dia tak bisa bahasa korea. Aku juga yakin selain Taehyung, Kookie juga menyukainya, bukan begitu?”
“Apa? Aku tak akan pernah menyukai gadis menyebalkan seperti dia.”
Aku mendengar suara mereka dan aku sama sekali tak mengerti apa yang mereka bicarakan karena mereka bicara dalam bahasa korea. Aku yakin pasti mereka sedang mengolok-olokku.

“Jadi, semalam itu aku tidur di kamar Oppa?”
“Ya, kenapa?”
“Kupikir itu kamar Jung?”
“Ah, dia tak akan membawa seorang gadis ke kamarnya karena dia malu, kau akan sangat terkejut melihat bagaimana kacaunya kamar dia,” ucapnya sambil terkikik.
“Aku mengerti, dia pasti memiliki kamar yang sangat burukkan? Tapi, kamarmu sangat nyaman, Oppa. Terima kasih sudah membiarkanku menginap di sana semalam.”
“Berhentilah berterima kasih, aku senang melakukannya untukmu. Lagipula, aku belum pernah menemui gadis sepertimu selama ini. Aku selalu tak menyukai reaksi setiap gadis yang bertemu denganku, mereka pasti akan mencoba segala cara untuk menarik perhatianku, tapi kau bahkan tak melakukan apapun dan aku justru tertarik padamu,” jelasnya panjang lebar. Tubuhku membeku begitu mendengar akhir perkataannya, dia bilang dia tertarik padaku? Apa pendengaranku sudah mulai terganggu?
Sunyi menemani kami hingga sampai di depan pintu kamarnya. Aku berbalik menghadapnya dan menatapnya. “Aku akan bersiap-siap, aku yakin hari ini akan menjadi hari yang sangat sibuk untukku. Oppa, bisa meninggalkanku sendiri.”
Dia tersenyum lebar dan terlihat geli. “Baik, aku akan meninggalkanmu sendiri, nikmati waktumu, nanti jika kau sudah selesai, kau bisa menemui kami di ruang santai. Oke?”
Aku mengangguk sebagai jawabannya, tanganku dengan cepat meraih kunci pintu dan menyelipkan tubuhku masuk ke dalam kamarnya. Aku menekan dadaku, entah apa yang sudah terjadi hingga membuat jantungku berdebar-debar dengan begitu kencang. Aku terkejut saat mendapati nafasku terdengar seperti habis lari marathon. Ya ampun, ada apa ini? Aku menggelengkan kepalaku untuk kembali ke realitas dan dengan cepat mengeluarkan handuk dari koperku lalu masuk ke kamar mandi Taehyung.
Dia memiliki kamar mandi yang sangat bagus, Jacuzzi-nya seolah memanggilku untuk masuk dan berendam di sana. Kalau saja aku tak ingat jika mandi di Jacuzzi orang lain bukanlah hal yang sopan aku pasti sudah masuk ke dalamnya. Kamar mandinya berbau aroma terapi lavender, itu sangat menenangkan. Aku bisa menghabiskan seharian di sini dan menikmati waktuku sendiri, tapi kembali lagi, aku harus membereskan apartemenku yang aku sendiri tak tahu di mana tempatnya.

Aku selesai dengan diriku setelah satu jam dan menarik koperku keluar dari kamar Taehyung. Semua orang ada di ruang santai begitu aku tiba di sana dengan koper besarku. Mereka serentak menatap ke arahku. Dan tatapan paling menyebalkan adalah tatapan Jung. Aku tak mau memanggilnya Oppa karena kita seumuran.
“Aku membaca alamat apartemenmu dan aku tak percaya kau tinggal di apartemen yang ada di kawasan Gangnam.”
“Apa itu Gangnam? Nama apartemen tempatku akan tinggal adalah Gangnam?” Jung berdecak kesal.
“Dasar bodoh, kita tinggal dikawasan yang sama. Kau tinggal berjalan kaki sepuluh menit dari sini dan kau akan sampai di tempat tinggalmu. Siapa yang membelikanmu apartemen itu?”
“Kau tak perlu tahu siapa yang membelikanku, itu bukan urusanmu. Sekarang, cepat antar aku. Kau sudah berjanji kemarin kan!”
“Yoora, aku yang akan mengantarmu.” Aku menatap Taehyung tak percaya.
“Tidak, kemarin Jung sudah berjanji untuk mengantarku, dia harus menepati janjinya itu.”
“Baik, aku akan menepati janjiku, ayo!”
Aku menatapnya tajam, dasar pria es menyebalkan. Dia merubah pagi cerahku menjadi pagi berbadai.
“Baiklah, terima kasih banyak karena sudah membantuku, aku sendirian di kota ini dan bertemu dengan kalian adalah keajaiban dari Tuhan, aku senang bisa mengenal orang-orang baik seperti kalian, aku harap kita bisa berteman dengan baik. Seo Jin Oppa, Jimin Oppa, Ho Seok Oppa, Nam Joon Oppa, Yoon Gi Oppa, dan Taehyung Oppa terima kasih.” Cukup lelah menyebutkan nama mereka satu persatu.
“Di korea kau harus membungkuk untuk mengucapkan terima kasih atau meminta maaf.” Itu suara Jung. Bola mataku terputar tanpa bisa kucegah, tanpa membalas perkataannya aku membungkukkan tubuhku sebagai ucapan terima kasih.
“Sampai bertemu lagi, Yoora.” Aku tersenyum pada Yoon Gi.
Aku menarik koperku mengikuti Jung meninggalkan ruang santai rumah mereka.[]




Jessica
Oppars :*

Yoora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar