WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
BAB 2
“Jadi,
dia orang korea tapi tak bisa bahasa korea?”
“Maklumlah,
dia besar di Amerika. Dia datang kesini untuk menemui orangtuanya, lebih
tepatnya ayahnya.”
“Apa
kau menjamin jika dia tak akan menimbulkan masalah untuk kita?”
“Aku
yang bertanggung jawab untuk menjaganya, aku yakin besok dia akan sembuh dan
aku akan langsung mengantarnya ke apartemennya.”
“Baiklah,
kita akan membiarkanmu merawatnya malam ini. Siapa nama gadis itu?”
“Yoora.”
Aku
membuka mataku setelah aku merasa jika orang yang sedari tadi diajak biacara
oleh Jung sudah pergi dari ruangan ini. Aku tertidur di sisa perjalanan menuju
rumah mereka dan ketika terbangun aku sudah ada di sebuah kamar yang nyaman.
Meski tentu kamarku di rumah paman jauh lebih nyaman dibanding di sini.
“Aku
tahu kau sejak tadi menguping. Aku sudah menyiapkan advil dan tea herbal
untukmu. Cepat kau minum dan kembalilah tidur. Nanti aku akan membangunkanmu. Kau
harus berkenalan dengan semua penghuni rumah ini.”
“Apa
ada lagi selain kalian bertiga dan yang tadi itu siapa? Kau tak usah khawatir
tentang aku yang menguping pembicaraan kalian karena aku sama sekali tak
mengerti apa yang sedang kalian bicarakan.”
“Nanti
kau akan tahu sendiri, sekarang, minum obatmu dan kembalilah tidur. Atau kau
akan merasa lebih buruk lagi.”
Aku
tak lagi menjawabnya dan memutuskan untuk meminum obat itu dan tea herbalku.
Lalu kembali membungkus tubuhku dengan selimut hangat.
“Apa
ini kamarmu?”
Jung
menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Aku melihatnya mengangguk samar
sebelum menghilang dibalik pintu kayu itu.
Tidurku
terusik saat merasakan getaran di saku celana jeansku. Ah ya Tuhan, aku lupa
menghubungi Jessy. Aku meraih ponselku dan ternyata benar, nama Jessica tertera
di layar ponselku.
“Apa kau sudah gila hah? Bagaimana kau bisa
tak menghubungi kami? Aku sudah nyaris mati karena khawatir memikirkanmu di
sini, dasar bodoh.” Aku mengiris saat mendengar teriakkannya disebrang
sana.
“Maafkan
aku, Jessy. Aku terserang jet lag dan
sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik dari beberapa jam yang lalu. Aku
sudah sampai di Seoul dengan aman dan selamat, aku bertemu dengan seorang yang
baik hati ketika di pesawat dan dia bersedia untuk membantuku,” setelah aku memohon padanya dan
memberikannya penawaran untuk mengabulkan tiga permintaannya. Sambungku
dalam hati.
Aku
mendengar Jessy mendesah lega di sana. “Kau
tahu, aku sangat mencemaskanmu, Yoora. Jadi, sekarang keadaanmu sudah membaik?
Dan siapa orang itu? Apa dia ada di dekatmu sekarang? Aku ingin bicara
dengannya.”
“Tidak,
dia sedang tak ada di sini. Ya, sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik.
Denyutan di kepalaku sudah berkurang. Kau tenang saja, aku akan baik-baik saja.
Seminggu lagi, kau akan menyusulku kemari, hadapi ujianmu dan buatlah paman bangga
dengan hasilnya. Oke?”
“Tentu saja, aku akan melakukannya. Dan kau
sudah harus masuk ke sekolah barumu besok lusa apa kau sudah tahu?”
“Apa?
Kau serius? Ya Tuhan, harusnya aku masuk minggu depan. Aku bahkan belum
mempunyai pengetahuan tentang jalan di sini.”
“Kau tenang saja, semuanya sudah diurus oleh
ayahku. Kau hanya tinggal masuk, semua keperluanmu sudah rapi di apartemen
barumu. Buku, seragam, sepatu, tas, makanan instan jika kau tak sempat membeli
makanan di luar nanti. Oh dan kau harus mencari rumah seseorang yang bernama
Choi Dong Sun atau mungkin kau bisa mendatangi Livid Enterprises. Dia yang akan
membantumu nanti dan tadi ayah memberitahuku kalau orang bernama Choi Dong Sun
itu memiliki seorang putra dan dia satu sekolah denganmu. Pria itu tampan dan
aku yakin kau akan menyukainya.” Dia terkikik geli dengan ucapannya. Aku
yakin dia sedang membayangkan hal-hal bodoh di kepalanya.
“Aku
tak akan menyukai anak dari orang itu. Dia adalah orang yang akan membantuku
mana mungkin aku jatuh cinta pada putranya, itu sangat tidak sopan. Lagipula
aku sudah menyukai orang lain sekarang.”
“Apa? Benarkah? Ini baru kejutan. Siapa dia?
Aku tak percaya kau bisa menyukai seseorang dalam waktu yang sangat singkat.”
Aku
memutar bola mataku. “Dia teman dari pria yang telah menolongku. Dia ramah dan
baik sekali. Dia juga tampan. Ya ampun, kau juga pasti akan jatuh hati jika kau
bertemu dengannya langsung.”
“Ya Tuhan, kau menyukai temannya orang itu.
Sulit dipercaya, harusnya kau jatuh cinta pada orang yang menolongmu bukannya
malah menyukai temannya.”
“Kau
hanya tidak tahu, betapa menyebalkannya orang yang menolongku itu. Dia hanya
bisa mengejekku dan mengataiku saja. Dia selalu membuatku kesal dan temannya
itu sangat berbeda dengannya, dia sopan, manis, ramah, dan tampan. Paket
komplitkan?”
Jessy
tertawa lebar diujung sana. “Ya ya,
terserah padamu saja, Yoora. Yang jelas kau harus mempertemukanku dengan pria
yang kau sukai itu. Oke?”
“Tentu
saja, aku akan mengenalkannya padamu nanti dan kuharap kau tak ikut-ikutan
menyukainya.” Dia kembali tertawa.
“Tidak, aku tak akan menyukai pria dari
korea, aku selalu memimpikan pangeran dari Inggris, kau tahu.”
“Bermimpilah
terus, mana ada pangeran yang mau dengan gadis tak waras sepertimu.” Aku
mendengarnya berdecak kesal.
“Dasar bodoh, aku akan membuktikannya padamu
kalau aku akan mendapatkan seorang pangeran nanti, jika bukan dari Inggris,
korea mungkin tak terlalu buruk, kurasa.” Aku terkekeh mendengar ucapannya.
Dia bahkan lebih gila dari aku.
“Terserah,
kurasa aku harus melalukan beberapa hal. Jadi, kau harus menutup telepon sekarang
juga.”
“Baiklah, aku senang kau baik-baik saja, jaga
dirimu. Bye..”
Sambungan
terputus dan aku meletakkan ponselku di atas kasur Jung begitu saja.
Kakiku
melangkah di atas lantai marmer yang membeku. Rumah ini besar dan sepi, kemana
semua penghuninya? Aku mengedarkan pandanganku dan menyadari bahwa ini adalah
rumah yang sangat indah. Kurasa, Jung memang hanya tinggal dengan
saudara-saudaranya itu. Aku tak menjumpai satupun foto keluarga yang tergantung
di dinding sejak aku keluar dari kamar yang letaknya ada di lantai dua.
Aku
tak pernah menjumpai design rumah seperti ini sebelumnya, sederhana tapi sangat
indah dan nyaman. Samar-samar telingaku menangkap suara musik, apa Jung
memiliki band? Mungkin saja, ah ya ampun, aku baru sadar kalau aku sama sekali
belum melihat seperti apa wajah Jung. Sebelum aku tertidur tadi dia masih
mengenakan masker dan kupluknya. Mataku melirik jam yang tergantung di dinding
ruang santai ini dan sekarang sudah subuh, kurasa aku bisa berbaik hati
membuatkan mereka sarapan. Hitung-hitung aku balas budi karena mereka telah
bersedia untuk membiarkanku tinggal di rumah mereka dan merawatku.
Kakiku
kembali melangkah, menghiraukan suara musik yang berdentum cukup keras itu,
lagipula aku tak mengerti lagu tentang apa itu kecuali dibagian ‘say what you want’-nya. Senyuman di wajahku
mengembang begitu aku berhasil menemukan dapurnya, oh ini dapur cantik,
minimalis dan tertata dengan rapi. Apa mereka memiliki pelayan panggilan? Bisa
jadi, aku yakin Jung dan saudara-saudaranya itu tidak bisa memasak. Hal yang
bisa dimaklumi.
Aku
membuka lemari es ukuran raksasa milik mereka dan menemukan banyak persediaan
makanan, apa mereka menyiapkan makanan untuk seumur hidup? Gila, ini banyak
sekali, tidak ada celah untuk memasukan apapun lagi, ada daging, ayam,
sayur-sayuran, snack, tart, pai,
cokelat, dan ini terlihat seperti mereka membeli semua yang ada di pasar
swalayan. Ya Tuhan, apa porsi makan mereka begitu banyak hingga harus
membuang-buang uang seperti ini? Ini pemborosan namanya.
Aku
menggelengkan kepalaku tak habis pikir dan lantas mulai mengambil beberapa
bahan untuk menu sarapan hari ini. Aku akan membuat salad sayur dan salad buah.
Tapi setelah dipikir-pikir lagi, dengan makanan sebanyak itu aku tak perlu
repot memikirkan harus membuat apa untuk mereka, mungkin aku bisa membuat sup
daging juga.
Tanganku
memotong-motong sayur untuk dibuat salad dan campuran sup juga. Aku selalu
menikmati waktuku memasak seperti ini, bibi Joan, sudah menjadi sosok ibu
satu-satunya yang kukenal dan dia sudah menjalankan tugas sebagai seorang ibu
dengan sangat baik. Dia mengajariku dan Jessy memasak sejak kami berada di smp.
Berhubung aku tak mengenal masakan korea, jadi mau tak mau mereka harus makan
masakan khas rumah buatan Yoora.
Sudah
satu jam aku ada di dapur dan akhirnya aku bisa menyelesaikan masakanku.
“Sampai kapan kau mau bersembunyi? Kau tahu tidak, perbuatanmu itu sangat tidak
sopan, mengintip seorang gadis yang sedang memasak? Jika kau ingin melihat, kau
bisa langsung kemari, tak perlu sembunyi, seperti pencuri saja, lagipula inikan
rumah kalian.” Aku membalikkan tubuhku dan menatap tajam pada Taehyung yang
sudah mengawasiku sejak aku memotong-motong sayuran tadi.
Aku
tak bisa menahan ledakan tawaku saat melihat wajah salah tingkahnya. Dia tampak
kikuk dan gugup. Akhirnya, dia keluar dari balik dinding yang membatasi dapur
dan ruang makan, berjalan menghampiriku, dia terlihat berkeringat, mungkin
habis lari pagi.
“Jadi,
bagaimana kau bisa tahu kalau aku mengawasimu?” Aku kembali tertawa.
“Tentu
saja, setiap orang akan tahu jika ada seseorang yang memperhatikannya
sedemikian rupa. Lagipula, untuk apa Oppa
bersembunyi di sana? Inikan rumahmu. Oppa
bisa melakukan apa pun yang Oppa
mau.” Dia tersenyum padaku, senyuman yang entah kapan menjadi senyuman
kesukaanku.
“Aku
tadinya ingin mengambil minum, tapi ada sesuatu yang sangat menarik hingga aku
tak jadi mengambil minum karena tiba-tiba saja rasa hausku hilang. Kau suka
memasak?”
“Ya,
aku suka memasak, bibiku mengajariku sejak aku duduk di kelas satu smp. Tapi,
aku minta maaf kalau Oppa tak suka
aku memasak di sini, aku pikir aku bisa menyiapkan sarapan untuk kalian sebagai
ucapan terima kasih karena kalian sudah berbaik hati padaku semalam. Aku minta
maaf karena sudah lancang memasuki dapur kalian.”
“Tidak,
tidak perlu, aku suka melihatmu memasak di sini, kami memiliki rumah ini,
mengisi penuh lemari es itu dengan makanan, tapi tak ada satu pun wanita yang
pernah masuk dan memasak di sini. Biasanya, Jin Hyung yang memasak di sini, masakannya tak terlalu buruk. Aku
senang akhirnya ada seorang wanita yang memasak di sini.”
Aku
terkejut, tentu saja, aku wanita pertama yang memasak di sini. Gila, kupikir
tadinya mereka memiliki pelayan panggilan untuk memasak dan membersihkan rumah
ini.
“Kupikir,
kalian memiliki pelayan panggilan untuk mengurus semua keperluan kalian, aku
tak tahu kalau,” ucapanku terputus begitu saja.
“Sudahlah,
lebih baik kita bawa makanan yang terlihat sangat enak itu ke meja makan dan
aku akan memanggil yang lain untuk sarapan bersama.” Aku mengangguk padanya dan
dia pergi dari hadapanku.
Aku
memindahkan mangkuk-mangkuk berisi makanan buatanku ke meja makan, menyiapkan
piring, gelas, sendok, garpu, pisau, dan serbet. Kuharap mereka akan suka, sup
itu akan enak dimakan dengan salad. Ah, tadi aku juga sudah membuat tea herbal
untuk mereka.
Tepat
setelah aku menyelesaikan semuanya, Taehyung kembali bersama
saudara-saudaranya. Mataku melotot saat melihat berapa banyak pria yang ada di
hadapanku saat ini. Tujuh. Tujuh orang bersaudara? Tapi, mereka tak memiliki
kemiripan apapun.
Hanya
ada tiga wajah yang kukenal, Taehyung, Jung dan Seo Jin. Aku berdehem untuk
mencairkan suasana yang entah kapan menjadi tegang dan kaku. “Hai, aku Yoora.
Aku ingin mengucapkan terima kasih pada kalian semua yang sudah bersedia
menampungku semalam dan merawatku, aku sudah merasa lebih baik sekarang,
sebagai ucapan terima kasih aku membuatkan sarapan untuk kalian. Kupikir
perkiraanku tak salah karena aku membuat makanan dalam porsi yang banyak.”
“Hei,
santailah, kami sudah tahu tentangmu, dan aku Jimin.”
“Hai,
Jimin Oppa.” Taehyung terkikik saat
aku mengatakan itu.
“Logat
bicaramu saat menyebutkan kata Oppa
sangat lucu, maaf aku tak bisa menahan tawaku,” ucapnya masih dengan kekehan
pelan. Aku memerah malu, kurasa caraku berbicara dalam bahasa mereka akan
menjadi sangat buruk. Aku beralih menatap Jung yang masih memakai maskernya,
tapi dia sudah tak mengenakan kupluk.
“Heh,
apa wajahmu itu sangat jelek hingga kau tak mau membuka maskermu itu. Kita akan
sarapan sekarang.” Aku melihat saat tatapannya berubah sedingin es, oh
kembalilah dia. Tapi, dia tak membalas perkataanku dan membuka maskernya. Dia
menatapku beku dan tanggapan pertamaku melihatnya adalah biasa saja. Dia terlalu percaya diri.
“Kau
bahkan tak lebih tampan dari aktor idolaku.” Semua orang tertawa kecuali aku
dan Jung.
“Kau
sepertinya adalah gadis yang menyenangkan, Yoora. Senang bertemu denganmu. Aku Ho
Seok.”
“Aku
juga, senang bertemu denganmu, aku Yoon Gi.”
“Kuharap
kita bisa berteman, aku Nam Joon.”
“Hai,
Oppa. Aku juga senang bisa bertemu
dengan kalian semua. Tapi, aku ingin bertanya sesuatu, apa kalian ini
bersaudara? Kalian kakak beradik?” Mereka saling melirik satu sama lain dan
dahiku berkerut bingung, apa yang susah dari pertanyaanku?
“Tidak,
kami bersahabat dari kecil, karena kami sudah dewasa kami memutuskan untuk
hidup mandiri, dan di sinilah kami sekarang.” Itu Jung. Dia berjalan
mendekatiku ah bukan kurasa dia mendekati meja makannya. “Baiklah, kurasa kita
bisa mencicipi masakan gadis amerika ini.”
Aku
melotot padanya. “Kalau kau tak mau memakannya, aku tak memaksamu, aku bisa
menghabiskannya sendiri dan tolong aku tak suka nada bicaramu menyebutku gadis
amerika, walau bagaimana pun juga, aku mirip seperti orang-orang di sini,”
balasku sengit.
“Tidak,
kau tak akan memakannya sendiri, aku akan menemanimu memakan semuanya, kau
tenang saja.” Aku menoleh pada Taehyung yang entah kapan sudah ada di sampingku
dan semua rasa kesalku meluap entah kemana.
Entah
kenapa, ruang makan ini terasa pas untuk delapan orang, kursinya lebih dua. Aku
tersenyum padanya. Ya ampun, dia baik sekali. Mengapa diantara mereka semua aku
merasa Taehyunglah yang akan menjadi teman baikku, mungkin pria yang kusukai
juga.
Aku
bergabung dengan mereka, duduk di hadapan Jung. Wajahnya itu, menyebalkan
sekali, setiap aku mengangkat wajahku maka aku akan langsung melihatnya. Dia
bahkan tak pernah tersenyum padaku sekalipun.
“Wow,
ini seperti masakan ibuku. Ya Tuhan, sup ini enak sekali.” Jimin berdecak kagum
dan itu membuatku harus menahan cengiran bodohku.
“Aku
setuju, ini juga salad yang luar biasa, apa cita-citamu ingin menjadi seorang
koki? Kau cocok sekali untuk profesi itu.” Pria yang mengenalkan dirinya
sebagai Ho Seok tersenyum ramah padaku.
“Ah,
tidak, aku tak pernah ingin menjadi seorang koki. Ketika aku lulus nanti, aku
akan melanjutkan pendidikanku untuk menjadi seorang dokter. Memasak adalah
sebuah keahlian yang seharusnya dikuasai oleh semua orang, bukan hanya seorang
koki.” Aku kembali memakan saladku.
“Pendapat
yang sangat bagus, aku suka. Apa kau berada ditingkat terakhir sekolah?”
Aku
kembali beralih menatap Nam Joon. Aku mengangguk sebagai jawabannya. “Ya,
rencananya, aku tak ingin melanjutkan sekolahku lagi, karena aku harus
menemukan siapa ayahku sebenarnya, tapi paman tak setuju dan dia sudah
mendaftarkanku di sekolah baruku, aku akan mulai sekolah besok lusa.” Mereka
tampak mengangguk merespon penjelasanku.
“Itu
artinya kau satu tingkat dengan Kookie. Dia juga ada di tingkat akhir sekolah sekarang.
Kalian akan sama-sama menghadapi ujian.” Seo Jin berkata dengan datar. Kurasa
dia pelit mengeluarkan suaranya, jadi dia hanya bicara seadanya, mungkin dia
tak terlalu suka aku ada di sini.
“Ngomong-ngomong,
dimana kalian meletakkan koperku? Aku harus bersiap-siap untuk pulang ke
rumahku.”
“Aku
menyimpannya di kamarku. Ayo, aku yakin kau pasti lupa jalan menuju kamar di mana kau tertidur semalam.” Taehyung
merangkulku dan membawaku bersamanya meninggalkan semua orang yang terdiam
melihat kami. Apa? Kamarnya? Kukira itu kamar Jung.
“Dia
pasti menyukai gadis itu, entah kenapa aku tak percaya jika dia tidak mengenal
kita,”
“Tak
salah jika dia menyukai Yoora, kurasa dia gadis yang menarik dan aku senang dia
tak mengenal kita, karena dengan begitu kita bisa berteman dengannya. Lagipula
kurasa dia gadis yang baik,”
“Bagaimana
kau bisa menebak seperti itu? Bisa saja, dia hanya berpura-pura. Taetae bodoh,
harusnya dia tak langsung menyukai gadis asing seperti itu. Aku harap kita tak
akan bertemu dengan dia lagi,”
“Hyung, kau tidak bisa mengatakan jika
dia berpura-pura seperti itu, dia cantik dan pintar memasak, meski dia tak bisa
bahasa korea. Aku juga yakin selain Taehyung, Kookie juga menyukainya, bukan
begitu?”
“Apa?
Aku tak akan pernah menyukai gadis menyebalkan seperti dia.”
Aku
mendengar suara mereka dan aku sama sekali tak mengerti apa yang mereka
bicarakan karena mereka bicara dalam bahasa korea. Aku yakin pasti mereka
sedang mengolok-olokku.
“Jadi,
semalam itu aku tidur di kamar Oppa?”
“Ya,
kenapa?”
“Kupikir
itu kamar Jung?”
“Ah,
dia tak akan membawa seorang gadis ke kamarnya karena dia malu, kau akan sangat
terkejut melihat bagaimana kacaunya kamar dia,” ucapnya sambil terkikik.
“Aku
mengerti, dia pasti memiliki kamar yang sangat burukkan? Tapi, kamarmu sangat
nyaman, Oppa. Terima kasih sudah
membiarkanku menginap di sana semalam.”
“Berhentilah
berterima kasih, aku senang melakukannya untukmu. Lagipula, aku belum pernah
menemui gadis sepertimu selama ini. Aku selalu tak menyukai reaksi setiap gadis
yang bertemu denganku, mereka pasti akan mencoba segala cara untuk menarik
perhatianku, tapi kau bahkan tak melakukan apapun dan aku justru tertarik
padamu,” jelasnya panjang lebar. Tubuhku membeku begitu mendengar akhir
perkataannya, dia bilang dia tertarik padaku? Apa pendengaranku sudah mulai
terganggu?
Sunyi
menemani kami hingga sampai di depan pintu kamarnya. Aku berbalik menghadapnya
dan menatapnya. “Aku akan bersiap-siap, aku yakin hari ini akan menjadi hari
yang sangat sibuk untukku. Oppa, bisa
meninggalkanku sendiri.”
Dia
tersenyum lebar dan terlihat geli. “Baik, aku akan meninggalkanmu sendiri,
nikmati waktumu, nanti jika kau sudah selesai, kau bisa menemui kami di ruang
santai. Oke?”
Aku
mengangguk sebagai jawabannya, tanganku dengan cepat meraih kunci pintu dan
menyelipkan tubuhku masuk ke dalam kamarnya. Aku menekan dadaku, entah apa yang
sudah terjadi hingga membuat jantungku berdebar-debar dengan begitu kencang. Aku
terkejut saat mendapati nafasku terdengar seperti habis lari marathon. Ya ampun,
ada apa ini? Aku menggelengkan kepalaku untuk kembali ke realitas dan dengan
cepat mengeluarkan handuk dari koperku lalu masuk ke kamar mandi Taehyung.
Dia
memiliki kamar mandi yang sangat bagus, Jacuzzi-nya seolah memanggilku untuk
masuk dan berendam di sana. Kalau saja aku tak ingat jika mandi di Jacuzzi
orang lain bukanlah hal yang sopan aku pasti sudah masuk ke dalamnya. Kamar
mandinya berbau aroma terapi lavender, itu sangat menenangkan. Aku bisa
menghabiskan seharian di sini dan menikmati waktuku sendiri, tapi kembali lagi,
aku harus membereskan apartemenku yang aku sendiri tak tahu di mana tempatnya.
Aku
selesai dengan diriku setelah satu jam dan menarik koperku keluar dari kamar
Taehyung. Semua orang ada di ruang santai begitu aku tiba di sana dengan koper
besarku. Mereka serentak menatap ke arahku. Dan tatapan paling menyebalkan
adalah tatapan Jung. Aku tak mau memanggilnya Oppa karena kita seumuran.
“Aku
membaca alamat apartemenmu dan aku tak percaya kau tinggal di apartemen yang
ada di kawasan Gangnam.”
“Apa
itu Gangnam? Nama apartemen tempatku akan tinggal adalah Gangnam?” Jung
berdecak kesal.
“Dasar
bodoh, kita tinggal dikawasan yang sama. Kau tinggal berjalan kaki sepuluh
menit dari sini dan kau akan sampai di tempat tinggalmu. Siapa yang membelikanmu
apartemen itu?”
“Kau
tak perlu tahu siapa yang membelikanku, itu bukan urusanmu. Sekarang, cepat
antar aku. Kau sudah berjanji kemarin kan!”
“Yoora,
aku yang akan mengantarmu.” Aku menatap Taehyung tak percaya.
“Tidak,
kemarin Jung sudah berjanji untuk mengantarku, dia harus menepati janjinya
itu.”
“Baik,
aku akan menepati janjiku, ayo!”
Aku
menatapnya tajam, dasar pria es menyebalkan. Dia merubah pagi cerahku menjadi
pagi berbadai.
“Baiklah,
terima kasih banyak karena sudah membantuku, aku sendirian di kota ini dan
bertemu dengan kalian adalah keajaiban dari Tuhan, aku senang bisa mengenal
orang-orang baik seperti kalian, aku harap kita bisa berteman dengan baik. Seo
Jin Oppa, Jimin Oppa, Ho Seok Oppa, Nam
Joon Oppa, Yoon Gi Oppa, dan Taehyung Oppa terima kasih.” Cukup lelah menyebutkan nama mereka satu
persatu.
“Di
korea kau harus membungkuk untuk mengucapkan terima kasih atau meminta maaf.”
Itu suara Jung. Bola mataku terputar tanpa bisa kucegah, tanpa membalas
perkataannya aku membungkukkan tubuhku sebagai ucapan terima kasih.
“Sampai
bertemu lagi, Yoora.” Aku tersenyum pada Yoon Gi.
Aku
menarik koperku mengikuti Jung meninggalkan ruang santai rumah mereka.[]
Jessica
Oppars :*
Yoora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar