Selasa, 07 Juli 2015

INTO HIS WORLD BAB 3


WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!




BAB 3


Aku tak terkejut saat melihat mereka memiliki tujuh mobil sport di garasi mereka. Mereka bertujuh dan masing-masing dari mereka memiliki mobil sendiri.
“Aku tak suka kau bersikap sok manis di depan Taehyung. Kau tak tahu seperti apa dia dan sejauh yang aku lihat kau menyukainya, kau tertarik padanya, tiap dia memandang atau berada di dekatmu, wajahmu akan memerah, kau akan menggigit bibirmu dan memainkan jarimu. Kau terlihat seperti gadis bodoh yang tak bisa melakukan apapun. Kau terlihat seperti gadis penggoda.”
Aku melotot pada Jung, aku tak percaya jika dia benar-benar mengatakan hal seperti itu tentangku. Tubuhku membeku, aliran darahku seperti berhenti saat tahu itulah yang ada di kepalanya tentang aku. Untuk yang pertama kalinya ada seorang pria yang berpikiran sepicik itu tentangku. Dulu, setiap orang selalu menyukaiku, perlakukan terburuk yang pernah kuterima dulu adalah di jatuhkan ke kolam renang sekolah karena aku sudah berani membantu siswa lemah, aku ingat perkataan Bella dan teman-temannya. ─“Kau adalah gadis sok baik dan tak tahu malu. Jangan kira aku tak berani mengerjaimu hanya karena kau keponakan dari pengusaha tambang paling sukses di Amerika. Kau bahkan tak memiliki orangtua. Betapa menyedihkannya dirimu, tapi kau malah mau menjadi pahlawan kesiangan. Berani sekali kau mencari masalah denganku! Jika kau masih berani menentang dan mencari masalah denganku maka kau akan mendapatkan yang lebih buruk dari ini. Dasar gadis sial!”
Dia mengatakan jika aku adalah  gadis sial, dia seorang wanita sama sepertiku, aku bisa memaklumi perkataannya karena dia memiliki keluarga yang berantakan. Tapi kali ini, seorang pria yang baru saja kutemui sudah mengatakan sesuatu yang begitu buruk tentangku lebih buruk dari ‘gadis sial’. Gadis mana yang tak akan tersinggung jika ada seorang pria yang bahkan tak mengenalnya sama sekali mengatakan jika dia adalah gadis penggoda, itu kata lain dari pelacurkan. Aku tak tahu sejak kapan wajahku basah karena air mata. Tanganku meremas kertas yang berisikan alamat apartemenku.
“Jadi, seperti itukah pemikiranmu tentang aku? Aku tak tahu kalau tingkahku seperti seorang gadis penggoda di matamu. Maafkan aku karena perilakuku sangat buruk. Aku tak akan mengulanginya lagi, terima kasih sudah mengantarku, kuharap ini adalah pertemuan terkahir kita, kuharap kita tak akan pernah berjumpa lagi setelah ini. Jikapun nanti kita berjumpa, aku akan berpura-pura tidak pernah mengenal kalian semua. Sekali lagi, aku minta maaf dan terima kasih.” Aku membungkuk padanya. Aku melangkah keluar dari mobilnya, seorang satpam sudah mengambil koperku dan membawanya masuk ke dalam.
Aku berjalan masuk ke dalam gedung apartemenku, seorang resepsionis menyambutku dengan senyuman ramah. “Aku keponakan Mr Fletcher, ini kartu namanya.” Aku menyerahkan kartu nama pamanku. Resepsionis dengan name tag In Ha itu mengetik sesuatu di komputernya dan tersenyum lagi padaku setelah dia menemukan kamar milikku, kurasa.
“Ini kunci apartemen Anda, Ms Fletcher. Jika Anda membutuhkan sesuatu Anda bisa menelpon kami,” ucapnya dengan logat inggris yang sangat bagus. Aku mengangguk padanya, menerima kartuku dan kunci cadangannya.
Aku meninggalkan wanita itu dan mengikuti satpam yang membawakan koperku. Air mataku kembali mengalir begitu pintu escalator tertutup di depanku. Untunglah tak ada siapapun di sini, satpam itu menaiki escalator lain khusus pegawai.
“…Kau terlihat seperti gadis bodoh yang tak bisa melakukan apapun. Kau terlihat seperti gadis penggoda.”
Tangisku pecah begitu saja saat kalimat menyakitkan itu kembali terdengar di telingaku. Ya Tuhan, belum ada seorang priapun yang pernah menghinaku. Bagaimana bisa dia berpikiran begitu buruk tentangku? Apa salahku? Aku bahkan hanya mengenal namanya saja. Dia tak berhak mengataiku seperti itu. Aku adalah seorang gadis terhormat. Semua orang mungkin hanya memandangku sebagai keponakan pengusaha tambang paling sukses di Amerika, beda dengan Jessica yang selalu menjadi sorotan, tapi aku adalah gadis baik-baik yang berasal dari keluarga baik-baik pula. Aku merasakannya saat hatiku berderak patah, ini hari keduaku di kota ini dan aku sudah menangis seperti ini.
Aku menghapus air mataku dan melangkah keluar dari escalator begitu aku tiba di lantai tiga puluh lima. Aku tak tahu ada berapa ribu kamar di gedung ini yang jelas nomor kamarku sangat cantik yaitu 666.
“Silakan, Nona.”
Aku mengangguk pada satpam yag bertugas mengantarku hingga ke kamar. “Apa apartemen ini memiliki fasilitas antar jemput? Aku akan bersekolah mulai besok lusa dan aku belum mengenal jalan-jalan di sini, jadi, apa kau mengerti?”
“Tentu, Nona. Kami memiliki fasilitas itu, lagipula, Mr Fletcher sudah menyiapkan semuanya untuk Anda. Jadi, Anda tak perlu khawatir.”
“Oh, baiklah. Terima kasih.”
“Selamat istirahat, Nona.” Aku mengangguk padanya, dia membungkuk padaku sebelum meninggalkanku sendiri di depan pintu apartemenku.
Aku yakin paman mengeluarkan banyak uang untuk membeli apartemen ini untukku. Melihat dari fasilitas, gedung, pemandangan dan sebagainya sudah mencerminkan kehidupan yang mewah, padalah selama ini dia yang mengajarkan aku untuk hidup sederhana, harusnya dia bisa membeli apartemen yang lebih murah di banding ini. Mungkin, dia ingin aku hidup dengan nyaman dan aman, bisa jadi. Aku tahu dia sangat menyayangiku seperti dia menyayangi Jessy.
Aku memiliki dua kamar tidur, tiga kamar mandi, ruang tamu, ruang santai, dapur yang indah, dan segala hal yang diimpikan semua orang untuk ada di rumahnya. Apa ini tidak berlebihan? Tapi, baiklah, ini bukti jika paman percaya padaku dan dia menyayangiku. Aku harus belajar dengan keras, dan menemukan ayahku. Suatu saat aku akan mengganti segala hal yang telah diberikannya, tapi tetap saja aku tak akan pernah bisa mengganti kasih sayang yang sudah ia berikan padaku sejak aku bayi.
Aku meraih ponselku dan menekan nomor Jessy untuk mengabarinya sebelum dia memakiku lagi seperti subuh tadi.
Hai, jadi, kau sudah sampai di tempat tinggal barumu? Bagaimana? Apa kau menyukainya? Apa kau sudah mencari tahu tentang Choi Dong Sun?
“Tolong, aku lelah setelah berbagai macam hal yang terjadi sejak kemarin, aku menelponmu untuk mengabari jika aku sudah sampai di sini, di tempat tinggal super mewah yang sudah dibelikan paman untukku. Aku bingung, padahal selama ini dia yang mengajarkan kita untuk hidup sederhana, tapi dia malah membelikanku tempat tinggal ini. Ya, aku tahu kalian peduli dan menyayangiku, aku berterima kasih untuk semua ini. Aku menyukai tempat tinggal baruku, dan aku akan mencari tahu tentang orang itu besok saja. Sekarang aku ingin, menikmati tempat tidur baruku. Sampai nanti, Jess.” Aku mengakhiri sambungannya tanpa mendengar jawaban dari Jessica.
Perasaanku masih sangat kacau karena perkataan dari pria sialan itu. Aku sudah tak ragu lagi untuk membencinya sekarang. Kuharap kota ini cukup besar agar aku tak dipertemukan lagi dengannya.
Aku bangkit dari tempat tidur ukuran king milikku dan memutuskan untuk pergi ke balkon. Ya Tuhan, tempat ini memiliki pemandangan yang sangat indah, sungai itu aku tak tahu apa namanya, tampak sangat tenang dan menyejukkan.
Kurasa makan malam nanti aku akan ke bawah dan mencicipi makanan korea. Kuharap rasanya seenak masakanku sendiri. Moodku benar-benar sedang buruk untuk memasak, yang ada nanti aku bisa meledakkan dapur baruku yang super cantik itu.
Mengahabiskan waktu melamun di balkon, kuharap bisa mengembalikan moodku yang rusak. Tentang kehidupan percintaanku, aku tak memiliki sesuatu yang istimewa untuk diceritakan, aku memang tak sama seperti kebanyakan gadis Amerika lainnya. Contohnya saja, Jessica, dia adalah gadis Amerika asli tanpa campuran, dia lahir di LA, tapi dibesarkan di Miami. Dia sudah akan masuk semester tiga jurusan pertambangan di kampusnya, dia cantik, dengan tubuh ramping, kaki jenjang, rambut cokelat gelombang dan senyuman lebar yang menjadi ciri khasnya. Sejak kecil dulu, dia adalah yang paling menonjol dalam urusan fisik, tapi aku selalu lebih unggul dibidang prestasi. Dia selalu dikerubuni banyak pria, tiap hari di dalam lokernya pasti ada saja surat cinta yang ditulis oleh secret admirer-nya. Ketika akhir pekan tiba, dia akan membawa semua surat itu pulang ke rumah dan memberikannya padaku, kami akan menghabiskan semalaman untuk membaca isi surat itu satu demi satu, meski sebenarnya isi dari surat itu nyaris sama semua yaitu pengakuan cinta dan suka dan ajakan kencan. Manis sekali. Tiap kali aku tanya, apakah dia akan menanggapi salah satu dari sekian banyak itu, dia selalu menjawabnya dengan jawaban yang sama. —“Yoora, kita sudah saling mengenal nyaris sepanjang hidup kita, kau sudah mengenalku jauh lebih baik dari siapapun juga dan kau tahu pasti aku tak akan menyerah untuk menemukannya, menemukan pangeranku, pangeran dari London, mungkin. Jadi, surat-surat bodoh ini, hanyalah hiburan saja. Aku yakin kau juga tak akan menyia-nyiakan waktumu dengan orang yang salah dan hanya ingin bermain-main kan?
Jessica terbiasa dikelilingi banyak pria tampan, dia memiliki kehidupan remaja yang sempurna, mendapatkan apapun dari orangtuanya, dia mendapatkan apa yang selalu aku inginkan dalam hidupku, kasih sayang penuh dari orangtua. Terkadang, aku iri padanya.
Ada satu. Ada satu dari empat orang pria dari masalaluku yang masih meninggalkan kesan untukku hingga sekarang, dia adalah Daniel, mantan kekasihku yang terakhir, dia adalah anak dari salah satu klien pamanku, dia menyukaiku ketika kami bertemu di malam penggalangan dana di New York tahun lalu, hubungan itu terjadi begitu saja, kami berkencan dan menjadi sepasang kekasih, tadinya kupikir, kami akan terus bersama, kupikir aku sudah selesai dengan semua cinta monyet dan cinta sesaat di masalalu, tapi aku salah, dia memutuskanku begitu saja, dan seminggu kemudian aku melihatnya bersama dengan gadis lain, waktu itu aku memang sedang ke New York bersama Jessy untuk menghabiskan akhir pekan kami, dia juga ingin menghiburku.
Tentu saja, aku terpukul, Jessy marah besar saat melihat semua itu dan dia meninju Daniel tepat di hidungnya, kurasa hidungnya patah karena tinjuan mematikan Jessy, kalau aku tak sedang kacau, aku akan menendang alat vitalnya dan membuatnya mandul. Dia sama saja. Pria brengsek.
Sekarang semuanya sudah berlalu, itu hanyalah bagian dari masalaluku, aku menyetujui ucapan Jessy, bahwa kita tidak mungkin menghabiskan waktu dengan orang yang salah, kita harus menemukan orang yang tepat, seseorang yang sudah ditakdirkan untuk bersama kita hingga akhir, seseorang yang akan menerjang badai bersama kita, seseorang yang akan berjalan bersama kita hingga puncak.

Aku baru saja menyelesaikan acara penting di kamar mandi baruku, menikmati aroma terapi kesukaanku, berendam di Jacuzzi dengan air hangat dan sekarang perasaanku sudah jauh lebih baik. Aku harus berterima kasih pada kamar mandiku karena membuatku merasa lebih fresh.
Aku mematikan hairdryer-ku. Aku akan pergi ke bawah dan melihat apa yang bisa kumakan atau apa yang bisa kulakukan hingga besok tiba, aku akan mencari rumah orang bernama Choi Dong Sun itu atau mungkin akan lebih mudah jika aku mendatangi perusahaannya.
Dahiku berkerut saat mendengar suara bel, siapa yang bertamu ke rumahku? Bukankah tak ada yang tahu. Dengan ragu aku membuka pintu apartemenku dan wajah Taehyung tengah tersenyum lebar menyambutku. Aku melongo tak percaya, bagaimana dia bisa tahu nomor apartemenku?
“Apa yang Oppa lakukan di sini?”
“Kemarin adalah hari pertamamu di Seoul dan kau sakit, jadi aku tak bisa mengajakmu berkeliling. Malam ini, aku ingin kau ikut denganku untuk jalan-jalan, lagipula aku sedang tak ada kerjaan, bosan di rumah.”
“Tapi, bagaimana Oppa bisa mendapatkan nomor apartemenku?”
“Mudah saja, aku menodong resepsionis di bawah, kalau dia tak memberikan nomor kamar apartemenmu ini maka aku akan mencekiknya sampai dia mati lalu aku akan memotong-motong tubuhnya hingga menjadi bagian-bagian kecil lalu…
“Berhenti! Baik, cukup. Aku tak mau mendengarnya lagi. Itu tidak lucu.” Tawanya meledak saat aku mengembungkan pipiku kesal. Dia menyebalkan sekali.
“Maaf, aku hanya bercanda. Aku menyebutmu kekasihku, dan alasanku adalah kita sedang bertengkar, dan kurasa kau bisa memikirkan bagaimana cerita selanjutnya.”
“Apa Oppa benar datang sendiri?”
“Tentu, apa kau mengharapkan orang lain?”
“Tidak! Aku tidak mengharapkan orang lain. Aku mau keluar untuk makan malam, dan belanja keperluan dapur, bisakah Oppa menemaniku?”
“Dengan senang hati, Nona. Itulah tujuanku kemari, aku akan memperkenalkan kota ini padamu, dan nanti ketika aku ke Amerika kau harus membayarnya dengan jadi tourguide-ku juga. Bagaimana?”
“Amerika bagian mana yang ingin kau kunjungi, Oppa? Aku dibesarkan di Miami dan lumayan mengenal New York. Selain itu aku tak tahu.”
“Baik, kurasa Miami dan New York tidak terlalu buruk.” Aku memutar bola mataku dan dia tertawa lagi.
Ini adalah sebuah keberuntungan yang lain setelah bencana yang kualami saat pagi menjelang siang tadi. Aku senang Taehyung datang ke sini untuk menemaniku. Lagipula aku tak mau terlihat seperti orang bodoh nanti, semua orang akan tahu jika aku baru di sini karena aku tak pandai berakting.
“Apa tujuan pertama kita?”
“Tadinya, aku sudah berencana untuk makan dulu, aku penasaran rasa makanan korea, akankah seenak masakanku?” Taehyung tertawa, tangannya meraih tanganku, mengisi celah-celah kosong jemariku dengan miliknya. Degupan jantungku mengencang lagi, napasku seakan terbang entah kemana, beberapa detik kemudian barulah aku kembali bernapas dengan keadaan yang berbeda. Ada aliran asing yang bercampur dalam darahku, ada sesuatu yang menyengatku dan membuatku lemas. Aku tak pernah memiliki perasaan semacam ini sebelumnya. Ya Tuhan!
“Tentu saja, aku akan membawamu ke  tempat makan yang menyediakan masakan paling enak dan aku bertaruh kau pasti akan menyukainya.”
“Bagaimana kalau aku tak menyukainya?”
Emm.. biar kita pikirkan itu nanti.” Aku terkekeh mendengar nada bicaranya. Dia pria yang manis, lucu, terkadang sedikit menjengkelkan, tapi dari semua itu dia baik dan dalam waktu yang begitu singkat dia bisa membuatku nyaman. Aku merasa seperti sudah mengenalnya begitu lama.
“Siapa yang akan mengantarmu ke sekolah nanti?”
“Pamanku sudah menyelesaikan semuanya, dia membelikanku tempat tinggal mewah ini lengkap dengan supir pribadinya juga,” jawabku. Dia terkekeh lagi.
“Jika kau belum memiliki seseorang untuk mengantarmu kemanapun, aku bisa menjadi orangnya.”
“Tidak, aku sudah cukup banyak merepotkanmu, Oppa. Aku tak suka merasa berhutang budi pada orang lain.”
“Aku tak pernah merasa jika kau merepotkanku, aku justru senang melakukannya untukmu, aku ingin kita berteman dengan baik.” Aku meliriknya dari sudut mataku, diam-diam tersenyum. Aku tak bisa mengelak kenyataan jika dia memiliki wajah yang tampan.
“Aku juga ingin berteman baik denganmu, Oppa. Kau akan menjadi teman pertamaku dan mungkin sahabat baikku.”
“Tidak, biasanya jika seorang gadis berteman denganku maka dalam beberapa minggu statusnya itu akan berubah menjadi pacar.” Aku memutar bola mataku.
“Jangan terlalu percaya diri, Oppa. Aku belum berpikir untuk menerimamu sebagai pacarku.” Dia tertawa dan aku tak bisa menahan diriku untuk tak tertawa.

Setiap gadis di dunia ini akan melihat bagaimana seorang pria memperlakukannya. Contohnya, jika seorang pria mengajak gadis itu keluar, gadis itu akan memperhatikan pria itu, apakah dia memuji penampilannya, apakah dia akan membukakan pintu mobil untuknya, apakah dia akan memperlakukannya seperti seorang putri, dan masih banyak lagi. Nanti, ketika gadis itu mendapatkan kesimpulan dalam pikirannya maka barulah dia memutuskan akan terus atau berhenti.
Taehyung membukakan pintu mobilnya untukku dan seketika reaksi yang tak pernah kuduga muncul dari diriku, wajahku memanas dan aku tak berharap dia melihatnya. “Silakan masuk, Nona.”
“Terima kasih.” Aku masuk dan duduk dengan nyaman di mobilnya. Dia masuk beberapa detik kemudian dan melajukan mobilnya membelah jalanan kota Seoul di malam hari.
Seperti yang pernah dikatakan Jessy padaku jika Seoul adalah kota berkelas dan sekarang aku sudah membuktikannya sendiri. Kota ini nampak indah di malam hari.
“Jadi, kemana kita akan pergi?”
“Seperti kataku tadi, aku tahu tempat makan yang enak, aku yakin kau akan suka.”
Kesunyian menemani kami hingga mobilnya berhenti di depan sebuah gedung. Taehyung turun dari mobil dan membukakan pintu lagi untukku. Dia benar-benar pria yang manis.
“Vatos?”
“Kita mungkin akan mengantri, tapi kurasa aku bisa mengatasi hal itu. Ayo.”
Dia kembali menggandeng tanganku, membawaku bersamanya. Gila, antriannya panjang sekali. Kurasa kita baru akan makan minggu depan.
Oppa, apa kau yakin?”
“Tentu, kau tenang saja, kita tidak akan mengantri.” Dia mengerling padaku dan aku tak tahan untuk tidak tertawa. Bisa-bisanya dia melakukan itu disaat seperti ini. Cacing-cacing di perutku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Taehyung mengangkat tangannya dan seorang pelayan datang menghampiri tempat kami berdiri. Kami masih berdiri di depan pintu masuk.
“Apa kau mengenalku?”
“Tentu saja, kau V kan?”
“Bagus, aku ingin kau siapkan semua makanan yang ada di menu dan jangan lupakan Kimchi Carnitas Fries dengan Galbi Short Rib Taco-nya. Satu lagi, siapkan tempat yang lebih privat untuk kami.”
“Baik, Tuan. Apa dia kekasihmu?”
“Kau tak berhak menanyakan apapun tentang dia. Cepat, aku benci menunggu.”
Pelayan itu mengangguk dan membungkuk pada Taehyung sebelum dia pergi dari hadapan kami. Dahiku berkerut bingung, apa yang tadi mereka bicarakan?
“Ngomong-ngomong, tadi Oppa bicara apa dengan orang itu?” Dia nampak terkejut dan kembali menyadari keberadaanku.
“Tidak, aku hanya menyuruhnya untuk menyiapkan tempat dan makanan untuk kita.” Aku mengangguk sebagai respon. Aneh, dia terlihat berbeda. Maksudku nada bicaranya saat dengan pelayan itu tadi sangat berbeda saat dia berbicara denganku.
Seorang pelayan kembali keluar menemui kami dan berbicara sesuatu pada Taehyung lalu dia memakai hoodie dan kaca mata hitam yang diambilnya dari saku hoodie. Aku jadi semakin bingung, Taehyung menggandeng kembali tanganku dan aku mengikuti langkahnya masuk ke dalam restoran ini. Aku merasakannya saat begitu banyak mata yang memperhatikan kami.
Apanya yang aneh? Kurasa, gayaku biasa saja, tak ada bedanya, mungkin karena aku tidak mengenakan mantel dan jaket tebal, membuat mereka berpikir aku orang yang aneh.
Pelayan yang menemani kami mengarahkan kami ke belakang gedung, aku terkesan saat melihat jika di sini ada taman yang sangat indah. Ada beberapa kursi di sini, kurasa biaya di tempat ini lebih mahal dibandingkan dengan makan di dalam. Aku tak tahu apa yang dikatakan pelayan itu pada Taehyung dan tidak lama dia kembali menghilang.
Wow, ini indah sekali. Kuharap rasa makanannya tak mengecewakan.”
“Aku berjanji padamu, makanannya akan lebih mengesankan dari tempatnya.” Aku mengalihkan tatapan kekagumanku dari tempat ini dan menatap Taehyung yang sedang menatapku.
“Mengapa kau melihatku seperti itu, Oppa?”
“Aku masih tak percaya, kau terlihat seperti gadis Korea, tapi kau tidak bisa bahasa Korea sedikitpun.” Aku terkekeh mendengar ucapannya.
“Jangan mengejekku, oke? Kau harus menerima kenyataan kalau aku bukanlah gadis Korea sungguhan, maksudku, aku dibesarkan di Amerika dan aku bergaul seperti kebanyakan remaja di sana. Aku suka berjemur di pantai, tapi kulitku tetap putih pucat seperti ini.” Kini dia yang tertawa.
Kami duduk berhadapan di kursi yang palin dekat dengan tamannya.
“Jadi, ceritakan tentang hidupmu.” Dia menatapku serius, semua humor telang hilang dari matanya.
“Bagian mana yang ingin Oppa ketahui?”
“Bagaimana dengan masa kecilmu?”
“Aku lahir dan dibesarkan di Miami, aku memiliki saudara sepupu yang sudah seperti saudara kandungku sendiri. Dia Jessica, umur kami beda satu tahun, ayahnya adalah kakak ibuku. Aku tak pernah mengenal siapa orangtuaku. Ibuku meninggal saat melahirkanku. Ayahku, aku tak tahu ada dimana dia. Dia membuangku, dia tidak pernah peduli padaku. Dia tidak pernah mencariku. Aku bahkan tak tahu bagaimana wajahnya. Apa benar aku tampak sepertinya. Aku tidak tahu. Sejak kecil, aku dilimpahi kasih sayang dari paman dan bibiku, orangtua Jessy. Tapi tetap saja, semuanya berbeda, aku terkadang merasa iri pada anak-anak yang lain, yang bisa bermain dengan ayah mereka, digedong di pundak ayah mereka dan menerbangkan origami berbentuk pesawat. Yang bisa menghabiskan waktu bersama ibu mereka dan mendengarkan ibu mereka membacakan dongeng untuk mereka di malam hari. Semua itu tak pernah kudapatkan dari orangtuaku. Tak pernah,” ceritaku. Aku menghapus setetes air yang jatuh dari mataku.
“Maafkan aku, aku tak bermaksud untuk membuatmu sedih dengan mengingat masalalumu.”
“Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa, Oppa. Lagipula, aku senang bisa berbagi denganmu. Selama ini, aku tak pernah ceritakan itu pada siapapun.”
“Tidak pada siapapun? Apa kau tak bercerita pada sahabatmu?”
“Tidak ada. Semua orang berteman denganku karena aku adalah keponakan dari pengusaha tambang tersukses di Amerika, embel-embel itu selalu menemaniku kemanapun. Jadi, aku tak memiliki sahabat sama sekali. Hal yang lebih buruk lagi terjadi pada Jessy. Kami tidak menganut sistem persahabatan. Jika ada hal yang kami rasa harus dibagi, maka kami akan saling membaginya, hanya kami berdua saja,” jawabku.
Seorang pelayan kembali dengan nampan-nampan makanan yang terlihat enak. Perutku sudah berontak sejak tadi. Aku mendengar tawa Taehyung.
“Aku tahu kau pasti sudah sangat lapar. Nah, tunggu apa lagi, kau bisa menghabiskan semuanya. Tenang saja, malam ini, aku yang akan mentraktirmu,” katanya dengan senyum lebar. Tangannya terjulur dan menyentuh kepalaku dan mengusapnya. Jantungku berdebar lagi, kurasa aku harus terbiasa dengan reaksi-reaksi aneh yang ditunjukan oleh tubuhku ketika ada di dekatnya.
Setelah pelayan itu pergi aku mulai memakan makananku. Ini tidak buruk, kurasa aku akan bisa beradaptasi dengan baik untuk urusan makanan.
Emm.. ini lezat sekali. Kurasa ini juga karena perutku sudah sangat lapar.” Dia tertawa geli dan ikut menikmati makanannya.

Malam ini menjadi begitu berkesan untukku karena aku sudah mengahabiskan  waktuku bersama dengan pria tampan seperti Taehyung, sejauh ini dia adalah yang terbaik. Eh, mungkin Jimin dan Ho Seok juga tidak buruk.
Aku dan Taehyung sudah tiba di apartemenku, ada dua orang satpam yang mengikuti kami, mereka membawa barang belanjaku. Aku sudah membeli semua yang kubutuhkan untuk satu bulan ke depan. Belanjaan sebanyak itu, tidak akan mengurangi jumlah nol di rekeningku. Ah, aku juga membeli beberapa mantel. Kurasa aku memang membutuhkannya, biar nanti ketika aku diluar orang-orang tak akan memperhatikanku seperti yang terjadi di restoran tadi.
“Letakkan saja di sana! Ah, iya, terima kasih. Ini untuk kalian.” Aku memberikan tip pada mereka, kurasa aku akan sering merepotkan. Mereka mengucapkan terima kasih dan membungkuk pada kami lalu menghilang dari apartemenku.
Wow, ini tempat tinggal yang sangat indah. Kurasa aku akan beli satu di sini,” gumam Taehyung.
“Ah, Oppa ingin membeli salah satu apartemen di sini juga? Untuk apa? Kaliankan sudah memiliki rumah yang indah.”
“Tapi tetap saja, milik sendiri itu akan lebih nyaman, Yoora. Rumah itu milik bersama, bukan milikku sendiri.” Aku mengangguk padanya.
“Tunggu, duduklah dan anggap rumah sendiri. Aku akan membuatkanmu kopi.”
“Apa aku boleh melihat dapurmu?”
Aku menghentikan langkahku dan kembali berbalik menghadapnya. “Tentu saja, tadi aku bilang, Oppa boleh anggap rumah sendiri kan.” Dia tersenyum dan melangkah mengikutiku.

“Kau tahu, kau adalah pemandangan paling indah yang ada di dapur ini,” ujarnya.
“Aku tahu kau sedang menggodakukan, Oppa. Tidak mempan, aku benar-benar tidak berpikir untuk menerimamu menjadi pacarku.” Dia tertawa geli.
“Jadi, kau masih mengingatnya. Aku tahu memang ucapanku itu pasti membekas lama di hatimu.” Aku tertawa mendengar lelucon bodohnya.
“Apa? Oppa benar-benar cocok mendapat gelar ‘Mr. Overconfident’.”
“Aku suka itu, dan nanti aku akan memikirkan gelar apa yang cocok untukmu, Oke? Hmm aku tak tahu jika aroma kopi bisa seenak ini. Apa mungkin ini karena yang membuatnya adalah seorang bidadari.” Tawaku benar-benar meledak saat mendengar ucapan gilanya.
Aku memegangi perutku untuk menahan tawaku. Ya Tuhan, dia pria gila.
“Hentikan, semua itu, Oppa. Kau membuatku sakit perut atau malam ini aku akan mengalami keram di perutku, dan ini kopi special dari seorang bidadari,” ucapku setelah tawaku mereda.
“Aku senang bisa membuatmu tertawa seperti tadi, kau terlihat bebas, tak ada sesuatu yang menahanmu. Sebenarnya, ada alasan lain yang membuatku datang kesini. Aku ingin meminta maaf padamu.”
Sisa-sisa ledakan tawaku menghilang, humor menghilang dari matanya. “Untuk apa? Aku tidak merasa jika Oppa berbuat salah.”
“Aku sudah berbuat salah. Hanya saja, mungkin kau tidak menyadarinya. Kami bertujuh begitu dekat, tapi ada yang berbeda dengan Kookie ketika dia membawamu ke rumah, aku tidak pernah melihatnya seperti itu sebelumnya. Dia terlihat sangat khawatir, dan dia memang tidak membawamu ke kamarnya karena dia ingin merapikannya dulu, baru nanti jika ada kesempatan lagi dia akan membawamu ke sana, di antara kami bertujuh Kookie-lah yang memiliki kamar paling berantakan. Aku juga melihat rasa tidak suka yang berusaha dia sembunyikan ketika melihat aku mendekatimu, dia menyembunyikannya dengan sangat baik hingga tak ada yang menyadarinya, tapi aku tahu. Tadi, aku mendengarnya berbicara dengan Jimin. Dia terlihat kesal dan merasa bersalah. Jika dia ada masalah dan tak tahu harus apa maka dia akan datang pada Jimin dan meminta sarannya. Aku mendengarnya, jika dia telah mengatakan sesuatu yang buruk padamu, kau marah dan tidak ingin bertemu dengannya lagi. Aku tak mengdengarkan mereka lagi dan langsung pergi kemari. Itu adalah alasan utama mengapa aku datang kesini. Aku ingin meminta maaf karena aku, hubunganmu dan Kookie jadi buruk.”
“Apa? Oppa tak perlu meminta maaf, ini bukan salahmu. Ini semua adalah salahnya, bisa-bisanya dia bersikap seperti itu pada seorang gadis yang baru saja dikenalnya. Terus terang saja, Oppa. Aku memang marah padanya. Bisa kau bayangkan, bagaimana perasaanku saat dia mengatakan jika aku ini terlihat seperti seorang gadis penggoda? Itu sangat-sangat tak bisa ditolerir untukku. Tak ada seorangpun yang pernah mengatakan hal semacam itu padaku sebelumnya. Kata itu berarti aku ini tampak seperti seorang pelacur di matanya. Apa yang harus kulakukan? Gadis mana yang tidak marah ketika ada seorang pria yang bahkan belum mengenalnya sedikitpun mengatakan hal seburuk itu tentang dirinya? Selain marah dan memutuskan untuk tidak pernah bertemu dengannya lagi apa yang bisa kulakukan? Aku pernah memukulnya di pesawat dan aku tak akan memukulnya lagi karena dia sudah merawatku.”
“Aku mengerti, tapi kau tidak tahu tentang dia, Yoora. Mengapa dia bisa mengatakan hal seperti itu padamu? Kau tidak tahu. Dia adalah yang paling muda diantara kami. Dia memiliki hubungan keluarga yang kacau. Kau akan mengerti jika kau tahu betapa kacaunya dia. Aku yakin, kau akan memikirkan kembali semua ini. Baiklah, ini sudah larut dan aku harus pulang sekarang. Terima kasih untuk kopi yang sangat enak ini. Aku ingin ketika aku kembali lagi kemari, kau harus menyiapkan kopi yang rasanya sama dengan ini ya.” Taehyung tersenyum padaku, mengusap kepalaku dan beranjak pergi dari hadapanku. Meninggalkanku termenung memikirkan ucapannya.[]



Kim Yoora :*


Jessica

Taehyung

Jungkookie :*





Tidak ada komentar:

Posting Komentar