Rabu, 08 Juli 2015

INTO HIS WORLD BAB 4


WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!


BAB 4


Benar. Seperti yang dikatakan oleh Taehyung semalam. Aku memang memikirkan segalanya sampai aku sulit menemukan di mana rasa kantukku berada. Aku memikirkan tentang Jung. Apa benar yang dikatakan Taehyung? Tapi untuk apa dia berbohong, dia pasti mengakatakan yang sebenarnya, lagipula merekakan sudah saling mengenal sejak lama. Bahkan sampai pagi inipun aku masih memikirkannya. Sulit dipercaya jika aku harus kembali memaklumi perkataan buruk tentang diriku karena orang itu lagi-lagi memiliki keluarga yang kacau. Apa semua orang yang memiliki hubungan keluarga yang buruk akan selalu seperti itu?
Aku menghabiskan tea herbalku dan sarapanku pagi ini. Aku harus mencari orang bernama Choi Dong Sun itu lalu memintanya untuk membantuku menemukan siapa ayahku. Paman sudah mengirimkan email padaku semalam dan aku memiliki alamat perusahaan milik Mr. Choi, kurasa aku akan memakai supir pribadiku mulai hari ini.

Seorang pria dengan pakaian rapi membungkuk padaku. Kurasa itu memang cara memberi hormat di sini. Aku mengangguk padanya.
“Apa kau supir yang sudah dibayar oleh pamanku?”
“Iya, Nona. Anda tinggal menelpon ke lantai bawah dan orang di sini akan memanggilku,” jawabnya. Aku mengagguk dan mengikutinya menuju mobil yang disediakan dari apartemen ini.
“Silakan Nona.”
“Aku ingin kau mengantarku ke perusahaan Livid.”
“Baiklah, Nona.”

Mobil ini berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit dan aku tak bisa memperkirakan berapa ratus lantai yang dimilikinya.
“Nona, nanti Anda ingin dijemput atau saya harus menunggu di sini?”
“Tidak, kau tidak usah menunggu. Nanti setelah jam makan siang, kau bisa menjemputku di sini.”
Aku berjalan memasukki gedung perusahaan Livid ini. Perusahaan ini memiliki kerja sama dengan perusahaan pamanku di Amerika. Mereka telah berkerja sama selama bertahun-tahun, itulah mengapa pamanku sangat mengenal Mr. Choi.
Aku memakai dress formal selutut, heels  setinggi dua belas cm dan membawa tas kecil di tanganku, mungkin aku terlihat seperti orang penting jadi begitu aku masuk ke gedung semua orang yang berlalu lalang berhenti sejenak untuk membungkuk memberi hormat padaku.
Jujur saja, aku merasa sedikit risih dengan perlakuan orang-orang di sini. Kakiku melangkah menuju meja resepsionis, seorang wanita dengan seragam biru tuanya tersenyum menyambutku.
“Ada yang bisa saya bantu, Nona?” Aku menggigit bibirku, dia bicara dalam bahasa korea dan aku tak tahu apa artinya, biasanya jika kita datang ke meja resepsionis, mereka pasti akan berkata, ada yang bisa dibantu. Ah dia pasti mengatakan itu tadi.
“Maaf, saya ingin bertemu dengan Mr. Choi. Aku keponakan Mr. Fletcher, bisakah Anda mengantarku padanya.”
“Ah, Anda Ms. Fletcher. Mr. Choi sudah menunggu Anda di ruangannya. Mari saya antar,” ucapnya membungkuk hormat. Ya Tuhan, haruskah aku memutar bola mataku melihat semua orang membungkuk padaku seperti aku ini pejabat negeri saja.
Aku mengikuti langkah wanita ini, tadi aku melihat name tagnya, Hye Ri. Tiba di escalator, beberapa orang bersetelan formal keluar dan kembali membungkuk padaku. Apa yang harus kulakukan? Agar mereka berhenti melakukan itu.
“Apa Mr. Choi sedang tidak sibuk?”
“Beliau telah menitipkan pesan pada semua petugas yang bekerja hari ini jika akan ada anak dari salah satu klien paling pentingnya yang akan datang mengunjungi perusahaan. Itulah mengapa semua yang bekerja di sini telah mengetahui tentang Anda, Nona.”
“Jadi, mereka sudah tahu aku datang, lalu bagaimana mereka bisa mengenali wajahku? Kau bahkan tak tahu jika aku tak mengenalkan namaku kan?”
“Wajah Anda sudah diperlihatkan pada karyawan, manejer, kepala staff, dan orang-orang penting lainnya karena Anda adalah tamu kehormatan kami. Kemarin, saya sakit dan tidak sempat mengikuti rapat untuk mendengarkan pengumuman secara langsung dan melihat foto Anda. Jadi, saya minta maaf karena tadi saya tidak mengenali Anda, Nona.”
“Tidak, itu bukan masalah.” Kami terdiam hingga escalator berhenti di lantai 103. Aku kembali melangkah mengikutinya, menyusuri lorong-lorong di lantai ini. Well, ini memang perusahaan besar dan aku sudah tak terkejut lagi karena perusahaan pamanku di Miami bahkan lebih besar lagi dari ini.
“Ini ruangan Mr. Choi, beliau sudah menunggu Anda di dalam, Nona.” Dia membukakan pintu untukku. Aku melangkah masuk ke dalam dan seorang pria paruh baya berdiri dari duduknya begitu melihatku masuk.
“Ah, kau bahkan terlihat lebih cantik dari yang ada difoto, Yoora. Aku senang akhirnya kita bisa bertemu.” Pria yang kuyakini Mr. Choi ini menyapaku dengan senyuman hangat.
Aku membungkuk dan tersenyum padanya. “Aku Kim Yoora, keponakan Mark Fletcher.”
“Tidak perlu seformal itu padaku, Nak. Kau bisa menganggapku pamanmu juga. Aku sudah mengenal keluarga kalian begitu lama. Aku bahkan mengenal ibumu dan kehidupannya dulu.” Aku terpaku mendengar perkataan Mr. Choi. Dia mengenal ibuku.
“Anda mengenal ibuku?”
“Ya, aku mengenalnya, kami berteman dengan baik. Dulu, kami sama-sama hidup mandiri dan mencari jatidiri kami masing-masing. Aku lebih dulu mengenal ibumu sebelum mengenal pamanmu itu. Dia adalah wanita pekerja keras. Dan kau terlihat memiliki itu darinya.” Aku tersenyum sendu. Hatiku sesak dengan perasaan yang selalu kusembunyikan dari semua orang sejak dulu. Hatiku begitu rapuh itulah mengapa aku membangun dinding baja untuk melindunginya, tapi hari ini mendengar tentang ibuku, dinding itu runtuh begitu saja hingga perasaan seperti ini membuatku ingin menangis, hatiku bergetar dengan rasa sakit.
“Duduklah, aku akan membicarakan tentang semua yang kutahu padamu terlebih dulu. Nanti barulah kita akan membahas tentang ayahmu. Aku juga sedang menunggu putraku. Dia akan menemanimu nanti.”
Aku mengangguk dan memandang sekeliling ruangan CEO ini. Well, ini ruangan yang indah, didominasi oleh kaca, ada beberapa foto keluarga dan sebuah foto yang mendadak menarik perhatianku. Aku beranjak menghampiri sisi dinding pembatas ruangan sejajar dengan pintu masuk yang di tempeli beberapa bingkai foto. Foto paling pojok di sudut ruangan itu, berisikan tiga orang. Satu orang wanita dan dua orang pria.
Aku memperhatikan baik-baik wajah demi wajah yang ada di foto itu, tentu saja ini adalah foto lama, gambarnya sudah buram, tapi aku yakin jika aku mengenal wanita itu. Dia seperti…
“Dia wanita yang cantikkan? Dia adalah Evelyn, dia adalah ibumu. Itu foto terakhir yang kami ambil sebelum aku pindah kemari. Dan ini adalah pamanmu, dia tak banyak berubah ya.” Suara Mr. Choi menjawab apa yang akan aku gumamkan dipikiranku.
Ibuku memakai gaun merah yang kontras dengan warna kulitnya membuatnya terlihat bersinar. Harusnya aku memiliki kecantikan ibuku, aku yakin banyak pria yang akan bertekuk lutut.
“Ini, minumlah kopimu dulu.” Aku kembali duduk di sofa empuk milik Mr. Choi dan menyeruput kopiku. Aku tak tahu kapan seseorang mengantarkannya kemari.
“Jadi, bagaimana ibuku dulu? Apa dia terlihat kaku sepertiku?”
Mr. Choi tertawa mendengar ucapanku. “Tidak, Eve adalah wanita yang kuat, dia tegar, dewasa, dan baik. Dia tidak kaku, dia selalu mudah bergaul dengan siapapun. Sifat kakumu itu, kau dapatkan dari ayahmu.” Dia terlihat menerawang jauh, mengenang kembali kenangannya bersama ibuku.
Benarkan, apa semua yang ada padaku ini kudapatkan dari ayahku? Selain mataku, apa yang kumiliki dari ibuku.
“Kau memiliki keanggunannya, kau memiliki senyumannya, kau memiliki semangatnya, kau memiliki ketegarannya. Dan kau memiliki hati yang baik sepertinya, Nak. Mungkin perawakanmu seperti ayahmu, tapi ada banyak Evelyn dalam dirimu.” Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan dipikiranku itu?
“Jadi, Paman, apa yang kau ketahui tentang ayahku?”
Keadaan sunyi menemani kami selama beberapa saat, terlihat dia sedang berpikir tentang apa yang akan dijawabnya. Suara deheman seseorang mengalihkan perhatian kami, kepalaku menoleh kearah pintu ruangan yang terbuka, menampakan sosok pria tinggi dengan wajah yang tidak buruk. Benakku melotot padaku, kau gila, dia memiliki wajah setampan malaikat. Aku menggelengkan kepalaku untuk mengenyahkan pikiran itu.
“Ah, akhirnya kau datang juga, kami sudah menunggumu sejak tadi.” Suara Mr. Choi membuatku kembali pada kenyataan.
“Maaf, Ayah. Tadi ada sesuatu yang harus kuselesaikan di sekolah,” ujar pria itu seraya berjalan menghampiri kami.
“Apa dia yang bernama Yoora? Gadis korea yang besar di Amerika itu?” Hey, apa-apaan itu! Nada bicaranya itu seolah-olah dia tidak suka padaku.
“Iya, dia Yoora yang pernah ayah ceritakan padamu itu, Nak. Besok dia akan masuk ke sekolah yang sama denganmu dan kau harus menjadi temannya, kau harus membantunya di minggu pertamanya ini.” Dengan tak acuh pria itu duduk di sampingku. Lalu menatap ayahnya.
“Tentu, aku akan membantunya nanti. Ayah tenang saja, biar dia, aku yang urus. Jadi, bolehkah aku mengajaknya keluar sekarang?” Aku melotot pada pria asing yang duduk di sampingku ini.
“Tentu, kalian bisa pergi. Yoora, pembicaraan mengenai ayahmu akan kita sambung nanti. Sekarang, kau pergilah dengan Jin Hwa dan bersenang-senanglah. Besok, kau akan sibuk dengan rutinitasmu di sekolah baru.” Mr. Choi tersenyum hangat padaku.
Aku tak sempat membalas ucapannya karena pria yang kuketahui bernama Jin Hwa ini menarik tanganku keluar dari ruang kerja ayahnya. Dia tidak sopan sekali. Harusnya aku membungkuk dulu tadi.
“Siapa yang mengizinkanmu menarikku seperti ini? Lepas. Lepaskan tanganku!”
“Diamlah, cerewet. Aku malas berlama-lama ada di sana, jadi aku memutuskan untuk mengajakmu keluar. Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu nanti. Asal kau tahu saja, hidupku jadi sulit sejak kau memutuskan untuk pindah ke sini.” Aku menghentakkan tanganku dari genggamannya hingga langkah kami terhenti di depan escalator.
Banyak orang yang berlalu lalang memperhatikan kami dan berbisik-bisik. Persetan dengan apa yang mereka pikirkan. Aku berkacak pinggang sambil menatapnya garang. “Aku bahkan tidak mengenalmu sebelum ini dan kau berani berkata seperti itu padaku. Kau pikir siapa dirimu itu? Kau pasti tak lebih dari seorang pria manja yang selalu bergantung pada ayahmu kan.” Aku menuding wajahnya, membuatnya membuatnya melongo menatapku.
“Kau benar-benar tak terlihat seperti gadis korea yang anggun dan mempersona. Kau adalah remaja Amerika yang liar, ternyata kau sama saja seperti gadis-gadis di luar sana.” Tanganku dengan cepat menariknya dan memelintir kedua tangannya ke belakang, lalu aku menyikut punggungnya dengan sikuku. Jin Hwa mengerang kesakitan dan aku melepasnya dengan mendadak, membuatnya terdorong ke depan nyaris tersungkur.
Semua orang yang lewat hanya berbisik-bisik aneh dan memperhatikan Jin Hwa dengan wajah geli. “Apa yang kau lakukan? Berani-beraninya kau!”
“Aku sedang memberi pelajaran padamu untuk bersikap lebih sopan denganku atau kau akan banyak mendapatkan memar selama kau bersamaku. Perlu kau tahu, di dunia ini tak ada satupun gadis yang terima begitu saja disama-samakan dengan yang lain. Dan ini akan membuatmu berpikir dua kali sebelum berbicara atau bertindak,” ujarku dingin dan berjalan mendahuluinya, membiarkannya meringis dan mengumpat di belakangku.
Siapa suruh menantangku? Dia harus tahu kalau aku bisa menjaga diriku sendiri, aku memiliki tendangan yang bisa mematahkan tiga gigi orang dalam satu kali tendang dan jika tendanganku mengenai alat vital pria maka aku jamin mereka tak akan bisa memiliki keturunan.

Kami tiba di lantai dasar bersama-sama, dia tak mengatakan apapun padaku sejak tadi. Masa bodoh jika dia marah. Aku tidak membutuhkan pertolongan apapun darinya. “Hey, Kim Yoora, kau harus ikut denganku, atau kau akan benar-benar berada dalam masalah.” Aku berhenti melangkah dan kembali menatapnya. Dia tidak kapok ternyata.
“Kau masih berani macam-macam denganku? Apa yang tadi itu kurang?”
“Aku tidak akan macam-macam. Aku janji dan aku akan bersikap sangat sopan denganmu. Apa itu cukup untuk membawamu bersamaku?”
“Baik, aku percaya padamu. Jika kau berbohong padaku, maka tamatlah riwayatmu!” Aku mendengarnya saat dia mennggumam jika aku adalah gadis yang mengerikan. Biar saja, aku tak peduli dia akan memandangku seperti apa.
Aku mengikutinya menuju mobil yang terparkir rapi di pintu masuk perusahaan. Aku membuka pintuku sendiri karena tentu saja dia tak akan sudi membukakannya untukku, lagipula mana ada pria yang mau membukakan pintu untuk seorang gadis yang sudah menyikut punggungnya dengan keras. Kuharap, tadi aku tak membuat punggungnya memar.
“Jadi, masalah apa yang kubuat dalam hidupmu bahkan sebelum kita bertemu?”
“Ada begitu banyak masalah yang kau timbulkan untukku. Aku sudah membuat daftarnya di kepalaku dan nanti akan kukatakan padamu.”
Aku memutar bola mataku. Berlebihan sekali  sih dia! Tapi, masalah apa yang sudah kutimbulkan untuknya. Ya ampun, kami bahkan baru saja bertemu tadi. Belum sampai satu jam.
Aku mengerutkan dahiku saat melihat ada nomor asing yang menelpon ke ponselku. “Angkat saja, jika dia berbicara yang aneh-aneh biarkan aku yang menyelesaikannya.”
Aku meliriknya sesaat dan memutuskan untuk mengangkat panggilan telepon itu.
Ha..
“Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting denganmu. Kau harus ada di apartemenmu nanti malam dan masaklah sesuatu yang enak, kau akan mendapatkan kunjungan istimewa.” Sambungan terputus. Suara itu sepertinya aku mengenalnya. Es. Jung. Itu suara Jung. Darimana dia mendapatkan nomorku? Ah dasar penguntit!
“Hey, kenapa? Apa yang orang itu katakan padamu?”
“Tidak, tidak ada. Hanya salah sambung.”

Kami terdiam hingga mobilnya terparkir rapi di depan sebuah gedung yang terlihat seperti pusat belanja.
“Turunlah, aku ingin mengajakmu bersantai. Kau tenang saja, setelah kejadian konyol tadi aku tak akan berani macam-macam denganmu,” ujarnya dengan senyuman penuh di wajahnya. Aku membalasnya dengan memutar bola mataku dan membiarkannya menarikku.
Kami naik ke lantai paling atas dan aku terkejut saat mendapati jika lantai atas mall ini adalah sebuah bar. Tidak seperti bar yang ada di amerika yang penuh sesak dan berisikan orang-orang liar, bar ini cukup mewah. Tidak terlalu ramai dan tampaknya penghuni bar ini adalah orang-orang dari kalangan atas.
“Lancang sekali kau! Apa kau tak pernah dengar jika anak dibawah umur dilarang memasuki tempat seperti ini.” Aku menghentikan langkah kami di depan meja bar.
“Oh ayolah, ini tidak seburuk yang kau pikirkan. Aku membawamu ke tempat mahal dan aku jamin kau tak akan mendapat pemandangan apa pun di sini, hanya beberapa orang atau beberapa pasang kekasih yang menari. Kau juga tak perlu khawatir bar ini tidak memiliki penari telanjang. Bar ini hanya untuk orang-orang yang berkantung tebal. Apa kau mengerti?” Dia sedikit berteriak karena suara musik yang cukup kencang.
“Tetap saja. Apapun alasanmu, kau sudah dengan lancang membawa gadis yang bahkan belum genap berusia tujuh belas ke tempat seperti ini. Aku baru akan mendapat angka tujuh belas itu bulan juli nanti.” Dia mengendus kesal dan tak lagi membalas ucapanku. Tangannya kembali meraih tanganku dan membantuku untuk duduk di kursi tinggi bar ini. Kurasa aku tak sependek yang dia kira.
“Kau ini. Darimana kau mendapatkan energi begitu banyak untuk bicara sebanyak itu, padahal kau memiliki tubuh kecil seperti ini. Aku bahkan baru menyadarinya, kau ini kecil sekali.”
“Jaga bicaramu, Sir atau kau akan segera mendapatkan tangan-tangan lembutku ini membekas di wajahmu,” desisku kesal. Dia lebih cerewet dari aku. 
“Maaf. Aku mengajakmu kesini karena bagiku ini adalah tempat paling nyaman untuk berdiskusi tentang kita.”
“Apa? Apa maksudmu ‘tentang kita’? Awas saja jika kau sampai berani berpikir untuk membuatku mabuk dan mengambil kesempatan.”
“Kau berpikir terlalu jauh, Nona Yoora. Aku ini pria baik-baik, asal kau tahu saja. Aku adalah anak dari CEO besar Choi Dong Sun dan aku otomatis akan menjadi pewaris dari semua usaha milik keluargaku itu. Mana mungkin aku mau mencoreng nama baik keluargaku dengan membuat skandal bersama gadis seperti dirimu.” Pria sialan. Mulutnya benar-benar harus disumpal dengan kulit nanas.
“Berhenti membuang-buang waktu dan cepat bicarakan apa yang mau kau katakan padaku hingga kau harus repot-repot membawaku ke tempat mahal ini.” Aku menekan kata mahal.
“Aku mendengar kabar jika keponakan dari Mr. Fletcher akan pindah kemari dua minggu yang lalu. Pamanmu menelpon ayahku dan meminta ayahku untuk mengurus semuanya. Aku mendaftarkanmu di sekolahku dan membuat semua jadwal kita sama, jadi kita akan berada di satu kelas yang sama hingga lulus nanti. Lagipula itu bukan waktu yang lamakan, hanya enam bulan. Sebenarnya, kita pernah bertemu satu kali di New York. Tapi waktu itu, kau tampak tak memperhatikan sekelilingmu hingga kau tak melihatku. Aku mengingat wajahmu sampai sekarang, hanya saja, tinggimu sedikit bertambah dari yang terakhir kali kuingat. Aku mendapat masalah karena ayahku berniat menjodohkanmu denganku. Katanya, hubungan ini sudah lama terjalin dengan ikatan persahabatan dan sekarang apa salahnya jika kita perkuat menjadi keluarga. Itulah yang membuatku merasa jika kau adalah pemicu masalah dalam hidupku. Wajahmu dan wajahku muncul di salah satu majalah ternama korea lima hari yang lalu dan aku tak tahu darimana niatan konyol ayahku itu tersebar.”
“Wajahku ada di majalah? Bagaimana itu bisa terjadi?”
“Aku tidak tahu. Sebenarnya aku masih kesal dengan ayahku. Aku yakin dia adalah orang yang ada di balik semua ini. Gosip-gosip tentang kita terus saja bermunculan dan aku tak tahan karena kemanapun aku pergi maka akan ada banyak reporter yang mengikutiku.”
Aku menatapnya tak percaya, aku pernah muncul beberapa kali di majalah sebagai gadis dengan gaun terbaik bersama Jessy. Tapi diikuti reporter? Aku tak pernah. Jangan-jangan..
“Jangan bilang jika sekarang ada reporter yang sedang mengikuti kita?” Aku menudingnya lagi dengan gelasku. Well, aku bukan penyuka alkohol.
 “Bisa saja, aku tidak manghapal satu demi satu wajah reporter di kota ini,” ucapnya. Aku terdiam begitu saja. Gila! Aku tak bisa bayangkan jika aku dilibatkan dengan gosip bodoh bersama dengan pria cerewet sepertinya.
“Awas saja jika sampai aku melihat ada artikel tentang diriku di majalah atau di internet besok. Mati kau!” Jin Hwa memutar bola matanya.
“Aku tak menjamin keamanan saat kita di luar, tapi percayalah tempat ini memiliki tingkat keamanan yang tak akan membuatmu kecewa.”
Aku menghela napas lega, entah kenapa saraf-sarafku tegang mendengar ucapannya yang sewaktu-waktu bisa meledakkanku.
Ini sudah sore, aku harus memasak untuk kunjungan istimewa yang dikatakan oleh Jung ditelepon tadi. Aku memang sudah tidak terlalu kesal lagi dengannya, mungkin aku memang harus memaklumi perkataannya waktu itu. Taehyung benar, aku tak mengenalnya, itulah yang membuatku berpikir jika Jung adalah pria dengan attitude yang buruk. Mungkin aku bisa memberinya kesempatan kedua.
“Apa kita sudah selesai? Aku harus pulang sekarang.” Aku memutar kursiku menghadapnya. Jin Hwa melihat jam tangan yang melingkar di tangannya.
“Ini bahkan belum jam enam dan kau sudah mau pulang? Kau payah sekali.” Aku mencibir padanya.
“Aku memiliki urusan yang lebih penting daripada duduk-duduk di sini bersama dengan makhluk dari antah berantah seperti dirimu. Aku harus pulang, jika kau tak mau mengantarku, aku akan menghubungi supir pribadiku sekarang.”
Jin Hwa menarik ponselku bahkan sebelum aku bisa menekan nomor untuk menghubungi supirku itu. “Baik.. baik.. kau ini! Kau suka sekali mengancam orang untuk menuruti kemauanmu ya.” Aku tersenyum lebar padanya dan dalam sedetik senyuman itu menghilang dari wajahku.
“Terserah apa katamu dan cepat antar aku pulang.” Aku turun dari kursi tinggi bar ini dan berjalan keluar, Jin Hwa mengikutiku dari belakang.

Kami tiba di apartemenku setengah jam kemudian. Jin Hwa memaksa untuk ikut denganku, katanya dia penasaran dengan apa yang akan kulakukan hingga harus buru-buru kembali ke rumah. Aku tak percaya jika pria tampan sepertinya bisa bertingkah seperti itu, maksudku dia berisik sekali.
“Kau akan terkejut saat kau tahu siapa saja yang menjadi tetanggamu di gedung dan kawasan ini. Semuanya adalah orang-orang yang memiliki popularitas besar dan kantong yang tebal. Aku yakin kau pasti tak menyukai musik korea kan?” Aku menggesekkan ID card apartemenku, membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku melempar tas kecilku ke sofa ruang tamu, lalu berbalik menghadap Jin Hwa.
“Siapa bilang aku tak suka musik korea? Aku suka, aku tahu satu grup yang sangat bagus menurutku. Super Junior. Ya kalau tak salah itu nama grupnya.”
“Payah, kau hanya tahu satu? Kau benar-benar bukan orang sini.”
“Aku memang bukan orang sini! Sekarang, kau puas? Masih untung aku tahu yang satu itu. Aku bahkan lebih suka musik-musik dari negara asalku di mana aku dibesarkan meski sebenarnya aku tidak terlalu menggemari dunia musik.”
“Mengapa kau ini cepat sekali marah? Akukan tidak serius. Jika semua hal kau buat serius, bisa-bisa nanti kau akan stress dan berakhir di rumah sakit jiwa. Kau mau seperti itu? Lagipula menurutku kau itu terlalu cantik untuk masuk rumah sakit jiwa.” Dia melempar tubuhnya ke sofa-ku.
Aku tertegun sejenak mendengar kalimat yang baru saja ia ucapkan. Kalimat itu terdengar sangat familiar. Tunggu, aku yakin jika aku pernah mendengar yang seperti itu sebelumnya. Ah, Jessica. Tentu saja, itu adalah perkataan Jessy, nyaris sama, mirip sekali. Bagaimana dia bisa mengatakan hal yang sama dengan yang Jessy katakan.
“Heh, yang tadi, perkataanmu barusan itu, kau menjiplak dari mana?”
“Apa maksudmu? Itu adalah semboyan kebanggaanku sejak dulu. Aku tak suka suasana yang terlalu serius, kecuali jika sedang meeting dengan klient perusahaan. Aku ini adalah tipekal pria idaman semua wanita di seluruh negeri ini, aku tampan, kaya, pintar, dan humoris. Semua gadis suka dengan pria yang humoris sepertiku kan? Apalagi didukung dengan wajahku dan kantongku juga.” Jawabannya panjang sekali, aku sampai terbosan-bosan mendengarnya.
“Maaf, aku tak bermaksud untuk menyinggungmu. Aku hanya, Jessica pernah mengatakan hal seperti itu, bukan pernah lagi, dia bahkan sering mengatakannya. Aku hanya bingung, bagaimana kalian bisa memiliki pemikiran yang sama seperti itu?”
“Apa Jessica adalah gadis yang bersamamu di pesta amal itu? Dia memiliki rambut cokelat gelombang, kaki yang indah, senyum yang manis dan dia tinggi.” Jin Hwa menekan kata ‘tinggi’. Kurang ajar! Dia meledekku lagi.
“Iya, meski aku tak ingat kapan kita bertemu, tapi setiap acara di New York aku memang selalu bersamanya. Dan dia memang tinggi.” Aku juga menggunakan nada yang sama dengannya pada kata ‘tinggi’. Jin Hwa tertawa mendengar balasanku.
“Dia adalah gadis yang menganggumkan kan? Dia cantik dan dia adalah orang yang akan meneruskan perusahaan ayahnya nanti. Harusnya, ayahku menjodohkanku dengannya saja, bukannya dengan gadis sepertimu yang bisa mematahkan tulang rusukku.” Aku terkekeh saat mendengar gumamannya.
“Kau tidak tahu saja, jika aku adalah seorang gadis dengan tendangan terbaik di keluarga Fletcher, maka Jessy adalah gadis dengan pukulan terbaik. Kau harus dengar cerita mengenaskan yang terjadi pada Daniel, mantan kekasihku yang terakhir dua bulan yang lalu.”
Tubuh Jin Hwa menegap tiba-tiba, wajahnya menjadi serius. “Benarkah? Apa? Apa yang terjadi pada pria itu? Kalian membunuhnya atau…”
“Tidak, tidak sampai seperti itu, ingat, kami adalah gadis terhormat, mana mungkin kami membunuh orang. Gunakan otakmu itu! Jessica meninju hidung pria itu dengan pukulan andalannya. Aku yakin sekali jika hidung pria itu patah. Kalau saja aku tidak sedang dalam keadaan yang buruk. Aku akan menendang alat vitalnya dan membuatnya mandul.”
“Ya Tuhan, aku tak percaya jika species dari gadis-gadis seperti kalian masih ada dan bernapas di muka bumi ini. Mengerikan sekali!”
“Jangan terlalu berlebihan. Itu malah baguskan. Pria manapun akan berpikir berulang-ulang kali sebelum berani macam-macam dengan gadis-gadis dari keluarga Fletcher,” ujarku padanya. Aku melangkah meninggalkannya yang tampak termenung menuju dapur.
Well, sebaiknya aku mulai memasak sekarang karena aku harus menyiapkan makanan untuk banyak orang. Aku yakin kunjungan istimewa yang dimaksudkan oleh Jung adalah mereka bertujuh akan datang kemari, tapi Seo Jin mungkin tidak ikut karena feeling-ku mengatakan jika dia tak terlalu suka denganku.
“Apa yang sedang kau lakukan?”
Aku mengeluarkan daging yang kemarin kubeli bersama Teahyung dari freezer dan meletakkannya di atas counter.
“Aku sedang memancing di sini! Apa kau buta? Apa lagi yang dilakukan seorang gadis di dapur hah? Dasar bodoh!”
“Maaf, kau ini. Berhentilah menjadi gadis yang ketus seperti itu, nanti kau bisa tidak laku.” Aku memutar bola mataku.
“Aku hanya bersikap ketus padamu, aku tidak begitu dengan yang lain.”
Aku tak mendengar lagi jawabannya. Aku melihatnya, dia sedang memperhatikanku. Apa yang menarik? Aku hanya sedang memotong-motong daging ini. Aku akan membuat steak untuk makan malam. Aku belum belajar memasak masakan korea. Sebenarnya, steak buatan Jessica lebih baik dari buatanku ketika kami sama-sama membuatnya dulu, tapi bibi Joan bilang milik kami berdua adalah yang terbaik.
“Apa yang akan kau lakukan dengan daging itu?”
“Aku akan membuat steak. Diamlah, jika kau ingin melihat, lihat saja dan jangan berkomentar apa-apa.” Dia diam lagi. Nah, begini lebih baik. Aku tidak suka jika ada orang yang mengganggu aktivitas memasakku.
“Baiklah, kalau begitu nimkatilah waktu memasakmu, Nona. Aku akan ke ruang santai dan menonton. Atau mungkin aku bisa mengacak-acak apartemenmu ini.”
“Jika kau berani melakukannya, pisau ini akan melayang tepat ke jantungmu.”
Aku mendengar tawanya yang menghilang di balik dinding pembatas dapur dengan ruang makan. Sebenarnya, aku harus mengakui jika pria itu memang menyenangkan. Dia punya begitu banyak hal untuk dikatakan.
Saat memasak, satu-satunya hal yang paling aku benci adalah memotong bawang merah. Sekarang, aku harus memotong dua belas bawang bawang merah, kuharap mataku tak berair. Aku melirik daging yang sudah kurendam di air garam, daun peterseli dan lada sejak lima belas menit yang lalu sambil mengupas kulit bawang dan langsung memotong-motongnya. Ada lima belas menit lagi, selesai dengan bawang, aku menyiapkan pen baruku untuk mencairkan mentega. Aku selalu suka jika memasak dan mentega adalah bagian dari bahannya karena mentega akan membuat masakan terasa lebih enak. Sudah tiga puluh menit, tanganku meraih mangkuk bening berisikan daging yang sudah kurendam dan lantas meletakkannya di atas pen.
Aku menyiapkan wajan lain, menghangatkan minyak dan menumis bawang merahnya. Aku berlari ke lemari es dan mengeluarkan saus sambal dan saus tomat, lalu tepung terigu, dan air kaldu. Memasukkannya ke dalam wajan lalu ditambah lada juga sedikit garam dan menumisnya.
Kedua tanganku berkerja, lima menit sekali aku membalik dagingnya dan tangan yang satu lagi menumis saus untuk dagingnya. Aku tersenyum lebar saat aroma masakanku sudah memenuhi dapur ini.
Ini adalah momen pertamaku memasak di sini dan rasanya sangat luar biasa, biasanya, akan ada Jessica yang bersaing memasak denganku, tapi ini hanya aku sendirian untuk diriku sendiri dan tanpa persaingan.
Aku mematikan api kompor, menyiapkan steak ala Kim Yoora di tiga piring ukuran besar. Menumpahkan saus yang telah kubuat ke atasnya dan meletakkan beberapa sayuran di pinggiran piring. Aku mencicipi rasa saus yang kubuat di wajan dan rasanya lebih baik dari yang terakhir kubuat.
Setelah memasak, aku akan merasa lebih bahagia. Tapi aku tak mungkin hanya menyiapkan steak sajakan. Kurasa aku bisa membuat Tortilla isi ayam. Kemarin Taehyung bilang kalau orang korea juga memakan nasi dan aku juga akan memasak nasi. Kami sudah membelinya kemarin.

Dua jam, aku sudah menyelesaikan semua masakanku dan aku juga membuat ayam crispy.
Jin.. Jin Hwa..” Aku berteriak memanggilnya dari dapur, beberapa detik kemudian dia sudah ada di sampingku.
Wah, apa benar ini semua kau yang memasak?” Dia berdecak kagum dan aku bisa sedikit menyombongkan diriku.
“Tentu saja, kau pikir siapa lagi yang membuatnya. Sekarang bantu aku untuk meletakkan semua ini di meja makan, susunlah yang rapi. Aku akan mandi dan bersiap-siap sebelum tamuku datang. Oke? Ingat jika kau mengacau, aku akan membuatmu pingsan malam ini.” Jin Hwa memutar bola matanya dan aku meninggalkannya berlari ke kamarku. Aku tak punya banyak waktu untuk membersihkan diri, karena merka pasti akan datang sebentar lagi.

Aku mematut diriku sekali lagi di depan cermin dan berlari keluar saat mendengar suara bel. Itu pasti mereka. Saat aku tiba di depan pintu kamarku, Jin Hwa sudah lebih dulu membuka pintunya. Semua orang terdiam seolah-olah waktu berhenti saat ini. Aku menutup pintu kamarku dan menghampiri mereka.
Mereka menatapku dengan tanda tanya di atas kepala mereka. “Mengapa kalian diam seperti itu? Silakan masuk,” ucapku dengan kikuk.
“Apa kau sudah gila? Bagaimana bisa seorang gadis sepertimu mengundang tujuh pria sekaligus eh tidak delapan pria sekaligus dalam semalam?” bisik Jin Hwa di sampingku. Aku menyikut perutnya.
“Jangan asal bicara kau. Diamlah. Perlu dikoreksi, aku tidak mengundangmu, kau yang memaksa untuk ikut, jadi kau tak masuk dalam hitungan,” ujarku.
“Yoora, tapi bagaimana kau bisa mengenal mereka? Mereka itukan…”
“Hai Ms. Amerika, senang rasanya bertemu denganmu lagi. Apa kau sudah menyiapkan masakan yang enak untuk kami semua. Aku atas nama teman-temanku ini meminta maaf padamu karena sudah merepotkanmu,” ucap Jimin dengan cengiran lebarnya.
“Tidak Oppa, aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Aku senang kalian sudah mau berkunjung kemari.”
“Kurasa kita bisa mengadakan acara syukuran untuk rumah barumu ini. Aku senang design-nya sangat cantik dan cocok sekali denganmu.” Dia Nam Joon. Aku tersenyum padanya.
“Terima kasih, Oppa,” ucapku sambil membungkuk.
“Wah, kurasa kau sudah belajar cara membungkuk dengan baik.” Semua orang tertawa saat mendengar ucapan Ho Seok.
“Aku setuju jika malam ini kita mengadakan syukuran untuk rumah baru Yoora. Ini adalah awal pertemanan kita.” Aku tersenyum makin lebar pada Yoon Gi.
“Siapa pria itu? Apa dia kekasihmu? Hebat sekali. Dalam waktu tiga hari kau sudah memiliki seorang kekasih di sini, wow. Kurasa aku harus memberimu tepuk tangan!” Tubuhku kaku begitu mendengar sindiran keras dari Seo Jin. Sudah kuduga dia pasti tidak menyukaiku. Tapi apa salahku?
“Dia Choi Jin Hwa. Temanku, teman satu sekolahku dan anak dari sahabat pamanku.”
“Hey Jin, Jaga bicaramu jika kau tidak mau mendapat masalah. Kau terlihat sangat terpaksa datang kesini, harusnya kau tidak usah ikut. Sial.” Aku melotot pada Jin Hwa, dia tidak sopan sekali.
“Sudahlah. Maafkan dia, dia sedang kedatangan tamu jadi terlihat begitu sensitive.” Taehyung melerai suasana. Apartemenku tampak penuh dengan kehadiran delapan orang pria ini. Aku senang suasana ramai seperti ini.
“Aku sudah memasak untuk makan malam dan aku juga sudah membuatkan kopi untuk kalian. Ada tea herbal juga dan ada jus apel.”
“Jika rasa kopimu berbeda dengan yang kemarin awas saja.” Aku terkekeh mendengar ucapan Taehyung. Perhatianku mendadak berhenti pada Jung. Dia terlihat bingung, aku tahu jika sejak tadi dia memperhatikanku. Aku tak tahu harus bagaimana. Mungkin nanti kami akan bicara empat mata.

Aku senang semua orang menikmati masakanku. Jimin dan Ho Seok terlihat tak malu-malu dan terus memuji masakanku. Aku sampai harus memegangi perutku karena kekocakan mereka.
“Ternyata rasa kopi buatanmu tetap sama. Aku suka sekali, mulai sekarang ini akan menjadi kopi kesukaanku. Kalau aku ingin minum kopi aku akan datang kemari.”
Aku tersenyum pada Taehyung. Dia masih jadi pria yang paling kusukai sampai detik ini. Jin Hwa tidak banyak bicara sejak tadi dan Jung bahkan belum juga mengeluarkan suaranya. Nam Joon sibuk mengobrol dengan Yoon Gi dan Seo Jin.
“Kami akan ke ruang tengah lebih dulu. Eh, Yoora bolehkah kami keluar? Ke balkon maksudku?” Aku mengangguk menjawab pertanyaan Nam Joon. Dia melangkah pergi bersama Yoon Gi dan Seo Jin.
“Aku dan Ho Seok akan menikmati snack di ruang santai. Aku senang sekali kau memiliki playstation, kami akan sangat betah di sini,” seru Jimin. Aku tertawa mendengar lelucon mereka.
“Jangan malu-malu, Oppa. Kalian bisa menganggap ini sebagai rumah kalian juga.”
“Tentu, tentu saja. Kau bahkan sudah resmi diterima di rumah kami, Ms. Amerika.” Itu Ho Seok. Mereka beranjak meninggalkan ruang makan.

“Jin Hwa, ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ikutlah!” Aku menatap bingung pada Taehyung dan Jin Hwa yang menyusul pergi dari ruang makan.
Hingga akhirnya aku sadar kalau, dia sengaja meninggalkanku berdua saja dengan Jung. Ya Tuhan, kuharap emosiku tidak meledak-ledak dan aku bisa bicara baik-baik dengannya. Akan lebih baik jika kami berteman dibanding harus bermusuhan kan.
Aku beranjak dari tempat dudukku dan membereskan piring-piring bekas mereka semua. Tenang, aku sudah biasa melakukan ini. Aku tidak terlalu mempedulikan Jung yang ikut membantuku membereskan meja makan dan membantuku mencuci piring juga.
“Apa maksudmu? Kenapa kau mengajak mereka semua kemari? Bukankah, aku sudah bilang aku tidak ingin bertemu denganmu lagi,” ujarku dingin.
“Aku ingin meminta maaf padamu. Aku tahu aku salah. Aku seharusnya tak berkata seperti itu padamu. Bisakah aku mendapatkan kesempatan kedua? Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki segalanya.” Aku tertegun pada ucapannya.
“Kau tahu, kau sudah melewati batasanmu kemarin. Apa menurutmu aku harus memaafkanmu?”
“Tentu saja, bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua? Lagi pula, kau menjanjikan tiga hal yang kuinginkan dan akan kau penuhi.” Tubuhku tersentak seketika. Ya Tuhan, aku lupa! Aku lupa tentang tiga hal itu. Ya ampun. Dasar bodoh!
Aku menatapnya dan menghela napas. “Setelah semua yang dikatakan oleh Taehyung Oppa kemarin malam, aku jadi berpikir kembali tentang semuanya. Aku sudah memutuskan untuk memaafkanmu dan memberimu kesempatan kedua, asalkan kau menerima satu persyaratan dariku.”
Jung tampak ingin protes, tapi dia mengurungkannya. “Baiklah!”
“Aku ingin kau menceritakannya padaku, apa yang terjadi padamu, pada keluargamu karena Taehyung Oppa bilang kalau kau memiliki keluarga yang kacau dan aku ingin mengerti, agar aku bisa memaafkanmu.”
Dia menatapku dalam kebekuan matanya. “Aku akan menceritakannya padamu. Tapi nanti, saat kita sedang berdua. Tidak di sini, tidak sekarang.”
“Baik. Itu akan aku anggap hutang. Aku akan menagihnya nanti.”
“Bagaimana kau bisa mengenal Jin Hwa?”
“Bukankah tadi aku sudah mengatakannya pada kalian semua?”
“Jadi, kau akan ada di sekolah yang sama denganku juga.” Aku menatapnya melotot.
“Apa? Maksudmu kau juga ada di sekolah yang sama dengan Jin Hwa?” Ya Tuhan, itu artinya, aku juga akan satu sekolah dengan dia. Bencana apa lagi ini!
“Ya, secara otomatis kau juga akan satu sekolah denganku. Besok kau akan menginjakkan kakimu di sekolah itu dan kau harus berhati-hati, Jin Hwa bisa mendatangkan masalah untukmu,” ujarnya.
“Kurasa, kau adalah satu-satunya orang yang harus kukhawatirkan mendatangkan masalah untukku.” Dia mengangkat bahu tak acuh dan pergi dari dapur, meninggalkanku termenung sendirian.[]



Yoora

Choi Jin Hwa

Jungkookie

Oppars :)


2 komentar:

  1. Wow! Mereka (red: Bts dan Jin hwa) saling kenal? Ciye Kuki,yang sadar berbuat salah... Ciye,yang minta maaf... Tapi,kok Seok Jin gitu amat sih? =,= Terus kenapa Jin hwa bisa di sebut pembuat masalah? Keliatannya dia baik tuh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih reviewnyaaaaaaaaa chinguuuuuu😚 tunggu kelanjutannya yaaaa😚😚

      Hapus