Jumat, 31 Juli 2015

INTO HIS WORLD BAB 19

WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!

YIPIIIIIIEEEE BARU DIISIIN PULSA MODEMNYA SETELAH MERENGEK-RENGEK SAMA MAMA NIH HAHAHA :D ADAKAH YANG KANGEN KISAHNYA YOORA?? BUAT YANG BERTANYA-TANYA TENTANG JUNGKOOKIE AKU SABAR YA,, MUNGKIN DI BAB 20 KOOKIE MUNCUL ATAU ENGGAK BAB 21 ANTARA ITULAH YA.. HARAP SABAR YA,, AKU MAU BUAT SEMUA MOMEN YOORA BARENG BANGTAN BUKAN CUMA KOOKIE DOANG KARENA INI BTS FANFICTION HAHAHA :D TAPI RENCANANYA JUGA BAKALAN ADA SPIN OFF DENGAN JUDUL 'SOMEONE' NANTI YANG BAKAL BAHAS MASALAHNYA SALAH SATU MEMBER BTS NIH CHINGUDEUL.. PENASARAN KAH? HAHAHA DIHARAPKAN UNTUK SABAR JUGA YA:P SOALNYA KALO UDAH DIPOST PASTI DI TAG DI FB DEH :* PANJANG BANGETTTT.. YA UDAH CUSSSSS DEH YAAA *kiss





BAB 19


Kami tiba di Jeju setelah menempuh satu jam perjalanan di atas udara. Ja Yeon, kakaknya Jimin sudah mengirim beberapa orang kepercayaannya untuk menjemput kami dan membawa kami ke resort milik keluarga Park. Aku tak tahu apakah ini benar atau tidak, meski sebenarnya kami semua mampu menyewa resort sendiri atau bisa menginap di hotel. Mengingat jika resort itu milik Mr Park rasa-rasanya terdengar mengkhawatirkan.
“Jimin Hyung, tidak bisakah kita menginap di resort milikku saja? Aku khawatir, kurasa yang lainnya juga seperti itu,” celetuk Jin Hwa.
Aku menimpali dengan anggukan kepala bersama dengan Euna di sampingku dan Hye Ni di sampingku yang lain.
“Kita ke resort milik ayahku dulu, dan setelah menemukan titik terang masalahnya kita baru putuskan tentang akan menginap dimana, tapi kau bisa bersiap-siap kemungkinan besar kita akan menginap di resortmu,” jawab Jimin.
Park Ja Yeon telah menyiapkan empat mobil sport untuk mengantar kami ke resort milik keluarga Park. Jimin, Ho Seok, dan Yoon Gi di mobil pertama. Di mobil kedua ada Taehyung dan Hye Ni. Di mobil ketiga ada aku dan Seo Jin. Di mobil terakhir ada Jin Hwa dan Euna.
Pria-pria yang mengelilingiku adalah pria-pria kaya, hal-hal seperti ini bahkan tidak bisa diberi komentar ‘wow’ karena masih biasa saja. Tunggu sampai salah satu di antara pria-pria itu menerbangkan dirinya bersama gadisnya dengan helikoper dan melamarnya dengan cara yang bisa membuat gadis itu jatuh pingsan.
Jeju adalah pulau yang luar biasa, ya Tuhan aku tidak pernah melihat tempat seindah dan senyaman ini. Udaranya benar-benar menenangkan, begitu banyak hamparan bunga berwarna-warni. Aku seperti sedang ada di dunia mimpi. Aku ingat, Jung pernah mengatakan jika dia akan membawaku berlibur kemari, tapi ternyata aku sudah lebih dulu datang kesini tanpa menunggunya.
Sepuluh menit terasa seperti satu menit karena tiba-tiba saja, mobil ini sudah terparkir di halaman depan resort yang tentunya adalah resort milik keluarga Park. Kelihatan tampilan luarnya saja, resort ini sudah pasti sangat mahal. Aset yang cukup menguntungkan memiliki resort di pulau ini, menilik dari pemandangan dan wisata yang dijanjikannya, selain itu juga wisatawan pasti akan mendapatkan kesenangan serta liburan paling berkesan.
Nuansa putih yang penuh dengan keeleganannya memenuhi resort milik keluarga Park. Di Miami, resort milik paman bernuansakan cream lembut yang menyejukkan. Warna putih terlihat mewah disusun bersama dengan kaca-kaca yang nyaris tak berdebu.
“Kalian harusnya menambah sepuluh orang lagi untuk datang kemari bersama kalian,” seru seseorang yang keluar dari dalam resort.
Dia adalah pria muda yang tampan dan berkarisma nyaris sama seperti adiknya. Kemeja putih serta jeans sebatas lutut membuatnya kelihatan sangat santai. Dia adalah Park Ja Yeon.
“Kenapa menatapku seperti itu? Ayo, masuklah dan bawalah koper kalian ke dalam, aku sudah menyuruh orang untuk menyiapkan kamar kalian semua.”
Jimin memimpin langkah kami masuk ke dalam resort itu dan kakak beradik itu berpelukan erat melepas rindu. Mereka berdua jarang bertemu, Ja Yeon sekarang sudah menetap di Singapura.
Hyung, kami tidak akan menginap di sini. Aku benar-benar tidak ingin terjadi kekacauan lagi, jadi akan lebih baik jika kami menginap di resort Jin Hwa,” ucap Jimin setelah pelukan singkat mereka.
Aku menatap Hye Ni dengan pandangan bertanya, apa yang baru saja Jimin katakan pada kakaknya. Dia membisikannya padaku dan lantas aku mengangguk saja. Benar-benar seperti orang bodoh. Aku merasa buta jika mereka sudah berbicara dalam bahasa mereka.
“Ah dia anak dari Presedir Choi. Bagaimana kalian bisa saling mengenal? Baiklah, akan lebih baik jika kita bercerita di dalam.” Ja Yeon merangkul pundak adiknya.
Seseorang merangkul pundakku saat kami melangkah masuk lebih jauh lagi ke dalam dan itu adalah Ho Seok.


“Jadi, ceritakan padaku bagaimana kau bisa mengenal anak Presedir Choi, lalu dua gadis itu, bukankah mereka anak dari Mr Kim?”
Aku berpura-pura tidak mendengarkan karena jika mendengarpun aku tidak mengerti apa yang Ja Yeon katakan.
Hyung, gunakan bahasa inggris. Salah satu dari dua gadis itu ada yang tidak bisa sama sekali bicara dalam bahasa kita dan dia tak akan mengerti apa yang sedang kita bicarakan.” Itu Nam Joon.
Eh baik, jadi siapa yang tidak bisa bicara dalam bahasa korea?”
Aku menegang saat mendengar Ja Yeon berbicara dalam bahasa inggris. Luar biasa, apa yang dikatakan oleh Nam Joon! Harusnya biarkan saja mereka bicara dalam bahasa korea, nanti aku bisa meminta Hye Ni untuk menjelaskan padaku.
“Aku, aku orangnya, Oppa.” Aku tersenyum kikuk saat dia memandangku aneh.
“Kau? Wajahmu benar-benar menipu! Kau terlihat seperti gadis korea asli, tapi ternyata kau tidak bisa bicara dalam bahasa korea.”
Aku tertawa aneh. “Aku baru tinggal di Seoul selama tiga bulan, Oppa.”
“Ah jadi kau baru datang ke Seoul. Aku mengerti, biarkan yang lalu itu berlalu. Sekarang, Jimin, jelaskan padaku.”
“Kemarin sore setelah pekerjaan kami selesai, aku pergi ke makam ibu. Entah kenapa, kemarin aku benar-benar rindu padanya, ketika tiba di sana aku malah bertemu dengan ayah. Dia menyeretku pulang dan menerangkan padaku jika sebentar lagi waktunya akan tiba untukku menggantikannya memimpin perusahaan. Aku menolak dan dia marah besar padaku. Ayah mengancam jika aku tidak segera mengundurkan diri dari Bangtan maka dia yang akan mengeluarkanku. Aku tetap bersi keras dan akhirnya kami berkelahi. Aku sudah bukan bocah berumur delapan tahun lagi yang hanya diam saja saat dia memukuliku. Tapi teknik berkelahiku tak sebaik yang ayah punya. Aku bahkan nyaris pingsan ketika teman-temanku sampai tepat pada waktunya,” jelas Jimin panjang lebar.
Semua orang terdiam mendengar penjelasannya. Ja Yeon terlihat berpikir keras. Hanya mereka berdua yang tahu betapa kejamnya figur Mr Park. Aku bahkan masih ingat dengan baik bagaimana ekspresi wajahnya kemarin malam. Menyeramkan!
“Sebenarnya, aku tidak mengerti. Mengapa Presedir Park segigih itu untuk menjadikan Jimin Oppa sebagai penerusnya? Padahal dia memiliki satu orang lagi putra yang luar biasa dalam bidang bisnis yang sama sekali tidak dikuasai oleh Jimin Oppa. Apa ada cerita dibalik itu?” tanya Euna yang tiba-tiba membuka suaranya.
“Benar. Bagaimana bisa aku tidak memikirkan hal itu!” seru Jin Hwa.
Aku melirik Ja Yeon. Ada sesuatu yang ia sembunyikan. Tentu saja, mimik  wajahnya yang tadi terlihat santai kini berubah menjadi kaku. Dia seperti sedang memutar kembali waktu di masalalunya.
Detik-detik berlalu sampai akhirnya dia menghela napas dan menjawab pertanyaan Euna. “Sebenarnya, ada sesuatu yang membuat ayahku tidak percaya padaku. Dulu, ketika aku masih berada di grade high school, aku telah melakukan kesalahan yang fatal. Waktu itu, Jimin masih kecil, dia masih berumur sepuluh tahun dan belum mengerti apapun. Kami dididik dengan didikan yang keras oleh ayah sementara ibu, ibu kami telah kehabisan cara untuk menjelaskan pada ayah kami jika cara mendidik yang dia lakukan itu salah. Aku dan Jimin tumbuh bersama dengan kekerasan ayah dan perhatian dari ibu yang tidak membantu. Ketika itu, aku berteman dengan seseorang yang keadaan keluarganya lebih buruk dariku, dia berasal dari keluarga broken home. Setiap hari dia mendengar orangtuanya bertengkar, saling memaki, memecahkan barang-barang, saling memukul. Aku merasa jika dia mengerti tentang keadaanku. Kami berteman dekat sampai pada suatu hari dia mengajakku pergi ke club. Memberiku minuman beralkohol tinggi, aku menolak pada awalnya, tapi katanya dengan meminum minuman itu, beban masalah yang kutanggung akan berkurang dan bahkan lenyap. Akhirnya aku mencoba minuman itu, malam itu jadi saksi kehancuran hidupku.”
Aku melihat duka mendalam di mata Ja Yeon. Kekerasan yang dilakukan Mr Park bukannya membuat hidup anaknya bahagia, tapi malah membuatnya menderita.
Ja Yeon kembali menyambung ceritanya. “Sejak malam itu, nyaris setiap hari aku diam-diam pergi dari sekolah bersama temanku itu, menghabiskan waktu di club. Aku melihat temanku memakai obat-obatan yang seharusnya tidak ia pakai. Tapi katanya, dengan obat itu bisa membuat kita terbang dan tak ada lagi masalah dalam hidup ini yang akan mengganggu kita. Karena rasa penasaranku, aku ikut mencobanya. Hingga pada akhirnya, aku kecanduan obat-obatan itu sama seperti temanku. Kami mabuk-mabukan dan memakai obat-obatan terlarang itu setiap hari,” dia berhenti, memejamkan matanya, menahan emosinya.
Aku mendesis pelan. Aku tak percaya jika pria dengan penuh kharisma seperti Ja Yeon pernah mengalami masa kelam seperti itu.
“Minuman dan obat-obatan itu sudah menjadi kebutuhan utama untukku, waktu itu. Aku sampai merengek pada ibu untuk memberiku uang sampai akhirnya anak buah ayahku berhasil menemukanku di club dengan keadaan yang membuatnya bisa mati detik itu juga, atau aku yang akan mati. Aku mabuk berat dan obat-obatan itu sudah merebut seluruh kesadaranku. Ayahku marah besar, dia memukuliku habis-habisan, saat itu Jimin tak ada di rumah, dia pergi menginap di rumah nenek dan ibu menjadi saksi jika  malam itu putra sulungnya hampir mati karena dipukuli oleh suaminya sendiri. Aku tidak merasa sakit sedikitpun, aku ingat yang kulakukan waktu itu hanyalah memakinya. Mengatakan padanya jika dia bukanlah ayahku, aku mengumpat dan melakukan hal-hal yang membuatnya semakin marah padaku. Ayahku hampir membunuhku dengan ikat pinggangnya, tapi ibuku memohon padanya untuk berhenti. Sekejam-kejamnya ayahku, dia akhirnya luluh juga pada perkataan ibu. Tapi malam itu, dia sudah mengambil keputusan untuk mengirimku ke rumah sakit untuk direhabilitasi dan dia juga mengatakan padaku jika dia tidak akan pernah mau jika aku meneruskan perusahaannya. Dia memiliki Jimin dan dia yakin dengan sepenuh hatinya jika Jimin tidak akan mengecewakannya.”
Aku bersumpah aku melihat setitik air mata di sudut matanya Ja Yeon. Itu adalah cerita yang panjang tentang kenapa Mr Park begitu gigih ingin Jimin yang menjadi penerusnya.
Ho Seok yang duduk di sampingku meraih tanganku dan menggenggamnya karena sedari tadi aku terus memainkan jari-jariku. Ini buruk. Sekarang, setelah mengetahui kenyataannya aku merasa wajar saja jika Mr Park tidak percaya pada Ja Yeon.
“Setelah semua hal buruk itu berlalu, aku akhirnya berhasil bangkit. Tapi kepercayaan ayah padaku sudah hilang. Dia sudah tidak percaya lagi padaku. Aku berusaha dengan keras untuk menunjukan padanya jika aku bisa dipercaya, jika aku tidak ingin mengecewakannya lagi. Aku tidak ingin dia memaksakan kehendaknya pada Jimin. Aku juga tidak ingin Jimin mengikuti jejakku dulu. Tapi sampai detik ini, aku tidak menemukan tanda-tanda jika ayah akan kembali percaya padaku,” ujar Ja Yeon.
 “Mengapa kau tidak mencoba untuk bicara padanya?” tanya Euna.
“Dia tidak akan pernah mendengarkan siapapun selain ibu kami. Dia akan selalu mendengarkan ibu sekalipun dia dalam keadaan yang benar-benar marah,” jawabnya.
“Kurasa aku dan Euna bisa melakukan sesuatu untuk meyakinkan Mr Park,” ujarku pada akhirnya.
Mereka semua sontak langsung menatapku. “Aku dan Euna akan mencoba bicara padanya. Bisakah Mr Park datang kemari?”
“Kebetulan sekali, besok malam akan ada pesta peresmian hotel baru milik keluarga Jeon. Jeon Jungkook, kalian mengenalnyakan?”
Tubuhku membeku begitu saja. Ho Seok meremas tanganku yang ia genggam, kurasa dia merasakan keterkejutanku.
“Apa? Kookie? Dia ada di Jeju?” Respon pertama datang dari Yoon Gi.
“Iya, sebelum kalian sampai, orang suruhannya mengatarkan undangan ini untukku. Aku sudah menyampaikan pesan pada sekretaris ayah perihal undangannya. Mengingat betapa pesatnya perkembangan perusahaan setelah berpindah tangan ke Jungkook, ayah tidak mungkin melewatkan kesempatan ini,” jelas Ja Yeon.
“Dia ada di Korea dan dia sama sekali tidak menghubungi kita,” seru Nam Joon.
“Sulit dipercaya! Bocah itu sudah benar-benar membuang kita dari hidupnya,” decak Jin Hwa.
Aku tidak tahu harus mengatakan apa, ada sesuatu yang membuatku lemas. Dia ada di Korea. Dia ada dekatku saat ini. Di kota yang sama.
“Untuk sementara kita lupakan dulu masalah pesta itu. Sekarang, bagaimana dengan rencananya?”
Aku menatap Hye Ni dan dia mengedipkan mata padaku. “Aku dan Euna akan menemui Mr Park ketika pesta berlangsung. Ja Yeon Oppa, kau bisa mendampingi ayahmu dan Jimin Oppa, kau akan ikut dengan kami. Sisanya biar aku dan Euna yang urus. Kami akan mencoba membuatnya mengerti.”


Setelah perbincangan itu, akhirnya kami semua pergi menuju resort milik keluarga Choi. Jin Hwa sudah menghubungi orang-orang di sana jika dia akan menginap di sana hingga lima hari ke depan. Begitu pulang nanti, aku akan ke sekolah bersama Sehun, jika dia masih ingat janjinya untuk mengantar dan mendampingiku ketika melihat pengumumanku.
Letak resort milik keluarga Choi sangat strategis. Kami bisa menikmati pantai yang berada dekat dengannya. Lokasi resort ini sama dengan lokasi resort paman di Miami. Sekalipun sedang musim dingin saat ini, Jeju tidak dituruni salju, udaranya saat ini mungkin sekitar 15°.
“Sebenarnya, apa yang ingin kau bicarakan dengan Tuan Park, Yoora? Kau tahu, kita sudah mencobanya dan semuanya sia-sia saja, dia tidak mendengarkanmu sama sekali,” celetuk Seo Jin tiba-tiba.
“Tidak, Oppa. Kurasa kita telah salah persepsi, perkataanku kemarin malam, sudah pasti berbekas di hatinya, aku yakin. Banyak orang yang seperti itu di dunia ini, mereka terlihat begitu keras dan menyeramkan dalam hal perawakan, tapi sebenarnya mereka mendengarkan setiap kata yang diucapkan oranglain tentang dirinya. Bedanya adalah ada orang-orang yang menunjukkan responnya secara langsung dan ada juga orang-orang yang lebih memilih untuk memendamnya saja, namun mereka mendengarkan dan akan memikirkan perkataan orang tentang dirinya. Aku yakin, Mr Park memikirkan perkataanku. Untuk itu, ketika harus kembali berbicara dengannya aku harus bersama dengan Euna. Euna memiliki sifat yang tak jauh beda dariku, dia juga pasti memiliki sudut pandang yang sangat baik untuk diterangkan pada Tuan Park,” jelasku.
“Dan tentang Kookie…”
“Jangan, Oppa. Jangan bahas tentang itu lagi. Sungguh, aku lelah mendengarnya dan aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kenyataan sekali lagi.”


Aku mendapatkan kamar yang indah, jendela besarnya langsung menghubungkanku dengan pemandangan pantai di malam hari. Ya ampun, akan sayang untuk melewatkan malam ini. Harusnya mereka merencanakan pesta.
Ponselku berdering, menyadarkanku dari lamunan sejenak itu. Aku meraihnya dan nama Kris tertera di layar.
Hei gadis kecil, benarkah jika sekarang kau sedang berlibur ke Jeju? Kau jahat sekali padaku, harusnya kau memberitahuku, aku bisa menemanimu.
Aku tersenyum mendengar nada kesal yang dibuat-buat itu. “Maaf, Oppa. Aku tidak bermaksud untuk tidak memberitahumu, tapi ini benar-benar perjalanan yang tidak direncanakan sebelumnya. Kami sedang memiliki masalah di sini. Jimin Oppa sedang membutuhkan kami semua,” jelasku.
Dia terkekeh di sebrang sana. Suaranya membuatku tenang. “Baiklah, aku akan mencoba untuk mengerti. Tapi ngomong-ngomong, aku tidak hanya iseng menghubungimu malam ini. Ada sesuatu yang harus kubicarakan. Ini tentang kau dan hubungan menggantungmu dengan Jeon Jungkook.
Aku terpaku sesaat. Debur ombak yang menyapu pesisir pantai tampak tak begitu menarik lagi saat mendengar perkataan Kris. “Ada apa, Oppa? Aku dan dia sudah selesai, semuanya sudah selesai.”
Aku ingin memberitahumu jika saat ini Jeon Jungkook ada di Korea. Aku tadi ke apartemenmu, tapi resepsionis di sana mengatakan jika kau sedang ada di Jeju. Jadi, kupikir, kau diminta oleh bocah itu untuk menemuinya dan hubungan menggantungmu akan berakhir,” ujarnya.
“Tidak, Oppa. Aku juga baru tahu beberapa menit yang lalu jika dia ada di sini. Aku akan hadir di pesta itu, Oppa. Bukan untuk bertemu dengannya, tapi untuk menyelesaikan masalah Jimin Oppa.”
Apa kau baik-baik saja?
Air mataku mengalir saat mendengar pertanyaannya. “Ya, aku baik-baik saja, Oppa.”
Ya Tuhan, jangan seperti itu. Apa kau sudah melupakannya jika aku ini kakakmu? Harusnya, kau bisa menceritakan keadaanmu. Jangan berbohong padaku, Yoora-ssi. Saat ini kau sedang menahan tangismu, am I right or am I right?
“Aku sudah terbiasa dengan ini, Oppa. Kau pasti mengerti. Aku diperbolehkan menangis saat ini. Tak ada siapapun di dekatku, dan tolong jangan pernah katakan pada siapapun jika aku masih sering menangis karena Jung, Oppa. Apalagi pada Kyung Soo. Aku tidak ingin menyakitinya,” desisku.
Dia menghela napas. “Kau selalu bisa mempercayakan rahasiamu padaku. Aku benar-benar menyayangimu, Yoora. Jangan pernah rahasiakan apapun dariku atau aku akan merasa menjadi sosok kakak yang buruk untukmu.
“Tidak, Oppa. Kau adalah kakak terbaik untukku. Aku tidak menginginkan kakak selain dirimu. Aku bahkan mempercayakan banyak hal padamu. Terima kasih untuk selalu datang setiap aku membutuhkanmu. Aku tidak mengizinkan siapapun melihatku menangis. Hanya kau yang kuizinkan, Oppa.”
Meski tidak secara langsung melihatmu menangis. Seandainya aku bisa menyusulmu ke sana dan mendampingimu berhadapan dengan bocah tengil itu,” ujarnya.
“Jangan, Oppa. Kau tidak perlu kemari. Aku sudah memiliki tujuh pria yang akan menjadi perisaiku. Kau tak perlu khawatir lagi.”
Baiklah, berhentilah menangis! Hadapi dia dengan senyuman, Yoora. Tunjukan padanya jika kau adalah gadis yang kuat dan buat dia menyesal karena telah menyia-nyiakanmu.
Aku mengangguk meski dia tidak bisa melihatnya. “Tentu, Oppa. Tidurlah, kau harus istirahat yang cukup.”
Dia terkekeh di ujung sana. “Kau bahkan membutuhkan lebih banyak istirahat dariku. Selamat tidur, gadis kecilku.”
Sambungan terputus setelahnya. Setelah mengobrol dengannya, aku merasa lebih baik. Kris adalah tempatku berbagi masalah. Aku mempercayakan semuanya, isi hatiku sekalipun. Dia bahkan berpendapat jika akan sulit untukku menerima Kyung Soo. Dia juga terkejut, bagaimana perasaan yang kumiliki berkembang dengan begitu cepat pada Jung.
Selama ini, Kris sering menelponku ketika aku menangis dan dia akan langsung tahu keadaanku.
Aku sudah pernah bilang dia adalah sosok kakak yang sempurna. Member satu grupnya tak pernah mengetahui tentang kedekatanku dengan Kris. Kami menyembunyikannya dengan baik. Setelah Kris, aku cukup dekat dengan Kai dan Xiumin. Sedang yang lainnya kami hanya saling mengenal dan berteman biasa saja. Suatu keberuntungan yang lain karena bisa mengenal mereka semua.

Tidak memiliki pilihan lain dan mumpung aku tidak bisa tidur karena rasa kantuk tak menghampiriku sama sekali sejak satu jam yang lalu, akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan di pantai. Celana pendek milik Jung dan kaos kebesarannya sama sekali tidak membantuku. Angin berhembus dengan kencang dan ini benar-benar dingin. Aku menjatuhkan tubuhku di atas pasir pantai yang lembut. Malam ini ada begitu banyak bintang dan bulan purnama juga menampakkan dirinya di atas sana.
Disaat-saat seperti ini, rasa sedih dan terluka akan kembali menghampiriku. Apalagi, berita yang kudapatkan hari ini benar-benar membuat saraf-sarafku tegang. Aku tidak percaya setalah dua bulan tidak ada kabar, akhirnya aku mendapatkan kabar meski tidak datang secara langsung darinya.
Sulit rasanya untuk percaya jika dia sudah kembali ke Korea. Dia bahkan akan mengadakan pesta besok malam dan aku akan menjadi salah satu tamu di pesta itu. Entah apa yang akan terjadi nanti. Aku benar-benar tidak ingin membayangkan apapun. Apalagi jika harus berharap dia akan tersenyum dan menyambutku atau mungkin dia akan menghampiriku lalu meminta maaf karena semua sikap brengseknya padaku selama dua bulan ini.
Mungkin bagi orang lain yang mendengarnya dua bulan adalah waktu yang benar-benar singkat. Tapi bagiku dua bulan itu lama, jika harus dihadapkan dengan posisi menunggu seperti ini, orang lain tidak akan mengerti sebelum dia berada diposisi yang sama denganku.
“Kau akan sakit jika masih berdiam diri di situ lebih lama lagi, Kim Yoora.”
Aku menoleh dan mendapati Jimin sedang berjalan menghampiriku, menjatuhkan tubuhnya di sampingku dan ikut memandang ke depan.
“Apa yang kau lakukan malam-malam di sini sendirian? Kalau ada yang menculikmu bagaimana?”
Aku terkikik mendengar perkataannya. “Tidak akan ada yang mau menculik gadis jelek sepertiku, Oppa. Jangan bodoh!”
“Siapa yang bilang jika kau itu jelek? Kau adalah gadis yang mempesona, Yoora-ssi. Kau harus percaya kata-kataku itu. Oya, aku ingin memberitahumu sesuatu tentang video yang direkam oleh Ho Seok Hyung tadi,” katanya.
Aku menatapnya curiga. “Jangan bilang jika kalian mengupload video itu, Oppa! Aku benar-benar serius dengan perkataanku tentang aku akan marah padamu jika itu sampai terjadi!”
“Tidak, kami tidak menguploadnya, kau tenang saja. Aku kebetulan memiliki teman yang bekerja di bagian menyadap file. Kau tahu, sejenis ‘penguntit’. Dan aku memintanya untuk menyadap email Kookie dan mengirim video itu padanya. Sebenarnya, kami tidak merekam semuanya, hanya dibagian akhir saja,” jelasnya.
Aku menatap Jimin tak percaya. Dia mengirimkan suara kacauku itu pada Jung. Gila! “Ya Tuhan, Oppa. Apa yang kau lakukan? Mengapa kau mengirimkan itu padanya? Apa kau benar-benar tidak memikirkanku sama sekali?”
“Yoora, aku melakukan itu karena aku memikirkanmu. Kau sudah seperti adikku sendiri. Kurasa dia sudah melihatnya. Aku berharap dia sudah memiliki jawaban untuk semua yang sudah terjadi selama dua bulan ini ketika kita bertemu dengannya besok. Kau tenang saja, aku berjanji padamu jika semuanya akan baik-baik saja.”
“Kau tahu, Oppa. Sebenarnya, aku lelah mendengar kalimat sejenis itu keluar dari mulut semua orang. Padahal kenyataannya, tidak ada yang baik-baik saja di sini. Aku bahkan tidak tahu apakah aku kuat atau tidak untuk berhadapan dengannya besok,” lirihku.
“Kau pasti bisa. Kami semua ada bersamamu. Kita akan memberi pelajaran padanya, dan jika memang dia masih peduli padamu, dia pasti memantaumu selama ini, jika itu memang benar maka dia juga pasti sudah tahu mengenai kedekatanmu dengan Kyung Soo.”
Aku menghela napas berat. Ini semua memang tak semudah seperti kelihatannya kan. “Entahlah, Oppa. Aku sudah menyerahkan semuanya pada Tuhan, apapun yang akan terjadi nanti aku tidak ingin memikirkannya. Aku tahu, mungkin saat ini aku adalah gadis yang paling menyedihkan di dunia. Mengharapkan pria yang sudah terbang begitu jauh dariku untuk kembali dan setidaknya menjelaskan mengenai hubungan ini, mungkin meminta maaf dan mengatakan jika dia masih mencintaiku. Tapi itu semua hanya ada dikhayalku saja. Ini kehidupan nyata bukan serial drama.”
Jimin melingkarkan tangannya di pundakku. Membimbing kepalaku untuk bersandar di pundaknya. Angin bertiup semakin kencang dan malam ini jadi semakin dingin, aku berharap hatiku ikut mendingin juga agar nanti aku tak perlu merasakan sakit saat bertemu dengannya lagi untuk yang pertama kalinya setelah dua bulan.
“Terima kasih, karea sudah mau menemaniku, Oppa.”
“Untuk apa? Bukankah itu sudah menjadi tugasku?” Aku tersenyum padanya.[]




KEMBARAN :*


HYE NI 

EUNA

PACARS :*

JIMINNIE :*



2 komentar: