Senin, 29 Mei 2017

DEAD HOPES



Title                : DEAD HOPES
Author            : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast                : -   Wendy ‘Red Velvet’ as Choi Minah
-          Kim Seok Jin as himself
Genre             : Hurt, Romance, Drama, Alternate Universe
Length            : Oneshoot
Rated              : Teens-13
Disclaimer      : Cerita ini murni dari pemikiran saya sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi link ini btsfanfictionindonesia.wordpress.com/?s=valleria ada ff juga di sana. Terima kasih dan selamat membaca ya semua!!




─Cinta yang begitu besar, yang kumiliki untuknya dulu telah terkubur bersama dengan harapan-harapanku padanya. Ya, sudah tidak ada lagi yang tersisa.






“Bagaimana semua persiapannya? Apa orang-orang bekerja dengan baik?”
“Ya, Pak. Orang-orang bekerja dengan keras untuk ini dan kurasa semua persiapan telah selesai beberapa detik yang lalu.”
“Bagus. Kuharap kerja keras kalian semua akan terbayar nantinya dan bonus yang kujanjikan akan kuberikan besok langsung ke rekening kalian,” cetusnya.
Dengan senyuman manis aku membungkuk hormat pada bosku. Dia adalah wakil direktur Diamond Group, perusahaan tempatku bekerja satu tahun terakhir. Aku memang masih baru di sini, ditempatkan di bagian surat-menyurat dan diikut sertakan dalam persiapan pesta penyambutan pimpinan baru perusahaan membuat beban kehidupanku berkurang. Tentu saja, aku tidak hanya memikirkan hidupku saja, ada satu orang lagi yang harus kupikirkan. Anakku, Nayoung. Dia adalah malaikatku, aku bekerja keras hanya untuk dia. Putriku itu berumur 3 tahun bulan depan dan dengan bonus yang kudapatkan setelah pesta ini, aku yakin bisa membelikan hadiah dan merayakan ulang tahunnya kecil-kecilan.
“Minah, apa yang kau lakukan di sini? Cepat bersihkan dirimu dan kembali kemari, kita akan menyambut tamu-tamu kehormatan itu dengan senyuman manis sepanjang malam ini,” celoteh Hwayoung.
Dia adalah teman dekatku di kantor. “Tentu, aku akan mengambil baju gantiku dan bersiap-siap,” balasku.
“Eh apa kau mengajak keponakanku?”
“Tidak, Youngie. Aku tidak mungkin mengajaknya, dia akan kelelahan dan aku akan kesulitan mengendalikan sifat manjanya nanti.”
“Ya, aku mengerti. Aku sangat merindukan malaikat kecil itu. Kau memiliki seorang putri yang sangat cantik dan aku merasa iri padamu.”
Aku terkekeh mendengar ucapannya. Dia selalu mengatakan hal itu padaku. “Temukan priamu dan buat anak juga, maka kau akan kehilangan rasa irimu yang mendalam padaku,” ujarku.

Gaun ini adalah gaun kesayanganku. Ibuku mewariskan gaun cantik ini padaku karena katanya ini adalah gaun yang dikenakannya ketika dia dan ayah melangsungkan ulang tahun pernikahan ke lima. Berwarna cream lembut, melekat di tubuhku dengan sempurna, tanpa lengan, panjangnya menyentuh mata kakiku. Ya, setidaknya aku bisa tampil cukup bagus malam ini.
Sebelum keluar dari kamar mandi, aku meraih ponselku dari dalam tas kecil dan memutuskan untuk menghubungi Nayoung. Dia kutitipkan pada tetanggaku sejak tadi pagi. Karena terlalu sibuk aku jadi tidak sempat menghubunginya.
Eomma, dimana, Na lindu Eomma. Eomma tapan pulang?” (Eomma, dimana, Nayong rindu Eomma. Eomma kapan pulang?)
“Hai, Na, Eomma juga rindu padamu. Maafkan Eomma ya, Nak. Tidak bisa menemanimu seharian ini. Eomma pulang agak sedikit terlambat. Nanti Eomma jemput ditempat Aunty ya.”
Aku bisa merasakan jika sekarang putriku itu tengah memajukan bibirnya. Dia memang akan melakukan hal itu ketika sedang bad mood. “Ya, Na akan menunggu disini sampai Eomma pulang,” balasnya.
“I love you, Na.”
“Love you, Eomma.”
Aku memutuskan sambungannya dan membereskan barang-barangku lalu keluar dari kamar mandi. Aku siap untuk menyambut tamu-tamu penting itu malam ini.
Jika ada yang bertanya mengenai statusku dan bagaimana aku bisa memiliki anak di usiaku yang baru menginjak 23 tahun, ceritanya sangat panjang. Itu adalah kisah penuh luka dan drama, sejujurnya aku ingin sekali mengubur semua itu dan melupakannya, tapi usahaku belum membuahkan hasil apapun. Sekalipun begitu, aku tidak pernah menyesal mempertahankan Nayoung di sisiku ketimbang membunuhnya dan memilih keluargaku. Nayoung lebih berarti dari apapun juga.

March 3rd 2013
Ini adalah hari ulang tahun ke 19-ku. Senyuman lebar terukir di wajahku saat melihat ayah dan ibu membuka pintu kamarku dengan senyuman lebar di wajah serta teriakan cempreng mereka yang memenuhi kamarku. Unnie juga membawa tiga buah kotak berukuran cukup besar didepan tubuhnya hingga suaranya terhalang kotak-kotak itu.
“Happy birthday, My Dear. Hari ini kau berulangtahun yang ke 19 sejak kelahiranmu. Aku yakin kau sudah cukup dewasa untuk menentukan mana yang baik dan tidak baik untukmu. Kami sebagai orangtua hanya akan mengawasi dan memberi pendapat. Meski aku tetap berharap dapat menjadikanmu bagian dari perusahaan keluarga. Sebelum meniup lilinnya, buat permohonanmu.”
Aku tersenyum sendu pada ayah dan lantas memejamkan mata lalu membuat permohonan sederhana pada Tuhan di hari ulangtahun ke 19-ku ini. ‘Bahagiakan orangtuaku dan semoga mereka bisa menerima Seok Jin dengan baik. Aamiin.’ Setelah itu aku membuka kembali mataku dan meniup lilinnya. Unnie berteriak dengan heboh dan menyuruhku untuk membuka kado-kado yang kudapatkan.
Aku yakin hari ini akan selalu kuingat selama aku hidup.

Desember 7th 2013
Aku mematut penampilanku sekali lagi didepan cermin sebelum akhirnya meraih tas kecilku dan keluar dari kamarku untuk menemui seseorang yang telah menungguku di belokan dekat rumah. Jangan heran, ini sama seperti kisah klise lain yang sering kalian baca atau tonton. Yep! Aku adalah gadis yang berasal dari keluarga terpandang, sedangkan kekasihku hanyalah seorang penyanyi café biasa dan tentulah uangnya tidak akan mencukupi kebutuhan hidupku bahkan untuk satu minggu saja.
Ayah dan ibu tahu dengan siapa aku menjalin hubungan begitu juga dengan Unnie. Mereka tidak menyukai Seok Jin dan kurasa sampai kutub mencair mereka tetap tidak akan menyukainya. Bagi mereka, aku tidak pantas mendapatkan pria seperti itu. Harusnya aku bisa bersama dengan seseorang yang lebih sederajat agar hidupku terjamin.
Bukankah itu sesuatu yang klise dan kuno? Aku mencintai Seok Jin, orangtuaku tidak setuju dan memintaku untuk tidak menjalani hubungan serius dengan pria itu. Aku tidak bisa. Aku mencintainya. Itu saja. Lagipula aku bahagia sekalipun harus hidup miskin dengannya.
“Hei, sudah lama menunggu? Maaf ya. Mereka menanyaiku lagi,” ujarku.
Seok Jin terkekeh pelan. “Aku mengerti, Chagi. Malam ini, kita akan bersenang-senang.”

May 3rd 2014
Tubuhku bergetar dengan hebat saat mendapati dua garis merah pada alat tes kehamilan yang kubeli di apotik tiga jam yang lalu. Ini adalah alat keenam yang kugunakan dan hasilnya tetap sama. Air mata mengalir deras membanjiri wajahku. Tubuhku merosot jatuh dan tangisku pecah begitu saja.
Tidak, ya Tuhan! Aku tidak bisa. Ayah dan ibu akan marah padaku. Apa yang harus kulakukan. Aku mendengar Unnie mengetuk pintu kamarku dengan keras. Seperti tersadar aku bangkit dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki, tanganku memunguti testpack yang berserakan di lantai kamar mandiku. Lalu menyimpannya di lemari kaca. Aku membasuh wajahku dengan air dan sedikit membenahi rambutku sebelum akhirnya berlari kecil menuju pintu.
“Minah, kenapa lama sekali dan… Hei! Ada apa denganmu?”
“Ah tidak ada, Unnie. Semua baik-baik saja. Kenapa Unnie mengetuk pintu kamarku?”
“Itu, aku ingin memberitahumu kalau ayah dan ibu telah memutuskan menunjukmu untuk berkenalan dengan anak dari klien bisnis mereka. Maafkan aku, Minah. Ini semua diluar dugaanku.”
“Unnie? Kenapa aku? Bukankah kau yang akan membantu ayah?”
“Iya, itu benar, tapi pria itu tidak menyukaiku, dia tertarik padamu. Kau tahu perusahaan sedang dalam keadaan yang tidak baik sekarang. Jadi, kami membutuhkan bantuanmu untuk masalah ini. Maafkan aku,” jelas Unnie.
Tubuhku kembali lemas dan air mata mulai menyeruak lagi mengaburkan pengelihatanku. “Tidak, Unnie. Aku tidak bisa. Aku… aku mengandung anaknya Seok Jin.”
Wajahku panas saat tangan kakakku terhempas dengan keras di wajahku. Aku yakin tamparannya membekas di pipiku.
“Kau gila! Apa yang ada di kepalamu itu, Minah! Perusahaan kita akan bangkrut dan kau bukannya menolong ayah dan ibu, kau malah menambah masalah mereka. Tidak sadarkah kau, kau adalah putri kesayangan ayah, dia melakukan segala hal untukmu, Minah! Tapi apa balasamu? Kau mau membuat dia mati cepat huh.”
“Maafkan aku, aku tidak menduga hal ini akan terjadi. Aku mohon, maafkan aku.”
Unnie menggelengkan kepala tak percaya dan lantas menarik tanganku dengan keras. Dia membawaku ke ruang keluarga. Disana ada ayah dan ibu, mereka sedang duduk dan meminum kopi seperti biasa. Suara Unnie mengheningkan suasana yang hangat. Dia meneriakkan jika aku tengah hamil anak Seok Jin dan itu adalah awal dari mimpi burukku yang sebenarnya.
“Anak tidak tahu diri! Kau telah mencoreng nama baik keluarga kita! Kami semua sudah mengingatkanmu untuk memutuskan hubungan dengan pria tak jelas itu, tapi kau tidak pernah mendengarkan! Hari ini, kau telah membuktikan jika kau bukanlah putriku. Kau bukan keturunanku. Aku mencabut semua hak-hakmu dikeluarga ini dan mulai detik ini juga kau sudah bukan lagi bagian dari keluarga Choi.”
Ayah…
“Kau sudah kehilangan semua hak-hakmu, Minah! Silakan pergi dari rumah ini dan jangan pernah tunjukan wajahmu di depanku lagi. Pergilah pada pria yang kau puja itu.”
Aku meninggalkan rumah dengan wajah basah karena air mata. Tanganku menggeret koper kecil milikku. Satu-satunya tujuanku saat ini adalah apartemen Seok Jin. Untuk sementara aku akan tinggal dengannya sampai menemukan tempat tinggal yang cocok.
Harapan yang telah susah payah kubangun lenyap tak bersisa saat melihat seorang perempuan yang membuka pintu apartemen Seok Jin untukku. Dia menatapku dengan pandangan merendahkan.
“Siapa kau?”
“Siapa kau?” balasku.
“Aku pacarnya. Jangan konyol! Sekarang, katakan padaku, siapa kau?”
Kakiku melangkah mundur saat mendengar kata ‘pacar’ keluar dari mulutnya. Aku meninggalkan semua harapanku pada pria brengsek itu, saat itu juga dan mengumpulkan semua tenaga yang masih kumiliki untuk mencari tempat tinggal.
Tangis dalam diamku masih mengiringi setiap ayunan kakiku. Hingga aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Dia menatapku dengan tatapan kasihan.
“Nak, kau baik-baik saja?”
“Bibi, apa kau tahu dimana aku bisa mendapatkan tempat tinggal untuk diriku sendiri di sekitar sini?”
“Ah kebetulan sekali, aku memang sedang mencari orang untuk menempati salah satu kamar kecil didekat rumah. Orang yang menempatinya baru saja pindah, jadi aku membutuhkan orang baru. Jika kau mau, kau bisa ikut aku sekarang. Tempatnya tidak terlalu bagus, tapi aku menjamin keamananmu di sana,” jelasnya.
Bibi Bokju membawaku ke kontrakan yang dia miliki, kebetulan tempat itu ada di ujung gang dekat rumahnya. Hari itu juga aku membayar uang sewa selama enam bulan. Minggu depan aku akan menerima pengumuman kelulusanku dan aku yakin aku akan mendapatkan beasiswa di Seoul University. Aku mengambil jurusan manajemen. Aku memang tidak pernah cocok dengan dunia bisnis. Meski nanti aku akan bekerja di bidang bisnis, aku akan ditempatkan di bagian belakang layar.
Rasa lelah menghampiri tubuhku bertubi-tubi setelah aku berhasil menata semua barang-barangku dan membersihkan kamar ini. Untunglah uang tabunganku sejak kecil serta uang di dompetku cukup untuk hidupku selama enam bulan ini. Aku akan mencari pekerjaan nanti.
~~~

Kehancuran hidupku tiga tahun lalu telah mengubah segala hal. Aku menjalani waktu-waktu berat itu sendirian. Mengandung dan melahirkan Nayoung. Aku menanggung semuanya sendirian. Seorang pria yang kupikir adalah penyelamatku dimana aku menggantungkan semua harapanku padanya ternyata berselingkuh dariku. Aku sudah ditipu mentah-mentah olehnya. Jika tidak karena Nayoung waktu itu aku mungkin sudah bunuh diri. Tidak ada gunanya lagi hidup ketika orangtuamu membuangmu dan kekasihmu menipumu. Nayoung telah menjadi satu-satunya alasanku untuk bertahan melawan semua keadaan. Untunglah Bibi Bokju mau menerima keadaanku saat kehamilanku mulai terlihat waktu itu. Aku mengambil cuti satu semester pertama hingga melahirkan dan mencoba melamar pekerjaan di sini. Aku masih kuliah sekarang, lebih tepatnya menunggu kelulusanku bulan depan. Aku akan naik jabatan nanti ketika menerima transkrip nilaiku yang baru.
Setidaknya dari semua hal, aku masih memiliki beberapa untuk disyukuri. Hwayoung dan aku berdiri bersampingan untuk menyambut para tamu. Senyuman manis tak pernah meninggalkan wajahku. Kami menyambut tamu-tamu itu dengan hangat sampai seseorang berjas hitam mahal dengan sepatu hitam mengilap memasuki pintu besar itu, memakuku ditempat. Hwayoung sama terkejutnya denganku, dia bahkan membuka mulutnya cukup lebar. Ya gadis ini memang mengetahui hal-hal yang telah kualami.
Demi Tuhan, aku telah bersembunyi dari pria ini sebaik yang kubisa! Apa yang dilakukannya di sini!
“Ya Tuhan, Minah! Maafkan aku, aku lupa jika aku melihat nama Kim Seok Jin terdaftar di kartu undangan vip.”
Aku menoleh pada Hwayoung dan dia menatapku dengan tatapan permohonan maafnya. “Kau! Gantikan aku, aku akan pergi dari sini, sebelum dia melihatku. Katakan pada bos kita, kalau putriku tiba-tiba saja sakit dan aku harus pulang untuk mengurusnya.”
“Baiklah, berhati-hatilah.”
Aku menghilang secepat mungkin dari ruangan itu. Melajukan motorku meninggalkan kantor. Sudah tiga tahun dan Tuhan mempertemukan dia denganku lagi hari ini. Aku sudah bersembunyi semampuku darinya. Aku tidak akan pernah mengganggu kehidupannya lagi.
Semua yang pernah menjadi milikku di masalalu telah kulepaskan tanpa terkecuali, termasuk Seok Jin dan harapanku padanya. Rasa sakit, penderitaan, luka, kekecewaan, kehampaan, tangis, serta kehancuranku akan tersimpan dan membekas selamanya di hidupku. Cinta yang begitu besar, yang kumiliki untuknya dulu telah terkubur bersama dengan harapan-harapanku padanya. Ya, sudah tidak ada lagi yang tersisa. Aku tahu selama tiga tahun sejak aku menghilang, dia berusaha mencariku kesana-kemari. Kemungkinan besar dia telah mengetahui apa yang sudah menimpaku dan mungkin juga dia tahu keadaanku. Tapi aku tidak ingin Nayoung mengenalnya. Putriku tahu dengan baik jika aku tidak suka membahas tentang ayahnya karena itulah dia tidak pernah menyinggung perasaanku.
Motorku terparkir di gedung apartemen tempatku tinggal. Aku mengangkat gaun panjangku dan berlari secepat mungkin masuk ke dalam sebelum orang-orang yang mengejarku tadi berhasil menangkapku.
“Aku benci permainan memuakkan yang kau buat selama tiga tahun ini, Minah! Hentikan semuanya dan kembalilah padaku!”
“Aku tidak akan pernah kembali.”
“Izinkan aku menebus semuanya, Minah! Aku meminta maaf padamu, tolong jangan biarkan sisa-sisa harapanku untuk kita mati begitu saja. Aku ingin mengenal putriku, aku ingin kita menikah dan memulai semuanya dari awal. Berhentilah bersembunyi. Minah, kembalilah.”
“Tinggalkan aku dan putriku, Seok Jin. Aku tidak akan mengizinkan dia menjadi bagian dari hidupmu. Harapanku telah mati untuk kita dan aku ingin kau tahu bagaimana rasanya ketika hal itu terjadi juga padamu. Ah aku belum mengucapkan selamat tinggal padamu dulu, aku akan mengucapkannya sekarang. Selamat tinggal, Seok Jin.”
“Minah! Aku tidak akan membiarkanmu lari lagi! Kau hanya punya dua pilihan. Menikah denganku atau kita akan memperebutkan hak asuh Nayoung dipengadilan.”
Mengingat dia sudah menjadi orang besar sekarang, tentu tidaklah sulit untuk mencaritahu tentang nama putrinya dan seperti apa dia.
“Bermimpilah terus, Seok Jin. Nayoung adalah putriku. Dia tidak membutuhkan seorang ayah brengsek sepertimu.”
“Minah…”
“Hentikan! Jangan buat aku melakukan sesuatu yang akan membuatmu menyesal. Jika kau berani mengganggu kehidupanku dan putriku, aku akan membawanya pergi jauh dan benar-benar menghilang dari hadapanmu. Jika kau tidak mau itu terjadi, pergilah dari sini dan biarkan aku dan putriku hidup dengan tenang.”
“Minah, aku mohon…”
Kakiku melangkah pergi tanpa sedikitpun membalikan tubuhku untuk melihatnya. Bagaimana rasanya, Seok Jin? Seseorang yang kau gantungkan harapan sebesar dunia padanya membunuh harapan itu begitu saja tanpa belas kasih? Sakit bukan? Aku sudah mengubur harapanku untuk kita bersama dengan kehancuran hidupku dulu dan aku tidak akan pernah berharap pada siapapun lagi. Tidak akan.



TAMAT~

Rabu, 24 Mei 2017

ONCE AGAIN (ONESHOOT)



Title                : Once Again
Author            : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast                : - Yulhee ‘LABOUM’ as Kim Nayoung
-          Jeon Jungkook as himself
-          Park Jimin as himself
-          Kim Taehyung as himself    
Genre             : Romance, Drama, Alternate Universe
Length            : Oneshoot
Rated              : Teens-13
Disclaimer      : Cerita ini murni dari pemikiran saya sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi blog saya www.valleriarussel.blogspot.com ada ff juga di sana. Terima kasih dan selamat membaca ya semua!!



─Aku adalah orang yang dilupakannya. Aku adalah orang yang hilang dari ingatannya dan itu cukup untuk membuatku tahu diri.








“Nayoung, apa kau sudah menyelesaikan naskah-naskah yang kemarin kukirim?”
“Ya, Pak. Aku sudah menyelesaikannya, sudah kuletakkan di meja Anda.”
Bosku mengangguk lalu pergi meninggalkan mejaku. Aku menghela napas lega, kemarin dia baru saja memberikan sepuluh naskah untuk kuperiksa sendiri karena katanya kesepuluh naskah itu diprediksi akan meledak dipasaran nantinya. Dia, bosku itu entah kenapa tidak mempercayai kinerja editornya yang lain. Katanya, dia selalu suka dengan hasil kerjaku, itulah kenapa aku menjadi bawahan istimewanya. Istimewa karena dia selalu memberikan lebih banyak pekerjaan padaku dibandingkan rekan satu timku yang lain.
Tanganku meraih secangkir kopi yang telah kusedu dan kubuat sendiri, lalu menyeruputnya sambil membaca naskah yang baru saja masuk hari ini. Selama enam bulan ini, aku sangat menikmati keseharianku di kantor dan di rumah. Menghabiskan waktu dengan membaca dan mengoreksi naskah dari para penulis local yang kompeten dan menyerahkannya pada atasanku saat selesai untuk dicek ulang sebelum akhirnya diterbitkan.
“Young-ie, apa kau sedang sibuk?”
Aku mendongak dari lembaran kertas di hadapanku dan menatap Jimin dengan pandangan menyipit curiga karena dia memasang senyuman anehnya, biasanya itu bukan pertanda yang baik untukku.
“Aku sedang sangat sibuk sekarang, Jimin. Mungkin akan lebih baik kalau kau meninggalkanku sendiri.”
Ouh, maaf, aku tidak bermaksud untuk mengganggumu, kau tahu, malam ini sekolah kita dulu mengadakan pesta reuni semua angkatan, aku berharap bisa datang denganmu kesana. Kau mau? Aku sudah punya dua undangan untuk kita,” jelasnya.
Aku tercenung saat mendengar berita mengejutkan itu. Ini adalah kabar pertama yang kudengar tentang sekolah itu setelah sekian tahun lamanya. Mungkin ada baiknya kalau aku datang kesana karena memang apapun yang pernah terjadi dulu sudah berhasil kulalui dengan baik.
“Tentu, kau bisa menjemputku di rumah nanti malam.”
“Kau serius?”
“Apa sekarang aku terlihat seperti sedang bercanda denganmu, Jimin?”
“Tidak, sama sekali tidak. Baiklah, berdandanlah yang cantik, Tuan Putri. Aku tidak sabar untuk malam ini.”
Aku terkekeh mendengarnya dan setelah itu dia melimbai pergi meninggalkan ruang kerjaku. Sedikit banyak, aku mengenal pria seperti apa dia. Kesimpulan klisenya adalah dia seorang pria yang baik. Kesimpulan lainnya sejauh ini adalah dia species langka dan siapapun gadis beruntung yang akan memilikinya nanti, dia harus banyak-banyak bersyukur.
Aku kembali memfokuskan pikiranku pada naskah di hadapanku. Ini adalah sebuah cerita historical fiction penuh haru, dikemas dengan menarik dan pemilihan kata yang cerdas dari sang penulis membuatku berhasil terhanyut didalamnya. Mungkin banyak orang berpikir cerita seorang gadis yang mencari pangeran adalah sesuatu yang bodoh dan konyol juga membosankan untuk dibaca, tapi aku justru lebih tertarik untuk membaca novel-novel seperti ini ketimbang harus membaca cerita action, thriller, atau sci-fi yang berat untuk diterima otakku.
Mereka tidak tahu dalam hidupnya, Kyung Mi diperlakukan bak boneka. Hidup dengan segala aturan konyol seorang bangsawan, dia merasa dirinya terikat dengan tali tak kasat mata yang terkadang terasa begitu mencekiknya. Hanya dia yang tahu betapa dia membenci hidupnya sebagai seorang putri. Dia hanya ingin bebas, ingin tertawa, ingin mengumpat, ingin berteriak, ingin berlari sambil mengangkat gaun lebarnya. Sayangnya, semua keinginannya itu melanggar aturan yang ada didalam kitab panduan seorang putri raja.
Kyung Mi tidak tahu kapan hari yang ia tunggu akan datang. Dimana dia bisa mewujudkan mimpi-mimpi liarnya yang selalu ia pendam sendiri. Dia selalu yakin dunia diluar dari istana ayahnya ini adalah dunia yang sangat indah, sungguh sangat disayangkan jika dia menghabiskan sisa hidupnya terkurung di istana megah ini dan terikat selamanya dengan aturan-aturan, adat, kesopanan, dan kesempurnaan. Terkadang dia berpikir, dirinya sangatlah tidak beruntung karena terlahir sebagai seorang putri. Lebih baik menjadi gadis desa biasa yang bisa melakukan apapun tanpa takut hukuman. Saat ini yang bisa dilakukan olehnya adalah menunggu. Ya, dia akan terus menunggu hingga Tuhan mempertemukannya dengan ‘bintang jatuh’ yang akan mengubah hidupnya hingga kebagian-bagian yang tidak pernah tersentuh oleh siapapun.
Bibirku mendadak tertarik dan membentuk senyuman simpul. Ini adalah cerita yang bagus. Aku akan merekomendasikannya untuk masuk jajaran buku yang nantinya akan laris di pasaran. Aku kembali menyeruput kopiku dan kembali melanjutkan bacaan menyenangkan ini.

Jam kerja berakhir tepat beberapa menit yang lalu, hari sudah mulai gelap saat aku memutuskan untuk menutup naskah terakhirku hari ini. Atasanku mengatakan kalau aku harus ikut rapat akhir minggu ini untuk merekomendasikan cerita-cerita pilihanku untuk diterbitkan segera dan melihat respon dari masyarakat.
Taksi yang kupesan sudah menunggu didepan pintu utama perusahaan publishing yang menjadi tempatku bekerja. Aku masuk ke dalam. Masih ada beberapa jam sebelum pestanya dimulai dan aku tidak memerlukan waktu yang lama untuk berdandan. Mobil ini membawaku membelah keramaian kota Seoul.
Mataku terpejam saat sekelebat bayangan melintasi pikiranku. Mendadak aku merasa bimbang, haruskah aku datang kepesta nanti? Apa dia akan ada disana juga? Tidak. Mana mungkin dia ada di Seoul. Dia sudah pergi jauh dari hidupmu dan kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi, Nayoung. Semuanya akan tetap baik-baik saja.
Pelayan pribadiku sudah menyiapkan gaun terbaikku untuk malam ini. Jangan tanyakan lebih jauh mengenai siapa aku sebenarnya karena setiap orang di kota ini mengenal wajahku dengan baik, mengetahui namaku serta siapa keluargaku. Kim Nayoung, adik tiri Kim Taehyung, putri tunggal keluarga Kim. Aku adalah anak dari istri kedua ayahku. Bisa dibilang aku hadir karena kecelakaan dan kecerobohan. Ayahku memiliki asset diberbagai negara di Asia dan keluarga Kim adalah salah satu dari keluarga paling berpengaruh di Korea.
Aku memakai gaun yang telah disiapkan dan membiarkan salah satu pelayan pribadiku menata rambutku.
“Nona, aku dengar Tuan Besar akan pulang besok,” ujar Nara.
“Hmm, aku sudah tahu. Besok, aku akan bertemu dengannya.”
“Nona, aku harap tidak terjadi apapun padamu besok, tapi aku percaya, Tuan Besar sangat menyayangi Anda. Anda adalah permata di keluarga Kim, tentu dia tidak akan mengambil keputusan yang salah untuk hidup Anda,” jelasnya.
Aku memberikan senyuman setipis tisu padanya. “Aku mengharapkan hal yang sama denganmu, Nara. Terima kasih karena sudah peduli,” balasku.
“Aku selalu mempedulikanmu, kau adalah insprasi tebaikku untuk tetap hidup,” ujarnya.
Sejam kemudian, aku sudah berhasil mempersiapkan diri dan klakson mobil Jimin terdengar dari pekarangan rumahku. Pria itu tahu ayah sedang tidak ada di rumah, jadi dia tidak akan turun untuk menjemputku kedalam. Kedua ibuku juga sedang sibuk dengan urusan penting mereka yang tidak ingin kutahu. Sedang kakakku kemungkinan dia sedang asik berkencan dengan berkas-berkas di kantornya.
Kakiku membawaku melangkah dengan anggun menuju pintu utama, seorang pelayan berdiri disana dan membukakan pintunya untukku. Aku tersenyum padanya dan dia membungkuk hormat padaku.
Aku dibawa ke istana Kim saat umurku menginjak enam tahun, aku ingat saat-saat penuh drama dalam kehidupanku. Orang-orang yang disewa oleh ayahku untuk menemukan aku dan ibu berhasil melacak keberadaan kami di Florida. Ya, ibuku membawaku kabur ke Florida. Saat dia menjelaskan kepadaku, katanya dia tidak ingin menghancurkan kebahagiaan keluarga ayahku. Wanita yang saat ini menjadi ibu tiriku adalah seorang wanita yang baik, mana mungkin ibuku tega untuk merusak kehidupannya. Ibuku cukup tahu diri kala itu.
Ayahku memelukku dengan mata berkaca-kaca saat aku menginjakkan kakiku di istana ini. Hari itu adalah hari dimana aku melepaskan dan menerima kenyataan bahwa hidupku telah berubah secara permanen.

Maafkan aku, aku harus pergi, suatu hari nanti jika Tuhan berkenan, kita akan bertemu lagi. Aku akan merindukanmu.
Ya, aku juga akan merindukanmu, Young-ie. Aku pastikan kita akan bertemu lagi.
Jimin nyengir dengan lebar seraya membukakan pintu untukku. “Kau selalu terlihat cantik kapanpun dan dimanapun, Young-ie.”
“Jangan menggodaku dan cepat kita selesaikan pesta ini, Jimin.”
Dia terkekeh dan dengan cepat duduk disebelahku lalu menjalankan mobilnya. Senyuman tidak pernah hilang dari wajahnya. Aku memutar bola mataku, sampai detik ini aku masih bertanya-tanya sebenarnya apa hal yang membuat aku begitu betah berteman dengannya sejak dulu. Padahal banyak yang bilang jika dia aneh, tapi menurutku dia adalah seorang pria yang manis dan lucu.
“Kuharap kau tidak menyesali keputusanmu. Kau tahu berita terakhir yang kudengar, dia sudah kembali dari Paris hari ini.”
Hatiku mencelos begitu mendengar perkataan Jimin. Kepalaku menoleh menatapnya dan dia masih memandang jalan dengan serius. “Kenapa kau tidak memberitahuku saat di kantor?”
“Jika kuberitahu, kau tidak akan datang. Sudah saatnya Young-ie. Ini adalah waktu yang tepat untuk kalian bertemu kembali.”
“Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, Jimin. Butuh waktu yang lama untukku memperbaiki hatiku, aku tidak tahu apa aku bisa menghadapinya nanti.”
“Well, aku tidak menerima alasan apapun lagi kali ini. Aku ingin kalian berdua bertemu. Hanya itu saja, sudah lima tahun Young-ie, sudah lima tahun dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan semua kesalahpahaman,” tekannya.
“Harusnya kau tidak melakukan hal ini, Jimin. Kau tahu, aku tidak bisa,” balasku.
Dia diam setelahnya. Sementara diriku sibuk dengan spekulasi-spekulasi yang memenuhi kepalaku. Sengatan rasa sakit masih terasa sampai detik ini setiap ingatan tentang dia kembali. Dia. Dia yang kubicarakan ini adalah ‘dia’ yang sama dengan yang kutinggalkan di Florida sewaktu aku kecil. Bedanya adalah dia telah berubah, dari sosok yang begitu aku kagumi menjadi sosok yang tidak lagi kukenal.

Kookie, kau?
Kau Kim Nayoung kan? Putri tunggal keluarga Kim. Sebuah kehormatan bisa bertemu denganmu, Nona.
Kenapa dia bicara seperti itu? Tidakkah dia mengingatku? Apa dia lupa jika aku masih Nayoung yang sama. Suaranya begitu beku, dia tampak begitu angkuh. Ada apa dengannya? Dia seperti bukan Kookie-ku yang dulu.
Kookie, apa kau tidak mengingatku?
Apa kita pernah bertemu sebelum ini?

Hari itu adalah hari pertama aku bertemu lagi dengannya setelah perpisahan kami di Florida. Hari dimana kami masuk ke sekolah yang sama. Dia berubah, tidak hanya fisiknya yang semakin tampan, tapi juga sikapnya padaku. Aku tidak tahu jika dia telah menguburku di hidupnya. Dia sudah melupakanku, kenyataan yang begitu melukaiku. Seseorang yang selalu kunantikan untuk bertemu lagi dengannya ternyata telah membuangku jauh-jauh dari hidupnya. Aku tidak lagi berusaha untuk menemuinya ataupun mengobrol dengannya setelah itu. Aku bertingkah seolah-olah kami memang tidak pernah saling kenal.
Aku tidak bisa menerima jika dia melupakanku begitu saja, sedang setiap saat dalam hidupku aku selalu mengingatnya. Satu kesimpulan yang bisa kutarik adalah aku tidak penting baginya.
Sampai kami lulus sekolah, dan cerita dari Jimin sangat mengejutkanku. Dia bilang jika Jeon Jungkook mengalami kecelakaan bersama ayahnya tepat sehari setelah aku pergi dari Florida. Kecelakaan itu menyebabkannya kehilangan ayahnya dan dia harus dirawat selama satu bulan di rumah sakit, kecelakaan itu juga membuatnya kehilangan sebagian ingatannya. Itulah kenapa dia tidak mengingatku. Yang kulakukan saat itu adalah menangis dan memukuli Jimin. Dia memelukku dengan erat untuk menenangkanku.
Setelah kelulusan, aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya, terakhir beberapa hari setelah kelulusan Jimin memberitahuku kalau dia memutuskan menyambung pendidikannya di Paris. Aku sudah menerima kenyataan jika Jungkook tidak ditakdirkan bersamaku. Aku adalah orang yang dilupakannya. Aku adalah orang yang hilang dari ingatannya dan itu cukup untuk membuatku tahu diri.
Sepuluh menit kemudian mobil Jimin terparkir rapi di tempat parkir sekolah kami. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menginjakkan kaki di tempat ini. Salah satu tempat yang menjadi saksi cinta dalam diamku untuk seorang Jeon Jungkook.
“Kau siap?”
Aku membalas dengan anggukan kepalaku, menggandeng tangannya dan Jimin membawaku melangkah melewati red carpet yang terbentang hingga ke dalam ballroom sekolah yang saat ini telah disulap hingga tampak begitu mengesankan. Dengan lilin-lilin dan lampu-lampu yang cahayanya berhamburan membuat tamu-tamu yang datang terlihat menawan dan bersinar.
Kembali ke sini lima tahun kemudian setelah hari dimana dia tidak mengingatku, aku berharap tidak ada yang patah malam ini, maksudnya adalah hatiku. Membenahi hati yang patah tidaklah mudah, apalagi sampai detik ini aku belum menemukan penggantinya.
“Kupikir dia tidak akan datang Jimin, jika dia baru saja sampai di Seoul malam ini, aku berharap dia terserang jetlag hingga aku tidak perlu melihatnya malam ini,” bisikku.
“Dia akan datang, percayalah padaku. Kau harus meneriakkan kenyataan padanya, Young-ie. Perasaan yang kau miliki untuknya terlalu tulus untuk disimpan sendiri. Dia harus tahu bahwa di sini selalu ada seorang gadis yang menunggunya pulang dengan perasaan yang sama,” ujarnya.
“Kata siapa? Aku tidak menunggunya sama sekali,” balasku ketus.
“Kita sudah terlalu lama saling mengenal Young-ie dan itulah kenapa kau tidak pernah bisa berbohong padaku,” katanya.
Ada banyak orang yang menyapa kami terutama teman-teman satu angkatan. Mereka bilang aku dan Jimin seperti pasangan tak terpisahkan. Kami selalu menempel satu sama lain sejak dulu dan itu sangatlah manis. Ada juga yang bilang jika kami berdua adalah pasangan yang sangat serasi.
Aku tidak tahu darimana hal-hal seperti itu datang. Bagaimana mereka bisa memandang persahabatanku dan Jimin seperti itu? Kami tidak memiliki hubungan sedalam itu dan meski tidak ingin mengakuinya aku memang masih menunggu keajaiban dari Tuhan agar pria itu kembali mengingatku.
Nayoung..
Tubuhku membeku saat mendengar suara itu. Tanganku mencengkram gelas wine yang kupegang dan satunya lagi meremas tuxedo Jimin. Aku bisa merasakan cengirannya disampingku.
Dengan pelan, aku berbalik menghadap seseorang yang memanggilku. Jantungku berpacu dengan kencang saat mataku bertemu dengan matanya. Mata yang begitu kurindukan. Mendadak segala macam perasaan emosional tolol yang selama ini terpendam dengan baik dalam diriku menyeruak begitu saja. Hanya mendengarnya memanggil namaku mengirimkan efek yang tidak pernah kuduga-duga.
“Kookie, kau datang?”
“Bisakah kita bicara berdua?”
Aku menatap Jimin meminta persetujuannya dan pria itu mengangguk sambil mengedipkan matanya, Jungkook meraih tanganku dan membawaku ke tempat yang lebih sepi.
“Aku kembali kesini, untuk bertemu denganmu dan meminta maaf. Kecelakaan itu membuatku kehilangan semua memoriku tentang kita dan dirimu, tapi sekarang aku sudah mengingat semuanya. Jika kau bisa, tolong maafkan aku, Young-ie.”
Tubuhku membeku memandangnya. Hatiku meringis sakit saat menyadari jika permintaan maafnya sangatlah terlambat. Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk hubungan yang kuimpikan bersamanya. Dia pulang setelah begitu banyak hal yang berubah. Dia kembali setelah aku menerima klausul yang diberikan ayah.
“Kau tidak perlu meminta maaf padaku seperti itu, Kookie. Aku sudah memaafkanmu sejak dulu,” balasku.
“Apa itu artinya, kau memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya?”
Air mata mengaburkan pengelihatanku. Tanganku meraih wajahnya, merengkuh wajahnya, ini adalah keinginanku sejak dulu, bisa memandangnya sedekat ini, menyentuh wajahnya. Satu tetes jatuh dari mataku. Kookie membuka matanya dan terpaku saat melihat mataku yang basah.
“Sudah terlambat Kookie, sudah terlambat. Kau kembali disaat aku telah menyerah. Kau pulang disaat aku sudah menerima orang lain untuk menjadi pendampingku. Maafkan aku, kupikir Tuhan tidak menciptakanmu untuk menjadi milikku. Itulah kenapa dia membuatmu melupakanku melalui kecelakaan itu. Maafkan aku, aku tidak tahu kau akan pulang dan ternyata waktu yang aku tunggu akan datang, tapi semuanya sudah terlambat. Carilah penggantiku dan hiduplah dengan bahagia, Kookie. Aku selalu menyayangimu.”
Aku berjinjit, merangkul lehernya, dan menempelkan bibirku padanya. Menciumnya sebagai tanda bahwa aku telah melepasnya. Sekali lagi, aku dan dia harus berpisah. Setelah dulu, aku meninggalkannya di Florida dan hari ini ketika dia pulang dan mengingatku, aku kembali meninggalkannya.
Aku menjauh darinya, memandangnya sekali lagi, dan perlahan mundur untuk pergi, aku harus pulang. Aku tidak bisa menghadapi ini lagi. Tangannya menarikku saat aku berbalik, membuatku kembali menatapnya. Dia menatapku dengan tatapan tajamnya. Tidak tampak sedih sama sekali.
“Kau tidak akan pernah menjalin hubungan dengan orang lain, Young-ie. Akan kupastikan padamu, aku akan menghancurkan siapapun orang yang kau terima itu. Kau harus mendengarku dengan baik, tidak akan kubiarkan siapapun merebutmu dariku,” ujarnya.
Dia melepaskan tanganku setelahnya aku berlari pergi meninggalkannya seperti yang kulakukan dulu. Maafkan aku, Kookie.

Malam ini, seluruh keluarga akan mengikuti jamuan makan malam dengan salah satu rekan bisnis sekaligus sahabat ayah sejak dulu. Katanya mereka berteman sejak kecil hingga sekarang. Makan malam ini juga menjadi ajang perjodohanku dengan seorang pria yang merupakan anak dari teman lama ayah. Setelah malam ini, dalam satu bulan kedepan, pernikahanku akan dilangsungkan dengannya. Ayah bilang aku pasti akan menyukai pria pilihannya dan kata ayah dia pria yang baik.
Pelayan-pelayan pribadiku mendandaniku habis-habisan hingga malam ini semua orang akan berdecak kagum menatapku. Mereka bilang malam ini adalah malam istimewaku dan untuk itu aku juga harus tampil istimewa. Nara terlihat sangat senang mendandaniku karena dia tidak pernah menghilangkah senyuman dari wajahnya.
Aku turun dari tangga melingkar rumahku dengan anggun, kakakku Kim Taehyung menungguku dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia terlihat tampan malam ini. Begitu tiba di bawah dia menyambutku dan aku menggandengnya.
“Dia akan langsung jatuh hati padamu, Dik,” celetuk Taehyung.
Wajahku merona saat mendengarnya. “Kuharap dia tidak akan lari setelah melihatku,” kataku.
“Tidak mungkin, yang ada dia akan meminta tanggal pernikahan kalian dipercepat,” balasnya membuatku terkikik kecil.
Orangtua kami sudah duduk di meja makan sambil mengobrol dengan tamu mereka. Dari sini aku bisa melihat punggung lebar pria itu. Taehyung membawaku duduk di tengah-tengah ayah dan ibu. Kepalaku tertunduk dengan jantung berdebar kencang.
“Ini adalah putriku, Kim Nayoung. Nak, dia adalah istri mendiang sahabat ayah dan putranya yang akan segera menjadi suamimu.”
Suara tegas ayah membuatku mendongak dan tersenyum pada wanita di hadapanku, ketika beralih tatap pada putranya, mataku membulat tak percaya.
Kookie…
Seringai geli muncul di wajahnya saat melihat reaksi bodohku.
“Kau cantik sekali, Nak. Aku akan sangat senang jika memiliki menantu sepertimu. Kenalkan dia adalah putraku Jeon Jungkook.”
“Well, sebuah kehormatan bisa bertemu denganmu, Nayoung.”



TAMAT~