Title : Once
Again
Author : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast : - Yulhee ‘LABOUM’ as Kim Nayoung
-
Jeon
Jungkook as himself
-
Park
Jimin as himself
-
Kim
Taehyung as himself
Genre : Romance, Drama, Alternate
Universe
Length : Oneshoot
Rated : Teens-13
Disclaimer : Cerita ini murni dari pemikiran saya
sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini
adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi blog
saya www.valleriarussel.blogspot.com ada ff juga di sana. Terima kasih
dan selamat membaca ya semua!!
─Aku
adalah orang yang dilupakannya. Aku adalah orang yang hilang dari ingatannya
dan itu cukup untuk membuatku tahu diri.
“Nayoung, apa kau sudah
menyelesaikan naskah-naskah yang kemarin kukirim?”
“Ya, Pak. Aku sudah
menyelesaikannya, sudah kuletakkan di meja Anda.”
Bosku mengangguk lalu
pergi meninggalkan mejaku. Aku menghela napas lega, kemarin dia baru saja
memberikan sepuluh naskah untuk kuperiksa sendiri karena katanya kesepuluh
naskah itu diprediksi akan meledak dipasaran nantinya. Dia, bosku itu entah
kenapa tidak mempercayai kinerja editornya yang lain. Katanya, dia selalu suka
dengan hasil kerjaku, itulah kenapa aku menjadi bawahan istimewanya. Istimewa
karena dia selalu memberikan lebih banyak pekerjaan padaku dibandingkan rekan
satu timku yang lain.
Tanganku meraih
secangkir kopi yang telah kusedu dan kubuat sendiri, lalu menyeruputnya sambil
membaca naskah yang baru saja masuk hari ini. Selama enam bulan ini, aku sangat
menikmati keseharianku di kantor dan di rumah. Menghabiskan waktu dengan
membaca dan mengoreksi naskah dari para penulis local yang kompeten dan menyerahkannya pada atasanku saat selesai
untuk dicek ulang sebelum akhirnya diterbitkan.
“Young-ie, apa kau
sedang sibuk?”
Aku mendongak dari
lembaran kertas di hadapanku dan menatap Jimin dengan pandangan menyipit curiga
karena dia memasang senyuman anehnya, biasanya itu bukan pertanda yang baik
untukku.
“Aku sedang sangat
sibuk sekarang, Jimin. Mungkin akan lebih baik kalau kau meninggalkanku
sendiri.”
“Ouh, maaf, aku tidak bermaksud untuk mengganggumu, kau tahu, malam
ini sekolah kita dulu mengadakan pesta reuni semua angkatan, aku berharap bisa
datang denganmu kesana. Kau mau? Aku sudah punya dua undangan untuk kita,”
jelasnya.
Aku tercenung saat
mendengar berita mengejutkan itu. Ini adalah kabar pertama yang kudengar
tentang sekolah itu setelah sekian tahun lamanya. Mungkin ada baiknya kalau aku
datang kesana karena memang apapun yang pernah terjadi dulu sudah berhasil
kulalui dengan baik.
“Tentu, kau bisa
menjemputku di rumah nanti malam.”
“Kau serius?”
“Apa sekarang aku
terlihat seperti sedang bercanda denganmu, Jimin?”
“Tidak, sama sekali
tidak. Baiklah, berdandanlah yang cantik, Tuan Putri. Aku tidak sabar untuk
malam ini.”
Aku terkekeh
mendengarnya dan setelah itu dia melimbai pergi meninggalkan ruang kerjaku. Sedikit
banyak, aku mengenal pria seperti apa dia. Kesimpulan klisenya adalah dia
seorang pria yang baik. Kesimpulan lainnya sejauh ini adalah dia species langka dan siapapun gadis
beruntung yang akan memilikinya nanti, dia harus banyak-banyak bersyukur.
Aku kembali memfokuskan
pikiranku pada naskah di hadapanku. Ini adalah sebuah cerita historical fiction penuh haru, dikemas
dengan menarik dan pemilihan kata yang cerdas dari sang penulis membuatku
berhasil terhanyut didalamnya. Mungkin banyak orang berpikir cerita seorang
gadis yang mencari pangeran adalah sesuatu yang bodoh dan konyol juga membosankan
untuk dibaca, tapi aku justru lebih tertarik untuk membaca novel-novel seperti
ini ketimbang harus membaca cerita action, thriller, atau sci-fi yang berat
untuk diterima otakku.
Mereka
tidak tahu dalam hidupnya, Kyung Mi diperlakukan bak boneka. Hidup dengan
segala aturan konyol seorang bangsawan, dia merasa dirinya terikat dengan tali
tak kasat mata yang terkadang terasa begitu mencekiknya. Hanya dia yang tahu
betapa dia membenci hidupnya sebagai seorang putri. Dia hanya ingin bebas,
ingin tertawa, ingin mengumpat, ingin berteriak, ingin berlari sambil
mengangkat gaun lebarnya. Sayangnya, semua keinginannya itu melanggar aturan
yang ada didalam kitab panduan seorang putri raja.
Kyung
Mi tidak tahu kapan hari yang ia tunggu akan datang. Dimana dia bisa mewujudkan
mimpi-mimpi liarnya yang selalu ia pendam sendiri. Dia selalu yakin dunia
diluar dari istana ayahnya ini adalah dunia yang sangat indah, sungguh sangat
disayangkan jika dia menghabiskan sisa hidupnya terkurung di istana megah ini
dan terikat selamanya dengan aturan-aturan, adat, kesopanan, dan kesempurnaan.
Terkadang dia berpikir, dirinya sangatlah tidak beruntung karena terlahir
sebagai seorang putri. Lebih baik menjadi gadis desa biasa yang bisa melakukan apapun
tanpa takut hukuman. Saat ini yang bisa dilakukan olehnya adalah menunggu. Ya,
dia akan terus menunggu hingga Tuhan mempertemukannya dengan ‘bintang jatuh’
yang akan mengubah hidupnya hingga kebagian-bagian yang tidak pernah tersentuh
oleh siapapun.
Bibirku mendadak
tertarik dan membentuk senyuman simpul. Ini adalah cerita yang bagus. Aku akan
merekomendasikannya untuk masuk jajaran buku yang nantinya akan laris di
pasaran. Aku kembali menyeruput kopiku dan kembali melanjutkan bacaan
menyenangkan ini.
Jam kerja berakhir
tepat beberapa menit yang lalu, hari sudah mulai gelap saat aku memutuskan
untuk menutup naskah terakhirku hari ini. Atasanku mengatakan kalau aku harus
ikut rapat akhir minggu ini untuk merekomendasikan cerita-cerita pilihanku
untuk diterbitkan segera dan melihat respon dari masyarakat.
Taksi yang kupesan
sudah menunggu didepan pintu utama perusahaan publishing yang menjadi tempatku
bekerja. Aku masuk ke dalam. Masih ada beberapa jam sebelum pestanya dimulai
dan aku tidak memerlukan waktu yang lama untuk berdandan. Mobil ini membawaku
membelah keramaian kota Seoul.
Mataku terpejam saat
sekelebat bayangan melintasi pikiranku. Mendadak aku merasa bimbang, haruskah
aku datang kepesta nanti? Apa dia
akan ada disana juga? Tidak. Mana mungkin
dia ada di Seoul. Dia sudah pergi jauh dari hidupmu dan kau tidak perlu
mengkhawatirkan apapun lagi, Nayoung. Semuanya akan tetap baik-baik saja.
Pelayan pribadiku sudah
menyiapkan gaun terbaikku untuk malam ini. Jangan tanyakan lebih jauh mengenai
siapa aku sebenarnya karena setiap orang di kota ini mengenal wajahku dengan
baik, mengetahui namaku serta siapa keluargaku. Kim Nayoung, adik tiri Kim
Taehyung, putri tunggal keluarga Kim. Aku adalah anak dari istri kedua ayahku. Bisa
dibilang aku hadir karena kecelakaan dan kecerobohan. Ayahku memiliki asset
diberbagai negara di Asia dan keluarga Kim adalah salah satu dari keluarga
paling berpengaruh di Korea.
Aku memakai gaun yang
telah disiapkan dan membiarkan salah satu pelayan pribadiku menata rambutku.
“Nona, aku dengar Tuan
Besar akan pulang besok,” ujar Nara.
“Hmm, aku sudah tahu.
Besok, aku akan bertemu dengannya.”
“Nona, aku harap tidak
terjadi apapun padamu besok, tapi aku percaya, Tuan Besar sangat menyayangi
Anda. Anda adalah permata di keluarga Kim, tentu dia tidak akan mengambil
keputusan yang salah untuk hidup Anda,” jelasnya.
Aku memberikan senyuman
setipis tisu padanya. “Aku mengharapkan hal yang sama denganmu, Nara. Terima
kasih karena sudah peduli,” balasku.
“Aku selalu mempedulikanmu,
kau adalah insprasi tebaikku untuk tetap hidup,” ujarnya.
Sejam kemudian, aku
sudah berhasil mempersiapkan diri dan klakson mobil Jimin terdengar dari
pekarangan rumahku. Pria itu tahu ayah sedang tidak ada di rumah, jadi dia
tidak akan turun untuk menjemputku kedalam. Kedua ibuku juga sedang sibuk
dengan urusan penting mereka yang tidak ingin kutahu. Sedang kakakku
kemungkinan dia sedang asik berkencan dengan berkas-berkas di kantornya.
Kakiku membawaku
melangkah dengan anggun menuju pintu utama, seorang pelayan berdiri disana dan
membukakan pintunya untukku. Aku tersenyum padanya dan dia membungkuk hormat
padaku.
Aku dibawa ke istana
Kim saat umurku menginjak enam tahun, aku ingat saat-saat penuh drama dalam
kehidupanku. Orang-orang yang disewa oleh ayahku untuk menemukan aku dan ibu
berhasil melacak keberadaan kami di Florida. Ya, ibuku membawaku kabur ke
Florida. Saat dia menjelaskan kepadaku, katanya dia tidak ingin menghancurkan
kebahagiaan keluarga ayahku. Wanita yang saat ini menjadi ibu tiriku adalah
seorang wanita yang baik, mana mungkin ibuku tega untuk merusak kehidupannya.
Ibuku cukup tahu diri kala itu.
Ayahku memelukku dengan
mata berkaca-kaca saat aku menginjakkan kakiku di istana ini. Hari itu adalah
hari dimana aku melepaskan dan menerima kenyataan bahwa hidupku telah berubah
secara permanen.
“Maafkan aku, aku harus pergi, suatu hari nanti jika Tuhan berkenan,
kita akan bertemu lagi. Aku akan merindukanmu.”
“Ya, aku juga akan merindukanmu, Young-ie. Aku pastikan kita akan bertemu
lagi.”
Jimin nyengir dengan
lebar seraya membukakan pintu untukku. “Kau selalu terlihat cantik kapanpun dan
dimanapun, Young-ie.”
“Jangan menggodaku dan
cepat kita selesaikan pesta ini, Jimin.”
Dia terkekeh dan dengan
cepat duduk disebelahku lalu menjalankan mobilnya. Senyuman tidak pernah hilang
dari wajahnya. Aku memutar bola mataku, sampai detik ini aku masih
bertanya-tanya sebenarnya apa hal yang membuat aku begitu betah berteman
dengannya sejak dulu. Padahal banyak yang bilang jika dia aneh, tapi menurutku
dia adalah seorang pria yang manis dan lucu.
“Kuharap kau tidak
menyesali keputusanmu. Kau tahu berita terakhir yang kudengar, dia sudah
kembali dari Paris hari ini.”
Hatiku mencelos begitu
mendengar perkataan Jimin. Kepalaku menoleh menatapnya dan dia masih memandang jalan
dengan serius. “Kenapa kau tidak memberitahuku saat di kantor?”
“Jika kuberitahu, kau
tidak akan datang. Sudah saatnya Young-ie. Ini adalah waktu yang tepat untuk
kalian bertemu kembali.”
“Aku tidak ingin
bertemu dengannya lagi, Jimin. Butuh waktu yang lama untukku memperbaiki
hatiku, aku tidak tahu apa aku bisa menghadapinya nanti.”
“Well, aku tidak
menerima alasan apapun lagi kali ini. Aku ingin kalian berdua bertemu. Hanya
itu saja, sudah lima tahun Young-ie, sudah lima tahun dan sekarang adalah waktu
yang tepat untuk menyelesaikan semua kesalahpahaman,” tekannya.
“Harusnya kau tidak
melakukan hal ini, Jimin. Kau tahu, aku tidak bisa,” balasku.
Dia diam setelahnya.
Sementara diriku sibuk dengan spekulasi-spekulasi yang memenuhi kepalaku. Sengatan
rasa sakit masih terasa sampai detik ini setiap ingatan tentang dia kembali. Dia. Dia yang kubicarakan ini adalah
‘dia’ yang sama dengan yang kutinggalkan di Florida sewaktu aku kecil. Bedanya
adalah dia telah berubah, dari sosok yang begitu aku kagumi menjadi sosok yang
tidak lagi kukenal.
“Kookie, kau?”
“Kau Kim Nayoung kan? Putri tunggal keluarga Kim. Sebuah kehormatan bisa
bertemu denganmu, Nona.”
Kenapa
dia bicara seperti itu? Tidakkah dia mengingatku? Apa dia lupa jika aku masih
Nayoung yang sama. Suaranya begitu beku, dia tampak begitu angkuh. Ada apa
dengannya? Dia seperti bukan Kookie-ku yang dulu.
“Kookie, apa kau tidak mengingatku?”
“Apa kita pernah bertemu sebelum ini?”
Hari itu adalah hari
pertama aku bertemu lagi dengannya setelah perpisahan kami di Florida. Hari
dimana kami masuk ke sekolah yang sama. Dia berubah, tidak hanya fisiknya yang
semakin tampan, tapi juga sikapnya padaku. Aku tidak tahu jika dia telah
menguburku di hidupnya. Dia sudah melupakanku, kenyataan yang begitu melukaiku.
Seseorang yang selalu kunantikan untuk bertemu lagi dengannya ternyata telah
membuangku jauh-jauh dari hidupnya. Aku tidak lagi berusaha untuk menemuinya
ataupun mengobrol dengannya setelah itu. Aku bertingkah seolah-olah kami memang
tidak pernah saling kenal.
Aku tidak bisa menerima
jika dia melupakanku begitu saja, sedang setiap saat dalam hidupku aku selalu
mengingatnya. Satu kesimpulan yang bisa kutarik adalah aku tidak penting
baginya.
Sampai kami lulus
sekolah, dan cerita dari Jimin sangat mengejutkanku. Dia bilang jika Jeon
Jungkook mengalami kecelakaan bersama ayahnya tepat sehari setelah aku pergi
dari Florida. Kecelakaan itu menyebabkannya kehilangan ayahnya dan dia harus
dirawat selama satu bulan di rumah sakit, kecelakaan itu juga membuatnya
kehilangan sebagian ingatannya. Itulah kenapa dia tidak mengingatku. Yang
kulakukan saat itu adalah menangis dan memukuli Jimin. Dia memelukku dengan
erat untuk menenangkanku.
Setelah kelulusan, aku
tidak pernah lagi mendengar kabarnya, terakhir beberapa hari setelah kelulusan
Jimin memberitahuku kalau dia memutuskan menyambung pendidikannya di Paris. Aku
sudah menerima kenyataan jika Jungkook tidak ditakdirkan bersamaku. Aku adalah
orang yang dilupakannya. Aku adalah orang yang hilang dari ingatannya dan itu
cukup untuk membuatku tahu diri.
Sepuluh menit kemudian
mobil Jimin terparkir rapi di tempat parkir sekolah kami. Rasanya sudah lama
sekali sejak terakhir kali aku menginjakkan kaki di tempat ini. Salah satu
tempat yang menjadi saksi cinta dalam diamku untuk seorang Jeon Jungkook.
“Kau siap?”
Aku membalas dengan
anggukan kepalaku, menggandeng tangannya dan Jimin membawaku melangkah melewati
red carpet yang terbentang hingga ke dalam ballroom sekolah yang saat ini telah
disulap hingga tampak begitu mengesankan. Dengan lilin-lilin dan lampu-lampu
yang cahayanya berhamburan membuat tamu-tamu yang datang terlihat menawan dan
bersinar.
Kembali ke sini lima
tahun kemudian setelah hari dimana dia tidak mengingatku, aku berharap tidak
ada yang patah malam ini, maksudnya adalah hatiku. Membenahi hati yang patah
tidaklah mudah, apalagi sampai detik ini aku belum menemukan penggantinya.
“Kupikir dia tidak akan
datang Jimin, jika dia baru saja sampai di Seoul malam ini, aku berharap dia
terserang jetlag hingga aku tidak
perlu melihatnya malam ini,” bisikku.
“Dia akan datang,
percayalah padaku. Kau harus meneriakkan kenyataan padanya, Young-ie. Perasaan
yang kau miliki untuknya terlalu tulus untuk disimpan sendiri. Dia harus tahu
bahwa di sini selalu ada seorang gadis yang menunggunya pulang dengan perasaan
yang sama,” ujarnya.
“Kata siapa? Aku tidak
menunggunya sama sekali,” balasku ketus.
“Kita sudah terlalu
lama saling mengenal Young-ie dan itulah kenapa kau tidak pernah bisa berbohong
padaku,” katanya.
Ada banyak orang yang
menyapa kami terutama teman-teman satu angkatan. Mereka bilang aku dan Jimin
seperti pasangan tak terpisahkan. Kami selalu menempel satu sama lain sejak
dulu dan itu sangatlah manis. Ada juga yang bilang jika kami berdua adalah
pasangan yang sangat serasi.
Aku tidak tahu darimana
hal-hal seperti itu datang. Bagaimana mereka bisa memandang persahabatanku dan
Jimin seperti itu? Kami tidak memiliki hubungan sedalam itu dan meski tidak
ingin mengakuinya aku memang masih menunggu keajaiban dari Tuhan agar pria itu
kembali mengingatku.
“Nayoung..”
Tubuhku membeku saat
mendengar suara itu. Tanganku mencengkram gelas wine yang kupegang dan satunya
lagi meremas tuxedo Jimin. Aku bisa merasakan cengirannya disampingku.
Dengan pelan, aku
berbalik menghadap seseorang yang memanggilku. Jantungku berpacu dengan kencang
saat mataku bertemu dengan matanya. Mata yang begitu kurindukan. Mendadak
segala macam perasaan emosional tolol yang selama ini terpendam dengan baik
dalam diriku menyeruak begitu saja. Hanya mendengarnya memanggil namaku
mengirimkan efek yang tidak pernah kuduga-duga.
“Kookie, kau datang?”
“Bisakah kita bicara berdua?”
Aku menatap Jimin
meminta persetujuannya dan pria itu mengangguk sambil mengedipkan matanya,
Jungkook meraih tanganku dan membawaku ke tempat yang lebih sepi.
“Aku kembali kesini,
untuk bertemu denganmu dan meminta maaf. Kecelakaan itu membuatku kehilangan
semua memoriku tentang kita dan dirimu, tapi sekarang aku sudah mengingat
semuanya. Jika kau bisa, tolong maafkan aku, Young-ie.”
Tubuhku membeku
memandangnya. Hatiku meringis sakit saat menyadari jika permintaan maafnya
sangatlah terlambat. Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk hubungan yang
kuimpikan bersamanya. Dia pulang setelah begitu banyak hal yang berubah. Dia
kembali setelah aku menerima klausul yang diberikan ayah.
“Kau tidak perlu
meminta maaf padaku seperti itu, Kookie. Aku sudah memaafkanmu sejak dulu,”
balasku.
“Apa itu artinya, kau
memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya?”
Air mata mengaburkan
pengelihatanku. Tanganku meraih wajahnya, merengkuh wajahnya, ini adalah
keinginanku sejak dulu, bisa memandangnya sedekat ini, menyentuh wajahnya. Satu
tetes jatuh dari mataku. Kookie membuka matanya dan terpaku saat melihat mataku
yang basah.
“Sudah terlambat
Kookie, sudah terlambat. Kau kembali disaat aku telah menyerah. Kau pulang
disaat aku sudah menerima orang lain untuk menjadi pendampingku. Maafkan aku,
kupikir Tuhan tidak menciptakanmu untuk menjadi milikku. Itulah kenapa dia
membuatmu melupakanku melalui kecelakaan itu. Maafkan aku, aku tidak tahu kau
akan pulang dan ternyata waktu yang aku tunggu akan datang, tapi semuanya sudah
terlambat. Carilah penggantiku dan hiduplah dengan bahagia, Kookie. Aku selalu
menyayangimu.”
Aku berjinjit,
merangkul lehernya, dan menempelkan bibirku padanya. Menciumnya sebagai tanda
bahwa aku telah melepasnya. Sekali lagi, aku dan dia harus berpisah. Setelah
dulu, aku meninggalkannya di Florida dan hari ini ketika dia pulang dan
mengingatku, aku kembali meninggalkannya.
Aku menjauh darinya,
memandangnya sekali lagi, dan perlahan mundur untuk pergi, aku harus pulang.
Aku tidak bisa menghadapi ini lagi. Tangannya menarikku saat aku berbalik,
membuatku kembali menatapnya. Dia menatapku dengan tatapan tajamnya. Tidak
tampak sedih sama sekali.
“Kau tidak akan pernah
menjalin hubungan dengan orang lain, Young-ie. Akan kupastikan padamu, aku akan
menghancurkan siapapun orang yang kau terima itu. Kau harus mendengarku dengan
baik, tidak akan kubiarkan siapapun merebutmu dariku,” ujarnya.
Dia melepaskan tanganku
setelahnya aku berlari pergi meninggalkannya seperti yang kulakukan dulu. Maafkan aku, Kookie.
Malam ini, seluruh
keluarga akan mengikuti jamuan makan malam dengan salah satu rekan bisnis
sekaligus sahabat ayah sejak dulu. Katanya mereka berteman sejak kecil hingga
sekarang. Makan malam ini juga menjadi ajang perjodohanku dengan seorang pria
yang merupakan anak dari teman lama ayah. Setelah malam ini, dalam satu bulan
kedepan, pernikahanku akan dilangsungkan dengannya. Ayah bilang aku pasti akan
menyukai pria pilihannya dan kata ayah dia pria yang baik.
Pelayan-pelayan
pribadiku mendandaniku habis-habisan hingga malam ini semua orang akan berdecak
kagum menatapku. Mereka bilang malam ini adalah malam istimewaku dan untuk itu
aku juga harus tampil istimewa. Nara terlihat sangat senang mendandaniku karena
dia tidak pernah menghilangkah senyuman dari wajahnya.
Aku turun dari tangga
melingkar rumahku dengan anggun, kakakku Kim Taehyung menungguku dengan
senyuman lebar di wajahnya. Dia terlihat tampan malam ini. Begitu tiba di bawah
dia menyambutku dan aku menggandengnya.
“Dia akan langsung
jatuh hati padamu, Dik,” celetuk Taehyung.
Wajahku merona saat
mendengarnya. “Kuharap dia tidak akan lari setelah melihatku,” kataku.
“Tidak mungkin, yang
ada dia akan meminta tanggal pernikahan kalian dipercepat,” balasnya membuatku
terkikik kecil.
Orangtua kami sudah
duduk di meja makan sambil mengobrol dengan tamu mereka. Dari sini aku bisa
melihat punggung lebar pria itu. Taehyung membawaku duduk di tengah-tengah ayah
dan ibu. Kepalaku tertunduk dengan jantung berdebar kencang.
“Ini adalah putriku,
Kim Nayoung. Nak, dia adalah istri mendiang sahabat ayah dan putranya yang akan
segera menjadi suamimu.”
Suara tegas ayah
membuatku mendongak dan tersenyum pada wanita di hadapanku, ketika beralih
tatap pada putranya, mataku membulat tak percaya.
“Kookie…”
Seringai geli muncul di
wajahnya saat melihat reaksi bodohku.
“Kau cantik sekali,
Nak. Aku akan sangat senang jika memiliki menantu sepertimu. Kenalkan dia
adalah putraku Jeon Jungkook.”
“Well, sebuah
kehormatan bisa bertemu denganmu, Nayoung.”
TAMAT~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar