Title : Secret of Mine
Author : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast : - Irene ‘Red Velvet’ as Lee Jaenni
-
Jeon Jungkook as himself
Genre : Hurt, Drama, Alternate Universe
Length : Oneshoot
Rated : Teens-13
Disclaimer : Cerita ini murni dari pemikiran saya
sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini
adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi blog
saya www.valleriarussel.blogspot.com ada ff juga di sana. Terima kasih
dan selamat membaca ya semua!!
─Lihat
seberapa cepat Tuhan bisa membuatmu jatuh cinta dan mengubah seluruh hidupmu
hingga ke bagian-bagian terkecilnya!
“Sampai sekarang kau bahkan
tidak pernah mengatakan alasannya padaku! Aku benar-benar tidak mengerti.
Seumur hidupku, aku tidak pernah bertemu seseorang yang seperti kau. Entah
julukan apa yang pantas untuk dirimu. Apa yang kau lakukan selama lima tahun
ini menurutku sangatlah bodoh! Bagaimana dia bisa tahu kalau kau saja tidak
pernah berusaha untuk menunjukkan dirimu sendiri,” celoteh Caeyoun.
Tanganku terhenti dari
kegiatannya begitu dia selesai berbicara. “Setiap orang memiliki caranya
sendiri untuk mencintai belahan jiwanya, Caeyoun. Aku selalu percaya jika Tuhan
telah menuliskan takdir antara aku dan dia, dengan itu aku tidak perlu
mencarinya, tidak perlu menampakkan diri ataupun berteriak padanya kalau aku
mencintainya. Kejadian di masalalu yang melandasi ini semua tidak akan hilang
dari ingatanku. Kau tahu, ketika orang yang kau cintai terus menyakitimu meski
telah kau berikan dia berjuta-juta maaf dan kesempatan, bagaimana kau akan
menghadapinya?”
Gadis ini terdiam. Aku
tahu sejak tadi dia tidak pernah mengalihkan tatapannya dari punggungku. Mataku
menerawang jauh, menatap keluar jendela. Hari ini mendung dan kemungkinan akan
turun hujan. Hujan pertama di musim semi.
Senyuman kecil terukir
di bibirku saat melihat tetes-tetes air yang jatuh dari langit itu kini
benar-benar turun dan membasahi jalanan aspal yang kering. Kilasan-kilasan
kejadian indah yang tersimpan dengan rapi disudut hatiku mendadak melintas.
Jujur saja, aku sangat merindukannya.
Begitu banyak orang
berpikir jika rasa seperti ini, seperti yang kumiliki padanya adalah lelucon
konyol di masa muda. Kupikir juga begitu pada awalnya. Ya, hanya di awal saja
aku memiliki persepsi seperti itu. Tapi selalu ada rasa nyeri yang menyengat
hatiku saat seseorang masih mengatakan jika perasaanku ini hanyalah cinta
monyet. Keluargaku dulu bilang kalau aku tidak benar-benar jatuh cinta. Itu
hanyalah cinta monyet semata. Lalu setelah lima tahun dan masih ada yang
mengatakan hal seperti itu padaku. Bagaimana aku bisa merasa baik-baik saja?
Bagaimana aku bisa berpura-pura tuli? Dan bagaimana orang-orang itu dengan
mudah menganggap kalau perasaan yang kumiliki untuknya ini adalah perasaan
sesaat?
Adakah yang tahu
bagaimana rasanya diragukan? Bagaimana ketika semua orang di dunia ini
seolah-olah tidak percaya pada ketulusan yang kau miliki untuk seseorang?
Sesuatu yang ada di hatiku ini sangatlah sederhana. Hanya sebuah perasaan
bernama yang ingin diakui keberadaannya. Diterima dan dihargai. Sungguh
sangatlah sederhana, tapi kebanyakan dari mereka tidak mengerti tentang itu.
Mereka terlalu menganggap remeh semua hal dan takdir Tuhan di muka bumi ini.
Tidak pernah mudah
untukku menjalani setiap detik yang terasa mencekikku tiap kali hal-hal yang
mengingatkanku padanya melintasi pikiranku. Tidak perlu melihat hal-hal yang
sulit untuk dibayangkan, cukup dengan mendengar lirik lagu yang mirip dengan
cerita cintaku saja sudah membuat hatiku teriris.
Hari ke hari, aku
menjalaninya sebaik mungkin. Bertingkah seolah-olah tidak pernah ada hal yang
mampu untuk menyakiti hatiku. Bertingkah seolah-olah tidak pernah ada yang
membebani pikiranku. Bertingkah seolah-olah aku memiliki hidup paling sempurna
di dunia ini. Nah, kalian harus berhati-hati dengan orang-orang yang terlalu
banyak tersenyum dan terlalu banyak berbicara. Jangan selalu melihat mereka
sebagai makhluk yang memiliki semangat hidup tinggi, terkadang beberapa
diantara mereka hanyalah menutupi kenyataan yang pahit.
“Lalu, mau sampai kapan
kau seperti ini huh? Menunggu tidak
pernah menyenangkan, Jaenni. Bagaimana kau bisa menikmati tiap detiknya? Dan
tidak merasa sakit melihat dia bersama orang lain? Terbuat dari apa hatimu?”
Aku terkekeh mendengar
penuturan polos teman baikku ini lantas membalikkan tubuhku menghadapnya. “Aku
tidak pernah mengatakan padamu kalau menunggu itu menyenangkan, Younnie. Aku
juga tidak pernah bilang kalau aku menikmatinya dan aku tidak pernah mengatakan
apapun padamu tentang perasaanku mengenai dia yang lebih memilih bersama orang
lain,” kataku sambil terkekeh geli.
Dia melotot padaku lalu
berdecak sebal. “Ayolah, jangan mengalihkan pembicaraan!”
“Dengarkan aku
baik-baik, Gadis manis! Aku tidak akan pernah mengeluhkan waktu. Sesakit apapun
hatiku, aku tidak akan pernah mengeluh. Sebenarnya aku tidak menikmati ini, aku
hanya menjalaninya. Dengan memegang kalimat ‘semuanya akan selalu berakhir
dengan baik’ aku melalui setiap hal yang kau pikir sangat sulit untuk dilalui.
Dulu ketika aku menyadari tentang perasaanku padanya, Tuhan tidak pernah
berjanji padaku dia akan memiliki perasaan yang sama juga. Jadi aku tidak sama
sekali berhak untuk menuntut apapun.”
Caeyoun mendelik kesal
padaku. Dia terlihat gemas seperti biasa. “Sudahlah, aku lelah kalau harus
mendengarkan ocehanmu tentang percaya pada takdir dan hal-hal baik padahal
hidup terkadang tidak adil padamu. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kalau
aku jadi kau sudah sejak lama aku menembak kepala pria itu, Jaenni.”
Gadis itu melimbai
pergi sambil menghentakkan kakinya sebagai pelampiasan dari rasa kesal dan
emosinya.
Bagiku ini seperti
masalah tak berujung. Hidupku seperti berjalan ditempat padahal nyatanya semua
hal telah berlalu sejak lima tahun yang lalu. Aku kembali membalikkan tubuhku
menghadap jendela, memandang keluar dan memutuskan untuk memanjangkan
lamunanku.
Tujuh tahun yang lalu,
aku masih ingat dengan jelas aku bertemu dengannya di bawah guyuran hujan
pertama di musim semi. Dia sedang bermain gitar di lapangan basket sekolah. Dengan
seragam basketnya yang basah, dia seolah tidak merasa terganggu karena rintikan
hujan yang perlahan-lahan membasahinya. Tampak begitu asik dengan nyanyiannya
dan alunan gitarnya.
Suaranya adalah suara
terindah yang pernah kudengar. Saat itulah aku merasakan sesuatu dalam diriku
bergetar bukan karena takut, tapi ada sesuatu yang lain, yang sulit untuk
kujelaskan telah terjadi. Tingkah bodohku saat itu adalah melangkah
mendekatinya dan duduk disampingnya lalu memberikan senyuman manis.
Mendadak dia berhenti
memainkan gitarnya dan terpaku menatapku. “Siapa
kau?”
Itulah kalimat pertama
yang ia ucapkan untukku. “Aku Jaenni.
Tadi aku tidak sengaja lewat dan mendengar seseorang sedang bernyanyi, karena
tertarik aku memutuskan untuk datang kesini.”
“Sebelum
menghampiriku, kau seharusnya melihat tampilan dirimu di cermin. Aku tidak
pernah betah jika harus berdekatan dengan gadis buruk rupa seperti dirimu,”
ujarnya datar sebelum dia melimbai pergi meninggalkanku yang membisu.
Aku tidak pernah tahu
kalau seseorang yang baru saja kau temui selama beberapa detik bisa
menghancurkan jiwamu dalam sekali kedip. Selama ini semua orang di sekolah
selalu mengucilkan dan mengejekku karena aku gendut dan jelek. Kupikir pria
yang telah berhasil mengirimkan sengatan aneh padaku itu adalah sosok yang
berhati lembut dan berbeda dari yang lain. Nyatanya aku salah. Dia sama saja
dengan yang lain.
Hari-hari setelah
pertemuan pertama yang menyakitkan itu, aku diam-diam sering memperhatikannya.
Aku memantau kegiatannya dan beberapa kali mendapatkan pukulan di wajahku
karena penggemarnya tahu kalau aku adalah seorang stalker, tapi pria itu tidak melakukan apapun, dia hanya diam.
Semakin lama hatiku
semakin keras untuk membuatnya sadar kalau aku tidaklah seburuk yang dia
pikirkan, tidak lagi mampu untuk menghentikan diriku sendiri, meski setiap hal
yang kulakukan semakin dalam melukaiku juga. Semakin hatiku keras semakin keras
pula hatinya. Dia seolah-olah bisu, seolah-olah buta, seolah-olah tuli saat
semua anak di sekolah mengerjaiku.
Aku dibully
habis-habisan hanya karena menyukai seseorang. Hanya karena merasa aku telah
jatuh cinta, aku dibully. Apa yang salah dari semua itu? Aku berusaha untuk
jujur pada setiap hal yang kualami dan kurasakan. Aku mengungkapkan perasaanku
dan berakhir seperti ini.
Jangan tanyakan apakah
aku pernah membencinya. Jawabannya tentulah tidak. Segala macam rasa yang
seharusnya kurasakah setelah sekian banyak siksaan selalu kalah karena rasa
cintaku lebih besar. Lihat seberapa cepat Tuhan bisa membuatmu jatuh cinta dan
mengubah seluruh hidupmu hingga ke bagian-bagian terkecilnya!
Siksaan itu bertahan
terus sampai akhirnya aku mengalami koma karena ditenggelamkan di kolam renang.
Orangtuaku mengeluarkanku dari sekolah dan memindahkanku ke asrama perempuan
tanpa sepengetahuanku. Aku bangun setelah sepuluh hari tertidur.
Wajah pertama yang
kulihat adalah wajahnya. Wajah Jeon Jungkook. Wajah pangeranku. Dia menatapku
dengan tatapan dinginnya seperti biasa. Ditangannya ada setangkai mawar
berwarna kuning.
“Aku
tidak datang kesini untuk menyakitimu lebih dari ini! Semua orang tahu, kau dan
aku tidak akan pernah bersama-sama. Aku sama sekali tak memiliki perasaan seperti itu padamu. Aku
tidak tahu kalau kau sangat mencintaiku sampai kau rela untuk mati. Kau tidak
bisa memaksakan perasaanmu dan aku juga tidak bisa memaksakan perasaanku. Aku
datang untuk meminta maaf. Sudah begitu banyak luka yang kuberikan padamu
selama setengah tahun ini, Jaenni. Mulai hari ini, aku berjanji tidak akan
pernah ada yang menyakitimu karena aku. Kita masih muda. Bersama dengan waktu
kau akan melupakan perasaanmu padaku dan menganggap kejadian yang
kemarin-kemarin itu hanyalah sebuah pengalaman hidup. Ada begitu banyak orang
yang mencintaiku dan aku tidak merasa membutuhkanmu dan perasaanmu. Jika kau
tidak tahu, aku memiliki seorang kekasih dan kau tidak akan pernah menjadi pantas
sampai kapanpun untuk mendapatkan posisi seperti itu di hidupku.”
Suaranya begitu beku,
begitu dingin, hingga merasuk begitu jauh kedalam diriku. Memecahkan dan
menghancurkan semua tekad serta keinginanku untuk menunjukkan padanya betapa
aku berharap bisa menjadi seseorang yang pantas bersanding dengannya. Setelah
setengah tahun penuh luka dan penderitaan, setelah semua maaf yang kuberikan
untuk siksaan itu, setelah begitu banyak pengorbanan yang kulakukan. Hanya
itulah yang kudapatkan darinya.
Perasaanku dibuang
seperti sampah. Tidak ada artinya. Tidak berharga. Bagaimana bisa seseorang
memiliki hati sekeras itu? Hanya karena aku tidak cukup cantik. Benarkah
seperti itu? Apakah fisik selalu menang ketimbang perasaanku yang begitu tulus
untuknya?
Waktu-waktu buruk itu
berlalu dengan lambat, meneruskan sekolah di tempat khusus perempuan. Kuliah di
luar negeri hingga kembali lagi ke Seoul untuk memulai hidup baruku lagi.
Selama waktu telah
membawaku pergi meninggalkan masa-masa itu, aku tidak pernah benar-benar
berhenti mencintainya. Aku terus memperhatikannya. Menolongnya dari jarak jauh
dan merasa puas karena itu. Aku tahu dia tahu kalau itu aku. Aku masih setia di sini dan dia selalu tahu tentang itu.
Aku pernah dengar
tentang kau hanya akan jatuh cinta satu
kali dalam hidupmu dan itu benar-benar terjadi padaku. Sekalipun hatiku
telah sekeras batu saat melihatnya bersama dengan wanita lain, aku tetap
merasakan sedikit rasa sakit menyusup ke relung hatiku.
Hari ini aku baru saja
mendapat kabar kalau dia akan menikah dengan kekasih hatinya. Aku mengirimkan
seribu paket bunga mawar berwarna kuning untuknya dan kekasihnya. Dia tidak
akan bertanya-tanya apa artinya itu.
Bunga mawar berwarna
kuning melambangkan persahabatan. Ya hanya seperti itu saja. Dia meninggalkan
setangkai bunga mawar kuning digenggaman tanganku saat dia berlalu
meninggalkanku dalam kehancuran.
Sekarang aku telah
berubah, sudah tidak lagi menjadi Lee Jaenni yang gendut dan jelek. Aku telah
bertransformasi menjadi seorang gadis cantik dan digilai banyak pria. Tentunya
itu karena tekad kuatku. Karena sudah begitu banyak luka. Karena sudah begitu
banyak orang yang meremehkanku. Karena sudah terlalu banyak orang yang
menganggap perasaanku sampah.
Aku sudah melalui
bertumpuk-tumpuk rasa sakit. Mulai dari fisik hingga jiwaku. Sudah melewati
semua luka dan berhasil berdiri lagi. Aku tangguh dan kuat. Menghadapi
pernikahan seorang Jeon Jungkook adalah hal yang mudah.
Cerita cinta sedih
milikku itu, tidak pernah kuceritakan pada siapapun termasuk Caeyoun. Aku akan
selalu menyimpannya untuk diriku sendiri. Entah sampai kapan aku akan
mencintainya. Aku tidak tahu. Tapi aku selalu percaya takdir Tuhan tidak akan
pernah menyakitimu diakhir nanti. Pernikahannya bukanlah apa-apa. Aku mencintainya
tanpa syarat dan tidak akan pernah menuntut apapun.
Sejak awal aku adalah
seorang pencinta. Pencinta Jeon Jungkook si kapten basket dan vokalis band
sekolah. Sampai akhir nanti, jika Tuhan menakdirkannya tetap seperti itu, maka
akan tetap jadi seperti itu.
Dengan langkah pelan
aku keluar dari rumah. Terus melangkah menuju ke taman bunga mawar kuning
milikku. Membiarkan air hujan yang dingin membasahiku. Merentangkan tanganku
dan menikmati setiap tetesnya.
Hal pertama yang
mengingatkanku pada Jungkook adalah hujan pertama pada musim semi. Bagaimana
dia terlihat begitu indah dibawah guyurannya. Terlihat seperti malaikat tak
bersayap.
Kookie,
kau akan selalu tahu jika di sini, di sudut yang akan selalu kau hapal, aku
akan tinggal. Aku akan selalu mencintaimu tanpa perlu berteriak, tanpa perlu
menangisi, tanpa perlu menunjukkan. Beginilah caraku untuk mencintaimu. Jika
suatu saat nanti kau merasa kekurangan cinta dalam hidupmu, kau tidak perlu
khawatir. Perasaanku padamu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Terima
kasih telah mengajariku banyak hal dalam hidup. Aku mencintaimu.~
TAMAT~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar