Rabu, 24 Mei 2017

SECRET OF MINE (ONESHOOT)



Title                : Secret of Mine
Author            : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast                : - Irene ‘Red Velvet’ as Lee Jaenni
                        - Jeon Jungkook as himself
Genre             : Hurt, Drama, Alternate Universe
Length            : Oneshoot
Rated              : Teens-13
Disclaimer      : Cerita ini murni dari pemikiran saya sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi blog saya www.valleriarussel.blogspot.com ada ff juga di sana. Terima kasih dan selamat membaca ya semua!!




─Lihat seberapa cepat Tuhan bisa membuatmu jatuh cinta dan mengubah seluruh hidupmu hingga ke bagian-bagian terkecilnya!









“Sampai sekarang kau bahkan tidak pernah mengatakan alasannya padaku! Aku benar-benar tidak mengerti. Seumur hidupku, aku tidak pernah bertemu seseorang yang seperti kau. Entah julukan apa yang pantas untuk dirimu. Apa yang kau lakukan selama lima tahun ini menurutku sangatlah bodoh! Bagaimana dia bisa tahu kalau kau saja tidak pernah berusaha untuk menunjukkan dirimu sendiri,” celoteh Caeyoun.
Tanganku terhenti dari kegiatannya begitu dia selesai berbicara. “Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mencintai belahan jiwanya, Caeyoun. Aku selalu percaya jika Tuhan telah menuliskan takdir antara aku dan dia, dengan itu aku tidak perlu mencarinya, tidak perlu menampakkan diri ataupun berteriak padanya kalau aku mencintainya. Kejadian di masalalu yang melandasi ini semua tidak akan hilang dari ingatanku. Kau tahu, ketika orang yang kau cintai terus menyakitimu meski telah kau berikan dia berjuta-juta maaf dan kesempatan, bagaimana kau akan menghadapinya?”
Gadis ini terdiam. Aku tahu sejak tadi dia tidak pernah mengalihkan tatapannya dari punggungku. Mataku menerawang jauh, menatap keluar jendela. Hari ini mendung dan kemungkinan akan turun hujan. Hujan pertama di musim semi.
Senyuman kecil terukir di bibirku saat melihat tetes-tetes air yang jatuh dari langit itu kini benar-benar turun dan membasahi jalanan aspal yang kering. Kilasan-kilasan kejadian indah yang tersimpan dengan rapi disudut hatiku mendadak melintas. Jujur saja, aku sangat merindukannya.
Begitu banyak orang berpikir jika rasa seperti ini, seperti yang kumiliki padanya adalah lelucon konyol di masa muda. Kupikir juga begitu pada awalnya. Ya, hanya di awal saja aku memiliki persepsi seperti itu. Tapi selalu ada rasa nyeri yang menyengat hatiku saat seseorang masih mengatakan jika perasaanku ini hanyalah cinta monyet. Keluargaku dulu bilang kalau aku tidak benar-benar jatuh cinta. Itu hanyalah cinta monyet semata. Lalu setelah lima tahun dan masih ada yang mengatakan hal seperti itu padaku. Bagaimana aku bisa merasa baik-baik saja? Bagaimana aku bisa berpura-pura tuli? Dan bagaimana orang-orang itu dengan mudah menganggap kalau perasaan yang kumiliki untuknya ini adalah perasaan sesaat?
Adakah yang tahu bagaimana rasanya diragukan? Bagaimana ketika semua orang di dunia ini seolah-olah tidak percaya pada ketulusan yang kau miliki untuk seseorang? Sesuatu yang ada di hatiku ini sangatlah sederhana. Hanya sebuah perasaan bernama yang ingin diakui keberadaannya. Diterima dan dihargai. Sungguh sangatlah sederhana, tapi kebanyakan dari mereka tidak mengerti tentang itu. Mereka terlalu menganggap remeh semua hal dan takdir Tuhan di muka bumi ini.
Tidak pernah mudah untukku menjalani setiap detik yang terasa mencekikku tiap kali hal-hal yang mengingatkanku padanya melintasi pikiranku. Tidak perlu melihat hal-hal yang sulit untuk dibayangkan, cukup dengan mendengar lirik lagu yang mirip dengan cerita cintaku saja sudah membuat hatiku teriris.
Hari ke hari, aku menjalaninya sebaik mungkin. Bertingkah seolah-olah tidak pernah ada hal yang mampu untuk menyakiti hatiku. Bertingkah seolah-olah tidak pernah ada yang membebani pikiranku. Bertingkah seolah-olah aku memiliki hidup paling sempurna di dunia ini. Nah, kalian harus berhati-hati dengan orang-orang yang terlalu banyak tersenyum dan terlalu banyak berbicara. Jangan selalu melihat mereka sebagai makhluk yang memiliki semangat hidup tinggi, terkadang beberapa diantara mereka hanyalah menutupi kenyataan yang pahit.
“Lalu, mau sampai kapan kau seperti ini huh? Menunggu tidak pernah menyenangkan, Jaenni. Bagaimana kau bisa menikmati tiap detiknya? Dan tidak merasa sakit melihat dia bersama orang lain? Terbuat dari apa hatimu?”
Aku terkekeh mendengar penuturan polos teman baikku ini lantas membalikkan tubuhku menghadapnya. “Aku tidak pernah mengatakan padamu kalau menunggu itu menyenangkan, Younnie. Aku juga tidak pernah bilang kalau aku menikmatinya dan aku tidak pernah mengatakan apapun padamu tentang perasaanku mengenai dia yang lebih memilih bersama orang lain,” kataku sambil terkekeh geli.
Dia melotot padaku lalu berdecak sebal. “Ayolah, jangan mengalihkan pembicaraan!”
“Dengarkan aku baik-baik, Gadis manis! Aku tidak akan pernah mengeluhkan waktu. Sesakit apapun hatiku, aku tidak akan pernah mengeluh. Sebenarnya aku tidak menikmati ini, aku hanya menjalaninya. Dengan memegang kalimat ‘semuanya akan selalu berakhir dengan baik’ aku melalui setiap hal yang kau pikir sangat sulit untuk dilalui. Dulu ketika aku menyadari tentang perasaanku padanya, Tuhan tidak pernah berjanji padaku dia akan memiliki perasaan yang sama juga. Jadi aku tidak sama sekali berhak untuk menuntut apapun.”
Caeyoun mendelik kesal padaku. Dia terlihat gemas seperti biasa. “Sudahlah, aku lelah kalau harus mendengarkan ocehanmu tentang percaya pada takdir dan hal-hal baik padahal hidup terkadang tidak adil padamu. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Kalau aku jadi kau sudah sejak lama aku menembak kepala pria itu, Jaenni.”
Gadis itu melimbai pergi sambil menghentakkan kakinya sebagai pelampiasan dari rasa kesal dan emosinya.
Bagiku ini seperti masalah tak berujung. Hidupku seperti berjalan ditempat padahal nyatanya semua hal telah berlalu sejak lima tahun yang lalu. Aku kembali membalikkan tubuhku menghadap jendela, memandang keluar dan memutuskan untuk memanjangkan lamunanku.

Tujuh tahun yang lalu, aku masih ingat dengan jelas aku bertemu dengannya di bawah guyuran hujan pertama di musim semi. Dia sedang bermain gitar di lapangan basket sekolah. Dengan seragam basketnya yang basah, dia seolah tidak merasa terganggu karena rintikan hujan yang perlahan-lahan membasahinya. Tampak begitu asik dengan nyanyiannya dan alunan gitarnya.
Suaranya adalah suara terindah yang pernah kudengar. Saat itulah aku merasakan sesuatu dalam diriku bergetar bukan karena takut, tapi ada sesuatu yang lain, yang sulit untuk kujelaskan telah terjadi. Tingkah bodohku saat itu adalah melangkah mendekatinya dan duduk disampingnya lalu memberikan senyuman manis.
Mendadak dia berhenti memainkan gitarnya dan terpaku menatapku. “Siapa kau?”
Itulah kalimat pertama yang ia ucapkan untukku. “Aku Jaenni. Tadi aku tidak sengaja lewat dan mendengar seseorang sedang bernyanyi, karena tertarik aku memutuskan untuk datang kesini.”
“Sebelum menghampiriku, kau seharusnya melihat tampilan dirimu di cermin. Aku tidak pernah betah jika harus berdekatan dengan gadis buruk rupa seperti dirimu,” ujarnya datar sebelum dia melimbai pergi meninggalkanku yang membisu.
Aku tidak pernah tahu kalau seseorang yang baru saja kau temui selama beberapa detik bisa menghancurkan jiwamu dalam sekali kedip. Selama ini semua orang di sekolah selalu mengucilkan dan mengejekku karena aku gendut dan jelek. Kupikir pria yang telah berhasil mengirimkan sengatan aneh padaku itu adalah sosok yang berhati lembut dan berbeda dari yang lain. Nyatanya aku salah. Dia sama saja dengan yang lain.
Hari-hari setelah pertemuan pertama yang menyakitkan itu, aku diam-diam sering memperhatikannya. Aku memantau kegiatannya dan beberapa kali mendapatkan pukulan di wajahku karena penggemarnya tahu kalau aku adalah seorang stalker, tapi pria itu tidak melakukan apapun, dia hanya diam.
Semakin lama hatiku semakin keras untuk membuatnya sadar kalau aku tidaklah seburuk yang dia pikirkan, tidak lagi mampu untuk menghentikan diriku sendiri, meski setiap hal yang kulakukan semakin dalam melukaiku juga. Semakin hatiku keras semakin keras pula hatinya. Dia seolah-olah bisu, seolah-olah buta, seolah-olah tuli saat semua anak di sekolah mengerjaiku.
Aku dibully habis-habisan hanya karena menyukai seseorang. Hanya karena merasa aku telah jatuh cinta, aku dibully. Apa yang salah dari semua itu? Aku berusaha untuk jujur pada setiap hal yang kualami dan kurasakan. Aku mengungkapkan perasaanku dan berakhir seperti ini.
Jangan tanyakan apakah aku pernah membencinya. Jawabannya tentulah tidak. Segala macam rasa yang seharusnya kurasakah setelah sekian banyak siksaan selalu kalah karena rasa cintaku lebih besar. Lihat seberapa cepat Tuhan bisa membuatmu jatuh cinta dan mengubah seluruh hidupmu hingga ke bagian-bagian terkecilnya!
Siksaan itu bertahan terus sampai akhirnya aku mengalami koma karena ditenggelamkan di kolam renang. Orangtuaku mengeluarkanku dari sekolah dan memindahkanku ke asrama perempuan tanpa sepengetahuanku. Aku bangun setelah sepuluh hari tertidur.
Wajah pertama yang kulihat adalah wajahnya. Wajah Jeon Jungkook. Wajah pangeranku. Dia menatapku dengan tatapan dinginnya seperti biasa. Ditangannya ada setangkai mawar berwarna kuning.
“Aku tidak datang kesini untuk menyakitimu lebih dari ini! Semua orang tahu, kau dan aku tidak akan pernah bersama-sama. Aku sama sekali tak  memiliki perasaan seperti itu padamu. Aku tidak tahu kalau kau sangat mencintaiku sampai kau rela untuk mati. Kau tidak bisa memaksakan perasaanmu dan aku juga tidak bisa memaksakan perasaanku. Aku datang untuk meminta maaf. Sudah begitu banyak luka yang kuberikan padamu selama setengah tahun ini, Jaenni. Mulai hari ini, aku berjanji tidak akan pernah ada yang menyakitimu karena aku. Kita masih muda. Bersama dengan waktu kau akan melupakan perasaanmu padaku dan menganggap kejadian yang kemarin-kemarin itu hanyalah sebuah pengalaman hidup. Ada begitu banyak orang yang mencintaiku dan aku tidak merasa membutuhkanmu dan perasaanmu. Jika kau tidak tahu, aku memiliki seorang kekasih dan kau tidak akan pernah menjadi pantas sampai kapanpun untuk mendapatkan posisi seperti itu di hidupku.”
Suaranya begitu beku, begitu dingin, hingga merasuk begitu jauh kedalam diriku. Memecahkan dan menghancurkan semua tekad serta keinginanku untuk menunjukkan padanya betapa aku berharap bisa menjadi seseorang yang pantas bersanding dengannya. Setelah setengah tahun penuh luka dan penderitaan, setelah semua maaf yang kuberikan untuk siksaan itu, setelah begitu banyak pengorbanan yang kulakukan. Hanya itulah yang kudapatkan darinya.
Perasaanku dibuang seperti sampah. Tidak ada artinya. Tidak berharga. Bagaimana bisa seseorang memiliki hati sekeras itu? Hanya karena aku tidak cukup cantik. Benarkah seperti itu? Apakah fisik selalu menang ketimbang perasaanku yang begitu tulus untuknya?
Waktu-waktu buruk itu berlalu dengan lambat, meneruskan sekolah di tempat khusus perempuan. Kuliah di luar negeri hingga kembali lagi ke Seoul untuk memulai hidup baruku lagi.
Selama waktu telah membawaku pergi meninggalkan masa-masa itu, aku tidak pernah benar-benar berhenti mencintainya. Aku terus memperhatikannya. Menolongnya dari jarak jauh dan merasa puas karena itu. Aku tahu dia tahu kalau itu aku. Aku masih setia di sini dan dia selalu tahu tentang itu.
Aku pernah dengar tentang kau hanya akan jatuh cinta satu kali dalam hidupmu dan itu benar-benar terjadi padaku. Sekalipun hatiku telah sekeras batu saat melihatnya bersama dengan wanita lain, aku tetap merasakan sedikit rasa sakit menyusup ke relung hatiku.
Hari ini aku baru saja mendapat kabar kalau dia akan menikah dengan kekasih hatinya. Aku mengirimkan seribu paket bunga mawar berwarna kuning untuknya dan kekasihnya. Dia tidak akan bertanya-tanya apa artinya itu.
Bunga mawar berwarna kuning melambangkan persahabatan. Ya hanya seperti itu saja. Dia meninggalkan setangkai bunga mawar kuning digenggaman tanganku saat dia berlalu meninggalkanku dalam kehancuran.
Sekarang aku telah berubah, sudah tidak lagi menjadi Lee Jaenni yang gendut dan jelek. Aku telah bertransformasi menjadi seorang gadis cantik dan digilai banyak pria. Tentunya itu karena tekad kuatku. Karena sudah begitu banyak luka. Karena sudah begitu banyak orang yang meremehkanku. Karena sudah terlalu banyak orang yang menganggap perasaanku sampah.
Aku sudah melalui bertumpuk-tumpuk rasa sakit. Mulai dari fisik hingga jiwaku. Sudah melewati semua luka dan berhasil berdiri lagi. Aku tangguh dan kuat. Menghadapi pernikahan seorang Jeon Jungkook adalah hal yang mudah.
Cerita cinta sedih milikku itu, tidak pernah kuceritakan pada siapapun termasuk Caeyoun. Aku akan selalu menyimpannya untuk diriku sendiri. Entah sampai kapan aku akan mencintainya. Aku tidak tahu. Tapi aku selalu percaya takdir Tuhan tidak akan pernah menyakitimu diakhir nanti. Pernikahannya bukanlah apa-apa. Aku mencintainya tanpa syarat dan tidak akan pernah menuntut apapun.
Sejak awal aku adalah seorang pencinta. Pencinta Jeon Jungkook si kapten basket dan vokalis band sekolah. Sampai akhir nanti, jika Tuhan menakdirkannya tetap seperti itu, maka akan tetap jadi seperti itu.
Dengan langkah pelan aku keluar dari rumah. Terus melangkah menuju ke taman bunga mawar kuning milikku. Membiarkan air hujan yang dingin membasahiku. Merentangkan tanganku dan menikmati setiap tetesnya.
Hal pertama yang mengingatkanku pada Jungkook adalah hujan pertama pada musim semi. Bagaimana dia terlihat begitu indah dibawah guyurannya. Terlihat seperti malaikat tak bersayap.
Kookie, kau akan selalu tahu jika di sini, di sudut yang akan selalu kau hapal, aku akan tinggal. Aku akan selalu mencintaimu tanpa perlu berteriak, tanpa perlu menangisi, tanpa perlu menunjukkan. Beginilah caraku untuk mencintaimu. Jika suatu saat nanti kau merasa kekurangan cinta dalam hidupmu, kau tidak perlu khawatir. Perasaanku padamu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Terima kasih telah mengajariku banyak hal dalam hidup. Aku mencintaimu.~



TAMAT~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar