WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
YIPIIIIIIEEEE BARU DIISIIN PULSA MODEMNYA SETELAH MERENGEK-RENGEK SAMA MAMA NIH HAHAHA :D ADAKAH YANG KANGEN KISAHNYA YOORA?? BUAT YANG BERTANYA-TANYA TENTANG JUNGKOOKIE AKU SABAR YA,, MUNGKIN DI BAB 20 KOOKIE MUNCUL ATAU ENGGAK BAB 21 ANTARA ITULAH YA.. HARAP SABAR YA,, AKU MAU BUAT SEMUA MOMEN YOORA BARENG BANGTAN BUKAN CUMA KOOKIE DOANG KARENA INI BTS FANFICTION HAHAHA :D TAPI RENCANANYA JUGA BAKALAN ADA SPIN OFF DENGAN JUDUL 'SOMEONE' NANTI YANG BAKAL BAHAS MASALAHNYA SALAH SATU MEMBER BTS NIH CHINGUDEUL.. PENASARAN KAH? HAHAHA DIHARAPKAN UNTUK SABAR JUGA YA:P SOALNYA KALO UDAH DIPOST PASTI DI TAG DI FB DEH :* PANJANG BANGETTTT.. YA UDAH CUSSSSS DEH YAAA *kiss
BAB 19
Kami
tiba di Jeju setelah menempuh satu jam perjalanan di atas udara. Ja Yeon,
kakaknya Jimin sudah mengirim beberapa orang kepercayaannya untuk menjemput
kami dan membawa kami ke resort milik keluarga Park. Aku tak tahu apakah ini
benar atau tidak, meski sebenarnya kami semua mampu menyewa resort sendiri atau
bisa menginap di hotel. Mengingat jika resort itu milik Mr Park rasa-rasanya
terdengar mengkhawatirkan.
“Jimin
Hyung, tidak bisakah kita menginap di
resort milikku saja? Aku khawatir, kurasa yang lainnya juga seperti itu,”
celetuk Jin Hwa.
Aku
menimpali dengan anggukan kepala bersama dengan Euna di sampingku dan Hye Ni di
sampingku yang lain.
“Kita
ke resort milik ayahku dulu, dan setelah menemukan titik terang masalahnya kita
baru putuskan tentang akan menginap dimana, tapi kau bisa bersiap-siap
kemungkinan besar kita akan menginap di resortmu,” jawab Jimin.
Park
Ja Yeon telah menyiapkan empat mobil sport untuk mengantar kami ke resort milik
keluarga Park. Jimin, Ho Seok, dan Yoon Gi di mobil pertama. Di mobil kedua ada
Taehyung dan Hye Ni. Di mobil ketiga ada aku dan Seo Jin. Di mobil terakhir ada
Jin Hwa dan Euna.
Pria-pria
yang mengelilingiku adalah pria-pria kaya, hal-hal seperti ini bahkan tidak
bisa diberi komentar ‘wow’ karena
masih biasa saja. Tunggu sampai salah satu di antara pria-pria itu menerbangkan
dirinya bersama gadisnya dengan helikoper dan melamarnya dengan cara yang bisa
membuat gadis itu jatuh pingsan.
Jeju
adalah pulau yang luar biasa, ya Tuhan aku tidak pernah melihat tempat seindah
dan senyaman ini. Udaranya benar-benar menenangkan, begitu banyak hamparan
bunga berwarna-warni. Aku seperti sedang ada di dunia mimpi. Aku ingat, Jung
pernah mengatakan jika dia akan membawaku berlibur kemari, tapi ternyata aku
sudah lebih dulu datang kesini tanpa menunggunya.
Sepuluh
menit terasa seperti satu menit karena tiba-tiba saja, mobil ini sudah
terparkir di halaman depan resort yang tentunya adalah resort milik keluarga
Park. Kelihatan tampilan luarnya saja, resort ini sudah pasti sangat mahal.
Aset yang cukup menguntungkan memiliki resort di pulau ini, menilik dari
pemandangan dan wisata yang dijanjikannya, selain itu juga wisatawan pasti akan
mendapatkan kesenangan serta liburan paling berkesan.
Nuansa
putih yang penuh dengan keeleganannya memenuhi resort milik keluarga Park. Di
Miami, resort milik paman bernuansakan cream lembut yang menyejukkan. Warna
putih terlihat mewah disusun bersama dengan kaca-kaca yang nyaris tak berdebu.
“Kalian
harusnya menambah sepuluh orang lagi untuk datang kemari bersama kalian,” seru
seseorang yang keluar dari dalam resort.
Dia
adalah pria muda yang tampan dan berkarisma nyaris sama seperti adiknya. Kemeja
putih serta jeans sebatas lutut
membuatnya kelihatan sangat santai. Dia adalah Park Ja Yeon.
“Kenapa
menatapku seperti itu? Ayo, masuklah dan bawalah koper kalian ke dalam, aku
sudah menyuruh orang untuk menyiapkan kamar kalian semua.”
Jimin
memimpin langkah kami masuk ke dalam resort itu dan kakak beradik itu
berpelukan erat melepas rindu. Mereka berdua jarang bertemu, Ja Yeon sekarang
sudah menetap di Singapura.
“Hyung, kami tidak akan menginap di sini.
Aku benar-benar tidak ingin terjadi kekacauan lagi, jadi akan lebih baik jika
kami menginap di resort Jin Hwa,” ucap Jimin setelah pelukan singkat mereka.
Aku
menatap Hye Ni dengan pandangan bertanya, apa yang baru saja Jimin katakan pada
kakaknya. Dia membisikannya padaku dan lantas aku mengangguk saja. Benar-benar
seperti orang bodoh. Aku merasa buta jika mereka sudah berbicara dalam bahasa
mereka.
“Ah
dia anak dari Presedir Choi. Bagaimana kalian bisa saling mengenal? Baiklah,
akan lebih baik jika kita bercerita di dalam.” Ja Yeon merangkul pundak
adiknya.
Seseorang
merangkul pundakku saat kami melangkah masuk lebih jauh lagi ke dalam dan itu
adalah Ho Seok.
“Jadi,
ceritakan padaku bagaimana kau bisa mengenal anak Presedir Choi, lalu dua gadis
itu, bukankah mereka anak dari Mr Kim?”
Aku
berpura-pura tidak mendengarkan karena jika mendengarpun aku tidak mengerti apa
yang Ja Yeon katakan.
“Hyung, gunakan bahasa inggris. Salah
satu dari dua gadis itu ada yang tidak bisa sama sekali bicara dalam bahasa
kita dan dia tak akan mengerti apa yang sedang kita bicarakan.” Itu Nam Joon.
“Eh baik, jadi siapa yang tidak bisa
bicara dalam bahasa korea?”
Aku
menegang saat mendengar Ja Yeon berbicara dalam bahasa inggris. Luar biasa, apa
yang dikatakan oleh Nam Joon! Harusnya biarkan saja mereka bicara dalam bahasa
korea, nanti aku bisa meminta Hye Ni untuk menjelaskan padaku.
“Aku,
aku orangnya, Oppa.” Aku tersenyum
kikuk saat dia memandangku aneh.
“Kau?
Wajahmu benar-benar menipu! Kau terlihat seperti gadis korea asli, tapi
ternyata kau tidak bisa bicara dalam bahasa korea.”
Aku
tertawa aneh. “Aku baru tinggal di Seoul selama tiga bulan, Oppa.”
“Ah
jadi kau baru datang ke Seoul. Aku mengerti, biarkan yang lalu itu berlalu.
Sekarang, Jimin, jelaskan padaku.”
“Kemarin
sore setelah pekerjaan kami selesai, aku pergi ke makam ibu. Entah kenapa,
kemarin aku benar-benar rindu padanya, ketika tiba di sana aku malah bertemu
dengan ayah. Dia menyeretku pulang dan menerangkan padaku jika sebentar lagi
waktunya akan tiba untukku menggantikannya memimpin perusahaan. Aku menolak dan
dia marah besar padaku. Ayah mengancam jika aku tidak segera mengundurkan diri
dari Bangtan maka dia yang akan mengeluarkanku. Aku tetap bersi keras dan
akhirnya kami berkelahi. Aku sudah bukan bocah berumur delapan tahun lagi yang
hanya diam saja saat dia memukuliku. Tapi teknik berkelahiku tak sebaik yang
ayah punya. Aku bahkan nyaris pingsan ketika teman-temanku sampai tepat pada
waktunya,” jelas Jimin panjang lebar.
Semua
orang terdiam mendengar penjelasannya. Ja Yeon terlihat berpikir keras. Hanya
mereka berdua yang tahu betapa kejamnya figur Mr Park. Aku bahkan masih ingat
dengan baik bagaimana ekspresi wajahnya kemarin malam. Menyeramkan!
“Sebenarnya,
aku tidak mengerti. Mengapa Presedir Park segigih itu untuk menjadikan Jimin Oppa sebagai penerusnya? Padahal dia
memiliki satu orang lagi putra yang luar biasa dalam bidang bisnis yang sama
sekali tidak dikuasai oleh Jimin Oppa.
Apa ada cerita dibalik itu?” tanya Euna yang tiba-tiba membuka suaranya.
“Benar.
Bagaimana bisa aku tidak memikirkan hal itu!” seru Jin Hwa.
Aku
melirik Ja Yeon. Ada sesuatu yang ia sembunyikan. Tentu saja, mimik wajahnya yang tadi terlihat santai kini
berubah menjadi kaku. Dia seperti sedang memutar kembali waktu di masalalunya.
Detik-detik
berlalu sampai akhirnya dia menghela napas dan menjawab pertanyaan Euna. “Sebenarnya,
ada sesuatu yang membuat ayahku tidak percaya padaku. Dulu, ketika aku masih
berada di grade high school, aku telah melakukan kesalahan yang fatal. Waktu
itu, Jimin masih kecil, dia masih berumur sepuluh tahun dan belum mengerti apapun.
Kami dididik dengan didikan yang keras oleh ayah sementara ibu, ibu kami telah
kehabisan cara untuk menjelaskan pada ayah kami jika cara mendidik yang dia
lakukan itu salah. Aku dan Jimin tumbuh bersama dengan kekerasan ayah dan
perhatian dari ibu yang tidak membantu. Ketika itu, aku berteman dengan
seseorang yang keadaan keluarganya lebih buruk dariku, dia berasal dari
keluarga broken home. Setiap hari dia
mendengar orangtuanya bertengkar, saling memaki, memecahkan barang-barang,
saling memukul. Aku merasa jika dia mengerti tentang keadaanku. Kami berteman
dekat sampai pada suatu hari dia mengajakku pergi ke club. Memberiku minuman beralkohol tinggi, aku menolak pada
awalnya, tapi katanya dengan meminum minuman itu, beban masalah yang kutanggung
akan berkurang dan bahkan lenyap. Akhirnya aku mencoba minuman itu, malam itu
jadi saksi kehancuran hidupku.”
Aku
melihat duka mendalam di mata Ja Yeon. Kekerasan yang dilakukan Mr Park
bukannya membuat hidup anaknya bahagia, tapi malah membuatnya menderita.
Ja
Yeon kembali menyambung ceritanya. “Sejak malam itu, nyaris setiap hari aku
diam-diam pergi dari sekolah bersama temanku itu, menghabiskan waktu di club. Aku melihat temanku memakai
obat-obatan yang seharusnya tidak ia pakai. Tapi katanya, dengan obat itu bisa
membuat kita terbang dan tak ada lagi masalah dalam hidup ini yang akan
mengganggu kita. Karena rasa penasaranku, aku ikut mencobanya. Hingga pada
akhirnya, aku kecanduan obat-obatan itu sama seperti temanku. Kami
mabuk-mabukan dan memakai obat-obatan terlarang itu setiap hari,” dia berhenti,
memejamkan matanya, menahan emosinya.
Aku
mendesis pelan. Aku tak percaya jika pria dengan penuh kharisma seperti Ja Yeon
pernah mengalami masa kelam seperti itu.
“Minuman
dan obat-obatan itu sudah menjadi kebutuhan utama untukku, waktu itu. Aku
sampai merengek pada ibu untuk memberiku uang sampai akhirnya anak buah ayahku
berhasil menemukanku di club dengan
keadaan yang membuatnya bisa mati detik itu juga, atau aku yang akan mati. Aku
mabuk berat dan obat-obatan itu sudah merebut seluruh kesadaranku. Ayahku marah
besar, dia memukuliku habis-habisan, saat itu Jimin tak ada di rumah, dia pergi
menginap di rumah nenek dan ibu menjadi saksi jika malam itu putra sulungnya hampir mati karena
dipukuli oleh suaminya sendiri. Aku tidak merasa sakit sedikitpun, aku ingat
yang kulakukan waktu itu hanyalah memakinya. Mengatakan padanya jika dia
bukanlah ayahku, aku mengumpat dan melakukan hal-hal yang membuatnya semakin
marah padaku. Ayahku hampir membunuhku dengan ikat pinggangnya, tapi ibuku
memohon padanya untuk berhenti. Sekejam-kejamnya ayahku, dia akhirnya luluh
juga pada perkataan ibu. Tapi malam itu, dia sudah mengambil keputusan untuk
mengirimku ke rumah sakit untuk direhabilitasi dan dia juga mengatakan padaku
jika dia tidak akan pernah mau jika aku meneruskan perusahaannya. Dia memiliki
Jimin dan dia yakin dengan sepenuh hatinya jika Jimin tidak akan mengecewakannya.”
Aku
bersumpah aku melihat setitik air mata di sudut matanya Ja Yeon. Itu adalah
cerita yang panjang tentang kenapa Mr Park begitu gigih ingin Jimin yang
menjadi penerusnya.
Ho
Seok yang duduk di sampingku meraih tanganku dan menggenggamnya karena sedari
tadi aku terus memainkan jari-jariku. Ini buruk. Sekarang, setelah mengetahui
kenyataannya aku merasa wajar saja jika Mr Park tidak percaya pada Ja Yeon.
“Setelah
semua hal buruk itu berlalu, aku akhirnya berhasil bangkit. Tapi kepercayaan ayah
padaku sudah hilang. Dia sudah tidak percaya lagi padaku. Aku berusaha dengan
keras untuk menunjukan padanya jika aku bisa dipercaya, jika aku tidak ingin
mengecewakannya lagi. Aku tidak ingin dia memaksakan kehendaknya pada Jimin.
Aku juga tidak ingin Jimin mengikuti jejakku dulu. Tapi sampai detik ini, aku
tidak menemukan tanda-tanda jika ayah akan kembali percaya padaku,” ujar Ja
Yeon.
“Mengapa kau tidak mencoba untuk bicara
padanya?” tanya Euna.
“Dia
tidak akan pernah mendengarkan siapapun selain ibu kami. Dia akan selalu
mendengarkan ibu sekalipun dia dalam keadaan yang benar-benar marah,” jawabnya.
“Kurasa
aku dan Euna bisa melakukan sesuatu untuk meyakinkan Mr Park,” ujarku pada
akhirnya.
Mereka
semua sontak langsung menatapku. “Aku dan Euna akan mencoba bicara padanya.
Bisakah Mr Park datang kemari?”
“Kebetulan
sekali, besok malam akan ada pesta peresmian hotel baru milik keluarga Jeon.
Jeon Jungkook, kalian mengenalnyakan?”
Tubuhku
membeku begitu saja. Ho Seok meremas tanganku yang ia genggam, kurasa dia
merasakan keterkejutanku.
“Apa?
Kookie? Dia ada di Jeju?” Respon pertama datang dari Yoon Gi.
“Iya,
sebelum kalian sampai, orang suruhannya mengatarkan undangan ini untukku. Aku
sudah menyampaikan pesan pada sekretaris ayah perihal undangannya. Mengingat
betapa pesatnya perkembangan perusahaan setelah berpindah tangan ke Jungkook,
ayah tidak mungkin melewatkan kesempatan ini,” jelas Ja Yeon.
“Dia
ada di Korea dan dia sama sekali tidak menghubungi kita,” seru Nam Joon.
“Sulit
dipercaya! Bocah itu sudah benar-benar membuang kita dari hidupnya,” decak Jin
Hwa.
Aku
tidak tahu harus mengatakan apa, ada sesuatu yang membuatku lemas. Dia ada di Korea.
Dia ada dekatku saat ini. Di kota yang sama.
“Untuk
sementara kita lupakan dulu masalah pesta itu. Sekarang, bagaimana dengan
rencananya?”
Aku
menatap Hye Ni dan dia mengedipkan mata padaku. “Aku dan Euna akan menemui Mr
Park ketika pesta berlangsung. Ja Yeon Oppa,
kau bisa mendampingi ayahmu dan Jimin Oppa,
kau akan ikut dengan kami. Sisanya biar aku dan Euna yang urus. Kami akan
mencoba membuatnya mengerti.”
Setelah
perbincangan itu, akhirnya kami semua pergi menuju resort milik keluarga Choi.
Jin Hwa sudah menghubungi orang-orang di sana jika dia akan menginap di sana
hingga lima hari ke depan. Begitu pulang nanti, aku akan ke sekolah bersama
Sehun, jika dia masih ingat janjinya untuk mengantar dan mendampingiku ketika
melihat pengumumanku.
Letak
resort milik keluarga Choi sangat strategis. Kami bisa menikmati pantai yang
berada dekat dengannya. Lokasi resort ini sama dengan lokasi resort paman di
Miami. Sekalipun sedang musim dingin saat ini, Jeju tidak dituruni salju,
udaranya saat ini mungkin sekitar 15°.
“Sebenarnya,
apa yang ingin kau bicarakan dengan Tuan Park, Yoora? Kau tahu, kita sudah
mencobanya dan semuanya sia-sia saja, dia tidak mendengarkanmu sama sekali,”
celetuk Seo Jin tiba-tiba.
“Tidak,
Oppa. Kurasa kita telah salah
persepsi, perkataanku kemarin malam, sudah pasti berbekas di hatinya, aku
yakin. Banyak orang yang seperti itu di dunia ini, mereka terlihat begitu keras
dan menyeramkan dalam hal perawakan, tapi sebenarnya mereka mendengarkan setiap
kata yang diucapkan oranglain tentang dirinya. Bedanya adalah ada orang-orang
yang menunjukkan responnya secara langsung dan ada juga orang-orang yang lebih
memilih untuk memendamnya saja, namun mereka mendengarkan dan akan memikirkan
perkataan orang tentang dirinya. Aku yakin, Mr Park memikirkan perkataanku.
Untuk itu, ketika harus kembali berbicara dengannya aku harus bersama dengan
Euna. Euna memiliki sifat yang tak jauh beda dariku, dia juga pasti memiliki
sudut pandang yang sangat baik untuk diterangkan pada Tuan Park,” jelasku.
“Dan
tentang Kookie…”
“Jangan,
Oppa. Jangan bahas tentang itu lagi.
Sungguh, aku lelah mendengarnya dan aku harus mempersiapkan diri untuk
menghadapi kenyataan sekali lagi.”
Aku
mendapatkan kamar yang indah, jendela besarnya langsung menghubungkanku dengan
pemandangan pantai di malam hari. Ya ampun, akan sayang untuk melewatkan malam
ini. Harusnya mereka merencanakan pesta.
Ponselku
berdering, menyadarkanku dari lamunan sejenak itu. Aku meraihnya dan nama Kris
tertera di layar.
“Hei gadis kecil, benarkah jika sekarang kau
sedang berlibur ke Jeju? Kau jahat sekali padaku, harusnya kau memberitahuku,
aku bisa menemanimu.”
Aku
tersenyum mendengar nada kesal yang dibuat-buat itu. “Maaf, Oppa. Aku tidak bermaksud untuk tidak
memberitahumu, tapi ini benar-benar perjalanan yang tidak direncanakan
sebelumnya. Kami sedang memiliki masalah di sini. Jimin Oppa sedang membutuhkan kami semua,” jelasku.
Dia
terkekeh di sebrang sana. Suaranya membuatku tenang. “Baiklah, aku akan mencoba untuk mengerti. Tapi ngomong-ngomong, aku
tidak hanya iseng menghubungimu malam ini. Ada sesuatu yang harus kubicarakan. Ini
tentang kau dan hubungan menggantungmu dengan Jeon Jungkook.”
Aku
terpaku sesaat. Debur ombak yang menyapu pesisir pantai tampak tak begitu
menarik lagi saat mendengar perkataan Kris. “Ada apa, Oppa? Aku dan dia sudah selesai, semuanya sudah selesai.”
“Aku ingin memberitahumu jika saat ini Jeon
Jungkook ada di Korea. Aku tadi ke apartemenmu, tapi resepsionis di sana
mengatakan jika kau sedang ada di Jeju. Jadi, kupikir, kau diminta oleh bocah
itu untuk menemuinya dan hubungan menggantungmu akan berakhir,” ujarnya.
“Tidak,
Oppa. Aku juga baru tahu beberapa
menit yang lalu jika dia ada di sini. Aku akan hadir di pesta itu, Oppa. Bukan untuk bertemu dengannya,
tapi untuk menyelesaikan masalah Jimin Oppa.”
“Apa kau baik-baik saja?”
Air
mataku mengalir saat mendengar pertanyaannya. “Ya, aku baik-baik saja, Oppa.”
“Ya Tuhan, jangan seperti itu. Apa kau sudah
melupakannya jika aku ini kakakmu? Harusnya, kau bisa menceritakan keadaanmu.
Jangan berbohong padaku, Yoora-ssi. Saat ini kau sedang menahan tangismu, am I
right or am I right?”
“Aku
sudah terbiasa dengan ini, Oppa. Kau
pasti mengerti. Aku diperbolehkan menangis saat ini. Tak ada siapapun di
dekatku, dan tolong jangan pernah katakan pada siapapun jika aku masih sering
menangis karena Jung, Oppa. Apalagi
pada Kyung Soo. Aku tidak ingin menyakitinya,” desisku.
Dia
menghela napas. “Kau selalu bisa
mempercayakan rahasiamu padaku. Aku benar-benar menyayangimu, Yoora. Jangan
pernah rahasiakan apapun dariku atau aku akan merasa menjadi sosok kakak yang
buruk untukmu.”
“Tidak,
Oppa. Kau adalah kakak terbaik
untukku. Aku tidak menginginkan kakak selain dirimu. Aku bahkan mempercayakan
banyak hal padamu. Terima kasih untuk selalu datang setiap aku membutuhkanmu.
Aku tidak mengizinkan siapapun melihatku menangis. Hanya kau yang kuizinkan, Oppa.”
“Meski tidak secara langsung melihatmu
menangis. Seandainya aku bisa menyusulmu ke sana dan mendampingimu berhadapan
dengan bocah tengil itu,” ujarnya.
“Jangan,
Oppa. Kau tidak perlu kemari. Aku
sudah memiliki tujuh pria yang akan menjadi perisaiku. Kau tak perlu khawatir
lagi.”
“Baiklah, berhentilah menangis! Hadapi dia
dengan senyuman, Yoora. Tunjukan padanya jika kau adalah gadis yang kuat dan
buat dia menyesal karena telah menyia-nyiakanmu.”
Aku
mengangguk meski dia tidak bisa melihatnya. “Tentu, Oppa. Tidurlah, kau harus istirahat yang cukup.”
Dia
terkekeh di ujung sana. “Kau bahkan membutuhkan lebih banyak istirahat dariku.
Selamat tidur, gadis kecilku.”
Sambungan
terputus setelahnya. Setelah mengobrol dengannya, aku merasa lebih baik. Kris
adalah tempatku berbagi masalah. Aku mempercayakan semuanya, isi hatiku
sekalipun. Dia bahkan berpendapat jika akan sulit untukku menerima Kyung Soo.
Dia juga terkejut, bagaimana perasaan yang kumiliki berkembang dengan begitu
cepat pada Jung.
Selama
ini, Kris sering menelponku ketika aku menangis dan dia akan langsung tahu
keadaanku.
Aku
sudah pernah bilang dia adalah sosok kakak yang sempurna. Member satu grupnya
tak pernah mengetahui tentang kedekatanku dengan Kris. Kami menyembunyikannya
dengan baik. Setelah Kris, aku cukup dekat dengan Kai dan Xiumin. Sedang yang
lainnya kami hanya saling mengenal dan berteman biasa saja. Suatu keberuntungan
yang lain karena bisa mengenal mereka semua.
Tidak
memiliki pilihan lain dan mumpung aku tidak bisa tidur karena rasa kantuk tak
menghampiriku sama sekali sejak satu jam yang lalu, akhirnya aku memutuskan
untuk jalan-jalan di pantai. Celana pendek milik Jung dan kaos kebesarannya
sama sekali tidak membantuku. Angin berhembus dengan kencang dan ini
benar-benar dingin. Aku menjatuhkan tubuhku di atas pasir pantai yang lembut.
Malam ini ada begitu banyak bintang dan bulan purnama juga menampakkan dirinya
di atas sana.
Disaat-saat
seperti ini, rasa sedih dan terluka akan kembali menghampiriku. Apalagi, berita
yang kudapatkan hari ini benar-benar membuat saraf-sarafku tegang. Aku tidak
percaya setalah dua bulan tidak ada kabar, akhirnya aku mendapatkan kabar meski
tidak datang secara langsung darinya.
Sulit
rasanya untuk percaya jika dia sudah kembali ke Korea. Dia bahkan akan
mengadakan pesta besok malam dan aku akan menjadi salah satu tamu di pesta itu.
Entah apa yang akan terjadi nanti. Aku benar-benar tidak ingin membayangkan apapun.
Apalagi jika harus berharap dia akan tersenyum dan menyambutku atau mungkin dia
akan menghampiriku lalu meminta maaf karena semua sikap brengseknya padaku
selama dua bulan ini.
Mungkin
bagi orang lain yang mendengarnya dua bulan adalah waktu yang benar-benar
singkat. Tapi bagiku dua bulan itu lama, jika harus dihadapkan dengan posisi
menunggu seperti ini, orang lain tidak akan mengerti sebelum dia berada
diposisi yang sama denganku.
“Kau
akan sakit jika masih berdiam diri di situ lebih lama lagi, Kim Yoora.”
Aku
menoleh dan mendapati Jimin sedang berjalan menghampiriku, menjatuhkan tubuhnya
di sampingku dan ikut memandang ke depan.
“Apa
yang kau lakukan malam-malam di sini sendirian? Kalau ada yang menculikmu
bagaimana?”
Aku
terkikik mendengar perkataannya. “Tidak akan ada yang mau menculik gadis jelek
sepertiku, Oppa. Jangan bodoh!”
“Siapa
yang bilang jika kau itu jelek? Kau adalah gadis yang mempesona, Yoora-ssi. Kau harus percaya kata-kataku itu.
Oya, aku ingin memberitahumu sesuatu tentang video yang direkam oleh Ho Seok Hyung tadi,” katanya.
Aku
menatapnya curiga. “Jangan bilang jika kalian mengupload video itu, Oppa! Aku benar-benar serius dengan
perkataanku tentang aku akan marah padamu jika itu sampai terjadi!”
“Tidak,
kami tidak menguploadnya, kau tenang saja. Aku kebetulan memiliki teman yang
bekerja di bagian menyadap file. Kau tahu, sejenis ‘penguntit’. Dan aku
memintanya untuk menyadap email Kookie dan mengirim video itu padanya.
Sebenarnya, kami tidak merekam semuanya, hanya dibagian akhir saja,” jelasnya.
Aku
menatap Jimin tak percaya. Dia mengirimkan suara kacauku itu pada Jung. Gila!
“Ya Tuhan, Oppa. Apa yang kau
lakukan? Mengapa kau mengirimkan itu padanya? Apa kau benar-benar tidak
memikirkanku sama sekali?”
“Yoora,
aku melakukan itu karena aku memikirkanmu. Kau sudah seperti adikku sendiri.
Kurasa dia sudah melihatnya. Aku berharap dia sudah memiliki jawaban untuk
semua yang sudah terjadi selama dua bulan ini ketika kita bertemu dengannya
besok. Kau tenang saja, aku berjanji padamu jika semuanya akan baik-baik saja.”
“Kau
tahu, Oppa. Sebenarnya, aku lelah
mendengar kalimat sejenis itu keluar dari mulut semua orang. Padahal
kenyataannya, tidak ada yang baik-baik saja di sini. Aku bahkan tidak tahu
apakah aku kuat atau tidak untuk berhadapan dengannya besok,” lirihku.
“Kau
pasti bisa. Kami semua ada bersamamu. Kita akan memberi pelajaran padanya, dan
jika memang dia masih peduli padamu, dia pasti memantaumu selama ini, jika itu
memang benar maka dia juga pasti sudah tahu mengenai kedekatanmu dengan Kyung
Soo.”
Aku
menghela napas berat. Ini semua memang tak semudah seperti kelihatannya kan. “Entahlah,
Oppa. Aku sudah menyerahkan semuanya
pada Tuhan, apapun yang akan terjadi nanti aku tidak ingin memikirkannya. Aku
tahu, mungkin saat ini aku adalah gadis yang paling menyedihkan di dunia.
Mengharapkan pria yang sudah terbang begitu jauh dariku untuk kembali dan
setidaknya menjelaskan mengenai hubungan ini, mungkin meminta maaf dan mengatakan
jika dia masih mencintaiku. Tapi itu semua hanya ada dikhayalku saja. Ini
kehidupan nyata bukan serial drama.”
Jimin
melingkarkan tangannya di pundakku. Membimbing kepalaku untuk bersandar di
pundaknya. Angin bertiup semakin kencang dan malam ini jadi semakin dingin, aku
berharap hatiku ikut mendingin juga agar nanti aku tak perlu merasakan sakit
saat bertemu dengannya lagi untuk yang pertama kalinya setelah dua bulan.
“Terima
kasih, karea sudah mau menemaniku, Oppa.”
“Untuk
apa? Bukankah itu sudah menjadi tugasku?” Aku tersenyum padanya.[]
KEMBARAN :*
HYE NI
EUNA
PACARS :*
JIMINNIE :*