Rabu, 24 Mei 2017

DANGER (ONESHOOT)



Title                : DANGER
Author            : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast                : - Irene ‘Red Velvet’ as Kang Hwayoung
-          BTS Members
Genre             : Crime, Drama, Alternate Universe
Length            : Oneshoot
Rated              : Teens-15
Disclaimer      : Cerita ini murni dari pemikiran saya sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi blog saya www.valleriarussel.blogspot.com ada ff juga di sana. Terima kasih dan selamat membaca ya semua!!





―Aku adalah bagian dari mereka. Mereka adalah satu-satunya hal yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna.






“Hei, bangun kau, dasar jalang!”
Mataku terbuka perlahan saat merasakan sengatan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam kepalaku diiringi dengan lengkingan cempreng seseorang. Ringisan keluar dari mulutku saat wanita gila ini menarik rambutku dengan keras. Kepalaku terdongak menatapnya. Dia menyeringai padaku dan aku menatapnya dengan tatapan menantang.
“Aku menyekapmu di sini, tidak untuk membuatmu tidur-tiduran saja, Bitch! Sekarang katakan padaku, dimana mereka bersembunyi?”
Aku memejamkan mataku saat dia kembali menarik rambutku. Sialan! Harusnya aku tidak melakukan kecerobohan dan berakhir dengan wanita sialan gila ini. Mereka harus membayar mahal untuk luka-luka yang kini kumiliki.
“Sampai aku mati sekalipun, aku tidak akan pernah memberitahukan apapun padamu, Slut!
Tangannya mendarat sempurna di wajahku dan aku kembali merasakan sudut bibirku yang belum sembuh akibat tamparan yang sama berdarah lagi. Aku akan membunuhmu saat ikatan di tanganku terlepas. Kau telah salah memilih lawanmu. Aku kembali menatapnya dan meludah tepat di wajahnya.
“Dengarkan aku baik-baik! Aku bukan wanita cengeng seperti dugaanmu! Aku bahkan bisa mematahkan lehermu jika kau mau bertarung dengan adil,” desisku.
“Beraninya kau! Kau dan teman-temanmu itu sudah menggagalkan transaksiku dan sudah membuatku kehilangan puluhan juta dollar! Aku tidak akan melepaskanmu sampai mereka menyelamatkanmu dan aku pastikan tidak akan ada satupun diantara kalian yang bisa menyelamatkan diri dariku,” ujarnya tepat di depan wajahku.
Aku menatap tajam matanya. “Aku memberikan peringatan terakhir untukmu, Han Yuone! Lepaskan aku dan bertarunglah secara adil atau kau harus segera menyiapkan pesan terakhirmu sebelum mereka muncul ditempat ini dan meledakkan kepalamu,” bisikku.
Dia kembali memberikan seringai memuakkannya padaku. “Harusnya itu menjadi kalimatku, Sayang! Kali ini kau tidak akan berhasil. Tidak ada satupun celah ditempat ini untuk bisa ditembus oleh teman-teman tersayangmu itu kecuali jika mereka menyerahkan diri dan mengembalikan semua uangku! Kalau tidak mereka harus bersiap-siap untuk kehilangan Tuan Putri.”
Wanita menyebalkan itu pergi meninggalkanku bersama dengan anak buahnya yang berbobot tiga kali tubuhnya. Ya Tuhan seandainya aku bisa meraih pisau yang terselip di pinggangku. Aku tidak akan duduk di atas kursi ini selama tiga hari lamanya. Ini sudah kelewatan. Dimana sih pria-pria tengil itu! Kenapa mereka begitu terlambat untuk misi sepenting ini?
Aku bersumpah akan menghajar mereka semua ketika mereka berhasil sampai di sini dan melepaskan ikatan sialan ini. Mereka harus membayar untuk luka-luka yang kudapatkan. Aku tidak akan menyembunyikan markas mereka lagi jika mereka tidak menghargai jeripayaku.
Baiklah, sebenarnya itu juga markasku, tapi aku bukanlah anggota inti. Aku hanya anak kemarin sore yang tiba-tiba masuk ke kehidupan mereka. Aku suka hidup dengan penuh tantangan seperti ini, aku suka memikirkan jika aku bisa mati setiap saat. Sebelum ini hidupku sangat membosankan.
Aku hanyalah seorang pelajar biasa di Seoul National University, sampai akhirnya takdir mempertemukanku dengan ke tujuh pria aneh dari jurusan bisnis. Aku tertarik untuk mengenal mereka, terlihat dari jauh mereka begitu tidak terjangkau seolah-olah ada dinding yang membatasi orang lain untuk menyentuh mereka. Setiap kali mereka lewat, orang-orang akan bergidik ketakukan.
Dengan rasa penasaranku yang terus menumpuk kian hari, aku berusaha untuk mengorek informasi dari semua orang dan kebanyakan yang mereka katakan adalah ketujuh pria itu menamai diri mereka The Killers. Itu adalah nama gank, ya itulah yang melintas dipikiranku. Ada beberapa orang juga yang mengatakan jika The Killers itu sangat berbahaya, mereka memberikan nama untuk diri mereka sesuai dengan kelakukan mereka.
Tentu saja, kesimpulan yang sangat penting adalah gank berisikan tujuh pria keren itu adalah pembunuh. Hanya saja awalnya aku tidak bisa percaya. Siapa yang akan mempercayai pemikiran yang dipicu oleh rasa takut? Tidak ada. Karena belum puas akhirnya aku membuatkan makan siang untuk mereka dan mengikuti mereka dengan mobilku hingga aku sampai di sebuah gang gelap. Mobil mereka berenti didepan sebuah rumah kayu yang terlihat kumuh.
Itu adalah awal dari mimpi buruk dalam hidupku! Benar saja jika ada yang mengatakan rasa penasaran bisa membunuhmu dan aku benar-benar nyaris mati hari itu, lima bulan yang lalu.

Dengan langkah santai aku keluar dari mobilku dengan menenteng wadah-wadah makanan buatanku. Ibuku sudah marah-marah pagi tadi saat aku mengacak-acak dapurnya untuk membuat semua ini. Ini semua demi ketujuh malaikat tampan itu. Jika saja di mataku mereka tidak begitu menarik aku tidak akan merepotkan diriku sendiri untuk memasak segini banyaknya untuk mereka. Aku bahkan tidak mengenal mereka sama sekali.
Kakiku melangkah membawaku menuju rumah kayu kumuh yang menjadi tempat tubuh-tubuh tinggi itu menghilang. Hari ini aku akan mengenalkan diriku pada mereka dan akan membuat mereka berteman denganku. Aku tidak memiliki teman di kampus karena aku tidak suka berteman dengan orang-orang yang suka memanfaatkan orang lain. Aku lebih tertarik untuk mengenal tujuh pria tampan itu.
 Aku menekan bel dan memanggil mereka dengan kata ‘halo’ dan ‘hei’ sambil berteriak kalau aku tahu ada orang di dalam. Mereka bukanlah orang yang sopan, meski sebenarnya itu sudah bisa dilihat dari keseharian mereka selama aku menguntit mereka di kampus. Bayangkan saja, mereka membuat gadis secantik aku menunggu selama tiga menit tanpa kepastian dan itu sangatlah menyebalkan.
Saat aku hendak menekan belnya lagi pintu di depanku terbuka, seseorang menyuruhku masuk dan dengan cengiran lebar di wajahku aku melangkah masuk ke dalam. Penilaianku seketika berubah tentang rumah ini. Mungkin memang tampilan luarnya terlihat kumuh, tapi dalamnya sangat nyaman dan aman.
“Siapa kau? Dan apa maumu?”
Suara tak bernada itu menyentakku dari kekaguman yang kurasakan ketika memperhatikan rumah ini, membuatku tersadar jika tujuan utamaku datang kesini adalah untuk mengenal tujuh orang misterius itu. Aku membalikkan tubuhku dan berhadapan dengan seseorang pria dengan kaos lusuhnya dan celana jeans sobek. Dia menaikkan salah satu alisnya padaku. Aku berdecak dalam hati, bagaimana dia bisa melakukannya? Aku tidak pernah bisa menaikkan satu alis seperti itu.
“Hai, aku Kang Hwayoung. Maafkan aku karena sudah lancang mengikuti kalian. Aku satu jurusan dengan kalian di kampus dan aku adalah adik kelas kalian. Aku kemari membawakan makan siang untuk kalian dan aku ingin berteman dengan kalian,” jelasku.
“Apa maksudmu ingin berteman dengan kami?”
Aku kembali berputar membalikkan tubuhku dan kini ketujuh pria itu telah mengelilingiku. Aku kembali memberikan cengiran bodohku.
“Ya berteman. Kalian tidak mengerti maksudnya berteman? Ah bagaimana aku bisa menjelaskannya ya,” kekehku.
“Katakan pada kami, siapa kau dan apa maumu?”
Aku berdecak pada mereka. “Aku ini Kang Hwayoung. Aku satu jurusan dengan kalian. Aku adik kelas kalian! Aku datang kemari hanya untuk membawakan makan siang dan ingin berteman dengan kalian. Gosh! Haruskah kalian menanyakan hal itu terus?”
Mataku melotot saat melihat ketiga dari mereka mengeluarkan tangan dari balik punggung dan menodongkan pistol mereka padaku. Tubuhku gemetar seketika. Ya Tuhan! Jangan bilang jika ‘The Killers’ itu artinya mereka benar-benar komplotan pembunuh berdarah dingin. Ya ampun, akukan hanya ingin berteman jika mereka tidak mau harusnya mereka tidak perlu bertingkah seperti itu.
“Apa yang kalian lakukan? Darimana kalian mendapatkan pistol? Apakah kalian memiliki izin?”
“Siapa yang mengirimmu kemari?”
“Apa maksudmu? Aku datang kemari dengan keinginanku sendiri, aku hanya membawakan ini untuk kalian. Demi Tuhan, bisakah kalian menyembunyikan benda itu? Aku ketakutan sekarang,” ujarku.
“Ya ampun, aku rasa kita tidak perlu menanyainya. Dia jujur. Dia hanya bertingkah bodoh karena sudah berani datang ke sini,” balas seseorang tiba-tiba.
Dia maju mendekatiku dan mengambil kantung berisikan makan siang untuk mereka dariku dan langsung membukanya.
“Wah, lihat! Ini makanan enak. Kalau kalian akan terus berdiri di sana sepanjang hari dan menodongkan pistol kearah gadis polos itu biarkan aku menghabiskan ini sendiri,” serunya.
“Apa kau yang memasak ini semua?”
Aku mengangguk dengan senyuman lebar padanya. Dan kurasa dia adalah satu-satunya yang terbaik di sini.
Kau ini gadis rumahan ya, aku Seok Jin. Senang bisa bertemu denganmu,” ujarnya.
Setelah dia sibuk dengan makanannya, akhirnya teman-temannya menurunkan senjata mereka dan kembali menyimpannya. Lalu mereka berkumpul di meja makan dan memakan makanan yang kubawa dengan lahap.

Setelah hari itu, aku mengunjungi mereka setiap hari, tapi aku sudah berjanji pada mereka ketika di kampus kami akan bertingkah seolah tidak saling mengenal. Mereka memperkenalkan diri mereka. Nam Joon, Seok Jin, Yoon Gi, Jungkook, Jimin, Taehyung, dan Ho Seok. Aku berpikir nama The Killers sangat tidak cocok dengan mereka karena mereka begitu cerewet dan banyak tingkah.
Awalnya aku bingung dengan hal seperti apa saat ini aku menenggelamkan diriku. Mereka bilang mereka bukanlah orang baik dan aku tidak bisa menjadi bagian dari mereka karena aku tidak seperti mereka. Aku bingung tentu saja dan masih bersi keras untuk bisa diterima menjadi teman mereka. Akibat dari kerasnya kepalaku ini, aku hampir mati sekali lagi saat ikut ke misi mereka.
Disaat itulah aku tahu jika mereka bekerja sebagai pengedar. Mereka membantu mafia-mafia besar untuk mendapatkan uang dengan keuntungan yang luar biasa, tidak hanya itu pria-pria kerenku itu juga menerima pekerjaan untuk membunuh atau menyelamatkan seseorang yang penting, kebanyakan dari orang-orang itu adalah orang penting seperti mentri dan pengusaha besar.
Sejak saat aku mengikuti misi bersama mereka, menembak orang, dan menantang kematian, lalu mengumpat nyaris setiap saat, aku sudah tidak lagi bisa melepaskan diriku. Semua musuh The Killers tahu jika mereka menambah satu anggota tim yang merupakan seorang perempuan dan menganggapku sebagai kelemahan mereka. Cih itu sangat konyol! Selama satu bulan penuh aku dididik habis-habisan oleh tujuh pria itu, mana mungkin aku menjadi kelemahan mereka. Satu bulan pertama, aku sudah memiliki pertahan diri dan kemampuan bertarung yang sangat bagus, cukup akrab dengan senjata api, dan umpatan-umpatan yang cukup spektakuler juga telah berhasil kukuasai.
Ini adalah penculikan ke dua yang kualami. Sebenarnya semua ini terjadi juga karena kecerobohanku. Aku marah pada mereka karena sudah membalas dendam pada Han Yuone. Ya wanita gila yang sudah mengikatku di sini selama tiga hari. Jadilah aku keluar rumah dan berjalan kaki hanya dengan pisau yang terselip di pinggangku, tapi itu tidak berguna saat anak buahnya itu menyuntikkan obat penenang padaku.
Wanita itu sudah mengalihkan pengiriman yang menjadi milik kami dan mengacaukan semuanya. Akibat ulahnya, kami mendapatkan masalah dengan bos besar I, dia tidak mau tahu kami harus mengembalikan kerugiannya. Oleh karena itu mereka merusak transaksi Yuone dan mengambil semua uangnya. Kami mendapatkan lebih banyak dari kerugian yang diakibatkan olehnya.
Karena balas dendam itu, aku jadi harus menerima tamparan sebanyak delapan kali di wajah cantikku ini, merusak bibirku, rambut indahku, dan tubuhku yang wangi kini sudah tidak ada lagi. Aku benar-benar kesal dengan mereka. Sempat terpikir olehku untuk menangis saat rasa sakit karena pukulan-pukulan wanita itu menghantam wajahku, tapi tidak ada yang mengalir dari mataku.
Kemungkinan semua air mataku sudah habis saat aku dilatih oleh ketujuh pria itu untuk bisa diterima sebagai teman. Ya konyol sekali! Hanya demi berteman dengan orang-orang pelaku kriminal seperti mereka. Meski sekarang aku adalah seorang kriminal juga.
Pintu di depanku terbuka dengan suara yang cukup untuk menyentakku. Jungkook dan Seok Jin muncul di sana dengan pistol di tangan mereka. Dua pria itu berlari menghampiriku dan dengan secepat kilat meraih pisau yang tersimpan di pinggangku lalu membuka ikatan-ikatan kencang yang melilit tubuhku selama tiga hari ini.
Saat terbebas aku langsung memeluk mereka berdua. Saat ini aku merasa ingin menangis.
“Jika kau sampai mengeluarkan air matamu, aku akan mengeluarkanmu dari tim,” bisik Jungkook.
Aku meninju perutnya dan dia mengerang sambil mengumpat. Seok Jin terkekeh pelan. “Maafkan kami, Sugar. Kami mengalami cukup banyak kesulitan untuk bisa sampai di sini dan menyelamatkanmu.”
Saat aku ingin tersenyum, rasa sakit menyengat sudut bibirku, membuatku kembali teringat tamparan-tamparan yang kudapatkan di wajahku. “Dimana wanita sialan itu, Oppa?”
“Dia sudah kami tangkap! Jimin dan Taehyung sudah memasang bom di sini, Nam Joon, Yoon Gi, dan  Ho Seok sedang memegangi wanita liar itu. Jika kau ingin menemuinya kita harus keluar dari sini sekarang juga sebelum tempat ini meledak. Ayo!”
Aku meraih tangan Seok Jin dan tangan Jungkook lalu berlari bersama mereka. Seok Jin mendapat luka tembak di lengannya sedang Jungkook hanya terluka di bagian dahinya. Sekalipun mereka terlihat kotor dan kumal, tapi mereka tetaplah keren dan gagah di mataku.
Begitu kami berhasil tiba di luar gedung kosong ini, gedung itu meledak dengan hebat, apinya menyambar-nyambar. “Kalian tidak bisa melakukan ini padaku!”
Teriakan itu membuatku berbalik dan menatap Yuone dengan tatapan paling mematikan yang kumiliki. “Kenapa dia berteriak seperti semua kekayaannya sudah hangus, Oppa?”
“Tentu saja, alasan kami meledakkan gedung ini adalah karena semua hartanya ia simpan di sini,” jawab Nam Joon.
Sugar, kau baik-baik saja? Aku sangat mencemaskanmu,” seru Taehyung tiba-tiba dan memelukku dengan erat.
“Aku baik-baik saja,” balasku.
“Maafkan keterlambatan kami,” bisiknya.
“Young-ie, kau tidak apa-apakan? Aku hampir mati karena cemas setiap memikirkan keadaanmu,” teriak Jimin. Dia bergantian memelukku dengan Taehyung.
“Aku baik. Yang terpenting aku sudah di sini dan kalian menyelamatkanku lagi.”
“Acara peluk memeluk bisa kita lanjutkan nanti, sekarang cepat ambil keputusan. Apa yang akan kita lakukan dengan wanita ular ini? Agar dia tidak lagi berani mengganggu pekerjaan kita dan membuat kita terkena masalah.”
Aku menatap Yoon Gi dan dia mengedipkan mata padaku. Aku menyeringai padanya. Minggu lalu, dia baru saja mengajarkanku untuk menggunakan pisau lipat. Aku akan mengetes kemampuanku hari ini kalau begitu.
“Nah, Oppars! Aku sudah mengambil keputusan! Yoon Gi Oppa telah mengajariku untuk membidik lawan dengan pisau lipat, hari ini aku akan melihat sebagus apa yang bisa kulakukan,” ujarku dengan senyuman cerah. Sekalipun tampilanku saat ini sangatlah menyedihkan.
“Wah itu ide yang sangat bagus, Young-ie!” seru Ho Seok dengan senang.
Aku menyeringai pada Yuone yang saat ini wajahnya sudah seputih kertas. Kakiku melangkah mundur dan saat ini aku sudah berada sekitar empat meter dari tempatnya terduduk dengan pasrah di atas tanah kotor itu. Wajahnya bersimbah air mata karena kehilangan semua hartanya.
“Ada ucapan terakhir? Aku sudah memberikan peringatan terakhirku padamukan. Kuharap kau tidak lagi terkejut! Ini untuk semua tamparan yang kau berikan dan juga menarik rambutku, dan memaksaku mengatakan dimana markas kami,” desisku.
Aku mengambil ancang-ancang dengan sekuat tenagaku, aku melempar pisau itu. Lemparanku mendarat sempurna di jantungnya. Tubuhnya merosot jatuh dengan matanya yang melotot ketakutan. Selamat tinggal, Slut!
Tujuh pria itu bertepuk tangan dan mengucapkan kata hebat. Latihanku berhasil. Aku kembali mendekati mereka dan memeluk mereka semua. Aku adalah bagian dari mereka. Mereka adalah satu-satunya hal yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna.
“Kami tidak pernah menyesal telah menerimamu masuk, Young-ie,” ujar Seok Jin.
“Terima kasih,” ujarku pada mereka.
“Tidak. Tidak! Setelah ini kita harus membunuh seseorang dan mengambil sesuatu darinya. Jadi kau harus memulihkan staminamu jika kau ingin ikut,” kata Nam Joon.
“Dimana?”
“Las Vegas,” jawab Jungkook.
Ya Tuhan, itu jauh sekali dari sini!
Mereka membawaku pulang setelah itu dan mengobati lukaku, lalu aku juga mengobati luka mereka dan mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuh mereka dan menjahit luka mereka. Percayalah awalnya aku sangat mual melakukan ini, tapi sekarang aku sudah biasa dan ini bukanlah apa-apa untukku.



TAMAT~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar