Title : DANGER
Author : Valleria Russel/Heni Kurniyasari
Cast : - Irene ‘Red Velvet’ as Kang Hwayoung
-
BTS
Members
Genre : Crime, Drama, Alternate Universe
Length : Oneshoot
Rated : Teens-15
Disclaimer : Cerita ini murni dari pemikiran saya
sendiri. Jangan mengkopi apapun tanpa izin ya. Semua yang ada di cerita ini
adalah milik saya kecuali tokohnya :) kalo ada waktu luang boleh kunjungi blog
saya www.valleriarussel.blogspot.com ada ff juga di sana. Terima kasih
dan selamat membaca ya semua!!
―Aku adalah bagian dari mereka.
Mereka adalah satu-satunya hal yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna.
“Hei, bangun kau, dasar
jalang!”
Mataku terbuka perlahan
saat merasakan sengatan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam kepalaku diiringi
dengan lengkingan cempreng seseorang. Ringisan keluar dari mulutku saat wanita
gila ini menarik rambutku dengan keras. Kepalaku terdongak menatapnya. Dia
menyeringai padaku dan aku menatapnya dengan tatapan menantang.
“Aku menyekapmu di
sini, tidak untuk membuatmu tidur-tiduran saja, Bitch! Sekarang katakan padaku, dimana mereka bersembunyi?”
Aku memejamkan mataku
saat dia kembali menarik rambutku. Sialan! Harusnya aku tidak melakukan
kecerobohan dan berakhir dengan wanita sialan gila ini. Mereka harus membayar
mahal untuk luka-luka yang kini kumiliki.
“Sampai aku mati
sekalipun, aku tidak akan pernah memberitahukan apapun padamu, Slut!”
Tangannya mendarat
sempurna di wajahku dan aku kembali merasakan sudut bibirku yang belum sembuh
akibat tamparan yang sama berdarah lagi. Aku akan membunuhmu saat ikatan di
tanganku terlepas. Kau telah salah memilih lawanmu. Aku kembali menatapnya dan
meludah tepat di wajahnya.
“Dengarkan aku
baik-baik! Aku bukan wanita cengeng seperti dugaanmu! Aku bahkan bisa
mematahkan lehermu jika kau mau bertarung dengan adil,” desisku.
“Beraninya kau! Kau dan
teman-temanmu itu sudah menggagalkan transaksiku dan sudah membuatku kehilangan
puluhan juta dollar! Aku tidak akan melepaskanmu sampai mereka menyelamatkanmu
dan aku pastikan tidak akan ada satupun diantara kalian yang bisa menyelamatkan
diri dariku,” ujarnya tepat di depan wajahku.
Aku menatap tajam
matanya. “Aku memberikan peringatan terakhir untukmu, Han Yuone! Lepaskan aku
dan bertarunglah secara adil atau kau harus segera menyiapkan pesan terakhirmu
sebelum mereka muncul ditempat ini dan meledakkan kepalamu,” bisikku.
Dia kembali memberikan
seringai memuakkannya padaku. “Harusnya itu menjadi kalimatku, Sayang! Kali ini
kau tidak akan berhasil. Tidak ada satupun celah ditempat ini untuk bisa
ditembus oleh teman-teman tersayangmu itu kecuali jika mereka menyerahkan diri
dan mengembalikan semua uangku! Kalau tidak mereka harus bersiap-siap untuk
kehilangan Tuan Putri.”
Wanita menyebalkan itu
pergi meninggalkanku bersama dengan anak buahnya yang berbobot tiga kali
tubuhnya. Ya Tuhan seandainya aku bisa meraih pisau yang terselip di
pinggangku. Aku tidak akan duduk di atas kursi ini selama tiga hari lamanya.
Ini sudah kelewatan. Dimana sih pria-pria tengil itu! Kenapa mereka begitu
terlambat untuk misi sepenting ini?
Aku bersumpah akan
menghajar mereka semua ketika mereka berhasil sampai di sini dan melepaskan
ikatan sialan ini. Mereka harus membayar untuk luka-luka yang kudapatkan. Aku
tidak akan menyembunyikan markas mereka lagi jika mereka tidak menghargai
jeripayaku.
Baiklah, sebenarnya itu
juga markasku, tapi aku bukanlah anggota inti. Aku hanya anak kemarin sore yang
tiba-tiba masuk ke kehidupan mereka. Aku suka hidup dengan penuh tantangan
seperti ini, aku suka memikirkan jika aku bisa mati setiap saat. Sebelum ini
hidupku sangat membosankan.
Aku hanyalah seorang
pelajar biasa di Seoul National University, sampai akhirnya takdir
mempertemukanku dengan ke tujuh pria aneh dari jurusan bisnis. Aku tertarik
untuk mengenal mereka, terlihat dari jauh mereka begitu tidak terjangkau
seolah-olah ada dinding yang membatasi orang lain untuk menyentuh mereka.
Setiap kali mereka lewat, orang-orang akan bergidik ketakukan.
Dengan rasa penasaranku
yang terus menumpuk kian hari, aku berusaha untuk mengorek informasi dari semua
orang dan kebanyakan yang mereka katakan adalah ketujuh pria itu menamai diri
mereka The Killers. Itu adalah nama gank, ya itulah yang melintas dipikiranku.
Ada beberapa orang juga yang mengatakan jika The Killers itu sangat berbahaya,
mereka memberikan nama untuk diri mereka sesuai dengan kelakukan mereka.
Tentu saja, kesimpulan
yang sangat penting adalah gank berisikan tujuh pria keren itu adalah pembunuh.
Hanya saja awalnya aku tidak bisa percaya. Siapa yang akan mempercayai
pemikiran yang dipicu oleh rasa takut? Tidak ada. Karena belum puas akhirnya
aku membuatkan makan siang untuk mereka dan mengikuti mereka dengan mobilku hingga
aku sampai di sebuah gang gelap. Mobil mereka berenti didepan sebuah rumah kayu
yang terlihat kumuh.
Itu adalah awal dari
mimpi buruk dalam hidupku! Benar saja jika ada yang mengatakan rasa penasaran
bisa membunuhmu dan aku benar-benar nyaris mati hari itu, lima bulan yang lalu.
Dengan langkah santai
aku keluar dari mobilku dengan menenteng wadah-wadah makanan buatanku. Ibuku
sudah marah-marah pagi tadi saat aku mengacak-acak dapurnya untuk membuat semua
ini. Ini semua demi ketujuh malaikat tampan itu. Jika saja di mataku mereka tidak
begitu menarik aku tidak akan merepotkan diriku sendiri untuk memasak segini
banyaknya untuk mereka. Aku bahkan tidak mengenal mereka sama sekali.
Kakiku melangkah
membawaku menuju rumah kayu kumuh yang menjadi tempat tubuh-tubuh tinggi itu
menghilang. Hari ini aku akan mengenalkan diriku pada mereka dan akan membuat
mereka berteman denganku. Aku tidak memiliki teman di kampus karena aku tidak
suka berteman dengan orang-orang yang suka memanfaatkan orang lain. Aku lebih
tertarik untuk mengenal tujuh pria tampan itu.
Aku menekan bel dan memanggil mereka dengan
kata ‘halo’ dan ‘hei’ sambil berteriak kalau aku tahu ada orang di dalam.
Mereka bukanlah orang yang sopan, meski sebenarnya itu sudah bisa dilihat dari
keseharian mereka selama aku menguntit mereka di kampus. Bayangkan saja, mereka
membuat gadis secantik aku menunggu selama tiga menit tanpa kepastian dan itu
sangatlah menyebalkan.
Saat aku hendak menekan
belnya lagi pintu di depanku terbuka, seseorang menyuruhku masuk dan dengan
cengiran lebar di wajahku aku melangkah masuk ke dalam. Penilaianku seketika
berubah tentang rumah ini. Mungkin memang tampilan luarnya terlihat kumuh, tapi
dalamnya sangat nyaman dan aman.
“Siapa
kau? Dan apa maumu?”
Suara tak bernada itu
menyentakku dari kekaguman yang kurasakan ketika memperhatikan rumah ini,
membuatku tersadar jika tujuan utamaku datang kesini adalah untuk mengenal
tujuh orang misterius itu. Aku membalikkan tubuhku dan berhadapan dengan
seseorang pria dengan kaos lusuhnya dan celana jeans sobek. Dia menaikkan salah
satu alisnya padaku. Aku berdecak dalam hati, bagaimana dia bisa melakukannya?
Aku tidak pernah bisa menaikkan satu alis seperti itu.
“Hai,
aku Kang Hwayoung. Maafkan aku karena sudah lancang mengikuti kalian. Aku satu
jurusan dengan kalian di kampus dan aku adalah adik kelas kalian. Aku kemari
membawakan makan siang untuk kalian dan aku ingin berteman dengan kalian,”
jelasku.
“Apa
maksudmu ingin berteman dengan kami?”
Aku kembali berputar
membalikkan tubuhku dan kini ketujuh pria itu telah mengelilingiku. Aku kembali
memberikan cengiran bodohku.
“Ya
berteman. Kalian tidak mengerti maksudnya berteman? Ah bagaimana aku bisa
menjelaskannya ya,” kekehku.
“Katakan
pada kami, siapa kau dan apa maumu?”
Aku berdecak pada
mereka. “Aku ini Kang Hwayoung. Aku satu
jurusan dengan kalian. Aku adik kelas kalian! Aku datang kemari hanya untuk
membawakan makan siang dan ingin berteman dengan kalian. Gosh! Haruskah kalian menanyakan hal itu terus?”
Mataku melotot saat
melihat ketiga dari mereka mengeluarkan tangan dari balik punggung dan
menodongkan pistol mereka padaku. Tubuhku gemetar seketika. Ya Tuhan! Jangan
bilang jika ‘The Killers’ itu artinya mereka benar-benar komplotan pembunuh
berdarah dingin. Ya ampun, akukan hanya ingin berteman jika mereka tidak mau
harusnya mereka tidak perlu bertingkah seperti itu.
“Apa
yang kalian lakukan? Darimana kalian mendapatkan pistol? Apakah kalian memiliki
izin?”
“Siapa
yang mengirimmu kemari?”
“Apa
maksudmu? Aku datang kemari dengan keinginanku sendiri, aku hanya membawakan
ini untuk kalian. Demi Tuhan, bisakah kalian menyembunyikan benda itu? Aku
ketakutan sekarang,” ujarku.
“Ya
ampun, aku rasa kita tidak perlu menanyainya. Dia jujur. Dia hanya bertingkah
bodoh karena sudah berani datang ke sini,” balas seseorang
tiba-tiba.
Dia maju mendekatiku
dan mengambil kantung berisikan makan siang untuk mereka dariku dan langsung
membukanya.
“Wah,
lihat! Ini makanan enak. Kalau kalian akan terus berdiri di sana sepanjang hari
dan menodongkan pistol kearah gadis polos itu biarkan aku menghabiskan ini
sendiri,” serunya.
“Apa
kau yang memasak ini semua?”
Aku mengangguk dengan
senyuman lebar padanya. Dan kurasa dia adalah satu-satunya yang terbaik di
sini.
“Kau ini gadis rumahan ya, aku Seok Jin. Senang bisa bertemu denganmu,”
ujarnya.
Setelah dia sibuk
dengan makanannya, akhirnya teman-temannya menurunkan senjata mereka dan
kembali menyimpannya. Lalu mereka berkumpul di meja makan dan memakan makanan
yang kubawa dengan lahap.
Setelah hari itu, aku
mengunjungi mereka setiap hari, tapi aku sudah berjanji pada mereka ketika di
kampus kami akan bertingkah seolah tidak saling mengenal. Mereka memperkenalkan
diri mereka. Nam Joon, Seok Jin, Yoon Gi, Jungkook, Jimin, Taehyung, dan Ho
Seok. Aku berpikir nama The Killers sangat tidak cocok dengan mereka karena
mereka begitu cerewet dan banyak tingkah.
Awalnya aku bingung
dengan hal seperti apa saat ini aku menenggelamkan diriku. Mereka bilang mereka
bukanlah orang baik dan aku tidak bisa menjadi bagian dari mereka karena aku
tidak seperti mereka. Aku bingung tentu saja dan masih bersi keras untuk bisa
diterima menjadi teman mereka. Akibat dari kerasnya kepalaku ini, aku hampir
mati sekali lagi saat ikut ke misi mereka.
Disaat itulah aku tahu
jika mereka bekerja sebagai pengedar. Mereka membantu mafia-mafia besar untuk
mendapatkan uang dengan keuntungan yang luar biasa, tidak hanya itu pria-pria
kerenku itu juga menerima pekerjaan untuk membunuh atau menyelamatkan seseorang
yang penting, kebanyakan dari orang-orang itu adalah orang penting seperti
mentri dan pengusaha besar.
Sejak saat aku
mengikuti misi bersama mereka, menembak orang, dan menantang kematian, lalu
mengumpat nyaris setiap saat, aku sudah tidak lagi bisa melepaskan diriku.
Semua musuh The Killers tahu jika mereka menambah satu anggota tim yang
merupakan seorang perempuan dan menganggapku sebagai kelemahan mereka. Cih itu sangat konyol! Selama satu bulan
penuh aku dididik habis-habisan oleh tujuh pria itu, mana mungkin aku menjadi
kelemahan mereka. Satu bulan pertama, aku sudah memiliki pertahan diri dan
kemampuan bertarung yang sangat bagus, cukup akrab dengan senjata api, dan
umpatan-umpatan yang cukup spektakuler juga telah berhasil kukuasai.
Ini adalah penculikan
ke dua yang kualami. Sebenarnya semua ini terjadi juga karena kecerobohanku.
Aku marah pada mereka karena sudah membalas dendam pada Han Yuone. Ya wanita
gila yang sudah mengikatku di sini selama tiga hari. Jadilah aku keluar rumah
dan berjalan kaki hanya dengan pisau yang terselip di pinggangku, tapi itu tidak
berguna saat anak buahnya itu menyuntikkan obat penenang padaku.
Wanita itu sudah
mengalihkan pengiriman yang menjadi milik kami dan mengacaukan semuanya. Akibat
ulahnya, kami mendapatkan masalah dengan bos besar I, dia tidak mau tahu kami
harus mengembalikan kerugiannya. Oleh karena itu mereka merusak transaksi Yuone
dan mengambil semua uangnya. Kami mendapatkan lebih banyak dari kerugian yang
diakibatkan olehnya.
Karena balas dendam
itu, aku jadi harus menerima tamparan sebanyak delapan kali di wajah cantikku
ini, merusak bibirku, rambut indahku, dan tubuhku yang wangi kini sudah tidak
ada lagi. Aku benar-benar kesal dengan mereka. Sempat terpikir olehku untuk
menangis saat rasa sakit karena pukulan-pukulan wanita itu menghantam wajahku,
tapi tidak ada yang mengalir dari mataku.
Kemungkinan semua air
mataku sudah habis saat aku dilatih oleh ketujuh pria itu untuk bisa diterima
sebagai teman. Ya konyol sekali! Hanya demi berteman dengan orang-orang pelaku
kriminal seperti mereka. Meski sekarang aku adalah seorang kriminal juga.
Pintu di depanku
terbuka dengan suara yang cukup untuk menyentakku. Jungkook dan Seok Jin muncul
di sana dengan pistol di tangan mereka. Dua pria itu berlari menghampiriku dan
dengan secepat kilat meraih pisau yang tersimpan di pinggangku lalu membuka
ikatan-ikatan kencang yang melilit tubuhku selama tiga hari ini.
Saat terbebas aku
langsung memeluk mereka berdua. Saat ini aku merasa ingin menangis.
“Jika kau sampai
mengeluarkan air matamu, aku akan mengeluarkanmu dari tim,” bisik Jungkook.
Aku meninju perutnya
dan dia mengerang sambil mengumpat. Seok Jin terkekeh pelan. “Maafkan kami, Sugar. Kami mengalami cukup banyak
kesulitan untuk bisa sampai di sini dan menyelamatkanmu.”
Saat aku ingin
tersenyum, rasa sakit menyengat sudut bibirku, membuatku kembali teringat
tamparan-tamparan yang kudapatkan di wajahku. “Dimana wanita sialan itu, Oppa?”
“Dia sudah kami
tangkap! Jimin dan Taehyung sudah memasang bom di sini, Nam Joon, Yoon Gi,
dan Ho Seok sedang memegangi wanita liar
itu. Jika kau ingin menemuinya kita harus keluar dari sini sekarang juga
sebelum tempat ini meledak. Ayo!”
Aku meraih tangan Seok
Jin dan tangan Jungkook lalu berlari bersama mereka. Seok Jin mendapat luka
tembak di lengannya sedang Jungkook hanya terluka di bagian dahinya. Sekalipun mereka
terlihat kotor dan kumal, tapi mereka tetaplah keren dan gagah di mataku.
Begitu kami berhasil
tiba di luar gedung kosong ini, gedung itu meledak dengan hebat, apinya
menyambar-nyambar. “Kalian tidak bisa melakukan ini padaku!”
Teriakan itu membuatku
berbalik dan menatap Yuone dengan tatapan paling mematikan yang kumiliki.
“Kenapa dia berteriak seperti semua kekayaannya sudah hangus, Oppa?”
“Tentu saja, alasan
kami meledakkan gedung ini adalah karena semua hartanya ia simpan di sini,”
jawab Nam Joon.
“Sugar, kau baik-baik saja? Aku sangat mencemaskanmu,” seru Taehyung
tiba-tiba dan memelukku dengan erat.
“Aku baik-baik saja,”
balasku.
“Maafkan keterlambatan
kami,” bisiknya.
“Young-ie, kau tidak apa-apakan? Aku hampir mati
karena cemas setiap memikirkan keadaanmu,” teriak Jimin. Dia bergantian
memelukku dengan Taehyung.
“Aku baik. Yang
terpenting aku sudah di sini dan kalian menyelamatkanku lagi.”
“Acara peluk memeluk
bisa kita lanjutkan nanti, sekarang cepat ambil keputusan. Apa yang akan kita
lakukan dengan wanita ular ini? Agar dia tidak lagi berani mengganggu pekerjaan
kita dan membuat kita terkena masalah.”
Aku menatap Yoon Gi dan
dia mengedipkan mata padaku. Aku menyeringai padanya. Minggu lalu, dia baru
saja mengajarkanku untuk menggunakan pisau lipat. Aku akan mengetes kemampuanku
hari ini kalau begitu.
“Nah, Oppars! Aku sudah mengambil keputusan!
Yoon Gi Oppa telah mengajariku untuk
membidik lawan dengan pisau lipat, hari ini aku akan melihat sebagus apa yang bisa
kulakukan,” ujarku dengan senyuman cerah. Sekalipun tampilanku saat ini
sangatlah menyedihkan.
“Wah itu ide yang
sangat bagus, Young-ie!” seru Ho Seok
dengan senang.
Aku menyeringai pada
Yuone yang saat ini wajahnya sudah seputih kertas. Kakiku melangkah mundur dan
saat ini aku sudah berada sekitar empat meter dari tempatnya terduduk dengan
pasrah di atas tanah kotor itu. Wajahnya bersimbah air mata karena kehilangan
semua hartanya.
“Ada ucapan terakhir?
Aku sudah memberikan peringatan terakhirku padamukan. Kuharap kau tidak lagi
terkejut! Ini untuk semua tamparan yang kau berikan dan juga menarik rambutku,
dan memaksaku mengatakan dimana markas kami,” desisku.
Aku mengambil
ancang-ancang dengan sekuat tenagaku, aku melempar pisau itu. Lemparanku mendarat
sempurna di jantungnya. Tubuhnya merosot jatuh dengan matanya yang melotot
ketakutan. Selamat tinggal, Slut!
Tujuh pria itu bertepuk
tangan dan mengucapkan kata hebat. Latihanku berhasil. Aku kembali mendekati
mereka dan memeluk mereka semua. Aku adalah bagian dari mereka. Mereka adalah
satu-satunya hal yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna.
“Kami tidak pernah
menyesal telah menerimamu masuk, Young-ie,”
ujar Seok Jin.
“Terima kasih,” ujarku
pada mereka.
“Tidak. Tidak! Setelah
ini kita harus membunuh seseorang dan mengambil sesuatu darinya. Jadi kau harus
memulihkan staminamu jika kau ingin ikut,” kata Nam Joon.
“Dimana?”
“Las Vegas,” jawab
Jungkook.
Ya Tuhan, itu jauh
sekali dari sini!
Mereka membawaku pulang
setelah itu dan mengobati lukaku, lalu aku juga mengobati luka mereka dan
mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuh mereka dan menjahit luka mereka.
Percayalah awalnya aku sangat mual melakukan ini, tapi sekarang aku sudah biasa
dan ini bukanlah apa-apa untukku.
TAMAT~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar