WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
BAB 20
Gedoran
pintu dan suara cempreng milik Goo Euna berhasil mengusik tidur nyenyakku
setelah berdingin nyaris dua jam bersama Jimin di pinggir pantai semalam. Aku
balas berteriak padanya jika aku sudah bangun dan dia bisa berhenti melakukan
aksi berutal seperti itu.
Sedetik
berikutnya suasana menjadi hening. Euna sudah meninggalkan pintu kamarku, aku
jadi kasihan pada pintu itu dia pasti menderita setelah dipukuli dengan brutal
oleh saudara perempuanku itu. Aku bangkit dari ranjang super empuk itu dan
lantas membersihkan diriku.
Hari
ini akan menjadi hari yang sibuk. Nanti malam kami akan pergi ke pesta dan itu
artinya aku harus menyiapkan gaun, oh ayolah aku tidak akan membiarkan orang
lain melihat jika aku ini adalah gadis yang menyedihkan karena telah
ditinggalkan oleh kekasihnya begitu saja ke Paris. Haha lucu sekali.
Setelah
mengeringkan rambutku dan memakai baju seadanya yang kurasa aku tidak perlu
menjelaskannya juga, aku berjalan keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan
di mana semua orang sudah duduk rapi di kursinya masing-masing.
“Lihatlah,
tuan putri sudah bangun ternyata,” sindir Euna.
“Jangan
membuat moodku makin memburuk pagi ini atau kalian semua akan menghadapi singa
betina yang mengamuk,” ujarku.
“Sudahlah,
Euna. Biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan. Lagipula sebagai seorang
kakak kau harusnya lebih mengerti keadaannya,” celetuk Nam Joon. Aku memberikan
wajah sombongku pada Euna dan dibalas dengan putaran bola matanya.
“Well, hari ini kita akan belanja
keperluan untuk nanti malam, oke?” tanya Hye Ni.
Aku
mengangguk sebagai jawabannya karena sudah sibuk dengan spagettiku, aku akan makan
sebanyak mungkin untuk mengisi tenagaku karena malam ini aku harus bersiap
untuk menghadapi perang.
Yang
lainnya juga hanya merespon dengan anggukan kepala karena keadaan kami semua
sama saja, ini adalah kepergian paling mendadak yang pernah ada.
Setelah
sarapan pagi, semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang
menonton tv, ada yang sibuk dengan ponsel, ada yang ke pantai, ada yang kembali
melanjutkan tidur.
Aku
lebih memilih untuk pergi keluar resort, bukan ke pantai. Di depan resort ini
ada pemandangan yang indah dan sayang untuk dilewatkan. Berjalan dengan sepatu
kets kesayanganku, tempat ini tak terlalu ramai, aku bahkan bisa bergulingan di
tengah jalan.
“Kau
mau kemana, Yoora?”
Aku
berhenti melangkah saat mendengar seseorang berteriak padaku. Aku melihat Nam
Joon berlari kecil menyusulku.
“Aku
hanya ingin berjalan-jalan di sekitar sini. Oppa,
mau ikut?”
“Bodoh!
Jangan pergi sendirian seperti itu. Kau bahkan tidak tahu apapun mengenai kota
ini, mintalah seseorang untuk menemanimu.”
Aku
nyengir padanya. “Maaf, aku pikir semua orang sedang sibuk jadi aku memutuskan
untuk pergi sendiri.”
“Kau
tahu, rasanya aneh melihat penampilanmu dua hari ini. Kau benar-benar kelihatan
berbeda, lebih seperti anak laki-laki.” Nam Joon terkikik setelah
mengatakannya.
Lantas
aku menatap diriku sendiri dan aku benar-benar malas membahas mengenai
penampilanku. Ini adalah untuk yang pertama kalinya aku berpakaian seperti ini
lalu berjalan-jalan keluar. Mungkin jika melihat keadaanku sekarang, siapapun
tak akan percaya jika wajahku pernah beberapa kali muncul di majalah fashion
Amerika.
“Aku
bahkan tidak pernah memikirkannya sama sekali, Oppa. Kuharap kau tidak malu berjalan bersama seorang gadis dengan
tampilan seperti ini ya,” ucapku jahil.
Dia
tertawa. “Untuk apa? Kau terlihat lucu dan tetap cantik dalam balutan apapun.”
“Jangan
seperti itu, Oppa. Nanti kau malah
jatuh cinta padaku dan ikut mengantri untuk menjadi kekasihku.”
Dia
tertawa lebih keras dan aku tidak bisa untuk tidak ikut dengannya. “Kalaupun
seperti itu aku pasti ada diantrian terakhir ya.”
Aku
terkikik lagi. “Jangan berkecil hati, Oppa.
Gadis sepertiku ini memang banyak penggemarnya.”
Kami
tertawa bersama sambil menyusuri jalan sepi ini.
“Ngomong-ngomong,
kemana kita akan pergi?” tanyanya.
“Entah,
menurutmu kemana kita akan pergi? Kurasa kau lebih tahu dari pada aku.”
Nam
Joon tampak berpikir lalu senyuman mengembang di wajahnya. Dia mengeluarkan
ponselnya dan menelpon seseorang.
“Kau
tenang saja, aku tahu kemana kita akan pergi. Dan aku sudah memesan taksi
karena kita tidak bisa memakai mobil-mobil itu sembarangan.” Aku mengangguk
setuju mendengar ucapannya.
Sementara,
menunggu waktu untuk berbelanja tak ada salahnya jika aku jalan-jalan dulu
keliling Jeju. Belum tentu aku akan kesini lagi dalam waktu dekat.
Kurang
lebih lima belas menit perjalanan, akhirnya taksi ini berhenti di depan sebuah
tempat dengan tulisan besar ‘Teddy Bear Museum’. Wah, ini tidak bercandakan!
Aku menatap takjub tempat dihadapanku ini. Luar biasa, dari namanya saja sudah
menjelaskan tempat macam apa ini.
Nam
Joon kembali ke sisiku saat dia sudah membayar taksinya. “Oppa, apa ini…ini…”
Dia
tersenyum lebar padaku. “Ya, kau pasti akan menyukai tempat ini. Di Amerika
mana ada sebuah tempat yang menyimpan koleksi boneka teddy bear sebanyak di
sini dan belum lagi, boneka-boneka itu di dandani layaknya figure manusia dan
ada juga yang memperagakan adegan-adegan di film terkenal,” jelas Nam Joon.
Kami
melangkah beriringan memasuki tempat luar biasa menakjubkan ini. “Tadinya aku
ingin mengajakmu ke air terjun, tapi kurasa kita bisa kesana lain kali saja.
Oya, jangan merengek padaku untuk membawa salah satu dari boneka-boneka itu
pulang jika kau tidak ingin kita diusir.”
Aku
mengembungkan pipiku mendengarnya meledekku. Jarang-jarang seorang Nam Joon
akan bertingkah seperti ini. Dia adalah leader dari grupnya, meski sebenarnya
aura ketika dia berada di panggung dan ketika dia turun dari panggung memanglah
sangat berbeda, tapi dia tetap sosok yang tegas.
Dia
suka bersikap konyol seperti yang lain, tapi melempar lelucon dan meledekku
adalah hal yang baru dilakukannya. Selama ini, hanya Jimin dan Ho Seok-lah yang
sering mengolok-olokku. Itu juga membuat mereka lebih dekat denganku. Taehyung
juga seperti itu, meski dia lebih sering membelaku dibandingkan
mengolok-olokku.
Kami
tiba di dalam museum yang dipenuhi dengan boneka teddy bear dari berbagai macam
ukuran juga tampilan. Ya Tuhan, siapa yang memiliki ide seluar biasa ini untuk
membangun tempat wisata yang benar-benar menakjubkan. Tentunya, bukan saja
anak-anak yang suka teddy bear. Karakter boneka itu disukai diberbagai macam
kalangan karena memang teddy bear adalah boneka yang lucu.
“Wah,
Oppa. Aku tidak percaya jika tempat
ini benar-benar ada.” Aku berseru layaknya anak kecil yang baru saja mendapat
lollipop kesukaannya.
Nam
Joon tersenyum dengan lebar. “Aku tahu kau pasti akan suka tempat ini. Jeju
adalah asset berharga milik Korea. Dari suasananya saja sudah begitu
menenangkan ditambah lagi dengan berbagai macam objek wisata yang akan
memanjakan kita.”
“Kalau
tahu begini, harusnya kalian mengajakku ke sini dari dulu.”
Dia
terkekeh pelan. “Mengingat jika kami adalah satu dari grup idol yang tengah naik
daun saat ini, rasa-rasanya tidak mungkin untuk membawamu liburan sementara
kami harus menyelesaikan begitu banyak pekerjaan, baik di dalam maupun luar
negeri. Eh, Yoora-ssi, apa kau yakin
akan ikut ke pesta malam ini?”
Kami
melangkah pelan, berkeliling, melihat-lihat semua koleksi boneka cantik itu. “Tentu
saja, Oppa. Kenapa? Kita harus
menyelesaikan masalah Jimin Oppa. Kau
tak perlu khawatir tentang aku,” jawabku sambil tersenyum padanya dan
melanjutkan acaraku memotret boneka-boneka itu dengan kamera ponselku.
“Kau
tahu, aku tidak mengerti kenapa bocah itu bisa melakukan hal seperti ini pada
kita. Kami semua tahu, dibandingkan dengan kami semua kau adalah orang yang
paling tersakiti mengingat dia bahkan tidak menghubungimu sama sekali. Aku
rasanya, ingin memukulinya hingga dia kembali mendapatkan kewarasannya yang
hilang entah kemana itu.”
Aku
terkikik pelan. “Tidak perlu, Oppa.
Itu hanya akan membuang-buang waktumu saja. Dua bulan adalah waktu yang cukup
untukku mengerti jika dia tidak pernah benar-benar mencintaiku. Lagipula,
mungkin aku memang terlalu bodoh untuk mengerti dari awal, jika Jungkook dan
Kim Yoora menjadi sepasang kekasih adalah sesuatu yang mustahil. Bodohnya lagi,
setelah jatuh cinta padanya dia malah pergi meninggalkanku begitu saja.”
Nam
Joon merangkul pundakku, menepuknya pelan, memberiku asupan semangat.
“Sudahlah, setiap hal yang terjadi pasti ada alasannya, biar waktu yang
menuntaskan tugasnya, kita hanya perlu menjalani dan menyaksikan lalu
mengerti.”
Aku
mengangguk dan tersenyum lagi padanya. Siapapun harus percaya tentang
keberuntungan dan keajaiban. Karena sekarang akhirnya aku mengerti, jika
pertemuanku dengan seorang Jeon Jungkook dan keenam temannya merupakan
keberuntungan sekaligus keajaiban, Jung membawaku menemui orang-orang yang
ditakdirkan Tuhan untuk menjadi sahabatku. Lalu, keberuntungan dan keajaiban
lainnya adalah pertemuanku dengan Kyung Soo serta Kris, Kai, Sehun, Chanyeol,
Baekhyun, Xiumin, Lay, dan empat lainnya. Mereka juga sudah menjadi
teman-temanku. Mungkin ada baiknya juga jika aku mempercayai tentang ‘Tuhan itu
adil’. Aku yakin ada begitu banyak gadis di luarsana yang berharap bisa
mendapatkan posisiku saat ini.
“Kami
sedang ada di museum. Hanya jalan-jalan. Iya, jemput saja di sini. Aku dan
Yoora akan menunggu di depan,” ujar Nam Joon pada seseorang di telepon.
Aku
menatapnya bertanya.
“Hanya,
Jin Hyung. Dia menanyakan kita dimana
dan katanya, kita harus belanja untuk nanti malam. Mereka akan menjemput kita
di sini sebentar lagi,” jelasnya.
Aku
mengangguk pada akhirnya. “Oppa,
mengapa sedari tadi tidak ada yang mengajakmu untuk berfoto bersama atau
meminta tanda tanganmu?” tanyaku tiba-tiba teringat dengan siapa saat ini aku
berjalan. Apalagi, Nam Joon tidak memakai penyamaran sama sekali.
Dia
tersenyum misterius padaku. “Tadi aku sudah memberitahu pihak keamanan di sini
agar semua pengunjung tidak diperbolehkan membawa kamera dalam jenis apapun.
Dan aku juga ingin acara jalan-jalanku denganmu tidak diganggu jadi mereka
hanya bisa memperhatikan tanpa bisa mendekat,” jelasnya.
“Ah,
begitu.” Aku menangguk-anggukkan kepalaku. Baiklah, akan lebih baik jika aku
menyimpan kameraku juga kalau begitu. Aneh rasanya, terlalu sibuk dengan
acaraku sendiri aku sampai tidak memperhatikan jika sedari tadi tidak ada yang
memotret di sini. Hanya aku.
Tak
berapa lama, aku dan Nam Joon menunggu di depan gerbang museum, empat mobil
sport datang menghampiri kami. Aku naik ke mobil yang di dalamnya ada Hye Ni
dan Taehyung sedang Nam Joon ikut dengan Yoon Gi.
“Apa
kau menikmati acara jalan-jalannya?” tanya Taehyung.
“Tentu
saja, itu tadi tempat yang menyenangkan. Koleksi mereka benar-benar fantastis.”
“Eh, Yoora, sebenarnya apa yang ingin kau
bicarakan dengan Mr Park nanti malam bersama Euna? Kau tahu, aku agak
khawatir,” kata Hye Ni.
“Aku
dan Euna hanya akan membuka pikiran Mr Park saja, kupikir jika kita mencoba
membuat dia melihat perubahan besar Ja Yeon Oppa,
mungkin dia akan berubah pikiran dan memberi sedikit kelonggaran pada Jimin Oppa untuk memilih jalan hidupnya
sendiri. Cuma itu,” jelasku.
Mereka
berdua tampak mengangguk. Tak ada lagi percakapan hingga kami tiba di pusat
belanja Jeju. Semoga ada gaun yang bagus di sini. Aku berharap bisa datang
dengan tampilan baik nanti malam, bukan hanya karena itu adalah pesta mantan
kekasihku, tidak, kami bahkan belum mengucapkan kata putus sedikitpun, tapi
rasanya aneh jika menyebut Jung sebagai kekasihku karena kami bahkan sudah
tidak berhubungan lagi selama dua bulan lebih satu minggu.
“Kau
akan membeli gaun seperti apa?” tanyaku bersemangat pada Hye Ni.
“Yang
sederhana saja, aku ini bukan kau yang bisa memakai gaun-gaun dengan model ribet selama berjam-jam, aku lebih memilih gaun yang
membuatku nyaman,” jawabnya.
“Aku
juga tidak akan memakai gaun yang tidak membuatku nyaman, Lee Hye Ni. Kau ini!”
“Tetap
saja, seleraku pasti tidak sama denganmu.”
“Baiklah,
Gadis-gadis! Kurasa, aku benar-benar seperti hantu saat ini,” celetuk seseorang
yang ada di belakang kami.
Ya
ampun, kami bahkan melupakan kehadiran Taehyung. Aku nyengir padanya dan Hye Ni
memutuskan untuk menggandeng kekasihnya itu.
Lucu
juga, dulu, awal-awal kenal mereka semua, aku berpikir aku menyukai Taehyung.
Atau mungkin aku memang menyukainya hanya saja perasaanku pada Jung ternyata
lebih cepat berkembang dan sekarang
ruangan di hatiku malah sudah terisi penuh olehnya.
Para
pria akhirnya memutuskan untuk mencari pakaian mereka dan berkeliling mall ini
untuk mencari tuxedo yang bagus. Sedang aku, Hye Ni, dan Euna memutuskan untuk
ikut mencari gaun kami.
Tidak
ada cukup banyak koleksi baru gaun bulan ini di tempat ini, bahkan aku tidak
bisa menentukan pilihan karena semuanya nyaris koleksi bulan lalu. Jangan
pernah lupakan jika aku sangat mencintai fashion. Jika diingat lagi, aku memiliki
koleksi gaun yang lumayan mengesankan di rumah Jessy di Miami. Meskipun itu
semua adalah hasil belian bibi Joan. Setelah mengurus urusan kuliahku nanti,
aku akan pulang ke Miami sebentar, aku benar-benar merindukan kota itu.
Setelah
menghabiskan waktu nyaris tiga jam akhirnya kami semua memutuskan untuk
menyelesaikan acara pilih-memilih gaun dan tuxedo. Perut sudah memberontak
minta untuk diisi. Sebelum pulang kami juga membeli beberapa cemilan dan
keperluan yang lainnya.
Aku
bahkan lupa dengan dandananku saat ini karena terlalu asik mengobrol bersama
mereka. Kami juga tidak melupakan acara berfoto ria dengan gaya-gaya super
kocak yang akan membuat semua orang yang melihat berpikir ulang jika mereka
benar-benar melihat salah satu grup ternama korea ada di Jeju Mall.
“Akhirnya,
hari ini datang juga. Aku benar-benar berharap jika Tuhan ada dipihak kita,
agar tidak hanya masalahku yang terselesaikan, tapi juga masalah Yoora dan
Kookie,” celetuk Jimin ketika kami berjalan kembali memasuki resort keluarga
Jin Hwa.
“Aku
yakin, setelah malam ini, kita akan bisa menikmati liburan di Jeju hingga akhir
pekan nanti karena minggu depan kita sudah harus pergi ke Autralia,” balas Nam
Joon.
Ah
benar, mereka akan memulai konser mereka minggu depan, itulah kenapa mereka
tidak bisa menemaniku menerima pengumuman nanti. Harus dimaklumi mereka adalah
pria-pria sibuk yang digemari banyak gadis-gadis muda. Bahkan grup mereka sudah
mulai dikenal hingga ke Amerika.
Setelah
bergaul dengan banyak penyanyi akhirnya aku memiliki wawasan yang cukup baik
tentang musik. Jika dulu skorku adalah nol maka sekarang sudah naik menjadi
lima. Ya itu angka yang lumayan.
“Minggu
ini adalah minggu untuk bersantai sebelum minggu super sibuk kita,” seru Ho
Seok.
“Jangan
lupa untuk membawakanku oleh-oleh ketika kembali ke Seoul,” celetuk Hye Ni.
“Kami
pergi bekerja, bukan liburan,” balas Yoon Gi.
Hye
Ni mengembungkan pipinya dan aku terkikik melihat itu. Entah kenapa, Yoon Gi
memang tidak terlalu dekat dengan Hye Ni, aku juga tidak terlalu dekat
dengannya hanya saja dia tidak bicara dengan nada ketus seperti itu padaku,
tidak pernah.
“Dari
pada kita membuang-buang waktu duduk-duduk tidak jelas di sini akan lebih baik
jika kita mulai berdandan. Aku akan mendandani kalian berdua sebelum aku
mendandani diriku sendiri. Ah dan kalian semua harus sudah siap ketika kami
selesai dengan acara kami,” lerai Euna.
“Kau
tenang saja, Beb. Aku jamin mereka akan siap sebelum kalian menyelesaikan acara
berdandan kalian.” Jin Hwa nyengir pada Euna dan gadis itu hanya menggelengkan
kepalanya.
Kalau
dilihat-lihat, mereka itu adalah pasangan yang sangat manis. Terkadang, Euna
adalah sosok yang bisa menjadi begitu manja dan kekanak-kanakan, disaat seperti
itu Jin Hwa akan menjadi sosok yang dewasa dan bijak. Lalu, ada kalanya juga
Jin Hwa-lah yang kekanakan dan egois, disaat seperti itu Euna dituntut untuk
menjadi dewasa dan pengertian.
Menurutku
itu sangat manis, terlihat seperti mereka saling melengkapi, saling mengerti
satu sama lainnya. Lagi pula, apa yang sudah aku dan Euna lewati telah
mengajarkan kami begitu banyak hal tentang sebuah hubungan.
Sekalipun
orang-orang berpikir, Euna lebih beruntung dariku karena sempat mengenal sosok
ibunya, tapi kami sama-sama disia-siakan oleh ayah kami.
Jika
ada pertanyaan yang ditujukan pada semua anak perempuan di dunia ini, siapa
orang yang menjadi pahlawan pertamanya, dia pasti akan menjawab jika orang itu
adalah ayahnya. Tapi itu tidak berlaku untukku dan Euna. Ayah kami bukanlah
seorang pahlawan atau jenis-jenis super
hero lainnya melainkan hanyalah seorang manusia biasa. Dia sedang menerima
hukumannya saat ini dan aku serta Euna berharap dia akan mengerti jika apa yang
sudah dia lakukan adalah salah.
“Yoora,
dimana kalung itu? Kenapa kau tidak memakainya?”
Aku
menatap Euna yang tengah melihatku dengan pandangan horror, lebih tepatnya dia
memandang leherku. Oya, dia memang tahu mengenai kalung keramat itu. Tidak
hanya dia, Hye Ni dan yang lainnya juga tahu, tapi Kyung Soo dan teman-temannya
tidak tahu tentang eksistensi kalung itu.
“Sudah
kubuang,” jawabku malas-malasan.
Aku
baru saja selesai membersihkan tubuhku. Ini sudah sore dan jam delapan kami
sudah harus ada di hotel milik keluarga Jeon yang terhormat.
“Kau..kau
serius?” kali ini Hye Ni menyahut dan memutuskan untuk ikut-ikutan memandangku,
menghentikan sejenak kegiatannya dengan roll rambut juga soft lens.
“Tidak,
ya ampun! Apa sih pentingnya kalung itu untuk kalian? Aku memakainya ataupun
tidak memakainya, apa bedanya? Aku ingin melupakan segalanya, itulah kenapa aku
melepasnya. Jangan terlalu berlebihan menanggapi kalung bodoh itu,” ujarku.
Euna
menggelengkan kepala tampak tidak habis pikir denganku. “Baiklah, itu terserah
padamu, apa kau akan memakainya atau tidak, tapi apa kau tidak memikirkan bagaimana
perasaannya nanti? Ini adalah kesempatan emas untukmu, Yoora. Kau akan bertemu
dengannya malam ini dan kau bisa menanyakan padanya tentang hubungan kalian,
tentang semuanya. Setidaknya, dengan kau memakai kalung itu mungkin dia akan
berpikir jika kau masih menunggu, jika kau masih berusaha untuk mempertahankan
hubungan kalian,” nasihat Euna.
Dia
bisa menjadi sosok kakak yang baik kadang-kadang, tapi bisa juga menjadi sosok
kakak yang menyebalkan. Aku tersenyum masam padanya.
“Kau
tahu, aku merasa ini seperti masalah tanpa ujung! Tidak ada akhir! Aku
melepaskan kalung itu karena aku sadar, ketika waktunya tiba nanti saat Tuhan
memutuskan untuk mempertemukan kami kembali, aku akan melihatnya, dia bersama
dengan seseorang yang dia pilih untuk mendampinginya, dan itu bukan aku! Itu
bukan dan tidak akan pernah menjadi aku. Coba kau lihat dia, Euna, Hye Ni! Dia
adalah seorang CEO, pemilik saham tertinggi sekaligus telah menjadi penguasa
lahan bisnis Asia. Dia bukan Jeon Jungkook yang merupakan maknae salah satu
grup idol dari Korea lagi, dia bukan Jeon Jungkook yang sama yang bertemu
denganku di bandara, dia bukan Jeon Jungkook yang memintaku untuk menjadi
kekasihnya. Dia bukan! Aku hanya.. aku hanya sadar diri, siapa sih aku ini!
Kita lihat saja nanti, apakah dia akan memandangku ataukah tidak!”
Aku
menghapus air mataku dengan gerakan kasar dan lantas meraih hair dryer untuk mengeringkan rambutku.
Setelah disuguhkan banyak gaun tadi, akhirnya pilihanku jatuh pada gaun
berwarna merah muda terang di atas lutut. Heels sebelas senti berwarna cream. Gaun ini sangat simple dengan
lengan panjang, jadi ketika kau memakainya kau akan kelihatan sangat anggun dan
mempesona.
“Mau
kau apakan rambutmu?” tanya Euna.
“Diblow
saja, aku tidak ingin menggelungnya,” jawabku. Dia mengangguk dan lantas mulai
mengikat rambutku. Sebelum rambut, akan lebih baik jika merias wajah lebih
dulu.
Aku
sebenarnya tidak terlalu pandai merias wajahku, kali ini Euna dengan baik hati
mau membantuku merias wajah dan juga menata rambut sementara Hye Ni sudah
selesai dengan wajahnya dan tengah sibuk dengan rambutnya.
Gaun
Euna berwarna hitam sebenarnya pakaian yang ia beli itu lebih ke pakaian formal
dengan stoking. Sedang gaun Hye Ni berwarna maroon yang sangat kontras dengan
kulitnya hingga dia akan terlihat berkilau.
Setelah
merias wajahku dan menata rambutku agar terlihat rapi, Euna akhirnya merias dirinya
sendiri.
Rambutnya
dibiarkan terurai sepertiku dan meski kami tidak terlalu mirip dalam hal wajah,
tapi kami cukup mirip dalam gaya ke pesta malam ini.
“Bagaimana
hubunganmu dengan Mr Choi, Euna?” celetukku saat dia sudah selesai mengenakan
pakaiannya.
“Sudah
lebih baik, ketimbang dulu. Dia bahkan sudah mulai terbiasa saat Jin Hwa
membawaku ke rumahnya,” jawabnya dengan senyum senang.
Ya,
memang, Mr Choi agak tidak senang dengan Euna. Dan tiba-tiba saja ide Mr Choi
untuk menjodohkanku dengan Jin Hwa melintas lagi diingatanku. Aku terkikik
sendiri membuat dua gadis itu mengernyitkan dahi bingung.
“Apa
yang kau gelikan?” tanya Hye Ni.
“Tidak,
aku hanya ingat jika Mr Choi pernah menjodohkanku dengan Jin Hwa.”
Mendengar
penuturanku itu langsung membuat Euna merengut kesal. “Kenapa kau mengingatnya?
Membuatku jengkel saja.”
Dia
memang benar-benar cemburu padaku karena Mr Choi lebih menyukaiku dari pada
dia. Tapi dari semua itu, Euna tetap akan dipilih oleh Jin Hwa lagipula aku
mencintai pria bodoh yang akan meresmikan hotel barunya malam ini.
Akhirnya
setelah nyaris tiga jam merias diri, kami selesai dengan hasil yang cukup
memuaskan meski tanpa penata rias. Oh baiklah, kami memang bukan artis, hanya
keluarga sosialita yang cukup terpandang. Kecuali para pria itu, mereka artis
dan pasti selalu di dandani oleh penata rias, bagaimana jadinya jika mereka
berdandan sendiri?
“Aku
yakin, cowok-cowok itu pasti tengah
kerepotan mengurus penampilan mereka,” celetukku sambil terkekeh.
“Ah
iya, merekakan biasa diurus penata rias, kurasa lebih baik kita keluar sekarang
dan melihat apakah mereka membutuhkan bantuan,” ujar Hye Ni segera.
Kami
keluar kamarku dan menuju ruang santai, tapi tidak melihat adanya tanda-tanda
kehidupan sampai tak berapa lama aku mendengar samar-samar seseorang berteriak
kesakitan.
Setelah
memandang konyol satu sama lain, aku dan dua gadis ini naik kembali ke lantai
dua dan menuju ke kamar Jimin karena memang suaranya berasal dari sana.
Membuka
pintu yang tidak dikunci dan hal pertama yang tertangkap mataku adalah Taehyung
tengah memegang dasi kupu-kupu Jimin sedang Jimin tengah memegang kepala
Taehyung. Di sisi lain ada, Jin Hwa yang duduk santai di atas tempat tidur,
lalu Nam Joon yang sepertinya baru saja menyelesaikan pembicaraan ditelepon,
dan ada juga Seo Jin yang baru masuk dari balkon kamar yang untuk sementara ini
menjadi milik Jimin bersama dengan Yoon Gi, ada lagi Ho Seok yang sepertinya
kesulitan dengan rambutnya.
Kami
bertiga sukses melongo tak percaya memandang pria-pria konyol ini. Ya
ampun, demi pizza raksasa! Apa-apaan
yang mereka lakukan, bagaimana ada makhluk dengan tingkat ketampanan yang tidak
diragukan lagi, tapi tingkah mereka benar-benar aneh! Sinting!
“Kenapa
tidak memanggil kami jika kalian membutuhkan bantuan!” seru Hye Ni. Dia pasti
sama denganku, terkejut melihat Taehyung dengan Jimin dan Ho Seok.
“Kami
pikir kami bisa menanganinya sendiri,” ringis Taehyung.
Mau
tidak mau aku terkikik juga pada akhirnya, bagaimana jika aku memotret hal ini
dan membeberkan kelakukan mereka pada media, penggemar mereka pasti akan
tertawa lebar dan berpikir tidak akan ada Idola yang tingkahnya sekonyol
mereka.
Hye
Ni berjalan cepat menghampiri Taehyung dan dengan wajah tertekuk Hye Ni
menyuruh Taehyung duduk di kursi, melarangnya untuk bergerak ataupun
berkomentar. Tidak ada yang bisa dilakukan Taehyung selain menurut. Euna
akhirnya berjalan menghampiri Ho Seok dan membantunya juga.
“Hei,
Ms Amerika! Sampai kapan kau akan berdiri saja di sana! Cepat bantu aku!” seru
Jimin gemas karena aku tak kunjung menghampirinya.
Jimin
mengenakan kemeja hitam, dasi kupu-kupu berwarna putih dan tuxedonya berwarna
putih. Baiklah, dia tampan dan seksi. Tidak ada yang tidak tampan di antara
mereka semua!
Aku
membenarkan dasinya, merapikan tuxedonya, dan menata kembali rambutnya itu.
“Wah, tangan-tanganmu sangat berguna untukku, Yoora-ssi.” Dia terkikik sendiri mendengar ucapannya.
“Aku
tidak pernah mendandani orang lain, Oppa.
Kau harus merasa sangat beruntung untuk ini.”
Dia
terkekeh lagi. “Tentu saja, aku sangat beruntung malam ini.”
Aku
tersenyum padanya dan tak memakan waktu lama semuanya sudah siap untuk ke
pesta.
“Ja
Yeon Hyung sudah menghubungiku, kita
bisa berangkat sekarang. Ayo!”
Jimin
melangkah keluar lebih dulu disusul Nam Joon dan Yoon Gi juga Seo Jin. Lalu
Taehyung dan Hye Ni, Jin Hwa dan Euna, dan terakhir ada aku bersama Ho Seok.
Aku
berharap semuanya akan berjalan dengan baik malam ini, semoga tidak ada air
mata, tidak ada emosi, dan masalah Jimin bisa terselesaikan sesuai dengan
harapan kami semua.
“Kau
tenang saja, kami semua ada bersamamu, Yoora.” Ho Seok meremas tanganku yang
digenggamnya. Aku tersenyum saja padanya.
Dulu,
aku sama sekali tidak pernah mengenal yang namanya ‘persahabatan’ mengingat semua
orang yang berteman denganku hanya karena aku adalah ‘keponakan pengusaha
tambang tersukses se-Amerika’. Aku bahkan pernah menceritkan hal itu pada
Taehyung. Dan akhirnya sekarang, aku tahu beginilah rasanya memiliki sahabat.
Orang yang akan siap membagi luka, duka, dan bahagia bersamamu. Orang yang siap
menghalau terjangan badai untukmu. Orang yang meski tahu sifat terburuk yang
kau miliki, tapi masih tetap ada bersamamu. Orang yang serius ketika mengatakan
jika semuanya akan baik-baik saja karena dia siap untuk ada dan mendampingi
kita.
Seandainya,
Jessica ada di sini, dia pasti akan sangat senang. Keadaannya jauh lebih
mengenaskan dibanding aku, kami benar-benar tidak tahu persahabatan itu, sampai
aku pindah ke sini dan mendapatkan kesempatan untuk persahabatan, sedang Jessy,
kemungkinan besar tidak.
Sepuluh
menit kemudian, mobil yang dikendarai Ho Seok berhenti di pelataran gedung
tinggi menjulang yang terkesan mewah dengan cahaya lampu keemasannya. Gedung bergaya
Victoria dan sangat klasik, benar-benar design yang mengesankan. Mungkin orang
Paris yang merancangnya, sama seperti rancangan rumahku dulu, rumah pamanku
lebih tepatnya.
“Bagaimana
hubunganmu dengan Kyung Soo, Yoora?”
“Kami
berteman baik, Oppa. Kenapa?”
Ho
Seok tersenyum kecil. “Kalau saja kau datang bersamanya malam ini, kemungkinan
besar tidak akan ada yang menghinamu. Mereka akan melihat jika kau sudah
mendapatkan pengganti bocah itu,” jelasnya.
“Kau
tenang saja, Oppa. Biarkan mereka
semua mengatakan apapun tentang aku, lagipula itu hak mereka untuk mengomentari
kita tidak bisa melarangnya.”
Kami
berjalan masuk ke dalam gedung hotel ini, banyak wartawan yang memotret,
berdiri berjejer di pembatas yang telah disiapkan panitia agar tidak
menghalangi jalan para tamu. Begitu melihat kami, suasana berubah drastis, para
pemburu berita itu tampak berusaha untuk menerobos pembatas, pihak keamanan
akhirnya menahan mereka.
Aku
bergidik ngeri, padahal suasana seperti itu sudah biasa kulihat, tapi rasa
ngeri itu masih tetap melingkupiku. Rasa-rasanya seperti mereka akan membunuhku
beramai-ramai.
“Dimana
Ja Yeon Hyung?” tanya Yoon Gi.
“Kita
diminta untuk menunggu di sini, mungkin dia masih diperjalanan kemari,” jawab
Jimin.
Jantungku
berdegup cepat tanpa bisa kucegah, pemikiran tentang aku dan Jung saat ini
tengah ada di ruangan yang sama membuat darahku berdesir. Ya Tuhan, kuatkan aku! Kuatkan aku!
“Maaf membuat kalian menunggu. Ayo, Ayahku
mungkin sudah ada di sini sejak tadi. Kita harus mencarinya dan menyelesaikan
masalah ini secepat mungkin. Karena ketika pesta dimulai dia akan sibuk berusaha
untuk menjalin kerja sama dan melakukan promosi,” kata Ja Yeon begitu dia tiba
di dekat pintu masuk tempat kami menunggunya.
Aku
dan Euna mengangguk berjalan mengikuti Ja Yeon bersama Jimin. Sedang yang lainnya
akan menikmati pesta malam ini.
Ja
Yeon membawa kami ke meja nomor dua puluh lima dan dari sini aku bisa melihat
pria paruh baya dengan wajah keras yang terakhir kali bertemu dengannya itu
bukanlah sebuah pertemuan dengan ‘pelukan ramah ataupun ucapan sampai jumpa
lagi’ melainkan pertengkaran.
“Ayah,
ada yang ingin kami bicarakan!”
Sontak
Mr Park langsung mengalihkan pandangannya ke sumber suara dan senyuman lebar di
wajahnya hilang begitu melihat aku dan Euna juga kedua putranya. Tanpa
mengatakan apapun dia berjalan lebih dulu meninggalkan mejanya dan meninggalkan
obrolannya bersama sekretarisnya, memberi kode pada kami untuk mengikutinya.
Euna
meremas tanganku yang sedari tadi digenggamnya. Dia kakakku, dia harus memiliki
pandangan yang lebih baik dariku malam ini. Aku sudah pernah mengatakan sesuatu
pada Mr Park yang aku yakini itu sedikit mengena dipikirannya, dan kuharap
malam ini Euna bisa membuat dia sadar jika memaksa anaknya itu adalah tindakan
yang salah.
Kami
tiba di sebuah ruangan yang nampaknya seperti ruang pertemuan. Ruangan ini
kosong. Mr Park masih betah berdiri memunggungi kami semua. Dari belakang dia
terlihat sangat keras, tapi sosok seorang ayah sampai kapanpun akan tetap
menjadi seorang ayah, yang sekalinya terlihat diluar keras bagaikan batu, namun
hatinya selembut lelehan karamel.
“Ayah,
ada yang ingin kami katakan padamu,” buka Ja Yeon.
Mr
Park berdehem mempersilakan kami untuk menyampaikan apapun yang akan kami
sampaikan.
Euna
akhirnya melepaskan tanganku, maju sedikit lebih dekat kearah Mr Park. “Maaf
jika aku lancang padamu, Mr Park. Sebelum berbicara, aku ingin mengenalkan
diriku padamu, Aku Goo Euna, aku adalah putri sulung mantan presiden yang aku
yakin kau sudah tahu skandal keluarga kami itu. Aku mendengar dari adikku dan
juga Jimin jika kau bersikeras ingin menjadikan temanku itu penerusmu. Tapi,
seperti yang kau tahu, dia menyukai musik, dunianya adalah musik dan bukan
bisnis. Kau memiliki satu orang lagi putra yang menyukai bidang yang sama
denganmu. Sebenarnya, setelah mendengar cerita mengapa kau tidak ingin Ja Yeon
menjadi penerusmu, aku bisa memakluminya, bahkan kami semua mengerti akan hal
itu. Tapi Mr Park, bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua?
Kau bisa mencoba untuk percaya pada putra sulungmu dan membiarkan Jimin memilih
apa yang dia suka,” jelas Euna dengan suara super bijaknya.
“Kepercayaan
itu diibaratkan seperti gelas kaca yang berharga, yang apabila pecah maka
sekalipun disambung dia tetap tidak akan utuh lagi, tetap tidak akan terlihat
secantik dia sebelum pecah. Ketika seseorang percaya padamu, kau harusnya
menjaga kepercayaan itu sebaik mungkin karena mendapatkan kepercayaan dari
orang itu sangat sulit. Kau tahu, aku dulu tentunya sangat mempercayai putra
sulungku itu, tapi dia menghancurkan kepercayaanku, tidak hanya itu bahkan
harapan-harapan yang kugantungkan pada kedua putraku lenyap kemarin malam.
Awalnya kukira, aku akan menyaksikan perusahaan yang kubangun ini akan semakin
sukses ditangan kedua putraku, tapi kemarin malam, ada seseorang yang membuatku
sadar, carakulah yang salah. Aku salah karena aku mendidik mereka terlalu
keras. Alasannya sangat sederhana, aku hanya tidak ingin mereka menjadi
anak-anak yang cengeng dan lemah. Aku ingin mereka memiliki kepribadian yang
kuat. Aku tidak tahu jika apa yang telah kulakukan itu pada akhirnya membuatku
kehilangan kedua putraku,” dia berhenti sesaat, menghela napasnya sebelum
kembali melanjutkan “pertama aku kehilangan Ja Yeon, setelah mendengar hal-hal
yang dikatakan oleh Kim Yoora, aku tiba-tiba saja teringat jika putraku itu
pernah memakiku, jika aku bukanlah ayahnya. Mendadak aku merasa bersalah,
wanita yang kucintai pergi meninggalkanku dan di rumah itu, tertinggal begitu
banyak kenangan buruk. Dulu, istriku selalu menasihatiku jika ada cara lain
untuk mendidik anak agar dia menjadi pria yang tangguh, tapi aku sangat keras
kepala, tidak pernah mau mendengarkan perkataannya. Sebelum dia meninggalkanku
untuk selamanya, aku ingat dia berpesan padaku untuk menjaga Ja Yeon dan Jimin,
jangan biarkan mereka pergi! Tapi kemarin malam aku sadar jika aku bahkan sudah
kehilangan putra bungsuku karena keegoisanku sendiri.”
Aku
melihat sosok keras itu bergetar. Dia mengungkapkan isi hatinya. “Aku tahu
kalian akan menemuiku malam ini, karena itu aku tahu ini adalah saat yang tepat
untuk menyelesaikan semuanya. Aku ingin meminta maaf. Salahku, kalian pergi
meninggalkanku. Aku tidak ingin ibu kalian membenciku di surga sana karena
tidak memenuhi keinginan terakhirnya untuk menjaga kalian berdua. Maafkan aku, Aku
tidak akan memaksa Jimin untuk meneruskanku lagi. Dia bebas menentukan masa
depannya. Sudah kuputuskan juga bahwa Ja Yeon-lah yang akan mengambil alih
perusahaan mulai akhir minggu ini.”
Mr
Park berbalik setelah menyelesaikan pidato panjangnya, ungkapan perasaannya.
Seorang ayah sampai kapanpun akan tetap menjadi seorang ayah. Yang terlihat
kuat dari luar namun luar biasa rapuh di dalam. Hanya saja dia tidak pernah
mengeluhkannya.
Melihat
Mr Park aku jadi ingat ayahku yang kini mendekam dipenjara. Bagaimana kabarnya?
Apa dia hidup dengan baik di sana? Apa dia sudah menyadari kesalahannya?
Mr
Park membuka tangannya lebar-lebar dan tanpa menunggu apapun, Ja Yeon dan Jimin
langsung menubruk tubuh ayah mereka dengan sesegukan bahagia serta wajah penuh
senyum.
Aku
dan Euna saling memandang sesaat dan kami pun saling merangkul. Aku menghapus
setitik air mata yang hampir keluar.
“Kim
Yoora dan Kim Euna, kalian adalah gadis-gadis luar biasa yang dimiliki oleh Mr
Kim. Suatu saat dia pasti akan menyadari hal itu. Aku minta maaf padamu, Yoora
atas perkataanku yang mungkin sudah menyakiti hatimu,” ujar Mr Park.
Aku
tersenyum lebar padanya. “Tidak, Mr Park. Anda tidak perlu meminta maaf seperti
itu.”
“Terima
kasih karena sudah membuat putra-putraku kembali padaku!”
“Kami
bahkan tidak melakukan apapun,” balas Euna dengan senyuman yang tak kalah lebar
dariku.
Ya
Tuhan, terima kasih karena sudah membuat semuanya berjalan dengan mudah. Jimin
tidak akan keluar dari Bangtan dan itu benar-benar berita baik. Bukan hanya
itu, keluarga Park juga sudah kembali utuh. Mrs Park pasti sangat bahagia menyaksikan
ini dari atas sana.[]
KEMBARAN :*
HYE NI
EUNA
OPPARS :*
JIMINNIE :*
JIN HWA
Huaa~ senangnya Jimin ga jadi keluar. Satu kelar,lalala~ Kuki kapan ketemu sama Yoora?
BalasHapuskapanlah kirakiraaaaa hahahah :D
BalasHapus