Sabtu, 01 Agustus 2015

INTO HIS WORLD BAB 20

WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!



BAB 20


Gedoran pintu dan suara cempreng milik Goo Euna berhasil mengusik tidur nyenyakku setelah berdingin nyaris dua jam bersama Jimin di pinggir pantai semalam. Aku balas berteriak padanya jika aku sudah bangun dan dia bisa berhenti melakukan aksi berutal seperti itu.
Sedetik berikutnya suasana menjadi hening. Euna sudah meninggalkan pintu kamarku, aku jadi kasihan pada pintu itu dia pasti menderita setelah dipukuli dengan brutal oleh saudara perempuanku itu. Aku bangkit dari ranjang super empuk itu dan lantas membersihkan diriku.
Hari ini akan menjadi hari yang sibuk. Nanti malam kami akan pergi ke pesta dan itu artinya aku harus menyiapkan gaun, oh ayolah aku tidak akan membiarkan orang lain melihat jika aku ini adalah gadis yang menyedihkan karena telah ditinggalkan oleh kekasihnya begitu saja ke Paris. Haha lucu sekali.
Setelah mengeringkan rambutku dan memakai baju seadanya yang kurasa aku tidak perlu menjelaskannya juga, aku berjalan keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan di mana semua orang sudah duduk rapi di kursinya masing-masing.
“Lihatlah, tuan putri sudah bangun ternyata,” sindir Euna.
“Jangan membuat moodku makin memburuk pagi ini atau kalian semua akan menghadapi singa betina yang mengamuk,” ujarku.
“Sudahlah, Euna. Biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan. Lagipula sebagai seorang kakak kau harusnya lebih mengerti keadaannya,” celetuk Nam Joon. Aku memberikan wajah sombongku pada Euna dan dibalas dengan putaran bola matanya.
Well, hari ini kita akan belanja keperluan untuk nanti malam, oke?” tanya Hye Ni.
Aku mengangguk sebagai jawabannya karena sudah sibuk dengan spagettiku, aku akan makan sebanyak mungkin untuk mengisi tenagaku karena malam ini aku harus bersiap untuk menghadapi perang.
Yang lainnya juga hanya merespon dengan anggukan kepala karena keadaan kami semua sama saja, ini adalah kepergian paling mendadak yang pernah ada.
Setelah sarapan pagi, semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang menonton tv, ada yang sibuk dengan ponsel, ada yang ke pantai, ada yang kembali melanjutkan tidur.
Aku lebih memilih untuk pergi keluar resort, bukan ke pantai. Di depan resort ini ada pemandangan yang indah dan sayang untuk dilewatkan. Berjalan dengan sepatu kets kesayanganku, tempat ini tak terlalu ramai, aku bahkan bisa bergulingan di tengah jalan.
“Kau mau kemana, Yoora?”
Aku berhenti melangkah saat mendengar seseorang berteriak padaku. Aku melihat Nam Joon berlari kecil menyusulku.
“Aku hanya ingin berjalan-jalan di sekitar sini. Oppa, mau ikut?”
“Bodoh! Jangan pergi sendirian seperti itu. Kau bahkan tidak tahu apapun mengenai kota ini, mintalah seseorang untuk menemanimu.”
Aku nyengir padanya. “Maaf, aku pikir semua orang sedang sibuk jadi aku memutuskan untuk pergi sendiri.”
“Kau tahu, rasanya aneh melihat penampilanmu dua hari ini. Kau benar-benar kelihatan berbeda, lebih seperti anak laki-laki.” Nam Joon terkikik setelah mengatakannya.
Lantas aku menatap diriku sendiri dan aku benar-benar malas membahas mengenai penampilanku. Ini adalah untuk yang pertama kalinya aku berpakaian seperti ini lalu berjalan-jalan keluar. Mungkin jika melihat keadaanku sekarang, siapapun tak akan percaya jika wajahku pernah beberapa kali muncul di majalah fashion Amerika.
“Aku bahkan tidak pernah memikirkannya sama sekali, Oppa. Kuharap kau tidak malu berjalan bersama seorang gadis dengan tampilan seperti ini ya,” ucapku jahil.
Dia tertawa. “Untuk apa? Kau terlihat lucu dan tetap cantik dalam balutan apapun.”
“Jangan seperti itu, Oppa. Nanti kau malah jatuh cinta padaku dan ikut mengantri untuk menjadi kekasihku.”
Dia tertawa lebih keras dan aku tidak bisa untuk tidak ikut dengannya. “Kalaupun seperti itu aku pasti ada diantrian terakhir ya.”
Aku terkikik lagi. “Jangan berkecil hati, Oppa. Gadis sepertiku ini memang banyak penggemarnya.”
Kami tertawa bersama sambil menyusuri jalan sepi ini.
“Ngomong-ngomong, kemana kita akan pergi?” tanyanya.
“Entah, menurutmu kemana kita akan pergi? Kurasa kau lebih tahu dari pada aku.”
Nam Joon tampak berpikir lalu senyuman mengembang di wajahnya. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.
“Kau tenang saja, aku tahu kemana kita akan pergi. Dan aku sudah memesan taksi karena kita tidak bisa memakai mobil-mobil itu sembarangan.” Aku mengangguk setuju mendengar ucapannya.
Sementara, menunggu waktu untuk berbelanja tak ada salahnya jika aku jalan-jalan dulu keliling Jeju. Belum tentu aku akan kesini lagi dalam waktu dekat.


Kurang lebih lima belas menit perjalanan, akhirnya taksi ini berhenti di depan sebuah tempat dengan tulisan besar ‘Teddy Bear Museum’. Wah, ini tidak bercandakan! Aku menatap takjub tempat dihadapanku ini. Luar biasa, dari namanya saja sudah menjelaskan tempat macam apa ini.
Nam Joon kembali ke sisiku saat dia sudah membayar taksinya. “Oppa, apa ini…ini…”
Dia tersenyum lebar padaku. “Ya, kau pasti akan menyukai tempat ini. Di Amerika mana ada sebuah tempat yang menyimpan koleksi boneka teddy bear sebanyak di sini dan belum lagi, boneka-boneka itu di dandani layaknya figure manusia dan ada juga yang memperagakan adegan-adegan di film terkenal,” jelas Nam Joon.
Kami melangkah beriringan memasuki tempat luar biasa menakjubkan ini. “Tadinya aku ingin mengajakmu ke air terjun, tapi kurasa kita bisa kesana lain kali saja. Oya, jangan merengek padaku untuk membawa salah satu dari boneka-boneka itu pulang jika kau tidak ingin kita diusir.”
Aku mengembungkan pipiku mendengarnya meledekku. Jarang-jarang seorang Nam Joon akan bertingkah seperti ini. Dia adalah leader dari grupnya, meski sebenarnya aura ketika dia berada di panggung dan ketika dia turun dari panggung memanglah sangat berbeda, tapi dia tetap sosok yang tegas.
Dia suka bersikap konyol seperti yang lain, tapi melempar lelucon dan meledekku adalah hal yang baru dilakukannya. Selama ini, hanya Jimin dan Ho Seok-lah yang sering mengolok-olokku. Itu juga membuat mereka lebih dekat denganku. Taehyung juga seperti itu, meski dia lebih sering membelaku dibandingkan mengolok-olokku.
Kami tiba di dalam museum yang dipenuhi dengan boneka teddy bear dari berbagai macam ukuran juga tampilan. Ya Tuhan, siapa yang memiliki ide seluar biasa ini untuk membangun tempat wisata yang benar-benar menakjubkan. Tentunya, bukan saja anak-anak yang suka teddy bear. Karakter boneka itu disukai diberbagai macam kalangan karena memang teddy bear adalah boneka yang lucu.
“Wah, Oppa. Aku tidak percaya jika tempat ini benar-benar ada.” Aku berseru layaknya anak kecil yang baru saja mendapat lollipop kesukaannya.
Nam Joon tersenyum dengan lebar. “Aku tahu kau pasti akan suka tempat ini. Jeju adalah asset berharga milik Korea. Dari suasananya saja sudah begitu menenangkan ditambah lagi dengan berbagai macam objek wisata yang akan memanjakan kita.”
“Kalau tahu begini, harusnya kalian mengajakku ke sini dari dulu.”
Dia terkekeh pelan. “Mengingat jika kami adalah satu dari grup idol yang tengah naik daun saat ini, rasa-rasanya tidak mungkin untuk membawamu liburan sementara kami harus menyelesaikan begitu banyak pekerjaan, baik di dalam maupun luar negeri. Eh, Yoora-ssi, apa kau yakin akan ikut ke pesta malam ini?”
Kami melangkah pelan, berkeliling, melihat-lihat semua koleksi boneka cantik itu. “Tentu saja, Oppa. Kenapa? Kita harus menyelesaikan masalah Jimin Oppa. Kau tak perlu khawatir tentang aku,” jawabku sambil tersenyum padanya dan melanjutkan acaraku memotret boneka-boneka itu dengan kamera ponselku.
“Kau tahu, aku tidak mengerti kenapa bocah itu bisa melakukan hal seperti ini pada kita. Kami semua tahu, dibandingkan dengan kami semua kau adalah orang yang paling tersakiti mengingat dia bahkan tidak menghubungimu sama sekali. Aku rasanya, ingin memukulinya hingga dia kembali mendapatkan kewarasannya yang hilang entah kemana itu.”
Aku terkikik pelan. “Tidak perlu, Oppa. Itu hanya akan membuang-buang waktumu saja. Dua bulan adalah waktu yang cukup untukku mengerti jika dia tidak pernah benar-benar mencintaiku. Lagipula, mungkin aku memang terlalu bodoh untuk mengerti dari awal, jika Jungkook dan Kim Yoora menjadi sepasang kekasih adalah sesuatu yang mustahil. Bodohnya lagi, setelah jatuh cinta padanya dia malah pergi meninggalkanku begitu saja.”
Nam Joon merangkul pundakku, menepuknya pelan, memberiku asupan semangat. “Sudahlah, setiap hal yang terjadi pasti ada alasannya, biar waktu yang menuntaskan tugasnya, kita hanya perlu menjalani dan menyaksikan lalu mengerti.”
Aku mengangguk dan tersenyum lagi padanya. Siapapun harus percaya tentang keberuntungan dan keajaiban. Karena sekarang akhirnya aku mengerti, jika pertemuanku dengan seorang Jeon Jungkook dan keenam temannya merupakan keberuntungan sekaligus keajaiban, Jung membawaku menemui orang-orang yang ditakdirkan Tuhan untuk menjadi sahabatku. Lalu, keberuntungan dan keajaiban lainnya adalah pertemuanku dengan Kyung Soo serta Kris, Kai, Sehun, Chanyeol, Baekhyun, Xiumin, Lay, dan empat lainnya. Mereka juga sudah menjadi teman-temanku. Mungkin ada baiknya juga jika aku mempercayai tentang ‘Tuhan itu adil’. Aku yakin ada begitu banyak gadis di luarsana yang berharap bisa mendapatkan posisiku saat ini.
“Kami sedang ada di museum. Hanya jalan-jalan. Iya, jemput saja di sini. Aku dan Yoora akan menunggu di depan,” ujar Nam Joon pada seseorang di telepon.
Aku menatapnya bertanya.
“Hanya, Jin Hyung. Dia menanyakan kita dimana dan katanya, kita harus belanja untuk nanti malam. Mereka akan menjemput kita di sini sebentar lagi,” jelasnya.
Aku mengangguk pada akhirnya. “Oppa, mengapa sedari tadi tidak ada yang mengajakmu untuk berfoto bersama atau meminta tanda tanganmu?” tanyaku tiba-tiba teringat dengan siapa saat ini aku berjalan. Apalagi, Nam Joon tidak memakai penyamaran sama sekali.
Dia tersenyum misterius padaku. “Tadi aku sudah memberitahu pihak keamanan di sini agar semua pengunjung tidak diperbolehkan membawa kamera dalam jenis apapun. Dan aku juga ingin acara jalan-jalanku denganmu tidak diganggu jadi mereka hanya bisa memperhatikan tanpa bisa mendekat,” jelasnya.
“Ah, begitu.” Aku menangguk-anggukkan kepalaku. Baiklah, akan lebih baik jika aku menyimpan kameraku juga kalau begitu. Aneh rasanya, terlalu sibuk dengan acaraku sendiri aku sampai tidak memperhatikan jika sedari tadi tidak ada yang memotret di sini. Hanya aku.

Tak berapa lama, aku dan Nam Joon menunggu di depan gerbang museum, empat mobil sport datang menghampiri kami. Aku naik ke mobil yang di dalamnya ada Hye Ni dan Taehyung sedang Nam Joon ikut dengan Yoon Gi.
“Apa kau menikmati acara jalan-jalannya?” tanya Taehyung.
“Tentu saja, itu tadi tempat yang menyenangkan. Koleksi mereka benar-benar fantastis.”
Eh, Yoora, sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan dengan Mr Park nanti malam bersama Euna? Kau tahu, aku agak khawatir,” kata Hye Ni.
“Aku dan Euna hanya akan membuka pikiran Mr Park saja, kupikir jika kita mencoba membuat dia melihat perubahan besar Ja Yeon Oppa, mungkin dia akan berubah pikiran dan memberi sedikit kelonggaran pada Jimin Oppa untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Cuma itu,” jelasku.
Mereka berdua tampak mengangguk. Tak ada lagi percakapan hingga kami tiba di pusat belanja Jeju. Semoga ada gaun yang bagus di sini. Aku berharap bisa datang dengan tampilan baik nanti malam, bukan hanya karena itu adalah pesta mantan kekasihku, tidak, kami bahkan belum mengucapkan kata putus sedikitpun, tapi rasanya aneh jika menyebut Jung sebagai kekasihku karena kami bahkan sudah tidak berhubungan lagi selama dua bulan lebih satu minggu.
“Kau akan membeli gaun seperti apa?” tanyaku bersemangat pada Hye Ni.
“Yang sederhana saja, aku ini bukan kau yang bisa memakai gaun-gaun dengan model ribet  selama berjam-jam, aku lebih memilih gaun yang membuatku nyaman,” jawabnya.
“Aku juga tidak akan memakai gaun yang tidak membuatku nyaman, Lee Hye Ni. Kau ini!”
“Tetap saja, seleraku pasti tidak sama denganmu.”
“Baiklah, Gadis-gadis! Kurasa, aku benar-benar seperti hantu saat ini,” celetuk seseorang yang ada di belakang kami.
Ya ampun, kami bahkan melupakan kehadiran Taehyung. Aku nyengir padanya dan Hye Ni memutuskan untuk menggandeng kekasihnya itu.
Lucu juga, dulu, awal-awal kenal mereka semua, aku berpikir aku menyukai Taehyung. Atau mungkin aku memang menyukainya hanya saja perasaanku pada Jung ternyata lebih  cepat berkembang dan sekarang ruangan di hatiku malah sudah terisi penuh olehnya.
Para pria akhirnya memutuskan untuk mencari pakaian mereka dan berkeliling mall ini untuk mencari tuxedo yang bagus. Sedang aku, Hye Ni, dan Euna memutuskan untuk ikut mencari gaun kami.

Tidak ada cukup banyak koleksi baru gaun bulan ini di tempat ini, bahkan aku tidak bisa menentukan pilihan karena semuanya nyaris koleksi bulan lalu. Jangan pernah lupakan jika aku sangat mencintai fashion. Jika diingat lagi, aku memiliki koleksi gaun yang lumayan mengesankan di rumah Jessy di Miami. Meskipun itu semua adalah hasil belian bibi Joan. Setelah mengurus urusan kuliahku nanti, aku akan pulang ke Miami sebentar, aku benar-benar merindukan kota itu.
Setelah menghabiskan waktu nyaris tiga jam akhirnya kami semua memutuskan untuk menyelesaikan acara pilih-memilih gaun dan tuxedo. Perut sudah memberontak minta untuk diisi. Sebelum pulang kami juga membeli beberapa cemilan dan keperluan yang lainnya.
Aku bahkan lupa dengan dandananku saat ini karena terlalu asik mengobrol bersama mereka. Kami juga tidak melupakan acara berfoto ria dengan gaya-gaya super kocak yang akan membuat semua orang yang melihat berpikir ulang jika mereka benar-benar melihat salah satu grup ternama korea ada di Jeju Mall.
“Akhirnya, hari ini datang juga. Aku benar-benar berharap jika Tuhan ada dipihak kita, agar tidak hanya masalahku yang terselesaikan, tapi juga masalah Yoora dan Kookie,” celetuk Jimin ketika kami berjalan kembali memasuki resort keluarga Jin Hwa.
“Aku yakin, setelah malam ini, kita akan bisa menikmati liburan di Jeju hingga akhir pekan nanti karena minggu depan kita sudah harus pergi ke Autralia,” balas Nam Joon.
Ah benar, mereka akan memulai konser mereka minggu depan, itulah kenapa mereka tidak bisa menemaniku menerima pengumuman nanti. Harus dimaklumi mereka adalah pria-pria sibuk yang digemari banyak gadis-gadis muda. Bahkan grup mereka sudah mulai dikenal hingga ke Amerika.
Setelah bergaul dengan banyak penyanyi akhirnya aku memiliki wawasan yang cukup baik tentang musik. Jika dulu skorku adalah nol maka sekarang sudah naik menjadi lima. Ya itu angka yang lumayan.
“Minggu ini adalah minggu untuk bersantai sebelum minggu super sibuk kita,” seru Ho Seok.
“Jangan lupa untuk membawakanku oleh-oleh ketika kembali ke Seoul,” celetuk Hye Ni.
“Kami pergi bekerja, bukan liburan,” balas Yoon Gi.
Hye Ni mengembungkan pipinya dan aku terkikik melihat itu. Entah kenapa, Yoon Gi memang tidak terlalu dekat dengan Hye Ni, aku juga tidak terlalu dekat dengannya hanya saja dia tidak bicara dengan nada ketus seperti itu padaku, tidak pernah.
“Dari pada kita membuang-buang waktu duduk-duduk tidak jelas di sini akan lebih baik jika kita mulai berdandan. Aku akan mendandani kalian berdua sebelum aku mendandani diriku sendiri. Ah dan kalian semua harus sudah siap ketika kami selesai dengan acara kami,” lerai Euna.
“Kau tenang saja, Beb. Aku jamin mereka akan siap sebelum kalian menyelesaikan acara berdandan kalian.” Jin Hwa nyengir pada Euna dan gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
Kalau dilihat-lihat, mereka itu adalah pasangan yang sangat manis. Terkadang, Euna adalah sosok yang bisa menjadi begitu manja dan kekanak-kanakan, disaat seperti itu Jin Hwa akan menjadi sosok yang dewasa dan bijak. Lalu, ada kalanya juga Jin Hwa-lah yang kekanakan dan egois, disaat seperti itu Euna dituntut untuk menjadi dewasa dan pengertian.
Menurutku itu sangat manis, terlihat seperti mereka saling melengkapi, saling mengerti satu sama lainnya. Lagi pula, apa yang sudah aku dan Euna lewati telah mengajarkan kami begitu banyak hal tentang sebuah hubungan.
Sekalipun orang-orang berpikir, Euna lebih beruntung dariku karena sempat mengenal sosok ibunya, tapi kami sama-sama disia-siakan oleh ayah kami.
Jika ada pertanyaan yang ditujukan pada semua anak perempuan di dunia ini, siapa orang yang menjadi pahlawan pertamanya, dia pasti akan menjawab jika orang itu adalah ayahnya. Tapi itu tidak berlaku untukku dan Euna. Ayah kami bukanlah seorang pahlawan atau jenis-jenis super hero lainnya melainkan hanyalah seorang manusia biasa. Dia sedang menerima hukumannya saat ini dan aku serta Euna berharap dia akan mengerti jika apa yang sudah dia lakukan adalah salah.

“Yoora, dimana kalung itu? Kenapa kau tidak memakainya?”
Aku menatap Euna yang tengah melihatku dengan pandangan horror, lebih tepatnya dia memandang leherku. Oya, dia memang tahu mengenai kalung keramat itu. Tidak hanya dia, Hye Ni dan yang lainnya juga tahu, tapi Kyung Soo dan teman-temannya tidak tahu tentang eksistensi kalung itu.
“Sudah kubuang,” jawabku malas-malasan.
Aku baru saja selesai membersihkan tubuhku. Ini sudah sore dan jam delapan kami sudah harus ada di hotel milik keluarga Jeon yang terhormat.
“Kau..kau serius?” kali ini Hye Ni menyahut dan memutuskan untuk ikut-ikutan memandangku, menghentikan sejenak kegiatannya dengan roll rambut juga soft lens.
“Tidak, ya ampun! Apa sih pentingnya kalung itu untuk kalian? Aku memakainya ataupun tidak memakainya, apa bedanya? Aku ingin melupakan segalanya, itulah kenapa aku melepasnya. Jangan terlalu berlebihan menanggapi kalung bodoh itu,” ujarku.
Euna menggelengkan kepala tampak tidak habis pikir denganku. “Baiklah, itu terserah padamu, apa kau akan memakainya atau tidak, tapi apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaannya nanti? Ini adalah kesempatan emas untukmu, Yoora. Kau akan bertemu dengannya malam ini dan kau bisa menanyakan padanya tentang hubungan kalian, tentang semuanya. Setidaknya, dengan kau memakai kalung itu mungkin dia akan berpikir jika kau masih menunggu, jika kau masih berusaha untuk mempertahankan hubungan kalian,” nasihat Euna.
Dia bisa menjadi sosok kakak yang baik kadang-kadang, tapi bisa juga menjadi sosok kakak yang menyebalkan. Aku tersenyum masam padanya.
“Kau tahu, aku merasa ini seperti masalah tanpa ujung! Tidak ada akhir! Aku melepaskan kalung itu karena aku sadar, ketika waktunya tiba nanti saat Tuhan memutuskan untuk mempertemukan kami kembali, aku akan melihatnya, dia bersama dengan seseorang yang dia pilih untuk mendampinginya, dan itu bukan aku! Itu bukan dan tidak akan pernah menjadi aku. Coba kau lihat dia, Euna, Hye Ni! Dia adalah seorang CEO, pemilik saham tertinggi sekaligus telah menjadi penguasa lahan bisnis Asia. Dia bukan Jeon Jungkook yang merupakan maknae salah satu grup idol dari Korea lagi, dia bukan Jeon Jungkook yang sama yang bertemu denganku di bandara, dia bukan Jeon Jungkook yang memintaku untuk menjadi kekasihnya. Dia bukan! Aku hanya.. aku hanya sadar diri, siapa sih aku ini! Kita lihat saja nanti, apakah dia akan memandangku ataukah tidak!”
Aku menghapus air mataku dengan gerakan kasar dan lantas meraih hair dryer untuk mengeringkan rambutku. Setelah disuguhkan banyak gaun tadi, akhirnya pilihanku jatuh pada gaun berwarna merah muda terang di atas lutut. Heels sebelas senti berwarna cream. Gaun ini sangat simple dengan lengan panjang, jadi ketika kau memakainya kau akan kelihatan sangat anggun dan mempesona.
“Mau kau apakan rambutmu?” tanya Euna.
“Diblow saja, aku tidak ingin menggelungnya,” jawabku. Dia mengangguk dan lantas mulai mengikat rambutku. Sebelum rambut, akan lebih baik jika merias wajah lebih dulu.
Aku sebenarnya tidak terlalu pandai merias wajahku, kali ini Euna dengan baik hati mau membantuku merias wajah dan juga menata rambut sementara Hye Ni sudah selesai dengan wajahnya dan tengah sibuk dengan rambutnya.
Gaun Euna berwarna hitam sebenarnya pakaian yang ia beli itu lebih ke pakaian formal dengan stoking. Sedang gaun Hye Ni berwarna maroon yang sangat kontras dengan kulitnya hingga dia akan terlihat berkilau.
Setelah merias wajahku dan menata rambutku agar terlihat rapi, Euna akhirnya merias dirinya sendiri.
Rambutnya dibiarkan terurai sepertiku dan meski kami tidak terlalu mirip dalam hal wajah, tapi kami cukup mirip dalam gaya ke pesta malam ini.
“Bagaimana hubunganmu dengan Mr Choi, Euna?” celetukku saat dia sudah selesai mengenakan pakaiannya.
“Sudah lebih baik, ketimbang dulu. Dia bahkan sudah mulai terbiasa saat Jin Hwa membawaku ke rumahnya,” jawabnya dengan senyum senang.
Ya, memang, Mr Choi agak tidak senang dengan Euna. Dan tiba-tiba saja ide Mr Choi untuk menjodohkanku dengan Jin Hwa melintas lagi diingatanku. Aku terkikik sendiri membuat dua gadis itu mengernyitkan dahi bingung.
“Apa yang kau gelikan?” tanya Hye Ni.
“Tidak, aku hanya ingat jika Mr Choi pernah menjodohkanku dengan Jin Hwa.”
Mendengar penuturanku itu langsung membuat Euna merengut kesal. “Kenapa kau mengingatnya? Membuatku jengkel saja.”
Dia memang benar-benar cemburu padaku karena Mr Choi lebih menyukaiku dari pada dia. Tapi dari semua itu, Euna tetap akan dipilih oleh Jin Hwa lagipula aku mencintai pria bodoh yang akan meresmikan hotel barunya malam ini.
Akhirnya setelah nyaris tiga jam merias diri, kami selesai dengan hasil yang cukup memuaskan meski tanpa penata rias. Oh baiklah, kami memang bukan artis, hanya keluarga sosialita yang cukup terpandang. Kecuali para pria itu, mereka artis dan pasti selalu di dandani oleh penata rias, bagaimana jadinya jika mereka berdandan sendiri?
“Aku yakin, cowok-cowok itu pasti tengah kerepotan mengurus penampilan mereka,” celetukku sambil terkekeh.
“Ah iya, merekakan biasa diurus penata rias, kurasa lebih baik kita keluar sekarang dan melihat apakah mereka membutuhkan bantuan,” ujar Hye Ni segera.
Kami keluar kamarku dan menuju ruang santai, tapi tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan sampai tak berapa lama aku mendengar samar-samar seseorang berteriak kesakitan.
Setelah memandang konyol satu sama lain, aku dan dua gadis ini naik kembali ke lantai dua dan menuju ke kamar Jimin karena memang suaranya berasal dari sana.
Membuka pintu yang tidak dikunci dan hal pertama yang tertangkap mataku adalah Taehyung tengah memegang dasi kupu-kupu Jimin sedang Jimin tengah memegang kepala Taehyung. Di sisi lain ada, Jin Hwa yang duduk santai di atas tempat tidur, lalu Nam Joon yang sepertinya baru saja menyelesaikan pembicaraan ditelepon, dan ada juga Seo Jin yang baru masuk dari balkon kamar yang untuk sementara ini menjadi milik Jimin bersama dengan Yoon Gi, ada lagi Ho Seok yang sepertinya kesulitan dengan rambutnya.
Kami bertiga sukses melongo tak percaya memandang pria-pria konyol ini. Ya ampun,  demi pizza raksasa! Apa-apaan yang mereka lakukan, bagaimana ada makhluk dengan tingkat ketampanan yang tidak diragukan lagi, tapi tingkah mereka benar-benar aneh! Sinting!
“Kenapa tidak memanggil kami jika kalian membutuhkan bantuan!” seru Hye Ni. Dia pasti sama denganku, terkejut melihat Taehyung dengan Jimin dan Ho Seok.
“Kami pikir kami bisa menanganinya sendiri,” ringis Taehyung.
Mau tidak mau aku terkikik juga pada akhirnya, bagaimana jika aku memotret hal ini dan membeberkan kelakukan mereka pada media, penggemar mereka pasti akan tertawa lebar dan berpikir tidak akan ada Idola yang tingkahnya sekonyol mereka.
Hye Ni berjalan cepat menghampiri Taehyung dan dengan wajah tertekuk Hye Ni menyuruh Taehyung duduk di kursi, melarangnya untuk bergerak ataupun berkomentar. Tidak ada yang bisa dilakukan Taehyung selain menurut. Euna akhirnya berjalan menghampiri Ho Seok dan membantunya juga.
“Hei, Ms Amerika! Sampai kapan kau akan berdiri saja di sana! Cepat bantu aku!” seru Jimin gemas karena aku tak kunjung menghampirinya.
Jimin mengenakan kemeja hitam, dasi kupu-kupu berwarna putih dan tuxedonya berwarna putih. Baiklah, dia tampan dan seksi. Tidak ada yang tidak tampan di antara mereka semua!
Aku membenarkan dasinya, merapikan tuxedonya, dan menata kembali rambutnya itu. “Wah, tangan-tanganmu sangat berguna untukku, Yoora-ssi.” Dia terkikik sendiri mendengar ucapannya.
“Aku tidak pernah mendandani orang lain, Oppa. Kau harus merasa sangat beruntung untuk ini.”
Dia terkekeh lagi. “Tentu saja, aku sangat beruntung malam ini.”
Aku tersenyum padanya dan tak memakan waktu lama semuanya sudah siap untuk ke pesta.
“Ja Yeon Hyung sudah menghubungiku, kita bisa berangkat sekarang. Ayo!”
Jimin melangkah keluar lebih dulu disusul Nam Joon dan Yoon Gi juga Seo Jin. Lalu Taehyung dan Hye Ni, Jin Hwa dan Euna, dan terakhir ada aku bersama Ho Seok.
Aku berharap semuanya akan berjalan dengan baik malam ini, semoga tidak ada air mata, tidak ada emosi, dan masalah Jimin bisa terselesaikan sesuai dengan harapan kami semua.
“Kau tenang saja, kami semua ada bersamamu, Yoora.” Ho Seok meremas tanganku yang digenggamnya. Aku tersenyum saja padanya.
Dulu, aku sama sekali tidak pernah mengenal yang namanya ‘persahabatan’ mengingat semua orang yang berteman denganku hanya karena aku adalah ‘keponakan pengusaha tambang tersukses se-Amerika’. Aku bahkan pernah menceritkan hal itu pada Taehyung. Dan akhirnya sekarang, aku tahu beginilah rasanya memiliki sahabat. Orang yang akan siap membagi luka, duka, dan bahagia bersamamu. Orang yang siap menghalau terjangan badai untukmu. Orang yang meski tahu sifat terburuk yang kau miliki, tapi masih tetap ada bersamamu. Orang yang serius ketika mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja karena dia siap untuk ada dan mendampingi kita.
Seandainya, Jessica ada di sini, dia pasti akan sangat senang. Keadaannya jauh lebih mengenaskan dibanding aku, kami benar-benar tidak tahu persahabatan itu, sampai aku pindah ke sini dan mendapatkan kesempatan untuk persahabatan, sedang Jessy, kemungkinan besar tidak.

Sepuluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Ho Seok berhenti di pelataran gedung tinggi menjulang yang terkesan mewah dengan cahaya lampu keemasannya. Gedung bergaya Victoria dan sangat klasik, benar-benar design yang mengesankan. Mungkin orang Paris yang merancangnya, sama seperti rancangan rumahku dulu, rumah pamanku lebih tepatnya.
“Bagaimana hubunganmu dengan Kyung Soo, Yoora?”
“Kami berteman baik, Oppa. Kenapa?”
Ho Seok tersenyum kecil. “Kalau saja kau datang bersamanya malam ini, kemungkinan besar tidak akan ada yang menghinamu. Mereka akan melihat jika kau sudah mendapatkan pengganti bocah itu,” jelasnya.
“Kau tenang saja, Oppa. Biarkan mereka semua mengatakan apapun tentang aku, lagipula itu hak mereka untuk mengomentari kita tidak bisa melarangnya.”
Kami berjalan masuk ke dalam gedung hotel ini, banyak wartawan yang memotret, berdiri berjejer di pembatas yang telah disiapkan panitia agar tidak menghalangi jalan para tamu. Begitu melihat kami, suasana berubah drastis, para pemburu berita itu tampak berusaha untuk menerobos pembatas, pihak keamanan akhirnya menahan mereka.
Aku bergidik ngeri, padahal suasana seperti itu sudah biasa kulihat, tapi rasa ngeri itu masih tetap melingkupiku. Rasa-rasanya seperti mereka akan membunuhku beramai-ramai.
“Dimana Ja Yeon Hyung?” tanya Yoon Gi.
“Kita diminta untuk menunggu di sini, mungkin dia masih diperjalanan kemari,” jawab Jimin.
Jantungku berdegup cepat tanpa bisa kucegah, pemikiran tentang aku dan Jung saat ini tengah ada di ruangan yang sama membuat darahku berdesir. Ya Tuhan, kuatkan aku! Kuatkan aku!
 “Maaf membuat kalian menunggu. Ayo, Ayahku mungkin sudah ada di sini sejak tadi. Kita harus mencarinya dan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin. Karena ketika pesta dimulai dia akan sibuk berusaha untuk menjalin kerja sama dan melakukan promosi,” kata Ja Yeon begitu dia tiba di dekat pintu masuk tempat kami menunggunya.
Aku dan Euna mengangguk berjalan mengikuti Ja Yeon bersama Jimin. Sedang yang lainnya akan menikmati pesta malam ini.

Ja Yeon membawa kami ke meja nomor dua puluh lima dan dari sini aku bisa melihat pria paruh baya dengan wajah keras yang terakhir kali bertemu dengannya itu bukanlah sebuah pertemuan dengan ‘pelukan ramah ataupun ucapan sampai jumpa lagi’ melainkan pertengkaran.
“Ayah, ada yang ingin kami bicarakan!”
Sontak Mr Park langsung mengalihkan pandangannya ke sumber suara dan senyuman lebar di wajahnya hilang begitu melihat aku dan Euna juga kedua putranya. Tanpa mengatakan apapun dia berjalan lebih dulu meninggalkan mejanya dan meninggalkan obrolannya bersama sekretarisnya, memberi kode pada kami untuk mengikutinya.
Euna meremas tanganku yang sedari tadi digenggamnya. Dia kakakku, dia harus memiliki pandangan yang lebih baik dariku malam ini. Aku sudah pernah mengatakan sesuatu pada Mr Park yang aku yakini itu sedikit mengena dipikirannya, dan kuharap malam ini Euna bisa membuat dia sadar jika memaksa anaknya itu adalah tindakan yang salah.
Kami tiba di sebuah ruangan yang nampaknya seperti ruang pertemuan. Ruangan ini kosong. Mr Park masih betah berdiri memunggungi kami semua. Dari belakang dia terlihat sangat keras, tapi sosok seorang ayah sampai kapanpun akan tetap menjadi seorang ayah, yang sekalinya terlihat diluar keras bagaikan batu, namun hatinya selembut lelehan karamel.
“Ayah, ada yang ingin kami katakan padamu,” buka Ja Yeon.
Mr Park berdehem mempersilakan kami untuk menyampaikan apapun yang akan kami sampaikan.
Euna akhirnya melepaskan tanganku, maju sedikit lebih dekat kearah Mr Park. “Maaf jika aku lancang padamu, Mr Park. Sebelum berbicara, aku ingin mengenalkan diriku padamu, Aku Goo Euna, aku adalah putri sulung mantan presiden yang aku yakin kau sudah tahu skandal keluarga kami itu. Aku mendengar dari adikku dan juga Jimin jika kau bersikeras ingin menjadikan temanku itu penerusmu. Tapi, seperti yang kau tahu, dia menyukai musik, dunianya adalah musik dan bukan bisnis. Kau memiliki satu orang lagi putra yang menyukai bidang yang sama denganmu. Sebenarnya, setelah mendengar cerita mengapa kau tidak ingin Ja Yeon menjadi penerusmu, aku bisa memakluminya, bahkan kami semua mengerti akan hal itu. Tapi Mr Park, bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua? Kau bisa mencoba untuk percaya pada putra sulungmu dan membiarkan Jimin memilih apa yang dia suka,” jelas Euna dengan suara super bijaknya.
“Kepercayaan itu diibaratkan seperti gelas kaca yang berharga, yang apabila pecah maka sekalipun disambung dia tetap tidak akan utuh lagi, tetap tidak akan terlihat secantik dia sebelum pecah. Ketika seseorang percaya padamu, kau harusnya menjaga kepercayaan itu sebaik mungkin karena mendapatkan kepercayaan dari orang itu sangat sulit. Kau tahu, aku dulu tentunya sangat mempercayai putra sulungku itu, tapi dia menghancurkan kepercayaanku, tidak hanya itu bahkan harapan-harapan yang kugantungkan pada kedua putraku lenyap kemarin malam. Awalnya kukira, aku akan menyaksikan perusahaan yang kubangun ini akan semakin sukses ditangan kedua putraku, tapi kemarin malam, ada seseorang yang membuatku sadar, carakulah yang salah. Aku salah karena aku mendidik mereka terlalu keras. Alasannya sangat sederhana, aku hanya tidak ingin mereka menjadi anak-anak yang cengeng dan lemah. Aku ingin mereka memiliki kepribadian yang kuat. Aku tidak tahu jika apa yang telah kulakukan itu pada akhirnya membuatku kehilangan kedua putraku,” dia berhenti sesaat, menghela napasnya sebelum kembali melanjutkan “pertama aku kehilangan Ja Yeon, setelah mendengar hal-hal yang dikatakan oleh Kim Yoora, aku tiba-tiba saja teringat jika putraku itu pernah memakiku, jika aku bukanlah ayahnya. Mendadak aku merasa bersalah, wanita yang kucintai pergi meninggalkanku dan di rumah itu, tertinggal begitu banyak kenangan buruk. Dulu, istriku selalu menasihatiku jika ada cara lain untuk mendidik anak agar dia menjadi pria yang tangguh, tapi aku sangat keras kepala, tidak pernah mau mendengarkan perkataannya. Sebelum dia meninggalkanku untuk selamanya, aku ingat dia berpesan padaku untuk menjaga Ja Yeon dan Jimin, jangan biarkan mereka pergi! Tapi kemarin malam aku sadar jika aku bahkan sudah kehilangan putra bungsuku karena keegoisanku sendiri.”
Aku melihat sosok keras itu bergetar. Dia mengungkapkan isi hatinya. “Aku tahu kalian akan menemuiku malam ini, karena itu aku tahu ini adalah saat yang tepat untuk menyelesaikan semuanya. Aku ingin meminta maaf. Salahku, kalian pergi meninggalkanku. Aku tidak ingin ibu kalian membenciku di surga sana karena tidak memenuhi keinginan terakhirnya untuk menjaga kalian berdua. Maafkan aku, Aku tidak akan memaksa Jimin untuk meneruskanku lagi. Dia bebas menentukan masa depannya. Sudah kuputuskan juga bahwa Ja Yeon-lah yang akan mengambil alih perusahaan mulai akhir minggu ini.”
Mr Park berbalik setelah menyelesaikan pidato panjangnya, ungkapan perasaannya. Seorang ayah sampai kapanpun akan tetap menjadi seorang ayah. Yang terlihat kuat dari luar namun luar biasa rapuh di dalam. Hanya saja dia tidak pernah mengeluhkannya.
Melihat Mr Park aku jadi ingat ayahku yang kini mendekam dipenjara. Bagaimana kabarnya? Apa dia hidup dengan baik di sana? Apa dia sudah menyadari kesalahannya?
Mr Park membuka tangannya lebar-lebar dan tanpa menunggu apapun, Ja Yeon dan Jimin langsung menubruk tubuh ayah mereka dengan sesegukan bahagia serta wajah penuh senyum.
Aku dan Euna saling memandang sesaat dan kami pun saling merangkul. Aku menghapus setitik air mata yang hampir keluar.
“Kim Yoora dan Kim Euna, kalian adalah gadis-gadis luar biasa yang dimiliki oleh Mr Kim. Suatu saat dia pasti akan menyadari hal itu. Aku minta maaf padamu, Yoora atas perkataanku yang mungkin sudah menyakiti hatimu,” ujar Mr Park.
Aku tersenyum lebar padanya. “Tidak, Mr Park. Anda tidak perlu meminta maaf seperti itu.”
“Terima kasih karena sudah membuat putra-putraku kembali padaku!”
“Kami bahkan tidak melakukan apapun,” balas Euna dengan senyuman yang tak kalah lebar dariku.
Ya Tuhan, terima kasih karena sudah membuat semuanya berjalan dengan mudah. Jimin tidak akan keluar dari Bangtan dan itu benar-benar berita baik. Bukan hanya itu, keluarga Park juga sudah kembali utuh. Mrs Park pasti sangat bahagia menyaksikan ini dari atas sana.[]



KEMBARAN :*

HYE NI

EUNA

OPPARS :*

JIMINNIE :*

JIN HWA






2 komentar:

  1. Huaa~ senangnya Jimin ga jadi keluar. Satu kelar,lalala~ Kuki kapan ketemu sama Yoora?

    BalasHapus
  2. kapanlah kirakiraaaaa hahahah :D

    BalasHapus