WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
EHEM..
ADA SESUATU YG HARUS AKU SAMPEIN NIH YA.. AKU CUTI NGEPOST DULU DARI BESOK SAMPE TGL 18 NANTI KARENA AKU MAU BERANGKAT KELUAR KOTA BUAT URUSAN KULIAH HEHE :) JADI AKU MOHON IZIN YA :) INI BAB YG SEMPET AKU SELESAIN SEBELUM PERGI..
BAB 25
Suasana
di meja bundar ini luar biasa menegangkan. Jung menarik kursi untukku dan aku
duduk di sampingnya. Aku mengenal satu orang di sini selain Jung. Tentu adalah
kakeknya. Sedang dua pria paruh baya dan wanita paruh baya serta gadis muda
yang cantik itu aku belum pernah melihat mereka sama sekali.
Tiba-tiba
perasaanku jadi tidak enak, sebenarnya dalam rangka apa makan malam ini
diadakan. Jika memang ini adalah makan malam formal untuk urusan bisnis, kenapa
Jung harus mengajakku kemari? Dia bisa datang kesini sendiri dan aku lebih
memilih untuk menghabiskan waktu di resort bersama yang lain.
Yang
kulakukan sejak tadi hanyalah menundukan wajahku, merasa tidak pantas ada di
sini. Aku bahkan bisa merasakan tatapan tajam dari kakek Jung. Jantungku
berdebar dengan kencang, seolah-olah memberitahuku untuk segera lari dari sini.
Jung
meremas tanganku, membuatku berhenti memainkan jari-jariku. Aku meliriknya dan
dia menatap ke atas, tapi aku mengerti dia memintaku untuk tenang dan menikmati
acara ini. Setelah menghela napas pelan, akhirnya aku mengangkat kepalaku dan
mataku langsung bertemu dengan mata gadis muda yang duduk di sebrangku.
“Saya
senang sekali. Akhirnya malam ini datang juga, ternyata cucu Anda lebih tampan
dari yang saya lihat di majalah-majalah bisnis selama dua bulan ini. Saya
merasa kagum pada Jungkook karena bisa mengemban tugas dengan baik,” ujar
wanita paruh baya itu dengan senyuman cantik di wajahnya yang sudah mulai
menua.
Kakek
Jung terkekeh pelan. “Saya bahkan merasa sangat beruntung karena memiliki cucu
seperti dia. Dia membuat saya bangga sekali karena kenaikan saham perusahaan
atas kerja kerasnya selama dua bulan ini. Saya juga senang karena dia berhasil
meyakinkan Anda untuk melakukan kerja sama dengan JJ Grup. Kami merasa sangat
tersanjung mengingat jika perusahaan kita ini berbasis di Negara yang berbeda,”
ujar kakek Jung.
Pria
itu terlihat ramah dan sangat baik pada tamunya, sangat berbeda ketika denganku
pagi tadi. Wanita paruh baya itu bukan orang Korea, dia sepertinya keturuan
Eropa asli, sedang pria paruh baya yang duduk disampingnya dan kurasa adalah
suaminya adalah orang Korea menilik dari wajahnya. Pria itu hanya diam dan
tersenyum membiarkan istrinya yang berbicara. Sedang pria paruh baya satu lagi
yang duduk di antara Jung dan kakeknya pastilah ayahnya. Sekilas, Jung memang
mirip dengan ayahnya.
“Tentu
saja, saya tidak mungkin melewatkan kesempatan emas untuk bisa menjalin kerja
sama ini dengan perusahaan kalian. Kita bisa menguasai pasar Asia dan itu akan
sangat menguntungkan bagi perusahaan kami. Jungkook, apa kau sudah menyiapkan
pertemuan kita besok?” tanya wanita itu tiba-tiba mengalihkan tatapannya
menatap Jung.
“Tentu,
Mrs. Saya sudah menyiapkan semuanya.”
“Bagus.
Aku tidak suka ada cacat sekecil apapun dalam meeting nanti karena proyek kerja
sama kita ini dipastikan akan menjadi kerja sama paling besar abad ini. Jadi,
jangan kecewakan aku,” desis wanita itu.
Senyuman
di wajah cantiknya itu terasa menyeramkan. Aku bergidik ngeri, kurasa wanita
ini adalah tipekal wanita yang berbahaya.
“Sebaiknya,
kita mulai menyantap makanannya saja, nanti mengenai kerja sama kita itu akan
kita bicarakan besok.” Senyum tegas kakek Jung membuat wanita itu mengalihkan
perhatiannya dari Jung dan membalas dengan senyuman tipis.
“Well, saya dan suami saya sudah
mempertimbangkan mengenai perjodohan Nara dan Jungkook, kami sudah memutuskan
untuk menyetujuinya. Alangkah baiknya jika hubungan bisnis kita ini dipererat
lagi menjadi hubungan keluarga. Saya akan segera menentukan tanggal pertunangan
mereka berdua. Bagaimana menurutmu, Mr?”
Tubuhku
kaku begitu mendengar pernyataan wanita eropa ini. Tanganku yang tadinya sibuk
dengan pisau dan garpu terdiam mematung. Diriku sendiri mencoba memastikan jika
aku tidak salah mendengar ucapannya.
Kakek
Jung berdehem. “Tentu, saya senang karena Anda telah menerima usul itu. Ayah
Jungkook sengaja kembali ke Korea untuk mempersiapkan pesta pertunangan
putranya. Ibunya akan menyusul nanti, saya sudah memberitahunya dan dia sangat
bahagia mendengar berita itu. Ibunya akan mengambil cuti sampai pesta
pertunangan Jungkook dan Nara serta pernikahannya selesai,” jelas kakek Jung.
Tanganku
terjatuh ke atas meja begitu saja, bahkan memegang pisau dan garpu inipun sudah
tidak kuat lagi. Tenagaku lenyap entah kemana. Mataku kembali bertatap dengan
mata gadis di hadapanku ini. Dia memasang wajah bahagia, dia tersenyum dengan
lebar mendengar penjelasan kakek Jung.
Hatiku,
ada sesuatu yang tajam menembus hatiku melihat rona bahagia yang terpancar di
wajahnya. Sekali lagi, aku memperhatikannya baik-baik dan aku menemukan
kesimpulan penting.
Gadis
ini sangat cantik, wajahnya seperti boneka, kulitnya putih, dia juga putri dari
keluarga sosialita yang pasti sangat disegani di Eropa, dia selevel dengan
Jung. Dia pantas bersanding dengan Jung.
Tubuhku
gemetar, saat aku memutuskan untuk berdiri dari kursiku. “Maaf saya rasa saya
harus pergi sekarang, maaf karena telah lancang memotong pembicaraan kalian,”
ujarku dengan suara bergetar.
Setelah
membungkuk, aku berbalik, melimbai pergi meninggalkan ruangan pengap dan terasa
menyesakkan untukku itu. Aku berusaha berjalan sebaik mungkin dengan
kaki-kakiku yang gemetar. Tidak bisa, aku tidak bisa berada di sana lebih lama
lagi. Mereka tidak akan kubiarkan melihatku hancur. Aku tidak akan pernah
menangis dihadapan siapapun, termasuk mereka.
Aku
meraih ponselku di dalam tas tangan kecil ini dan menghubungi Jimin. Kalau
perlu malam ini aku akan pulang ke Seoul.
Hatiku
berdenyut kembali saat mengingat kenyataan telak yang membuat tekadku untuk
mempertahankan hubungan ini hilang begitu saja. Ya Tuhan! Gadis itu memang
pantas bersama dengan Jeon Jungkook! Aku mungkin hanyalah bebek jelek dan tidak
akan pernah bisa menyaingi angsa cantik jelita seperti gadis bernama Nara itu.
“Yoora..”
“Oppa, jemput aku di jalan dekat hotel
Jung. Aku menunggumu di sini,” lirihku dengan suara bergetar.
“Oke, aku akan menjemputmu di sana,
tunggu aku!”
Sambungan
terputus bersamaan dengan air mataku yang jatuh begitu saja. Aku menyembunyikan
tubuhku di balik kegelapan di belakang pohon besar saat melihat Jung keluar
dengan napas terengah dari dalam hotel. Aku membekap mulutku agar dia tidak
bisa mendengarku.
Pria
itu terlihat frustasi, marah, dan kesal. Jung mengacak rambutnya dan aku
melihat air mata yang mengalir ke pipinya. Hingga dia berteriak marah. Maafkan aku, Jung, kurasa aku tidak bisa
bertahan lagi. Kita tidak diizinkan untuk bersama. Kita tidak akan bisa
bersatu, Jung. Maafkan aku.
Tubuhku
merosot begitu saja, terduduk, menyandar pada pohon besar ini. Aku menekan
tanganku agar suaraku tidak terdengar olehnya. Ketika aku melirik sekali lagi
Jung sudah menghilang kembali masuk ke hotelnya.
Aku
keluar dari tempat persembunyianku saat melihat mobil Jimin sudah sampai, aku
berlari kecil dan berhasil masuk ke mobil dengan selamat. Jimin tidak bertanya
apapun padaku dan dia melajukan mobilnya segera setelah aku selesai memasang safetybelt-ku.
Kami
tiba di resort tujuh menit kemudian. Aku berlari masuk ke dalam kamarku,
melemparkan tubuhku ke atas tempat tidur setelah mengunci pintunya, memastikan
jika tidak akan ada yang akan masuk ke kamarku.
Tangis
yang sedari tadi kutahan pecah juga. Aku menenggelamkan wajahku ke bantal,
tubuhku berguncang hebat. Sejak pindah ke mari, duniaku menjadi jungkir balik.
Aku kehilangan segalanya. Kebahagiaanku, kedudukanku, statusku, dan
kebanggaanku. Semuanya sudah direnggut dengan paksa dariku. Sekarang yang
tersisa hanyalah diriku dan hatiku yang sudah hancur berserakan, duniaku
diporak-porandakan oleh perasaan sentimentil yang belum pernah menyapaku
sebelum ini. Dengan mantan-mantan kekasihku dulu, aku tidak pernah menangis
sampai meraung seperti ini. Aku selalu memiliki kontrol pada diriku sendiri,
tapi sekarang semua kontrol yang kumiliki lenyap entah kemana.
Ya
Tuhan, apa yang harus kulakukan! Aku mencoba untuk bisa bertahan, tapi keadaan
menekanku untuk lari. Bagaimana aku bisa bertahan dikeadaan seperti ini? Jung
akan bertunangan dengan seseorang yang pantas bersama dengannya. Kakeknya sudah
memilihkan seorang gadis dari kasta yang sama dengannya. Sedang aku. Aku adalah
anak haram dari mantan orang nomor satu di Korea Selatan. Sekali lagi, aku
adalah anak haram! Tentu saja, kakek Jung tidak akan pernah menyukaiku karena
statusku yang memalukan itu.
Apalagi
jika dia tahu kalau ibuku pernah bekerja sebagai seorang pelacur sebelum
mengandungku, entah apa yang akan terjadi padaku, aku tidak bisa
membayangkannya. Sekarang, aku jadi benar-benar membenci kelahiranku ke dunia
ini. Aku lebih memilih untuk tidak pernah dilahirkan jika harus seperti ini
akhirnya.
Tangisku
terhenti saat tanganku menyentuh sesuatu yang ada di balik bantalku. Meraihnya
dan aku baru ingat jika ini adalah surat yang diberikan oleh supirku sebelum aku
berangkat kemari. Aku menghapus air mataku dan membuka amplop merah muda ini.
Menemukan selembar kertas papyrus
yang cantik di dalamnya. Aku membuka lipatan kertas papyrus ini dan menemukan tulisan tangan disana.
Tangisku
muncul lagi saat membaca apa yang ditulis oleh Jung di sini. Dia bilang
semuanya akan membaik, dia mencintaiku dan dia sangat merindukanku. Tidak,
Jung, tidak ada yang baik diantara kita saat ini. Tidak ada harapan untuk kita
lagi, semua masalah yang mengelilingi kita adalah tanda jika kita tidak
diizinkan untuk bersama. Sekarang aku mengerti semuanya. Aku tidak bisa
memaksakan keinginanku agar dia tetap disampingku padahal kenyataannya sebentar
lagi dia akan segera menjadi milik orang lain.
Tanganku
mendekap papyrus ini ke dadaku, menekuk
lututku. Meringkuk layaknya janin yang rapuh. Perlahan mataku mengabur dan
tetes demi tetes air mata kembali membanjiri wajahku. Aku tidak tahu jika kata
cinta yang begitu mudah diucapkan dan terlihat begitu sederhana bisa menjadi
begitu menyakitkan seperti ini, bisa menghancurkanku seperti ini.
Aku
mengabaikan ketukan-ketukan dan teriakan dari luar kamarku. Aku tidak ingin
bertemu siapapun. Aku tidak ingin melihat siapapun. Aku tidak ingin keluar dari
sini. Aku ingin menyembunyikan diriku atau mungkin lebih baik jika aku lenyap
selamanya agar tidak menanggung sakit seperti ini.
Waktu
menyenangkan bersama Jung begitu singkat, kami baru saja menyelesaikan
kesalahpahaman diantara kami pagi menjelang siang tadi dan sekarang aku sudah
lari meninggalkannya. Aku tidak ingin meninggalkannya karena itu juga
menyiksaku. Meninggalkannya atau menyakitinya adalah hal terakhir yang akan
kulakukan.
“Yoora!
Yoora, buka pintu sialan ini sekarang juga! Atau aku akan mendobraknya!
Yoora!!”
Aku
semakin meringkuk di atas tempat tidurku mendengar teriakan Jung di luar sana.
Untuk apa dia menyusulku kesini. Aku benar-benar ingin sendiri. Aku butuh waktu
untuk mewaraskan pikiranku.
“Baik,
jika kau tetap keras kepala seperti ini! Aku akan masuk kesana bagaimanapun
caranya, Yoora.”
Tubuhku
bergidik ngeri, suaranya penuh dengan emosi. Aku bangkit dari tempat tidurku,
membuka jendala kaca yang ada di kamarku, melangkah keluar dari sana. Ketika
aku akan menutup jendelanya, pintu kamarku terbuka dengan suara bedebung keras. Jung serta yang lainnya
masuk ke kamarku. Matanya nyalang menatap ke semua arah dan menemukanku di
luar. Ada lantai kecil di luar jendela ini dan aku akan mengalami patah tulang
jika aku terjun ke bawah sana.
“Yoora,” ucap semua orang.
“Jangan
mendekat! Pergi dari kamarku atau aku akan melompat!” ancamku.
Sudah
kubilang aku butuh untuk mewaraskan pikiranku. Aku tidak bisa bertemu dengan
siapapun sekarang. Aku bahkan tidak bisa membayangkan betapa kacaunya diriku
saat ini.
“Yoora,
jangan bodoh! Aku tidak ingin terjadi apa-apa denganmu. Dengarkan aku, Yoora.
Aku tidak akan meninggalkanmu. Kita akan melewati ini bersama-sama. Tolong,
jangan tinggalkan aku! Aku mencintaimu.”
Mata
Jung mengunciku, membuatku tidak dapat berkutik lagi sampai akhirnya dia
berhasil membuka jendelanya dan menarikku kembali masuk ke dalam. Tubuhku
lunglai dalam pelukannya.
“Jangan
tinggalkan aku, Yoora. Jika tidak ada kau disampingku, mana bisa aku melewati
semuanya. Aku tidak akan sanggup,” lirihnya.
Yang
terakhir kuingat adalah wajah sendu semua orang. Euna, Jin Hwa, Jimin, Ho Seok,
Nam Joon, Seo Jin, Taehyung, dan Hye Ni sebelum akhirnya kegelapan
melingkupiku.[]
HIS TEARS :(
HAN NARA :)
KEMBARAN YG LAGI DROP BANGET :(
KENAPA? KENAPA? KENAPA AKU JADI BAPER? Plis, ini masalah kapan kelarnya?
BalasHapusheheheh gomawoooo :*
Hapus