Senin, 03 Agustus 2015

INTO HIS WORLD BAB 22

WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!

BAB SELANJUTNYA BAKALAN DIPOST TANGGAL 7 YAAA :) 



BAB 22



Pagi pertama di Jeju, aku menemukan diriku berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan semua isi perutku di wetafel. Setelah kejadian menjijikan itu, kepalaku didera rasa sakit yang membuatku meringis. Ya ampun, apa yang membuatku mendapatkan pagi buruk ini? Ah iya, aku baru ingat, semalam aku meminum lima gelas red wine. Luar biasa, aku bisa dikategorikan hebat untuk pemula karena biasanya seseorang yang tidak pernah minum akan mulai mengalami pusing di gelas kedua dan aku baru mengalami pusing di gelas ketiga lalu menambah dua gelas lagi dan aku kehilangan kesadaranku. Rasanya cukup menyenangkan karena ketika aku mabuk aku seperti merasa mendapat semua keberanianku. Aku tentunya ingat jika semalam, Jung menemui kami di tempat parkir.
Aku ingat dia menatap lekat padaku dengan tatapan dinginnya. Semua rasa sayang dan cinta yang kulihat di matanya sudah lenyap. Aku sudah bersiap untuk semua kemungkinan termasuk yang satu itu, jika dia tidak mencintaiku lagi. Aku sudah siap untuk menerima kenyataan itu. Tapi meskipun begitu aku tetap merasakan ada sesuatu yang menembus hatiku, rasanya perih. Untunglah aku mabuk jadi aku tidak terlalu merasakan sakitnya semalam, hanya saja pagi ini, rasa sakitnya malah mengampiriku bertubi-tubi.
Memegangi kepalaku, kembali menghampiri tempat tidur dan menjatuhkan tubuhku di sana. Menatapi langit-langit kamar ini. Bayangan tatapan matanya ketika menatapku masih berputar-putar di kepalaku, lalu tatapan sedih sekilas yang kutangkap sebelum Jimin melajukan mobilnya.
Haruskah aku mengakuinya? Aku tidak ingin mengakui hal itu bahwa sebenarnya aku sangat merindukan dia, bahwa sebenarnya aku ingin mendengar semua penjelasannya, bahwa sekalipun aku berusaha setengah mati unuk melupakannya dan mengatakan pada semua orang jika aku sudah merelakan dia pergi tetap saja jauh di dalam hatiku aku masih tetap mencintainya, masih tetap berharap jika dia akan kembali padaku. Bodoh!
Aku sudah menegaskan pada diriku sendiri, tapi hal itu seolah percuma, hatiku selalu membawaku kembali pada kenyataan jika aku memang menyayangi dia dan aku merindukannya.
Aku meraih ponselku begitu merasakan getarannya dan melihat ada pesan singkat dari Kyung Soo.
Selamat pagi, Nona pemalas. Apa kabarmu hari ini? p.s. aku merindukanmu :p
Mau tidak mau aku akhirnya nyengir juga membaca pesannya. Dengan cepat tanganku bergerak mengetik balasan untuknya.
Pagi, Tuan sok rajin. Aku baik-baik saja di sini, hanya mengalami sedikit pusing karena semalam aku menghabiskan lima gelas alkohol. p.s. aku tidak merindukanmu, tapi bohong :p dan bagaimana kabarmu? Apa Seoul masih tetap sama?
Tak berapa lama, Kyung Soo kembali membalas pesanku.
Aku sedikit demam karena tidak bisa bertemu denganmu hingga akhir minggu ini :’) wah aku tidak tahu kalau Kim Yoora sekarang sudah berani mencicipi alkohol. Jadi semalam kau mabuk? Apa kau muntah pagi ini? Aku tahu kau juga merindukanku :D dan kau tenang saja, aku menjaga Seoul dengan baik di sini selama kau tidak ada..
Aku tertawa makin lebar membaca balasannya. Lalu kembali mengetik sesuatu di layar ponselku.
Apa yang bisa kulakukan untuk menyembuhkan demammu, Oppa? Oh jangan meledekku! Aku sudah tujuh belas kau harus mengingatnya, Oppa. Aku sudah bukan anak kecil lagi. Iya, aku mabuk, dan aku baru saja muntah sebelum kau mengirimiku pesan dan membuatku merasa lebih baik. Terima kasih :) ya, bisa dibilang aku juga rindu padamu. Aku senang kalau begitu. Tetap jaga Seoul untukku ya, Oppa :)
Beberapa detik kemudian. “Mudah saja, kau bisa kirimkan voice note padaku dan katakan seperti ini ‘cepat sembuh, Oppa. Aku merindukanmu’ dan bim sala bim aku pastikan aku akan langsung sembuh. Aku tidak akan berani meledekmu, Ms A me ri ka :p kalau begitu minumlah tea herbal dan kau pasti akan merasa lebih baik. Tentu, aku akan menjaga Seoul dengan baik hanya untukmu :D oya, cepatlah bangun dari tempat tidurmu, aku harus kembali bekerja. Semoga harimu indah dan sampai bertemu akhir minggu ini p.s. aku memiliki kejutan untukmu :p
 Aku tersenyum lebar membaca pesannya dan memutuskan untuk mengirim voice note sesuai permintaannya. Lalu kembali mengetik sesuatu.
Siap, Kapten. Aku bangun sekarang. Selamat bekerja, semoga harimu menyenangkan, dan sampai bertemu akhir minggu ini p.s. aku tidak sabar menunggu untuk kejutanku :D
Meletakkan ponselku sembarangan di atas tempat tidur, aku memutuskan untuk mandi dan turun ke bawah untuk melihat apakah penghuni resort ini sudah bangun atau belum.
Setelah menyelesaikan rutinitas pagiku, aku turun ke lantai bawah dan tidak mendapati siapapun di sana. Mungkin mereka masih menikmati acara tidur mereka lagipula ini masih jam enam.
Aku pergi ke dapur dan melihat jika pelayan-pelayan resort tengah sibuk menyiapkan sarapan. Begitu melihatku di dapur, pelayan-pelayan itu membungkuk hormat padaku.
“Apa menu sarapan pagi ini?” tanyaku.
“Salad, salmon, sup, dan seafood,” jawab juru masaknya.
Aku mengangguk padanya. “Ah buatkan tea herbal untuk kami semua. Jangan ada jenis minuman lain selain tea herbal dan air mineral,” titahku. Begitu melihat anggukan mereka, aku melenggang meninggalkan dapur besar itu.
Bosan sekali! Semua orang tetap masih terlelap, kurasa aku bisa menikmati angin pagi pantai, pasti akan menyenangkan.

Aku melepas flatshoes-ku dan membiarkan pasir pantai yang lembut menyentuh kakiku. Ombaknya tenang, menyapu pesisir pantai. Anginnya segar, ini adalah relaksasi ala Kim Yoora.
“Aku pernah mengatakannya padamu, jika dia buta caranya mengejar, Yoora. Maka jangan pernah lari darinya.” Suara Taehyung mengejutkanku.
Pria itu berdiri satu meter di belakangku, menatap kearah depan. Aku ingat dia pernah mengatakan hal itu dulu.
Aku harus apa sekarang, apa aku harus mengemis dihadapannya? Apa aku harus bersujud agar dia kembali padaku? Aku ini seorang wanita yang tidak mungkin memulai duluan. Baik, boleh saja memulai duluan, tapi untuk memohon? Meraung dihadapannya?
Semua orang akan berpikir jika aku adalah gadis paling menyedihkan di dunia ini yang mau-mau saja memohon dan mengemis cinta seperti tidak ada pria lain lagi yang bernapas di muka bumi ini.
“Kau sudah bangun, Oppa? Bagaimana tidurmu semalam?” tanyaku basa-basi.
“Aku tidak akan ada di sini jika aku belum bangun. Cukup nyenyak setelah berhasil mengurus Hye Ni,” jawabnya.
Aku terkekeh saat bayangan Hye Ni mabuk semalam kembali melintas di kepalaku. Dia meracau tentang banyak hal dan sungguh gadis manis, cerewet, dan bersinar seperti kata Taehyung itu telah kehilangan semua akal sehatnya sehingga aku seperti tidak mengenalnya semalam.
“Beruntungnya dia, ada kau yang mau mengurusnya, Oppa. Sedang aku, aku mengurus diriku sendiri, tapi kau tidak perlu khawatir aku sudah terbiasa sendiri.” Aku nyengir padanya.
“Sulit dipercaya, selama dua bulan ini ketika dia berada jauh darimu, apa kau pernah berpikir jika kau merindukannya dan berharap dapat kembali bertemu dengannya?”
Membiarkan hembusan angin pagi ini menemani kami sesaat. Aku berpikir, pernahkan seperti itu? Yang selama ini kupikirkan adalah jika dia sudah melupakanku. Tapi apa yang hatiku katakan?
Ya, aku merindukannya, sangat merindukannya sampai-sampai aku tidak bisa mengungkapkannya lagi. Ya, aku berharap dia pulang dan menjelaskan semuanya, atau mungkin mengatakan padaku jika dia juga merindukanku dan masih mencintaiku. Aku berharap dia meminta maaf karena sudah tidak menghubungiku lagi sejak dia pergi dan menjelaskan alasannya padaku, agar aku mengerti.
Yang hatiku katakan adalah aku sangat mencintainya hingga aku terlihat bodoh. Jung, apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?
“Entahlah, Oppa. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi. Aku tidak tahu apa aku berharap dia kembali atau tidak. Aku tidak tahu. Yang jelas, aku memang merindukannya, sampai terasa menyakitkan,” lirihku.
Aku merasakannya saat Taehyung berjalan mendekatiku. “Aku tidak menyangka jika dia akan menemui kita di tempat parkir. Kupikir dia sudah melupakan semuanya. Kami semua terkejut sama sepertimu, tapi ketika mengingat dirimu, kami semua tahu jika hatimu pasti sedang sangat sakit sekarang.”
“Apa benar dia sudah melupakanku, Oppa? Apa benar jika hubungan ini tidak berarti lagi untuknya? Apa benar jika aku tidak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki keadaan? Aku merindukannya, Oppa.”
Tubuhku lemas, lututku menghantam pasir pantai. Air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya mengalir juga.
“Kenapa jadi seperti ini, Oppa? Kenapa dia pergi? Kenapa dia tidak menghubungiku sama sekali? Apa aku memang tidak penting baginya? Kenapa dia muncul lagi saat aku nyaris berhasil menyempurnakan dinding pengokoh hatiku? Aku benci dia, Oppa. Aku benci dia. Sebelum ini, aku tidak pernah menangisi seorang pria sampai berbulan-bulan. Aku selalu bisa mengendalikan diriku sendiri, tapi kenapa pria seperti dia bisa  membuatku jadi tidak mengenal diriku sendiri?”
“Itu sederhana, Yoora. Sangat sederhana. Karena kau mencintainya. Karena kau sangat mencintainya sampai terasa sakit,” ujar Taehyung.
Taehyung menariku berdiri dan membawaku dalam pelukannya. “Jangan lari darinya, Yoora. Dia buta caranya mengejar, kau harus selalu ingat ucapanku itu. Cinta kalian, kau harus memperjuangkan cinta kalian, jika kalian berdua mempertahankan keegoisan maka hubungan ini akan selesai. Aku tidak ingin itu terjadi. Yakinilah, jika dia masih menyimpan perasaannya padamu. Jika dia juga merindukanmu. Jika dia juga mencintaimu sebesar kau mencintainya dan dia juga mengalami rasa sakit yang sama denganmu. Temukan keyakinanmu, Yoora. Berjuanglah untuk kalian berdua. Kami semua akan mendukungmu. Kalian berdua adalah sahabat kami dan kami menyayangi kalian berdua. Jangan kehilangan kepercayaanmu, Yoora. Berjuanglah, dapatkan dia kembali. Karena aku yakin, kalian berdua sudah ditakdirkan untuk bersama.”
Aku mendengarkan semua perkataan yang keluar dari mulut Taehyung, menangkap semuanya dengan baik dan mengingatnya di kepalaku. Siapapun tidak akan percaya, jika seorang Taehyung yang selama ini selalu bersikap aneh dan konyol bisa menasihatiku seperti itu.
Akhirnya, aku diam saja, menikmati pelukan seorang kakak dari Taehyung. Beruntungnya, Hye Ni mendapatkan pria ini untuk menjadi teman hidupnya. Selain dia akan awet muda karena kekonyolan Taehyung, dia juga mendapatkan sisi mengayomi yang sangat baik dari Taehyung.
“Kita harus kembali ke dalam. Sarapan sudah menunggu, nanti malam kita akan mengadakan pesta di pantai ini, jadi kita harus melakukan banyak persiapan.”
Kami melepas pelukan kakak-adik itu. Aku tersenyum lebar padanya. “Jangan ada alkohol, Oppa. Aku bisa muntah lagi dan rasanya sangat tidak enak saat cairan itu keluar dari mulutmu,” ujarku.
Dia terkekeh. “Kau itu masih pemula. Tentu, tidak ada alkohol. Malam ini, kita akan bersenang-senang.”
Kami melangkah bersama-sama kembali menuju resort Jin Hwa.  
Para pelayan resort sudah menata semuanya di meja makan begitu aku dan Taehyung tiba di ruang makan. Yang lain sudah duduk di kursinya masing-masing.
“Dari mana saja kalian?” tanya Yoon  Gi.
“Kami habis dari pantai, cuacanya sedang sangat bagus hari ini, Oppa,” jawabku.
“Tentu, untuk itu malam ini adalah waktu yang sangat tepat jika kita mengadakan pesta di pantai. Dengan api unggun, daging panggang, musik, dan debur ombak,” seru Euna dengan semangat.
“Kita akan mengadakan beach party!” balas Hye Ni tak kalah bersemangat. Euna dan Hye Ni saling melempar senyum aneh. Dasar cewek-cewek aneh!
“Menurutku, pesta nanti malam itu hanyalah pesta pinggir pantai biasa. Kalian tahu, di Amerika apalagi di Miami, yang namanya beach party itu seperti ini, apa ya, eh katakanlah seperti club kecil yang letaknya dipinggir pantai. Tidak ada api unggun, tidak ada daging panggang. Yang ada adalah alkohol, cewek-cewek dengan bikini super seksi, cowok-cowok hot yang shirtless, musik disko, dansa liar, mabuk, seks bebas tanpa kenal tempat. Jadi, yang akan kita adakan nanti malam itu sama sekali bukan beach party. Anggaplah itu pesta ala-ala Bangtan Boys,” jelasku.
Nam Joon terkikik. “Benar sekali, yang nanti malam itu sangat tidak cocok disebut beach party. Aku setuju dengan Yoora. Pesta dipinggir pantai ala-ala Bangtan Boys.”
Sarapan berlangsung seperti biasa, penuh dengan tawa dan lelucon, Taehyung tidak ada habisnya meledek Hye Ni yang katanya seperti gadis gila semalam, Hye Ni pasti malu bukan main. Aku tidak tahan untuk tidak ikut tertawa dengan mereka.
“Yang lebih mengejutkan lagi adalah gadis yang selama ini terlihat sangat baik di hadapan kita semua ternyata bisa mabuk dan ekspresi mabuknya semalam benar-benar luar biasa. Ah harusnya aku merekamnya semalam,” celetuk Jimin tiba-tiba dan melirik padaku.
Serentak semua orang tertawa dan wajahku memerah begitu saja. Apa-apaan itu!
“Jangan meledekku, Oppa.” Aku menyikut pinggang Jimin karena memang dia duduk di sampingku.
Jimin meringis. “Aku lupa jika Yoora memiliki tenaga pria, sikutannya bisa membuat pinggangku nyeri.” Yang lain terkekeh mendengarnya.
“Hati-hati, Hyung. Kalau kau bertindak lebih jauh lagi kau akan mendapatkan tendangan di wajahmu itu,” celetuk Jin Hwa yang kembali mengundang tawa.
Aku mengendus kesal. “Tertawalah sesuka kalian!”


Seharian ini, yang dilakukan para pria adalah belanja dan menyiapkan tempat di pantai untuk pesta kami malam ini, untunglah Jin Hwa bisa mengatur agar tidak ada siapapun yang mengunjungi pantai nanti malam, jadi pesta kami itu akan benar-benar privat.
Bayangkan saja jika ada orang lain yang datang mengunjungi pantai bisa-bisa bukannya berpesta para pria itu akan sibuk meladeni permintaan tanda tangan dan foto bareng. Merekakan cowok-cowok hits Korea!
Yang dilakukan para gadis hanyalah duduk bersantai, menggonta-ganti canel tv, membersihkan kuku. Kami hanya akan bekerja ketika semua sudah siap, maksudku adalah kami hanya akan memasak daging panggangnya. Katanya, mereka juga ingin memakan sate ikan, jadi mau tidak mau kami juga akan memasak sate ikan. Euna dan Hye Ni akan mengurus urusan sate ikan itu karena aku belum pernah membuatnya, itu makanan khas Korea. Kata mereka rasanya enak. Bagian memanggang daging akan kutangani sendiri.
Setelah tiga bulan lebih mengenal pria-pria itu akhirnya aku tahu jika mereka adalah penggemar daging sejati. Biasanya, Seo Jin adalah orang yang menjadi chef mereka, yang memasak untuk sarapan, makan siang dan makan malam atau terkadang juga manajer mereka akan datang mengunjungi mereka dan mengantarkan makanan.
Kalau mereka makan daging terus dan malas berolahraga bisa-bisa mereka memiliki timbunan lemak di tubuh mereka nanti.
“Yoora, lihat ini. Cepat kemari!” Hye Ni berteriak padaku. Akhirnya dengan malas aku bangkit dari sofa nyaman di ruang tengah menghampirinya yang sedang menatap serius kearah layar datar di hadapannya itu.
Tubuhku mematung saat melihat wajah seseorang yang tengah di close up oleh si pemegang kamera sialan. Haruskah dia mengclose up wajah Jung sampai seperti itu.
“Apa yang mereka katakan?” tanyaku dan akhirnya memutuskan untuk menjatuhkan tubuhku di sampingnya setelah berhasil menemukan kembali kesadaranku.
“Kau tidak akan percaya, Yoora. Mereka sedang membahas tentang dirimu.  Nah lihat itu. Itu kita di tempat parkir semalam,” seru Hye Ni lagi.
“Ada apa? Kenapa kau heboh sekali?” Euna ikut duduk di sampingku. Jadi aku diapit oleh mereka berdua.
“Sekarang, adikmu ini kembali jadi bahan pemberitaan media. Entah bagaimana bisa foto-foto ketika kita di tempat parkir semalam tersebar luas, Kookie sedang di wawancarai, lihatlah!”
Aku diam saja, mendengar Hye Ni menjelaskan sambil memandang ke layar datar super besar di hadapan kami ini.
Wajah Jung datar seperti biasa, dia tidak menjawab apa-apa saja yang ditanyakan oleh wartawan-wartawan itu padanya. Pengawal-pengawalnya membantunya hingga dia mencapai mobil dan mobil itu pergi meninggalkan hotelnya.
“Setelah lama tidak mendengar kabar mengenai hubungan cucu tunggal Jeon Hwa Yo dengan putri bungsu mantan presiden, Kim Song Joo. Akhirnya semalam, salah seorang pelayan di hotel memotret kejadian yang terjadi di tempat parkir dimana Jeon Jungkook terlihat menemui teman-temannya dan juga gadis yang selama ini diketahui menjadi kekasihnya. Tapi yang aneh adalah gadis itu malah dirangkul oleh putra bungsu keluarga Park, Jimin yang juga teman satu grup Jungkook ketika masih menggeluti dunia artis. Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Jungkook juga tidak mau berbicara mengenai hal itu. Kita akan tunggu kejelesan dari mereka…”
Aku mengerang kesal. Mereka membuat berita murahan seperti itu dan memposisikanku seolah-olah aku ini adalah gadis penjilat yang menempel sana-sini. Reporten sialan!
“Gila, beritanya cepat sekali tersebar. Kau ada di hot topik hari ini bersama Jungkook, Yoora. Luar biasa! Berharaplah, Kyung Soo Oppa tidak menonton berita ini dan teman-teman satu grupnya juga,” ujar Hye Ni kagum.
Aku tersentak begitu mendengar nama Kyung Soo. Ya Tuhan, semoga dia tidak menonton berita tadi. Kurasa dia tidak mungkin menonton acara gossip seperti tadi. Diakan sedang sibuk bersama teman-teman satu grupnya untuk mempersiapkan konser mereka akhir minggu depan.
“Tidak, jangan sampai dia melihatnya! Kuharap dia dan teman-temannya tidak ada yang melihat, lagipula mereka sedang sibuk untuk mempersiapkan konser mereka akhir minggu depan,” ujarku.
“Kau bahkan sudah menghapal jadwal manggung mereka dengan baik, Yoora. Pilihlah! Jungkook atau Kyung Soo.” Euna menatapku serius.
Aku mengangkat bahuku tak acuh dan dia memutar bola matanya. Mana bisa aku memilih, tidak, bukan seperti itu, aku tentunya memilih Jung, lebih tepatnya hatiku memilih Jung dan dia akan selalu memilih Jung. Tapi pikiranku, dia selalu menyarankanku untuk menerima Kyung Soo lebih dari sekedar sahabat dan melupakan Jung. Bagaimana bisa hati dan pikiranku tidak sejalan seperti itu?

Hari mulai gelap, semua persiapan untuk pesta sudah hampir selesai, pria-pria itu tengah membuat api unggun dan menyiapkan panggangan.
Hye Ni dan Euna tengah sibuk membuat sate ikannya sedang aku masih menunggu panggangannya siap. Sate ikan itu ternyata digoreng bukannya di panggang. Daging-daging ikan yang sudah dipotong-potong lalu ditusuk dengan tusukan sate, dilumuri tepung, dimasukkan ke dalam kuah kaldu yang terbuat dari lobak, rumput laut, merica, bawang merah, bubuk kaldu rasa sapi dan setelah itu dimasukkan kepenggorengan dengan minyak yang sudah sangat panas agar nanti hasilnya bagus. Kaldunya bisa dijadikan sejenis saus.
“Yoora, apa kau ingin berangkat bersamaku dan Jin Hwa saat melihat pengumuman kita minggu depan?”
Aku mengalihkan perhatianku dari Nam Joon dan Ho Seok yang sedang sibuk mengatur panggangannya pada Euna.
“Tidak, seseorang sudah berjanji akan menemaniku.” Aku tersenyum penuh padanya.
Hye Ni menatap bingung. “Siapa? Kyung Soo Oppa ya?”
 Aku menggeleng pelan. “Bukan. Sehun Oppa, dia yang akan mengantarku melihat pengumuman dan mempersilakanku untuk memeluknya saat pengumumannya keluar,” jelasku sambil terkikik.
“Apa? Kau akan ditemani Sehun?”
Aku melihat Ho Seok yang mendadak berhenti melakukan pekerjaannya, menatapku dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Aku mengangguk sebagai respon.
“Tidak, kau tidak boleh pergi dengan Sehun, akan lebih baik jika kau pergi dengan Euna dan Jin Hwa,” desis Ho Seok pelan. Dia seperti sedang menahan sesuatu. Aku tidak pernah melihatnya seperti itu, selama mengenal mereka yang aku ketahui Ho Seok itu sosok yang ceria.
“Tapi, Oppa, kenapa? Kami hanya akan pergi untuk melihat pengumuman, bukannya berkencan jika itu yang kau khawatirkan,” balasku.
“Aku tidak mau tahu, Yoora. Jika kau menganggapku sahabatmu dan kau menghargai hubungan persahabatan kita selama ini, maka kau harus mendengarkanku, tapi itu terserah padamu, lagipula aku tidak berhak melarangmu untuk melakukan apapun.” Pria itu pergi begitu saja setelah dia menyelesaikan sederetan kalimat datarnya.
Menatapnya bingung, aku terdiam ditempatku. Aku juga merasa semua orang terdiam sama sepertiku, terkejut atas apa yang baru saja terjadi. Sungguh aku, tidak pernah melihat Ho Seok seperti itu sebelumnya.
“Kalian harus memberitahuku apa yang sudah terjadi pada Ho Seok Oppa!” ucapku. Aku menatap tajam satu demi satu dari mereka semua.
Nam Joon, Yoon Gi, Seo Jin, Jimin, dan Taehyung terlihat salah tingkah. Tentu saja, mereka pasti tahu sesuatu yang dapat membuatku mengerti ada apa sebenarnya.
Jangan bilang ini masalah keluarga lagi. Aku benar-benar lelah dengan masalah keluarga karena keluargaku sendiri keadaannya luar biasa kacau, lalu aku dengan sok-nya malah mencoba untuk menyelesaikan masalah keluarga orang lain meski itu berhasil.
“Kita akan bicarakan itu nanti, lebih baik kita fokus untuk pestanya dulu, biar aku yang bicara padanya,” ujar Jimin. Pria itu berlari mengikuti Ho Seok yang sudah menghilang.
Beberapa menit kemudian, Nam Joon dan Yoon Gi berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka. Seo Jin dan Taehyung juga berhasil menyalakan api unggunnya. Udara malam ini akan sangat dingin. Api unggun akan membantu kami agar tidak terserang flu.
“Wah, akhirnya semuanya sudah siap, minuman sudah ditata, panggangannya sudah, sate ikannya juga sedang digoreng, ah musiknya, hampir saja lupa. Biarkan DJ profesional ini menunjukan kemampuannya pada kalian semua,” seru Nam Joon sambil melakukan kiss bye dan mengedipkan mata, mau tak mau kami para gadis tertawa melihat tingkahnya sedang para pria mendesis jijik.

Musik disko dari soundsistem yang sudah disiapkan oleh Jin Hwa meramaikan suasana malam ini. Seo Jin menawarkan diri untuk membantuku memanggang dagingnya dan aku tidak akan menolaknya. Tawa para pria itu benar-benar luar biasa, mereka bisa mengalahkan musiknya. Jimin dan Ho Seok sudah kembali saat Nam Joon berhasil menyalakan musiknya.
Hye Ni dan Euna sudah akan selesai dengan sate ikan mereka. “Aku akan menyediakan tarif untuk satu tusuk kkochi eomuk ini. Jadi untuk siapapun diantara kalian yang ingin mencicipinya harus membayar sebanyak 5000 won,” seru Hye Ni. Euna hanya menggelengkan kepalanya.
“Apa-apaan itu! Kau tidak bisa membuat tarif sementara kami adalah orang-orang yang bekerja keras menyiapkan pesta ini,” balas Jimin.
“Tentu saja bisa, aku dan Euna yang membuat ini dan hasilnya tidak kalah enak dengan yang dijual di Seoul,” ujar Hye Ni.
“Ya sudah, kalau begitu kalian bisa memakan daging buatanku ini dengan gratis,” leraiku.
“Tetap saja, Yoora. Aku sedang ingin makan kkochi eomuk itu!” rengek Jimin.
“Aku adalah ketua di sini. Jadi, Hye Ni jika kau masih ingin ikut berpesta kau harus mengizinkan Jimin dan yang lain memakan masakan buatanmu dan Euna dengan gratis,” tegas Nam Joon.
Lihatlah, kadang-kadang Nam Joon itu bisa sangat ‘kecewekan’, tapi kadang juga dia bisa begitu tegas seperti sekarang. Perkataan tegas dari Nam Joon berhasil membuat Hye Ni mengembungkan pipinya kesal.
Chagiya, jangan bersikap kekanakan seperti itu!” tegur Taehyung.
Sukses membuat Hye Ni tambah sebal. Euna terkikik disampingnya.
“Tadikan sudah kubilang, kita ini berpesta bukan berjualan,” ucapnya.
“Baiklah, baik, aku tidak jadi memasang tarif kalian bisa memakannya sesuka kalian,” ucap Hye Ni pada akhirnya.
Jimin nyengir lebar dan bertos ria dengan yang lain, benar-benar mereka itu!
Pria-pria itu sangat suka makan, mulut mereka tidak berhenti mengunyah sambil tertawa, berdansa dengan heboh, minum soda, dan berteriak-teriak seperti orang gila.
Setelah menyelesaikan daging panggang itu jam delapan lewat duapuluh lima menit akhirnya aku ikut bergabung dengan mereka bersama Seo Jin. Membuka kaleng sodaku, menegaknya cepat lalu ikut berdansa dengan heboh juga.
Jimin memegang bungkusan besar makanan ringan ditangannya dan menari-nari mengikuti musik beat ini. Seo Jin sedang asik menikmati satenya. Nam Joon dengan daging panggangnya. Ho Seok dengan mulutnya yang penuh dengan sate ikan. Yoon Gi dengan kaleng sodanya. Taehyung sedang sibuk berdansa dengan pacarnya, Jin Hwa juga begitu dengan Euna. Kami semua larut dalam tarian gila yang kami lakukan.
Malam semakin larut, api unggun itu benar-benar membantu karena udaranya luar biasa dingin, bahkan mulutku masih mengeluarkan asap. Sedang pakaian yang kami kenakan saat ini tidak menolong apapun. Aku hanya mengenakan kaos kebesaran yang sempat kubeli kemarin dan hot pants pendek ini, pakaian Euna adalah dress pendek yang hanya menutupi setengah pahanya, Hye Ni memakai tank top dan hot pants, lalu para pria dengan celana pendek dan kaos.
“Aku akan merasa terhormat jika kalian mengizinkanku bergabung.”
Tubuhku membeku saat mendengar teriakan seseorang. Dia berusaha untuk mengalahkan suara musik. Bukan hanya aku, tapi yang lainnya juga seperti itu. Mereka sontak terdiam, musik masih berdentum dengan keras, kepalaku terasa pusing.
Setelah siap, akhirnya aku berbalik dan Jeon Jungkook berdiri beberapa meter dari tempat kami berpesta. Dia sepertinya baru saja selesai dengan pekerjaannya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
Jin Hwa lebih dulu membuka suaranya. Sedang yang lain terdiam. Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana. Bagaimana dia bisa ada di sini?
“Aku tidak bermaksud untuk mengganggu kalian, aku hanya ingin berkunjung,” katanya.
“Ini adalah acara tertutup, orang asing tidak diizinkan masuk ke sini,” ujarku pada akhirnya.
Aku mendengarnya, ada sesuatu yang berderak patah. Aku menahan ringisan sakitku dan mencoba untuk tidak membiarkan air mata menggenang di mataku. Tidak, ya Tuhan kumohon biarkan aku kuat kali ini saja. Jangan biarkan dia melihat betapa menyedihkannya aku.
“Yoora, aku…”
Memutuskan untuk tidak mendengarkan apapun yang ingin dia katakan, aku berjalan pergi dari sana, meninggalkan mereka semua. Aku berlari ke ujung pantai yang lain. Berlari sekuat yang kubisa. Aku menaiki batu-batu besar sampai ke ujungnya dan duduk di sana.
Debur ombak sangat kencang, anginnya dingin sekali. Tubuhku bergetar, entah karena dingin atau karena menahan tangis. Kenapa dia ada di sini? Apa lagi yang inginkan? Tidak cukupkah dia menghancurkanku selama ini, menggantungkan perasaanku.
Akhirnya, air mata yang sejak tadi kutahan berhasil jatuh begitu saja. Bagaimana dia bisa bertingkah seolah-olah tidak ada yang terjadi? Dia bertingkah seolah-olah semuanya baik-baik saja. Aku belum bisa menampung rasa sakit yang menyerang hatiku tiap kali mengingatnya, bertemu dengannya dalam keadaan sadar ternyata bisa membuatku jatuh ke jurang curam lagi.
Entah sejak kapan, tangis tanpa suaraku berubah menjadi sesegukan pilu. Sakit sekali. Rasanya benar-benar sakit, sampai terpikir olehku mungkin lebih baik jika aku terjun ke lautan ini dan mati. Aku bukan seorang perenang handal. Jika berenang lebih dari satu menit, tubuhku akan keram semua dan selanjutnya aku akan tenggelam.
—Karena aku tidak tahu kapan aku akan kembali. Kumohon, tunggu aku pulang….
Tiba-tiba perkataannya di atap sebelum dia terbang ke Paris, dua bulan yang lalu kembali muncul di kepalaku. Aku tidak tahu apakah aku masih menepati janjiku untuk menunggunya atau tidak. Aku benar-benar merasa bodoh. Hati dan pikiranku bahkan tidak sejalan untuk menentukan keputusan.
Kyung Soo, dia pria yang baik, dia menyayangiku, dia selalu ada untukku, mengerti keadaanku, rela bolos latihan demi menemaniku menyaksikan sidang ayahku, datang ke pesta kelulusanku dan yang lain, mengirimiku pesan singkat di waktu-waktu yang tak terduga. Dia begitu manis dan aku bisa melihat rasa cinta di tatapannya. Tapi aku bahkan tidak berdebar saat ada didekatnya, tidak ada kupu-kupu diperutku, tidak ada aliran listrik. Aku hanya merasa nyaman saat bersamanya.
Rasa nyaman tidak menjawab apapun. Aku terus saja mengabaikan hatiku yang selalu berbisik padaku jika sesakit apapun yang kurasakan tetap saja, Jung selalu memiliki hatiku. Dia selalu memilikinya bersamanya. Aku ingin mengambil hatiku itu dan menyembunyikannya.
Ponselku bergetar, merogoh saku hot pants-ku dan nama Kris tertera di layar ponselku.
Hey, bagaimana keadaanmu? Apa semuanya baik-baik saja? Kau tidak perlu khawatir, Kyung Soo marah, tapi dia tidak marah padamu. Dia marah pada media yang membuat berita tentangmu, memposisikan dirimu sebagai parasit yang menjijikan. Itulah yang membuatnya marah. Sebenarnya apa yang terjadi, Yoora?
Oppa, bisakah kau terbang ke sini dan membawaku pergi? Aku tidak bisa menghadapi ini, Oppa. Aku sudah melihat berita itu tadi pagi dan cukup kesal karenanya, tapi malam ini, kami mengadakan pesta di pantai, jadi aku bisa sedikit melupakan rasa kesalku. Tapi tiba-tiba saja, Jung ada di sini, dia muncul di sini, Oppa. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku.. aku lari dari tempat itu dan bersembunyi di sini. Oppa, tolong katakan padaku, aku harus apa! Aku tidak mungkin bersembunyi di tempat ini selamanya,” jelasku.
Aku mendengar helaan napas Kris di sebrang sana. Terima kasih, Tuhan. Engkau mengirim Kris untuk menemaniku saat ini.
“Yang harus kau lakukan adalah menghadapi kenyataan, Yoora. Kau harus menghadapi kenyataan. Tunjukan padanya, jika kau bisa hidup dengan baik meski tanpa dia. Jangan buat dia melihat jika kau hancur. Kalau kau berlari seperti itu, dia akan tahu jika kau terluka, jika keadaanmu sangat menyedihkan. Aku ingin menjemputmu dan membawamu pergi dari sana, Yoora. Tapi aku tidak bisa, kami sedang diberi waktu istirahat lima belas menit dan setelah itu kami akan lanjut latihan. Maafkan aku.”
“Tidak, Oppa. Kau tidak perlu meminta maaf seperti itu. Aku sudah senang karena kau menghubungiku di saat yang tepat. Terima kasih, Oppa. Aku tidak akan lari, aku akan menghadapi ini. Kau tenang saja.”
Aku mendengar senyumannya di sana. “Bagus. Baiklah, sekarang aku akan mematikan sambungannya, tetap semangat, gadis warrior!”
Aku terkekeh dan sambungan terputus begitu saja.
Turun dari batu-batu besar itu, aku memutuskan untuk kembali ke tempat pesta dan melihat semua orang sedang mengobrol. Aku melihatnya sedang menikmati daging panggang buatanku dan Seo Jin. Musiknya sudah dikecilkan. Sekarang, sudah hampir tengah malam.
Mereka serentak menatap kearahku, aku tersenyum biasa. “Eh, aku mengantuk, aku ingin tidur sekarang, jangan ada yang menggangguku ya.” Dengan cengiran bodohku, aku berjalan meninggalkan mereka.
Langkah kakiku terhenti saat mendengar ledakan besar di langit. Menatap ke atasku dan fireworks selanjutnya meledak lagi, disusul yang lain dan muncul lagi yang lainnya. Banyak sekali.
Mau tidak mau, aku tersenyum lebar melihatnya. Indah sekali.
“Aku harap kau suka dengan fireworks-nya.” Seseorang berdiri di sampingku dan dari suaranya, aku sudah tahu siapa itu. Siapa lagi kalau bukan Jung.
“Jadi, kau yang menyiapkan ini,” desisku.
“Aku pikir, fireworks bisa melengkapi pestanya. Jadi tidak ada salahnyakan?”
Aku mengangkat bahuku tak acuh dan kembali melanjutkan langkah kakiku menuju resort, mengabaikannya.
Jujur saja, jantungku berdebar-debar dan itu sangat menyebalkan. Aku marah, tapi aku juga gugup bukan main ada disampingnya seperti tadi. Atau mungkin rasa gugup itu lebih mengungkapkan rasa rinduku.

Aku masuk ke kamar mandi kamarku dan memutuskan untuk berendam dengan air dingin. Biar pikiranku yang kacau ini kembali waras. Aroma terapi yang memenuhi kamar mandi sementaraku ini berhasil cukup baik menjalankan tugasnya untuk mengembalikan mood-ku.
Entah sudah berapa lama aku berendam, tapi begitu aku keluar dari kamar mandi dan melihat jam yang terantung di atas pintu kamarku sekarang sudah jam setengah dua pagi. Keadaan kamarku gelap, aku tidak menyalakan lampunya saat masuk tadi karena langsung pergi ke kamar mandi.
Sebenarnya, ada cahaya remang-remang dari luar yang menyinari kamarku dan lampu kecil di sudut-sudut kamar. Kakiku melangkah menuju balkon dan pemandangan pantainya langsung menyambutku. Aku mengeratkan sweater yang kupakai saat angin berhembus dengan kencang.
Ingatanku kembali ke minggu ketiga setelah kepergian Jung ke Paris, hari itu saat jam sekolah selesai, aku mendapati Kyung Soo bersandar di kap mobilnya dengan pakaian tertutup agar tidak ada yang mengenalinya. Dia juga memakai kumis dan jenggot, kaca mata hitam, sarum tangan, kupluk, dan pakaian serba hitam.
Dia melambaikan tangan padaku, awalnya aku bingung, tapi setelah tiba di hadapannya aku baru mengenalinya. Katanya dia sedang tidak ada kesibukan hari itu, jadi dia mengajakku keluar untuk jalan-jalan. Menerima tawaran kencannya, aku menyuruh supirku pulang dan pergi dengan Kyung Soo.
Dia mengajakku berkeliling, menunjukan tempat-tempat bagus untuk berkencan dan mengatakan jika dia akan mengajakku ke tempat-tempat itu nanti, lalu saat malam tiba, dia mengajakku ke tower namsan, memesan kopi, dan kami naik kereta gantung. Dari atas sana aku bisa melihat Seoul di malam hari dan itu adalah pemandangan yang luar biasa.
Ah hari itu juga adalah kencan pertamaku dengan Kyung Soo, besoknya foto-foto kami tersebar luas di internet dan akun sosial mediaku diserbu oleh penggemarnya, mereka mencaciku, memaki, dan menghujatku jika aku tidak pantas bersama idola mereka, aku hanyalah anak haram, aku tidak cantik dan ada yang bilang jika aku ini jalang.
Memperlihatkan apa saja yang dikatakan oleh penggemarnya padaku, dia marah dan kesal, tapi katanya kita tidak perlu menanggapi ocehan bodoh mereka karena mereka bahkan tidak pernah benar-benar mengenal kita. Penggemar tetaplah hanya seorang penggemar, tidak pernah mengenal idolanya dan bercakap-cakap secara langsung, jadi mereka tidak tahu sama sekali bagaimana perasaan idolanya atau pribadi idolanya yang sebenarnya, yang mereka lakukan hanyalah menebak-nebak, mencoba percaya, lalu akan bertingkah seolah-olah mereka tahu semuanya. Itu sudah biasa.
Sejak saat itu, aku mulai terbiasa dengan hujatan penggemar Kyung Soo maupun yang lainnya. Aku bahkan memutuskan untuk tidak membuka akun sosial mediaku lagi.
“Apa yang sedang kau pikirkan?”
Aku tersentak dari lamunanku dan menatap horor seseorang yang berdiri disampingku entah sejak kapan. Setelah mengenalinya, aku menghela napas kesal. Apa yang dia lakukan di kamarku?
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” tanyaku datar.
Dia menghela napas pelan, mengubah posisinya jadi berdiri menatapku. “Yoora, aku tahu keadaan kita sedang kacau sekarang, aku akan menjelaskan semuanya padamu dan itu akan membuatmu merasa lebih baik, dan itu juga bisa membuat rasa bersalahku padamu berkurang. Tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan padamu jika aku merindukanmu.”
Aku terdiam, tetap mempertahankan posisiku menatap kearah depan, bersandar pada pagar besi pembatas balkon.
Pada akhirnya, aku tersenyum kecut. “Tidak ada yang perlu dijelaskan, Sir. Bagiku semuanya sudah sangat jelas. Kau tidak memiliki tanggung jawab apapun untuk menjelaskan padaku. Dan dengan semua rasa hormat yang kumiliki, kumohon, keluarlah dari kamarku, pergilah dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku,” ujarku tegas.
“Kenapa kau sangat keras kepala, Yoora? Kalau kau bersikap seperti ini, semuanya akan bertambah rumit,” balasnya.
“Biarkan saja, apa-apa yang ada dihidupku memang rumit. Aku tidak peduli, pergilah dari sini. Semuanya sudah selesai, Jungkook. Bagiku semuanya sudah selesai.”
“Tidak, Yoora. Kau tidak bisa melakukan itu!” Dia berteriak cukup keras padaku.
Akhirnya, aku memutuskan untuk menatapnya marah. “Apa katamu? Aku tidak bisa melakukannya? Tentu saja, aku bisa, Sir. Setuju ataupun tidak, bagiku semuanya sudah berakhir. Sekarang, enyahlah dari hadapanku.” Aku menatap, menantangnya.
Seperti kata Kris. Aku harus menghadapi kenyataan.
“Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau mendengarkan penjelasanku,” desisnya.
“Baiklah, lakukan apa saja, Sir. Aku tidak akan mempedulikanmu.” Aku melimbai meninggalkannya begitu saja.
Masuk kembali ke kamar, menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur dan memejamkan mataku rapat-rapat.
Aku merasakan pergerakan di kasurku dan tak lama kemudian, tangan seseorang menarikku masuk ke pelukannya. Tidak, aku tidak bisa. Aku benar-benar tidak bisa. Memberontak, aku mencoba keluar dari kurungan tangan dan kakinya sekuat yang kubisa.
“Lepaskan aku, Jung.”
“Tidak, aku tidak akan melepaskanmu.”
“Aku akan menendangmu jika kau tidak melepaskanku sekarang,” ancamku.
“Coba saja, Ms Fletcher. Kau bahkan tidak bisa menggerakkan kaki-kaki cantik itu,” balasnya.
Masih memberontak, aku mencoba untuk menendangnya, tapi tenaganya luar biasa kuat dibandingkan denganku dan aku sama sekali tidak bisa menggerakkan kaki-kakiku.
“Aku tidak akan melepaskanmu lagi, Yoora. Tidak akan pernah,” bisiknya di dekat telingaku. Membuatku terdiam dan menghentikan aksi berontakku begitu saja.
Jung menenggelamkan kepalanya di lekukan leherku, menghirup napas dalam-dalam. Diam-diam tanpa dia sadari air mataku mengalir lagi. Dia melilitku kuat dan sampai-kapanpun tenagaku tidak akan menolongku untuk bisa keluar dari lilitan ularnya ini karena tenaganya pasti lebih besar dariku.
“Aku benar-benar merindukanmu,” bisiknya lagi. Aku merasakan ciuman-ciuman ringan di pundakku karena sweater yang kukenakan sudah dalam keadaan acak-acak hingga memperlihatkan pundakku karena aku hanya mengenakan tank top merah di dalamnya.
Tubuhku meremang, saat bibir lembutnya menyentuh kulitku. Tidak, kumohon, aku tidak kuat jika dia terus melakukan hal seperti itu.
Marah dan rindu itu bercampur menjadi satu dalam diriku. Aku bisa menerkamnya dan dia akan mendapat luka goresan di tangannya atau mungkin punggungnya karena kuku-kukuku.
“Berhenti, Jung. Berhenti!”
“Kenapa? Aku tahu, kau juga merindukanku. Kau hanya tidak mau mengakuinya. Jangan memberontak lagi, Yoora. Aku pernah bilang padamu, kau tidak akan pernah bisa mencintai pria lain selain aku dan aku akan selalu memastikan hal itu. Sekarang, tidurlah. Aku akan menjagamu.”
Rasa kantuk langsung menghampiriku begitu saja dan hal terakhir yang kuingat adalah Jung mengecup bibirku lalu menenggelamkan kepalanya lagi dilekukan leherku. Ya, Jung, aku memang merindukanmu, aku sangat merindukanmu.[]




KYUNG SOO

KEMBARAN :*

MANTAN :D

EUNA

HYE NI

PACARS :*

COUPLE KESUKAAN AKU :*

BIAS AKU, PACAR UTAMA, CALON SUAMI :D

4 komentar:

  1. Apalah si Jungkook itu, aku ga bisa marah sama dia... Tapi tetep aja ngeselin!!

    BalasHapus
  2. Mana bisa marah sm kookie mah😞😟

    BalasHapus
  3. Mana bisa marah sm kookie mah😞😟

    BalasHapus
  4. Mana bisa marah sm kookie mah😞😟

    BalasHapus