WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
OKEH, AKU UDAH MUTUSIN SEBELUM PERGI KERUMAH OM DAN NGINEP DI SANA KEMUNGKINAN NYAMPE HARI MINGGU DAN OTOMATIS NGGAK BISA NGEPOST AKU POST BAB 24 SEKARANG.. !! SEMOGA NGGAK BOSEN YA,, BENTAR LAGI TAMAT KOK INSYA ALLAH DOAIN AJA :)
BAB 24
Ruangan
ini sunyi diselimuti dengan ketegangan yang mengelilingku sejak lima menit yang
lalu ketika Jung mengatakan kata ‘kek’. Iya, memang benar aku sudah melihat
kakeknya dua malam yang lalu menyampaikan pidato peresmian hotel ini, tapi
rasanya sangat berbeda saat aku bertatapan langsung dengan Mr Jeon. Dia
memiliki aura yang bisa membuat siappaun gemetar ketakutan.
Kelihatan
dari wajahnya jika dia adalah seseorang dengan watak keras. Lalu apa maksudnya
Jung menyuruhku kemari? Menemui kakeknya? Untuk apa? Ya ampun, dia benar-benar
sudah gila! Masalah yang dia buat dalam hubungan kami saja belum dijelaskannya
sama sekali padaku lalu tiba-tiba saja dia memintaku datang ke hotelnya untuk
bertemu dengan kakeknya.
“Tidak
bisa, Jungkook. Kau tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi pendampingmu.
Aku sudah memilihkan seorang gadis yang tepat untuk menjadi pasanganmu dan
gadis ini, dia tidak berasal dari kalangan terhormat seperti kita, jika kau
masih ingin hidup dengan tenang tanpa kekangan dariku maka kau harus menerima
gadis pilihanku.”
Hatiku
berderak patah saat mendengar rentetan kalmiat beku dengan bahasa inggris yang
sangat fasih yang baru saja keluar dari mulut Mr Jeon.
“Kakek,
kau tidak bisa melakukan ini! Kita sudah membuat perjanjiannya, aku sudah
menerima tawaranmu untuk melepaskan dunia musik dan menjadi pewarismu dengan
syarat kau tidak boleh mengganggu hubunganku dengan Yoora.”
“Aku
adalah pemegang kendali di sini, Jungkook. Kau tidak bisa melakukan apapun. Kau
tahu benar siapa aku jika kau ingin hidup gadis ini dan teman-temanmu itu
bahagia kau harus mendengarkan dan menurutiku.”
“Aku
mecintainya, kek. Bisakah kau menghargai keinginanku sekali saja?”
“Cinta
tidak akan membuatmu kaya, cinta tidak akan membuatmu menjadi seperti sekarang.
Semua orang diluar sana, mengagumimu karena kau sukses di usiamu saat ini dan
itu tidak dilandaskan oleh cinta. Cinta sama sekali tidak penting untuk hidup
ini, Jungkook. Sekarang, kau memiliki dua pilihan itu! Terima gadis itu atau
teman-temanmu dan gadis ini akan melihat mimpi buruk mereka menjadi kenyataan.”
Mr
Jeon pergi dari ruangan ini setelah dia menyelesaikan perkataannya. Air mataku
jatuh begitu saja. Desiran-desiran aneh pada aliran darahku masih terasa.
Jantungku berpacu kencang. Tidak, tidak seperti ini. Jung dijodohkan dengan
gadis lain. Dia sengaja tidak menghubungiku karena kakeknya. Demi aku dan
teman-temannya, dia tidak menghubungi kami dan menerima perintah kakeknya. Dia
terpaksa meninggalkan Bangtan.
“Jelaskan
padaku! Kenapa kau tidak pernah menghubungiku atau salah satu diantara kami
semua selama dua bulan ini.”
Untuk
sesaat Jung masih diam sebelum dia menghela napasnya dan mulai berbicara. “Hari
itu ketika aku bertemu dengan kakek di pesawat untuk yang pertama kalinya
setelah dua tahun. Selama ini, dia selalu memantau semua kegiatanku dan dia
mengetahui tentangmu dan hubungan kita. Dia juga tahu tentang statusmu. Begitu
kami tiba di Paris, dia melarangku untuk menghubungi kalian semua dan
mempercepat pengangkatanku sebagai penggantinya. Dia mengancamku jika aku tidak
menuruti kemauannya maka dia akan mengganggumu dan teman-teman. Aku tidak bisa
membiarkan dia menyakiti kalian. Kau tidak akan tahu apa yang bisa dia lakukan
pada kalian semua jika aku tidak menuruti keinginannya. Aku menerima
permintaannya itu dengan syarat dia tidak boleh ikut campur dalam hubungan
kita. Dia menyetujuinya karena aku mengancam akan menghancurkan kerja samanya
dengan Key Group yang baru saja dibicarakan waktu itu.”
Jung
berhenti menatapku yang kini memandang kosong ke depan namun masih mendengarkan
kata demi kata yang keluar dari mulutnya.
“Semua
kegiatanku terpantau, Yoora. Aku tidak bisa menghubungi kalian bukan karena aku
tidak ingin, tapi jika sampai dia tahu kalau aku masih berhubungan dengan
kalian semua, maka hidup kalian dalam bahaya. Aku tidak ingin itu terjadi. Aku
hanya bisa memantaumu dari jauh selama dua bulan ini dan yang paling
menyakitkan adalah kau sering berkencan dengan Kyung Soo dan semua media
berpendapat jika kalian sudah resmi berpacaran. Kau tidak tahu bagaimana
tersiksanya aku di sana waktu itu. Begitu pulang ke Korea, aku pikir aku
memiliki kesempatan untuk bertemu denganmu dan Tuhan berpihak padaku karena
rupanya tidak perlu menunggu tiba di Seoul kau ternyata juga ada di Jeju. Aku
melihatmu malam itu dan rasanya aku ingin memelukmu dan mengatakan jika
semuanya tetap baik-baik saja. Aku melihatmu mabuk dan memutuskan untuk menemui
kalian di tempat parkir. Tapi ternyata ada pelayan bodoh yang berhasil
mendapatkan foto kita dan aku sudah memecatnya. Malam itu, aku tidak melihat
kalung itu melingkar di lehermu, tapi aku masih berusaha untuk berpikir positif.
Kau pasti marah padaku karena kelakuanku. Tapi serius, Yoora. Aku benar-benar
merindukanmu, ketika mendapatkan video kau bernyanyi dengan Hye Ni aku merasa
rasa rinduku sedikit berkurang. Aku juga menderita selama dua bulan ini, bukan
hanya kau, tapi aku juga.”
Aku
tidak bisa menahan raunganku dan melepaskannya begitu saja. Jung memelukku
dengan erat, mencoba menenangkan rontaanku. Aku memukul punggungnya berkali-kali. Ya Tuhan, kenapa
harus seperti ini? Tolong, redakan rasa sakitku dan rasa sakitnya.
“Kenapa
harus seperti ini, Jung? Kenapa dunia ini seolah tidak mengizinkan kita untuk
bersama-sama? Sekarang, kakekmu berniat memisahkanku darimu. Tidak cukupkah
siksaan untukku selama dua bulan ini? Tidak cukupkah aku menangisimu tiap
malam? Bagaimana aku bisa menjalani semua ini, Jung? Aku tidak bisa. Aku tidak
bisa.” Aku meraung dalam pelukan posesifnya. Aku juga merasakannya jika dia
menangis.
“Kita
akan hadapi ini bersama-sama, Chagiya.
Aku mencintaimu, aku tidak ingin bernasip sama dengan ayahku karena ulah
kakekku. Aku akan menghancurkan perusahaan ini jika dia sampai melukaimu atau
teman-teman kita,” tegasnya.
Bukan
hanya aku, ternyata selama dua bulan ini dia juga mengalami siksaan yang sama
denganku. Harusnya aku tidak egois dengan mengira jika hubungan kami tidak
penting lagi untuknya sementara kenyataannya sangatlah berbeda.
“Maafkan
aku, aku tidak tahu tentang kakekmu. Aku juga merindukanmu, Jung. Maafkan aku.”
“Ssstt, yang terpenting adalah kesalah
pahaman diantara kita sudah selesai. Maafkan aku juga karena sudah
menyakitimu.”
Aku
memukul dadanya pelan. “Kau juga sakit, jangan meminta maaf padaku,” lirihku.
Aku
menenggelamkan diriku dalam pelukannya. Melihat tuxedonya, aku jadi ingat lagi
jika dia adalah seorang CEO saat ini. Parfum mahalnya, aroma maskulin khas
miliknya, wajah dingin dihadapan orang-orang diluarsana. Haruskah aku mengakui
jika aku beruntung dia memilihku untuk menjadi kekasihnya.
“Malam
ini, kita akan makan malam bersama dengan klienku. Kau tidak perlu khawatir,
aku sudah meminta penata rias keluarga Jeon untuk membuatmu tampil luar biasa
nanti malam,” ujarnya.
Jung
menenggelamkan kepalanya di lekukan leherku. “Aku takut akan membuatmu malu
nanti,” desisku.
“Apa-apaan
itu! Kau itu gadis yang mempesona, pintar, dan banyak pria yang mengantri untuk
mendapatkan posisiku saat ini. Jangan merendahkan dirimu sendiri. Dulu kau
selalu bangga karena kau sering muncul di majalah-majalah fashion Amerika dan
sekarang kau akan muncul di majalah fashion Asia bersamaku.” Aku terkikik
mendengarnya.
“Kau
terlalu percaya diri. Orang-orang yang akan muncul di majalah seperti itu kalau
bukan dari kalangan selebriti maka kalangan sosialita, aku bahkan tidak berasal
dari dua golongan itu.”
“Embel-embel
jika kau adalah keponakan Mark Fletcher dan putri bungsu Kim Song Joo akan
selalu ada, Yoora. Kau juga berasal dari kalangan sosialita.”
Aku
mengangguk mengalah padanya. “Jadi, apa kita akan berpelukan sepanjang hari dan
tidak pulang ke resort?”
“Apa
kau ingin melihat kamarku?”
Aku
menaikan alisku sambil menatapnya dan dia menarik tanganku keluar dari ruangan
ini.
“Apa
saja yang ada di hotel milikmu ini, Sir? Ini design yang luar biasa menurutku.
Aku selalu suka gaya-gaya klasik.”
“Semua
hal mengenai rancangan diatur oleh arsiteknya ketika melihat rancangan model
ini aku langsung terkesan dan memilihnya untuk bangunan hotel ini. Seperti
dugaanku, rancangan itu menjadi sangat luar biasa ketika hotel ini berhasil
dibangun,” jelasnya.
Jung
membawaku naik ke lift dan dia menekan tombol tujuh belas dari dua puluh tiga.
“Ini lift khusus yang hanya boleh dinaiki oleh aku dan kakek juga orang
kepercayaannya.”
“Wah,
aku merasa tersanjung karena bisa menaiki lift ini bersama dengan Anda, Sir.”
Jung
terkekeh. “Aku suka mendengarmu memanggilku seperti itu.”
“Aku
senang membuat Anda senang, Sir. Sudah tugasku,” balasku sambil mengedipkan
mata.
“Ah
bukankah minggu depan kita akan mengambil pengumuman di sekolah?” tanyanya
tiba-tiba.
“Iya,
semoga Tuhan meluluskanku di jurusan itu.”
“Kau
mengambil kedokterankan?”
“Ya,
kau tahu sendiri, betapa ketatnya persaingan di sana,” ujarku lesu.
“Hey,
kau harus semangat! Pacarku adalah seorang gadis yang pintar jadi dia pasti
lulus.” Aku nyengir padanya dan melingkarkan lenganku di pinggangnya.
Lift
berdenting tanda kami sudah tiba di lantai tujuh belas. Aku yakin Jung
menempati salah satu Royal Suite di hotel ini, lagipula dia pemiliknya mana
mungkin dia tinggal di kamar biasa.
Merangkul
pinggangku dengan posesif, dia membawaku berjalan bersamanya. Setiap orang yang
berpapasan dengan kami akan membungkuk dengan hormat. Hingga dia berhenti di
depan pintu dengan tulisan korea yang tidak kumengerti.
Jung
membuka pintunya dan membawaku masuk. Begitu tiba di dalam hal yang pertama
kali kulakukan adalah berdecak dengan kagum. Luar biasa!
Royal
Suite ini sangat cantik, elegan, mewah dan sangat romantis bagi
pasangan-pasangan yang mungkin akan berbulan madu. Dengan design gaya
Victorianya membuat kita seperti berada di masa lampau. Keren!
“Wah,
ini keren sekali!”
“Kau
belum melihat kamar suite utama di lantai paling atas. Lebih bagus lagi dari
ini,” ujarnya.
Menghiraukannya,
aku berlari kecil membuka pintu menuju kamar mandinya dan ya Tuhan, ini adalah
kamar mandi yang mengagumkan.
“Apa
kau suka?”
“Tentu
saja, aku akan mandi di sana nanti,” ujarku kagum.
Suasana
di sini benar-benar romantis dengan lampu temaram. Aku membuka sewaterku dan
membiarkan dress santai tanpa lenganku saja yang membalut tubuhku.
“Apa
kau sudah tidak memiliki pekerjaan lagi?”
Jung
menggeleng sambil melepas tuxedonya, meletakkannya sembarangan di sofa malas,
melepas dasinya juga, membuka dua kancing kemejanya, lalu membuka sepatu
mengilapnya, kaus kakinya, dan melangkah mendekatiku.
Menatapnya
bingung dan reflek berteriak saat dia mendorongku ke atas tempat tidur super
empuk ini. Dia ikut menjatuhkan dirinya di sampingku.
“Kau
membuatku takut.”
Jung
tertawa. “Untuk apa takut? Aku tidak akan melakukan sesuatu yang lebih dari
menciummu, memelukmu seerat-eratnya, dan sedikit menyentuhmu di sana-sini.”
Aku
memukul kepalanya. “Dasar pervert!”
Wajahku
memanas dan mungkin warnanya sudah berubah menjadi semerah tomat. Dia makin
jadi menertawakanku. “Sudah lama sekali aku tidak melihat wajah memerahmu itu, Chagiya. Kau menggemaskan sekali,”
ujarnya.
Mengembungkan
pipiku, aku membenarkan posisi berbaringku menempati bantal tidur dan Jung
malah berbaring di atas perutku.
“Aku
bisa sesak napas nanti, Jung. Bantal ini lebih empuk untuk menjadi alas
kepalamu.”
“Kau
ini, apa salahnya jika aku sedikit bermanja-manja padamu. Akukan rindu padamu, Chagiya.”
Memutar
bola mataku, aku bangkit dari posisi tidurku, mengangkat sedikit kepalanya dan
memindahkannya ke pahaku.
“Sejak
aku kecil, belum pernah ada siapapun yang mengelus kepalaku sampai aku tertidur
atau menyanyikan lagu tidur untukku, Yoora. Aku tidak pernah dibacakan dongeng.
Aku tidak tahu bagaimana rasanya sarapan bersama keluarga yang utuh. Aku tidak
memiliki tempat untuk bercerita ketika aku kecil. Semuanya selalu kulewati
sendirian. Selalu sendiri,” lirihnya sedih.
Aku
mengernyit, hatiku sesak saat dia kembali mengingat masalalunya. Tanganku
akhirnya bergerak mengelus pelan kepalanya. Menyentuh helaian rambutnya yang
lembut.
“Apa
kau mau mendengarku bernyanyi?”
Jung
memejamkan matanya, terlihat menikmati tanganku dikepalanya. “Bernyanyilah, Chagiya. Suatu saat, aku juga akan
bernyanyi untukmu.”
~~
geojismal
gatassdeon uri geu siganeul tteoollimyeo
nunmureul
heullijyo geuge neol chajneun bangbeopppu
cheombuteo wae naemam apeuge halkkeomyeon waewa
dasi anolsudo isseulkkeoran yegam
jogeumman deo bogo sipeunde
eotteohge hanayo eotteohgehaeyaman hanayo
uriga igeot bakke andwaesseossnayo
cheoeumbuteo mwonga jalmosdoengeosieossnabwayo
eotteohge sarangi geurae cham eoryeounde
geudaeeopsneun haruharu
onjongil maeumapa jugeulgeot gateunde
nuneulgamabwado geudae
meorissoge tteoollaseo
na chameulsuga eopseo
dubeondasi mosbol
jasineopsneungeol
amuri urireul
gallanohado
geu eotteongeosdo
mageul su eopseo
eotteohge hanayo
eotteohge doelkkayo
eotteohge haeyaman
halkkayo
geudaeeopsneun naneun
deo saraseo mwogadwae
dasihanbeon
sijakhandamyeon deo jalhalkkeoya
~~
Ketika
sore tiba, Jung membangunkanku dari tidur nyenyakku dan mengingatkanku dengan
makan malam itu. Entah kenapa aku merasa akan terjadi sesuatu yang buruk, tidak
mungkin itu hanya perasaanku saja.
Penata
rias yang katanya adalah penata rias keluarganya ini sudah tiba di sini sejak
lima menit yang lalu, sedang aku masih sibuk menikmati berendam di kamar mandi
cantik ini. Well, belum tentu aku
akan kesini lagi nanti, jadi selagi dapat kesempatan aku akan memanfaatkannya
sebaik mungkin.
“Apa
kau masih lama? Aku juga harus mandi!”
Jung
mengetuk kembali pintu itu untuk yang ke tiga kalinya. Kurasa aku baru
sebentar, kenapa dia berlebihan sekali. Baiklah, aku sudah berada di sini sejak
satu jam yang lalu, tapi akukan membutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan
diriku, kurasa gadis-gadis lain juga seperti itu.
Dengan
kesal akhirnya aku beranjak dari Jaccuzi, memakai kimono setelah mengeringkan
diriku dengan handuk. Membuka pintu kamar mandi dan Jung berdiri di sana siap
untuk mengetuk kembali pintunya. Tangannya menggantung di udara dan aku
berjalan melewatinya.
“Apa
saja yang kau lakukan di dalam?” gerutunya.
“Mandi,”
balasku tak acuh. Aku tahu saat dia memutar bola matanya sebelum masuk ke kamar
mandi dengan menutup pintunya cukup keras.
Penata
rias itu sudah menyiapkan gaun untukku dan gaun ini adalah koleksi terbaru dari
Christian Dior. Aku duduk di depan kaca rias dan wanita ini mulai sibuk
mengeringkan rambutku.
“Nona,
mau jenis make up seperti apa?”
“Buat
yang sederhana saja, jangan terlalu berlebihan aku hanya akan menghadiri makan
malam.”
“Tapi,
dari yang saya dengar Tuan Muda mengajak Anda menghadiri makan malam yang
sangat penting. Anda harus tampil luar biasa, Nona.”
“Baiklah,
gunakan yang formal saja, aku tetap tidak suka jika harus mengenakan make up
dengan berlebihan karena nanti susah untuk dibersihkan,” ujarku.
“Baik,
Nona.”
Wanita
itu menggelung rambutku keatas dan menyanggulnya. Tangannya sibuk mengambil
peralatan make up yang akan digunakannya. Mataku terpejam saat dia mulai sibuk
merias wajahku.
“Anda
memiliki kecantikan alami, Nona. Anda memang tidak perlu menggunakan make up
berlebihan karena dengan make up sederhana saja Anda sudah terlihat mempesona,”
ujarnya.
“Saya sering melihat Anda di televise bersama
member EXO dan saya merasa wajar saja jika dua pria itu memperebutkan, Nona,
karena memang ada sesuatu di dalam diri Anda yang membuat Anda kelihatan
berbeda dari yang lain. Apalagi setelah bertemu dengan Anda secara langsung hari
ini, Saya jadi bisa membuktikan sendiri kalau Anda memiliki aura alami untuk
membuat seseorang tertarik dan menyukai Anda,” ujarnya lagi sambil memakaikan
lipstick di bibirku.
Setahuku
setelah membuat wajah tampak sangat pucat, selanjutnya menghias bagian mata dan
lalu bibir dan hidung, alis, dan perona pipi. Mungkin akan selesai sebentar
lagi karena memang make up sederhana lebih cepat selesai dibandingkan dengan
make up untuk menghadiri pesta prom.
Aku mendengar pintu terbuka dan itu pasti
Jung yang sudah selesai dengan acaranya di kamar mandi. “Aku akan keluar
sebentar,” ujarnya. Lalu terdengar suara pintu terbuka lagi dan tertutup.
Mau
kemana dia? Ah mungkin melihat persiapan untuk jamuan makan malamnya.
“Dia
pria yang tampan. Anda sangat beruntung bisa mendapatkannya. Kudengar nanti
malam akan ada ayah dari Tuan Muda yang baru saja datang dari Melbourne untuk
mengikuti jamuan makan malam itu.”
“Apa?
Kau tahu darimana?”
“Semua
orang sudah mengetahuinya, Nona. Apa Tuan Muda tidak memberitahu Anda?”
Aku
menggelengkan kepalaku pelan. Gawat! Aku akan bertemu dengan ayah Jung. Apa
yang harus kulakukan!
“Tidak
perlu khawatir, Nona. Setahu saya, Watak ayah Tuan Muda dan kakeknya sangatlah
berbeda.”
Aku
sedikit menghembuskan napas lega begitu mendengar penuturan wanita ini. Dia
kelihatanya tahu cukup banyak mengenai keluarga Jeon.
“Apa
ibunya akan datang juga?” tanyaku.
Wanita
ini sedang memoleskan perona wajah. “Tidak, Nona. Nyonya sudah tidak pernah
lagi kembali ke Korea sejak memutuskan berpisah ketika Tuan Muda masih kecil.
Terakhir yang kudengar Nyonya tinggal di Las Vegas,” jelasnya.
Kota
berbahaya itu. Kenapa ibu Jung memilih untuk tinggal di sana? “Jika aku boleh
tahu siapa nama ibu Jung?”
“Jeon
Allysa. Sebelum menikah namanya Cho Allysa. Ayahnya dari Korea dan ibunya dari
Mexico. Tuan Muda lebih mirip ibunya dalam hal kepribadian, tapi dalam fisik
dia mirip ayahnya. Jeon Allysa adalah seorang wanita karir yang sangat sukses
diusia mudanya waktu itu. Orangtuanya sangat bangga padanya, ditangan anak
perempuan satu-satunya itu mereka menyaksikan saham perusahaan semakin
meningkat kian hari. Pesona yang dimiliki oleh ibu Tuan Muda juga membuat
banyak pria mengincarnya dan berusaha untuk meminangnya. Tapi orangtuanya
ternyata merencanakan perjodohan dengan putra tunggal Jeon Hwa Yoo. Seingatku,
Nyonya Allysa tidak pernah ingin menikah dengan ayah Tuan Muda karena dia
mencintai orang lain. Cho Allysa sebelum menikah adalah seorang gadis dengan
kepribadian kaku. Dia dingin dan tegas. Semua orang segan padanya, dia
dihormati. Tapi tidak ada yang pernah tahu jika sebenarnya dia hidup dalam
kepalsuan, dia diperlakukan layaknya boneka oleh kedua orangtuanya. Dia
menjalankan perusahaan keluarga agar bisa menyelamatkan nyawa kekasihnya. Dia
hidup dibawah titah orangtuanya. Lagi-lagi, dia harus menerima perjodohan itu
untuk menyelamatkan pria yang dia cintai.” Aku medengarkan dengan sangat baik.
Wanita ini bisa bicara dalam bahasa inggirs dengan fasih, kurasa keluarga Jeon
memiliki standar untuk para karyawannya.
“Lalu?
Apa lagi yang terjadi?”
“Banyak
yang terjadi, Nona. Aku sudah lama bekerja di sini bahkan aku juga ikut
membantu merias Nyonya di hari pernikahannya dulu. Wajahnya datar, tidak ada
rona bahagia di sana. Rumah tangga mereka berjalan dengan buruk, tidak ada
sapaan, tidak ada perkenalan, tidak ada sarapan bersama, tidak makan siang,
atau pun makan malam. Rumah besar itu seperti tidak berpenghuni, mereka juga
tidur di kamar terpisah karena saya bekerja sebagai penata rias pribadi Nyonya
Allysa. Sampai suatu hari, Nyonya bercerita jika mertuanya meminta seorang
cucu, pewaris lebih tepatnya, mau tidak mau dua insan itu menurutinya. Hingga
tiga minggu kemudian, Nyonya Allysa dinyatakan dokter positif hamil. Semuannya
berjalan sepeti biasa, saling diam. Saya bahkan tidak pernah melihat mereka
bedua mengobrol. Hingga Tuan Muda lahir, keadaan memburuk, Nyonya Allysa
mendapati kabar dari orang kepercayaannya jika suaminya memiliki affair di belakangnya. Sejak saat itu,
mereka berdua selalu bertengkar padahal Tuan Muda masih bayi. Saya sering
kasihan karena Tuan Muda terlantar begitu saja. Keadaan seperti itu berlangsung
sangat lama hingga Tuan Muda berumur tujuh tahun menuju delapan tahun. Malam
itu keadaan sudah benar-benar diluar kendali, saya ingat saya berusaha untuk
membuat Tuan Muda tidak menyaksikan ayahnya memukul ibunya, tapi semuanya
terlambat. Malam itu, Nyonya memutuskan untuk pergi dan tidak akan pernah
kembali ke sini.”
Terpaku,
bayangan-bayangan yang terlihat di kepalaku sangat mengerikan, bagaimana
Jung-ku bisa menghadapinya? Karena hal itulah, dia terkadang berpikir dan
bertindak manja, kekanak-kanakan, egois, keras kepala. Tapi terkadang dia
begitu keras, dingin, kaku, kasar, dan tegas. Dia menyaksikan hal-hal yang
tidak seharusnya dia saksikan ketika dia masih kecil.
“Sudah
selesai, Nona. Anda bisa memakai gaunnya dan sepatunya juga,” decak senang
wanita ini.
Aku
kembali mendapatkan fokusku dan melihat jika dia sudah selesai dengan pekerjaannya.
Aku melihat bayanganku yang tertangkap cermin. Wanita ini menggelung rambutku,
sederhana tapi tetap elegan. Aku tersenyum lebar, beranjak dari kursi
menghampiri gaun formal yang sudah dipesan Jung. Gaun ini cantik sekali!
Christian Dior adalah salah satu perancang favoritku.
Masuk
kembali ke kamar mandi, memakai gaun ini dengan hati-hati, jangan sampai
merusak dandananku ini. Begitu aku keluar, Jung sudah kembali kemari dan dia
tampak terpaku menatapku.
Tersenyum
gugup, aku memutuskan untuk melangkah kembali ke meja rias dan melihat
bagaimana keadaanku sekarang. Apa kecantikan gaun ini hilang ketika aku
memakainya.
“Nona,
semua orang akan memerhatikan Anda malam ini,” seru si penata rias. “Baiklah,
kalau begitu tugasku sudah selesai sekarang, saya permisi dulu.” Dia membungkuk
memberi hormat pada Jung dan padaku.
“Aku
malas untuk mengatakan hal ini, tapi kau terlihat sangat cantik malam ini,”
ujarnya sambil tersenyum mematikan.
Mau
tidak mau tubuhku menunjukan reaksi anehnya, aku merasakan gelenyar panas merambati
wajahku. “Ini adalah waktunya kita turun ke bawah.”[]
KEMBARAN :D
KOOKIE :*
Ah,ya ampun! Bikin kepo banget! Next~
BalasHapusGomawoooo neeeeπππ
BalasHapus