Kamis, 20 Agustus 2015

INTO HIS WORLD BAB 27

WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran disana-sini. Happy Reading!




BAB 27



Jung pergi ke perusahaan cabang yang saat ini tengah diperbaiki dengan supirku pagi-pagi sekali sedang aku menunggu Sehun datang di depan apartemenku. Cuacanya luar biasa dingin hari ini.
Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa sarapan berdua dengan Jung lagi. Memasak untuknya, membuatkannya kopi dan sesi bermesraan di pagi hari.
Mobil Sehun tiba dan aku langsung masuk ke dalam. Dia tersenyum lebar padaku.
“Jadi bagaimana kabarmu, gadis kecil? Sepertinya kau bahagia sekali ya.”
Aku nyengir padanya. “Tentu, aku senang sekali karena perlahan-lahan keadaan semakin membaik.”
“Apa kau sudah siap untuk melihat pengumumanmu hari ini?”
“Siap, Oppa. Apapun hasilnya aku akan terima.”
“Bagus, aku yakin kau pasti lulus karena selain cantik kau juga pintar.” Kami tertawa bersama.
Tidak lama, mobil Sehun berhenti di tempat parkir sekolah. Dia memakai kupluk, kumis palsu, dan kaca mata hitamnya.
Aku tertawa geli melihat penampilannya. Luar biasa, semua orang pasti akan mengira jika dia adalah seorang kriminal.
“Jangan tertawakan aku. Ini adalah satu-satunya cara untuk menghindari kericuhan di dalam sana,” ujarnya.
Kami berjalan menuju ke aula dan semua siswa tingkat akhir sudah berkumpul di sini menunggu siapa saja yang berhasil di rekrut langsung ke universitas yang mereka inginkan dengan biaya lebih murah juga.
Aku dan Sehun duduk di depan sekali. Siswa yang datang kesini didampingi orangtua mereka atau wali mereka. Semua orang menatap kami dan berbisik-bisik, mungkin mereka berpikir jika aku pergi dengan pamanku yang memiliki gaya seperti pereman.
“Apa kau tidak merasakannya, Oppa? Sejak kita datang, semua orang memperhatikan kita dan lantas berbisik-bisik,” bisikku pada Sehun.
“Biarkan saja mereka berbisik, Yoora. Aku sudah biasa harus seperti ini,” balasnya.
Aku tertawa mendengarnya dan kembali fokus untuk mendengarkan kata sambutan dari kepala sekolah dan juga beberapa orang perwakilan dari kampus-kampus yang berpartisipasi mengikuti jalur ini.
Jantungku berdebar tanpa bisa kucegah saat pembawa acara menyampaikan jika kata sambutan telah selesai dan acara selanjutnya adalah melihat nama-nama yang berhasil lulus ke kampus pilihannya.
Kampus pilihanku ada di urutan terakhir, Seoul National University. Entah kenapa aku begitu tertarik untuk kuliah di sana, semoga saja mereka memasukan namaku ke dalam daftar siswa yang mereka rekrut langsung untuk menempuh pendidikan di kampus mereka.
Sehun menggenggam tanganku, memberiku semangat. Aku meraih ponselku saat merasakan benda itu bergetar di saku jeansku. Ada lima pesan masuk dalam waktu yang cukup dekat.
Membuka pesan pertama dan itu pesan dari Kris.
Hei, aku hampir melupakan tentang hari pengumumanmu, aku melihat Sehun bangun pagi-pagi sekali karena kau menghubunginya, memberitahu jika hari pengumuman dipercepat menjadi hari ini. Aku mengirim pesan ini untuk memberimu semangat, kau pasti lulus, gadis kecil. Kami semua menyayangimu J
Pesan kedua dari Kyung Soo.
Ya Tuhan, hari ini adalah hari besarmu, maafkan aku tidak bisa menemanimu, Yoora. Aku tidak bisa izin lagi dari latihan karena aku sudah sering sekali izin. Jadi, lewat pesan ini aku ingin mengatakan padamu bahwa aku yakin kau pasti akan lulus. Semangat! Kami semua mendoakan yang terbaik untukmu dan aku menyayangimu J
Pesan ke tiga dari Jimin.
Kami sedang sibuk mengurus penggagalan pertunangan ini demi kau dan Kookie. Aku dan yang lainnya yakin kau pasti lulus. Semangat, Yoora!
Pesan ke empat dari Taehyung.
Aku sedang sibuk mengurusi pembocoran berita tentang keluarga kekasihmu itu sekarang sedang Hye Ni harus menghadiri acara yang sama denganmu hari ini. Aku mendoakan yang terbaik untuk semua teman-temanku yang menerima pengumuman hari ini.
Pesan terakhir dari Jung.
Kau tahu kalau aku sangat mencintaimu, Chagiya. Semoga saja kau lulus di pilihan keduamu. Karena dengan begitu kau bisa bekerja mendampingiku menjadi sekretarisku. Semangat!
Mau tidak mau aku tersenyum membaca pesan-pesan dari mereka. Lulus di pilihan berapapun nantinya aku, aku akan menerimanya dan belajar dengan sebaik-baiknya karena aku harus menghidupi diriku sendiri. Uang dari paman masih banyak menumpuk di rekeningku, tapi itu bukanlah hasil dari kerja kerasku sendiri. Aku akan tunjukan pada dunia jika aku bukanlah gadis yang hanya bisa bergantung pada oranglain. Aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri.
Aku bertepuk tangan riuh saat nama Euna dan Jin Hwa sudah dipanggil, mereka naik ke atas panggung dengan senyuman bangga. Euna mengedipkan matanya padaku dan aku mengangguk padanya sebagai balasan. Senang sekali rasanya, mereka berdua lulus di kampus yang sama meski berbeda jurusan. Euna ingin menjadi designer. Jin Hwa harus meneruskan perusahaannya.
Setelah tiga puluh menit menunggu akhirnya tiba kampus yang kupilih untuk menyebutkan nama-nama siswa yang mereka rekrut langsung. Kalau saja ibuku masih hidup, dia pasti akan sangat bangga dengan prestasiku ini. Aku yakin aku pasti akan lulus.
Lima belas siswa sudah naik ke atas panggung itu dengan rona bahagia di wajah mereka. Jantungku makin berdebar-debar karena gugup luar biasa.
Aku kembali bertepuk tangan saat nama Hye Ni dipanggil dan itu artinya dia lulus. Masing-masing kampus hanya akan merekrut dua puluh orang dan Hye Ni diurutan ke tujuh belas.
Dia memberiku semangat melalui isyarat dari atas panggung. “Kau pasti dipanggil, tenang saja.”
Sehun kembali meremas tanganku dan hingga nomor sembilan belas aku belum juga dipanggil. Senyuman di wajahku luntur sudah. “Kurasa namaku tidak masuk, Oppa,” lirihku.
“Dan yang terakhir adalah, mari kita beri selamat untuk Yoora Fletcher.”
Mulutku terbuka saat mendengar pria itu menyebutkan namaku. Dengan perasaan yang sangat abstrak aku berdiri dan memeluk Sehun sebagai gambaran kebahagiaanku, lalu berjalan dengan anggun naik ke atas panggung bergabung dengan yang lain.
Hye Ni memelukku dengan erat. “Aku saja bisa lulus, tidak mungkin jika kau tidak. Kita akan kuliah bersama-sama mulai bulan depan,” serunya senang.
Orang-orang dari Seoul National University membagikan amplop putih panjang yang berisikan dijurusan mana kami lulus. Semoga kedokteran, Tuhan! Aku yakin kau selalu mendengarkan doaku.

“Kenapa kau tidak membuka amplop itu?” tanya Sehun tiba-tiba.
Sekarang kami dalam perjalanan pulang setelah menyelesaikan semua rangkaian acaranya dan pendaftaran ulang ke kampus akan di mulai minggu depan.
“Aku takut membukanya, Oppa.”
“Kenapa harus takut? Kau sudah lulus.”
Setelah menghela napas, akhirnya tanganku bergerak membuka amplop itu dan membuka kertas yang terlipat didalamnya.
“Aku..aku lulus di jurusan manajemen bisnis, Oppa.”
“Wah, itu bagus, Yoora. Kau bisa menjadi sekretaris Jimin atau pacarmu sendiri,” ujarnya terkikik.
“Tapikan, aku berharap bisa lulus di kedokteran, Oppa.”
“Hei, kau ini. Rencana Tuhan itu selalu lebih baik dibandingkan dengan rencanamu, gadis kecil. Ikuti saja dan yakinlah jika kau akan meraih kesuksesanmu nanti lewat rencana Tuhan ini.”
Aku menatapnya terkejut. “Aku tidak tahu jika aku bisa menasehati orang seperti itu,” ujarku terkekeh.
Dia memutar bola matanya. Baiklah, aku akan berkuliah di jurusan manajemen bisnis. Semoga ini memang yang terbaik untukku.
“Oya, Oppa. Jadi, kita tidak jadi ke bandara untuk menjemput gadismu?”
“Dia belum menjadi gadisku, Yoora. Dia menunda keberangkatannya. Biarkan aku saja yang menjemputnya nanti.”
Aku menangguk meresponnya. “Eh, ngomong-ngomong, bisakah kau memberitahuku siapa nama gadis itu?”
Kuharap bukan Kwon Haneul. Semoga bukan. “Kwon Haneul.”
Dua kata itu sukses membuatku terdiam. Jadi, benar, Sehun menyukai gadis yang disukai oleh Ho Seok dan menyebabkan hubungan mereka menjadi buruk. Ya ampun.
“Memangnya dia ada dimana sekarang, Oppa?”
“Dia tinggal di New York. Kuliah di sana.”
Aku mengangguk lagi dan memutuskan untuk tidak menanyakan apa-apa lagi tentang gadis itu.

Sehun mengantarku ke rumah dan dia langsung pulang katanya dia harus ikut latihan bersama yang lain untuk persiapan konser mereka akhir minggu ini. Kwon Haneul. Nama itu melintas lagi dikepalaku begitu aku berhasil tiba di apartemenku menjelang siang, sebentar lagi Jung akan pulang untuk makan siang.
Aku sudah menyiapkan makanannya, tinggal menyelesaikannya sedikit lagi. Jadi tidak membutuhkan waktu lama.
Setelah mengganti pakaianku, aku langsung menuju dapur untuk menyelesaikan acara masak-memasakku. Hari ini aku kembali mengasah kemampuanku dalam membuat masakan dari Korea yang terkenal, Kimchi. Aku sudah belajar cara membuatnya dan mempraktikkannya pertama kali bersama Euna bulan lalu. Hasilnya tidak terlalu buruk. Jadi, hari ini aku memutuskan untuk kembali membuatnya dan Jung harus mencicipi buatanku meski bukan yang pertama kali, tapi aku tetap ingin dia mencoba Kimchi buatanku.
Aku selesai menata meja makan dengan lilin-lilin lalu memadamkan lampu utama, meninggalkan cahaya remang dari lampu-lampu kecil dan juga cahaya lilin. Anggaplah ini makan siang istimewa ala Kim Yoora.
Kembali ke kamar, aku mengganti pakaianku dengan dress santai dan tidak sengaja mataku menangkap kotak beludru biru donker yang terletak di atas meja riasku bersama dengan alat-alat make up-ku. Tanganku bergerak meraih kotak itu dan membukanya, melihat jika kalung itu masih ada di sana. Haruskah aku memakainya lagi?
Tubuhku tersentak saat mendengar pintu depan di buka dan dengan buru-buru tanganku meraih kalung itu lalu memakainya. Berlari keluar kamar, menyambut Jung dengan senyuman lebarku.
Dia terdiam saat melihatku berlari kecil menghampirinya. Matanya menelitiku dari atas kebawah dan naik lagi ke atas, berhenti di leherku. Senyum lebar terukur di wajahnya, binar-binar kebahagiaan yang sama seperti semalam kembali muncul di wajahnya.
“Jadi, sudah memutuskan untuk memakainya?”
Aku mengangguk dan membiarkannya menarikku ke pelukannya. Aroma parfum mahalnya juga aroma tubuhnya membuatku nyaman.
“Aku sudah menyiapkan makan siang kita,” bisikku.  
Menariknya ke ruang makan dan aku bisa merasakan keterkejutannya saat melihat suasana di ruang makanku ini.
“Kau yang menyiapkan ini?” ujarnya tak percaya.
“Tentu saja, aku belum bisa menyewa orang untuk melakukannya. Apa kau suka?”
“Tentu saja, untunglah aku menolak makan siang di kantor bersama rekan bisnisku tadi, jika tidak aku akan benar-benar menyesalinya seumur hidupku. Terima kasih,” desisnya.
Tubuhku kaku saat dia mengecupku lembut dan aku bisa merasakan cintanya. Dia mencintaku.
“Sejak kapan kau bisa masak Kimchi?”
“Kau pergi cukup lama dan kurasa kau tidak perlu heran jika sekarang aku sedikit-sedikit sudah mulai bisa memasak makanan Korea,” jawabku.
“Ini enak, kau harus belajar membuat makanan lainnya,” ujarnya senang.
“Kau tidak ingin menanyakan tentang hasil pengumumanku tadi?”
“Untuk apa? Aku tahu kalau kau pasti lulus di pilihan kedua,” jawabnya membuat dahiku berkerut dengan bingung.
“Darimana kau mengetahuinya, Jung?”
“Mudah saja, aku sudah mengurus hal itu, aku sudah menugaskan bawahanku untuk menemui panitianya dan mengatakan jika Yoora Fletcher harus lulus dipilihan kedua,” jelasnya.
Mulutku terbuka tak percaya, dia menyabotase hasil pengumumanku. “Jadi, maksudmu adalah kau menyabotase hasil pengumumanku? Jadi seharusnya aku bisa lulus di kedokteran.”
“Kau tidak akan lulus dikedokteran, Yoora. Pihak kampus mengatakan jika nilaimu masih kurang meskipun kau bagus dalam bahasa inggris. Aku bahkan menyogok pihak panitia agar kau diluluskan di pilihan keduamu,” jelasnya lagi.
Ya Tuhan, itu artinya aku belum cukup pintar dibandingkan yang lain. Jessy pasti akan menertawaiku habis-habisan jika dia tahu tentang hal ini.
“Hei, sudahlah, jangan kau pikirkan lagi. Kau tidak perlu khawatir, semua urusan kuliahmu sudah kuurus dan kau tinggal masuk dan belajar nanti. Malam ini, kita akan berangkat ke Miami, siapkan dirimu jangan sampai kau terkena jet lag lagi.”
Aku memutar bola mataku dan dia terkekeh. Aku jadi ingat itu adalah pertemuan pertama kami.

Setelah membereskan meja makan aku menyusul Jung ke ruang santai, dia menyalakan musik dari ponselnya. Ini adalah lagu Christina Perri. Jika tidak salah ingat judulnya A Thousand Years.
“Aku tidak tahu kalau kau adalah penggemar serial The Twilight Saga,” ucapku.
Jung mendongak menatapku. “Tidak, aku bukan penggemar film itu. Aku tidak sengaja mendengar lagu ini tadi. Jadi aku mendownloadnya. Lagu ini enak untuk berdansa.”
Pria itu berdiri, mengulurkan tangannya sambil membungkuk mengajakku berdansa. Wajahku memanas seketika. Jantungku berdebar-debar lagi. Dengan lembut aku menerima tangannya. Dia meletakkan kedua tanganku melingkar di lehernya dan meletakkan kedua tangannya melingkar di pinggangku.
Tubuh kami bergerak pelan mengikuti irama musiknya. Matanya mengunci mataku dan perlahan aku merasakan segala hal di sekeliling kami mengabur begitu saja, sekarang yang ada di mataku hanyalah dia. Aku hanya bisa melihatnya.
Menjatuhkan kepalaku di pundaknya dan terus bergerak pelan. Ini adalah dansa terbaik dalam hidupku. Aku merasa seperti Jung adalah pria pertama yang mengajakku berdansa padahal tidak seperti itu. Entahlah, mungkin karena aku begitu mencintainya.
Dia ikut menyanyikan lagu Christina Perri itu dan suara lembutnya membuatku tidak bisa menahan cengiran bodohku. Suaranya sangat indah. Napasnya berhembus dengan lembut di leherku, membuat tubuhku meremang.
“Aku mencintaimu, Chagiya.”
“Aku juga mencintaimu, Jung-ku.”

Setelah acara dansa panjang dan sesi ciuman yang tak kalah panjang, aku dan Jung bersiap-siap untuk keberangkatan kami malam ini. Dia sudah menghubungi pamanku, mengabarkan kami akan kesana dan aku juga sudah menghubungi Jessy jika aku akan ke Miami.
Aku sudah lupa kapan terakhir aku saling bekabaran dengan saudaraku itu. Aku ingin meminta maaf pada mereka semua atas sikap tidak tahu diriku selama ini. Aku tahu seharusnya aku tidak bersikap seperti itu pada mereka. Aku juga tahu jika paman dan bibi juga Jessy sangat menyayangiku. Mereka tidak bermaksud untuk menipuku.
Ini adalah kali pertama aku naik pesawat pribadi Jung. Pesawat ini memiliki kamar dan kurasa aku tidak perlu khawatir akan terserang jet lag karena aku bisa tidur di sepanjang perjalan sampai tiba ke Miami lagipula kami tidak perlu transit.
“Apa kau sering tidur di kamar ini?”
“Iya, jika perjalanannya jauh, aku sering tidur di sini, sekarang kau tidurlah. Ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan nanti aku akan membangunkanmu ketika kita sudah sampai.”
Aku menangguk dan memandanginya meninggalkanku di kamar yang lumayan sempit ini, bahkan dapurku lebih besar dari kamar ini. Baiklah, aku tahu ini adalah kamar yang ada di pesawat, jangan mengumpatku lagi.
Sudah tiga bulan lebih dua minggu aku tidak pulang ke tempat di mana aku dilahirkan. Kuharap belum ada apapun yang berubah di sana. Hari ini Jessy pasti pulang malam karena biasanya ketika senin tiba dia akan lembur bersama tugas kuliahnya dan kadang dia tidak pulang, menginap di rumah temannya.

Erangan pelan keluar dari mulutku saat merasakan tubuhku seperti terombang-ambing, siapa yang berani mengganggu tidurku, Tuhan. Perlahan mataku terbuka dan hal pertama yang kulihat adalah wajah Jung yang tengah menunduk menatapku.
“Maaf, aku mengganggu tidurmu, Chagiya. Aku sudah berusaha sebaik mungkin agar tidak membangunkanmu,” ujarnya.
Sekarang akhirnya aku sadar jika aku ada di dalam gendongannya. Mataku terbuka dengan lebar. “Apa yang kau lakukan, Jung? Turunkan aku, ya Tuhan, kau bisa membangunkanku dan tidak perlu menggendongku seperti ini.”
“Kenapa? Kita terlihat seperti pasangan suami istri ya,” katanya.
Memutar bola mataku. “Jangan berkhayal. Sekarang, kau bisa menurunkanku, Jung.”
“Tidak, sebentar lagi kita sampai di depan dan sudah ada orang suruhan pamanmu yang menunggu kita. Eh, sebenarnya sejak tadi banyak orang-orang yang berbisik jika kita ini adalah pasangan yang manis dan serasi.” Ada cengiran senang di wajahnya saat dia mengatakan hal itu.
Aku menggelengkan kepalaku dan pada akhirnya aku menikmati kedekatan kami yang sangat kurindukan seperti ini. Aku sudah pernah mengatakan ini jika pelukan Jung adalah rumah untukku dan hatinya adalah rumah untuk cintaku.
Orang suruhan paman adalah supir pribadi keluarga dan aku mengenalnya, dia membawa kami ke rumah pamanku, rumah di mana aku tinggal dulu sebelum pindah ke Seoul.
Para pelayan berhamburan keluar dari rumah untuk menyambutku. Aku dan Jung hanya membawa tas berukuran sedang dan itupun hanya memuat pakaian Jung saja. Aku memiliki banyak pakaian di sini.
Begitu masuk, bibi Joan muncul dari dapur dengan senyuman lebarnya. Dia berjalan dengan cepat menghampiriku, aku melepaskan diri dari Jung dan ikut menghampirinya. Bibi Joan memelukku erat. Sosok ibu yang kukenal hanyalah bibi Joan.
“Aku merindukanmu, Nak. Aku senang kau baik-baik saja. Ah dan kau membawa calon menantuku juga ternyata,” seru bibiku.
Aku terkekeh pelan. “Aku juga merindukanmu, Aunty. Maafkan aku untuk semua yang sudah terjadi.”
“Tidak, Honey. Kau tidak perlu meminta maaf seperti itu padaku. Ini semua adalah salah kami, harusnya sejak awal kami menjelaskannya padamu, tapi Mark tidak ingin kau tersakiti, dia sangat menyayangimu.”
Aku menangguk dan bibiku itu beralih menatap Jung. “Apa yang kau lakukan di sana? Cepat kemari dan kenalkan dirimu, aku harus menyidangmu sebelum kau diperbolehkan menjalin hubungan dengan putriku ini,” ujar bibiku.
Aku terkekeh saat mendengarnya dan Jung dengan gaya kakunya khas berjalan masuk menghampiri bibiku.
“Aunty, aku, Jeon Jungkook. Calon suami, keponakan Anda.”
“Kata siapa dia ini keponakanku? Aku yang membesarkannya sejak dia bayi. Dia adalah putriku. Katakan padaku, apa kau mencintainya?”
“Eh, tentu saja, aku mencintainya.”
“Bagus. Apa kau bisa menjamin kebahagiaannya?”
“Kebahagiaannya adalah prioritasku.”
“Baik. Apa kau bisa menjamin masa depannya?”
“Aku adalah seorang pria yang kaya jika itu yang kau maksudkan dari pertanyaanmu, Aunty.”
“Bagus. Aku benar-benar tidak ingin putriku hidup susah. Kalau begitu kau diijinkan untuk menjalin hubungan dengannya.”
Bibi Joan memeluk Jung singkat tanda jika dia sudah diterima di rumah ini. “Kalau begitu, istirahatlah, Yoora. Tunjukan pada priamu ini dimana kamarnya. Aku tidak ingin ada sex sebelum pernikahan. Sekarang, aku harus kembali ke dapur. Selamat beristirahat, Honey.”
Setelah mengecup dahiku sayang, bibi Joan melenggang meninggalkan kami berdua. Aku menatap Jung geli.
“Jadi, apa kau suka suasana rumah ini?”
“Aku suka, sekarang aku jadi bisa memahami darimana kepribadianmu terbentuk, Chagiya.”
Tersenyum padanya. “Kalau begitu ayo kita naik ke atas biar kutunjukan dimana kamarmu, Sir.” Aku menarik tangan Jung untuk mengikutiku.
Tidak ada yang berubah dari rumah ini, semuanya masih sama. Aku benar-benar merindukan setiap momen yang kulewati di sini. Aku rindu berlarian mengelilingi rumah bersama Jessy ketika kami kecil dulu. Rindu bermain petak umpet bersama paman. Rindu berebut untuk makan kue buatan bibi Joan, dan masih banyak hal lainnya.
Kamar tamu utama sudah disiapkan untuk Jung dan kamarku ada diujung lorong, cukup jauh memang. Aku dibesarkan di dalam keluarga yang cukup religius dan bibi Joan memegang teguh prinsip tidak ada sex sebelum menikah sejak dulu itulah kenapa dulu mantan-mantan kekasihku yang ingin mengajakku berkencan keluar dari rumah ini maka dia harus menghadapi bibiku itu.
“Apa aku tidak diizinkan untuk melihat kamar calon istriku?”
Jung menaik turunkan alisnya sambil tersenyum geli padaku. Mataku menyipit menatapnya lalu berkacak pinggang.
“Kau tidak boleh masuk ke kamarku yang ada di rumah ini, karena apa? Karena belum pernah ada satu pria pun yang kuajak masuk kesana. Kau boleh masuk kesana nanti setelah kita menikah.” Aku terkikik setelah mengatakan hal itu.
“Apa yang lucu? Kenapa kau tertawa?”
“Tidak, rasanya memikirkan pernikahan secepat ini sangatlah lucu. Kau berusaha untuk melarikan diri sekuat mungkin dari kakekmu dan menggagalkan perjodohan yang sudah dirancangnya untukmu.”
“Kau tahu, jika aku harus menikah maka aku hanya akan menikah denganmu saja, Kim Yoora.”
Tawaku lenyap saat mendengar ucapannya. Jung melangkah mendekatiku, menarikku ke pelukannya. “Aku tidak menginginkan yang lain lagi. Ketika semua ini selesai, kita akan merancang pesta pertunangan kita, lalu memikirkan pernikahan.”
“Tidak, aku ingin fokus pada pendidikanku dulu, Jung. Aku tidak ingin semua orang menilai aku ini seorang wanita yang hanya menginginkan hartamu saja. Aku ingin mereka berpikir jika aku pantas mendampingimu.”
“Apa pentingnya mendengarkan omongan orang. Yang tahu mana yang pantas atau tidak hanya aku, bukan mereka.”
“Tetap saja, aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu, kau harus menyelesaikan kuliahmu, nanti setelah itu kita baru memikirkan pernikahan,” tegasku.
Jung menghela napas pasrah dan itu artinya sebuah kemenangan untukku. “Aku tidak akan pernah menang berdebat denganmu,” bisiknya.
“Aku senang jika kau kalah.” Aku nyengir dalam pelukannya.
“Jadi, malam ini aku tidak bisa memelukmu ya,” ujarnya.
“Kalau kau mau bokongmu ditendang oleh bibi Joan silakan saja kau datang ke kamarku nanti.” Aku terkikik lagi.
“Aku akan merindukanmu kalau begitu.”
“Jangan berlebihan! Kita ada di bawah atap yang sama dan hanya berpisah kamar saja dan kau bilang kau akan merindukanku. Hey, Sir, darimana kau belajar untuk menggombal?”
 Aku melepaskan diri dari pelukannya dengan jariku teracung ke wajahnya, aku berusaha untuk tidak tersenyum karena dia menatapku dengan tatapan terkonyol yang pernah kulihat dari seorang Jeon Jungkook.
“Ada seseorang yang mengajariku melakukannya, aku bertemu dengannya saat selesai pesta bulan lalu di sebuah club dan dia merayuku, aku belajar trik merayu darinya…”
Dengan kesal aku menghentakkan kakiku dan melangkah cepat keluar dari kamarnya. Aku mendengar tawa bahagianya di belakangku. Dia berlagak seolah-olah dia pria paling tampan di dunia ini cih! Menyebalkan sekali!
“Hei, hei, tunggu dulu, Chagiya. Aku hanya bercanda. Aku tidak pernah bertemu seseorang selama aku jauh darimu. Kau selalu memiliki hatiku.”
Dia menarik tanganku dan sukses membuatku limbung lalu jatuh ke pelukannya lagi. Jung menarik daguku, mengecupku pelan.
“Aku senang akhirnya aku bisa melihatmu cemburu seperti ini, tapi ternyata reaksimu sangat berbahaya, kau langsung pergi meninggalkanku seperti itu,” ucapnya sambil terkekeh.
“Aku tidak cemburu, Sir. Siapa bilang aku cemburu!”
“Aku akan menciummu lagi jika kau tidak mau mengaku!”
Senyuman penuh muncul di wajahku saat mendengar ucapannya. “Sir, kau genit sekali ya!”
“Aku tidak melakukannya dengan yang lain. Aku hanya melakukannya denganmu saja.”
Tawaku pecah saat mendengarnya. “Berhenti sekarang, oke? Aku harus melihat kamarku. Kau turunlah kebawah, aku punya koleksi film yang mungkin kau sukai. Dah.”
Aku mengecupnya cepat dan berlari meninggalkannya masuk ke kamarku. Jantungku berdebar-debar luar biasa. Napasku sesak karena bahagia yang memenuhi diriku, rasanya seperti akan meledak.
Tidak ada yang berubah dari kamarku. Semuanya masih sama, barang-barangku masih ada di tempat yang sama seperti sebelum aku meninggalkan tempat ini. Tanganku membuka wardrobe besar milikku dan menemukan ada banyak gaun dan dress baru di sini. Ya ampun, untuk apa bibi membeli semua ini sementara aku belum tentu akan kembali kemari eh meski akhirnya aku pulang juga walau tidak akan lama. Aku tidak akan sempat menggunakan gaun-gaun cantik ini.
Wardrobe besar ini berisikan semua koleksi pakaianku. Sedang untuk sepatu, bibi menyiapkan lemari khusus lain untukku dan Jessica. Aku kembali menutup pintunya dan lanjut mengecek rak buku milikku. Berisikan koleski novel yang kubeli nyaris setiap minggu dengan uang jajan yang kusisihkan karena aku tidak akan meminta uang lagi dari paman atau bibi.
Aku memiliki banyak sekali koleksi novel di rakku ini. Mulai dari kisah romance remaja, dewasa, lalu fantasi, urban, ilmiah, kriminal, hingga ke novel jenis erotika. Sebenarnya, aku tidak memiliki cukup banyak jenis novel erotika hanya ada dua, tapi aku punya serinya lengkap. Fifty Shades Of Grey, Fitfy Shades Darker, dan Fifty Shades Freed. Yang kedua ada seri Crossfire karya Silvia Day. Aku sudah membaca semua serinya dan diantara kedua itu aku lebih suka seri Crossfire dibandingkan kisah Christian Grey karena apa, karena didalam pikiranku Gideon Cross lebih mempesona dibandingkan dengan Mr Grey. Aku juga memiliki beberapa buku dongeng tentang Black Swann yang diberikan oleh Jessica saat ulang tahun ke lima belasku. Katanya, aku mungkin satu-satunya gadis yang tidak ingin menjadi Cinderella.
Setelah memastika semua barangku baik-baik saja, aku memutuskan untuk mandi meski katanya mandi malam itu tidak baik, tapi badanku lengket sekali. Aku memiliki kamar mandi yang simple, tapi di dalamnya ada semua koleksi benda yang dibutuhkan seorang gadis untuk merilekskan pikirannya dari dunia luar.
Lima belas menit kemudian, aku turun ke bawah dan menemukan Jung sedang menonton film di ruang santai. Aroma masakan bibi menguar hingga kemari dan itu berhasil membuat perutku konser.
Menjatuhkan tubuhku di samping Jung. Dia melirikku dan tangannya menarik kepalaku, membuatku bersandar padanya dan ikut menonton film Insidious 3 yang kurasa ini milik Jessy.
“Kau tidak takut horror?” tanyaku.
“Aku hanya akan takut kehilanganmu saja.” Aku bisa merasakan cengirannya. Dia mulai lagi.
“Aku serius.”
“Tidak, mereka itu hanyalah makhluk tak kasat mata, Yoora. Untuk apa takut pada mereka jika kita saja tidak mengganggu mereka.”
“Bagus, aku tidak suka jika pacarku takut pada film horror,” ujarku.
“Aku ini adalah satu-satunya pria yang lulus semua kriteria yang kau miliki untuk mencari calon pendampingkan, terima saja,” katanya dengan sombong.
“Kata siapa kau lulus semua, ada satu hal yang belum lulus.”
“Apa?”
“Kau itu tidak pintar dan kau bukan seorang dokter,” ujarku. Aku memang menginginkan pria yang pintar dan juga calon dokter, tapi aku malah terjebak dengan CEO.
“Walaupun begitu aku ini seorang CEO muda tampan dan ratusan dokter bisa kukalahkan dengan mudah, kau mendapatkan lebih dari apa yang kau inginkan harusnya kau merasa senang,” ujarnya ketus.
“Baiklah, aku senang, Sir. Aku senang sekali,” balasku sambil mengecup gemas pipinya.
“Kenapa pamanmu belum menunjukan tanda-tanda dia akan pulang padahal ini sudah hampir jam sebelas malam?”
“Setiap hari senin semua orang akan sibuk dengan pekerjaan. Jessy bahkan belum pulang dan bisa jadi dia tidak akan pulang karena tugas kelompok. Paman baru akan pulang jam sebelas nanti, itulah kenapa bibi baru masak sekarang,” jelasku.
“Apa di rumah ini, kalian selalu makan bersama?”
“Tentu saja, kami akan sarapan bersama-sama juga makan malam, makan siang kadang aku makan di sekolah, Jessy keluar dengan temannya saat jam kosong kuliahnya, paman makan di kantor dengan rekan bisnisnya sedang bibi pergi dengan teman-temannya.”
“Seandainya, keluargaku sesempurna keluargamu,” bisiknya.
Aku mendongak menatapnya begitu mendengar bisikan sedihnya tadi. Dia masih layar di depan kami dengan serius.
“Keluargaku tidak sempurna Jung, ingatlah siapa ayahku dan siapa ibuku. Keadaanku lebih mengenaskan darimu, atau mungkin kita memiliki keadaan yang sama,” ujarku. Aku mendorong lehernya membuatnya menunduk untuk menatapku.
“Sesegera mungkin, percayalah jika waktu akan memperbaiki semuanya, Jung. Kita akan melewatinya bersama-sama,” lirihku.
Jung menutup semua jarak yang memisahkan wajah kami dan menyentuh bibirku dengan bibir lembutnya, melumatnya pelan lalu melepaskannya.
“Aku tidak ingin ketahuan bermesraan di sini oleh bibimu,” katanya.
Cengiran muncul di wajah kami kedua tepat saat suara mobil di depan rumah terdengar. Kemungkinan itu paman.
Aku dan Jung bangkit dari sofa saat melihat pamanku masuk dari ruang tamu, bibi Joan berjalan secepat mungkin dari dapur untuk menyambut suaminya. Bibi Joan itu adalah tipekal istri yang patuh, dia menjalankan semua tugasnya dengan baik seperti sekarang mengurus barang-barang pamanku.
“Bagaimana hari ini di kantor, Uncle?”
Pamanku yang tadinya fokus memperhatikan istrinya yang sedang membuka lilitan dasinya mengalihkan pandangannya menatapku. Matanya membulat terkejut.
“Ya Tuhan, hampir aku lupa jika kalian akan kemari hari ini,” seru pamanku.
Aku tersenyum lebar padanya. Setelah bibi Joan pergi kembali ke dapur, aku melangkah mendekatinya dan memeluknya erat.
“Maafkan aku untuk semua yang sudah terjadi, Uncle. Aku tahu aku sudah bersikap tidak sopan pada kalian semua,” ujarku.
Pamanku melepas pelukannya. “Tidak, tidak ada yang perlu dimaafkan, kami semua mengerti keadaanmu, Yoora. Sekarang, ayo kita makan dulu. Masalah Jungkook dan kau akan kita bahas besok siang di kantorku,” kata paman.[]



KEMBARAN AKU YA AMPUN :D

PACAR PACAR :*

SUAMI :D




2 komentar: