WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
BAB 27
Jung
pergi ke perusahaan cabang yang saat ini tengah diperbaiki dengan supirku
pagi-pagi sekali sedang aku menunggu Sehun datang di depan apartemenku.
Cuacanya luar biasa dingin hari ini.
Setelah
sekian lama, akhirnya aku bisa sarapan berdua dengan Jung lagi. Memasak
untuknya, membuatkannya kopi dan sesi bermesraan di pagi hari.
Mobil
Sehun tiba dan aku langsung masuk ke dalam. Dia tersenyum lebar padaku.
“Jadi
bagaimana kabarmu, gadis kecil? Sepertinya kau bahagia sekali ya.”
Aku
nyengir padanya. “Tentu, aku senang sekali karena perlahan-lahan keadaan
semakin membaik.”
“Apa
kau sudah siap untuk melihat pengumumanmu hari ini?”
“Siap,
Oppa. Apapun hasilnya aku akan
terima.”
“Bagus,
aku yakin kau pasti lulus karena selain cantik kau juga pintar.” Kami tertawa
bersama.
Tidak
lama, mobil Sehun berhenti di tempat parkir sekolah. Dia memakai kupluk, kumis
palsu, dan kaca mata hitamnya.
Aku
tertawa geli melihat penampilannya. Luar biasa, semua orang pasti akan mengira
jika dia adalah seorang kriminal.
“Jangan
tertawakan aku. Ini adalah satu-satunya cara untuk menghindari kericuhan di
dalam sana,” ujarnya.
Kami
berjalan menuju ke aula dan semua siswa tingkat akhir sudah berkumpul di sini
menunggu siapa saja yang berhasil di rekrut langsung ke universitas yang mereka
inginkan dengan biaya lebih murah juga.
Aku
dan Sehun duduk di depan sekali. Siswa yang datang kesini didampingi orangtua
mereka atau wali mereka. Semua orang menatap kami dan berbisik-bisik, mungkin
mereka berpikir jika aku pergi dengan pamanku yang memiliki gaya seperti
pereman.
“Apa
kau tidak merasakannya, Oppa? Sejak
kita datang, semua orang memperhatikan kita dan lantas berbisik-bisik,” bisikku
pada Sehun.
“Biarkan
saja mereka berbisik, Yoora. Aku sudah biasa harus seperti ini,” balasnya.
Aku
tertawa mendengarnya dan kembali fokus untuk mendengarkan kata sambutan dari
kepala sekolah dan juga beberapa orang perwakilan dari kampus-kampus yang
berpartisipasi mengikuti jalur ini.
Jantungku
berdebar tanpa bisa kucegah saat pembawa acara menyampaikan jika kata sambutan
telah selesai dan acara selanjutnya adalah melihat nama-nama yang berhasil
lulus ke kampus pilihannya.
Kampus
pilihanku ada di urutan terakhir, Seoul National University. Entah kenapa aku
begitu tertarik untuk kuliah di sana, semoga saja mereka memasukan namaku ke
dalam daftar siswa yang mereka rekrut langsung untuk menempuh pendidikan di
kampus mereka.
Sehun
menggenggam tanganku, memberiku semangat. Aku meraih ponselku saat merasakan
benda itu bergetar di saku jeansku. Ada lima pesan masuk dalam waktu yang cukup
dekat.
Membuka
pesan pertama dan itu pesan dari Kris.
“Hei, aku hampir melupakan tentang hari
pengumumanmu, aku melihat Sehun bangun pagi-pagi sekali karena kau
menghubunginya, memberitahu jika hari pengumuman dipercepat menjadi hari ini.
Aku mengirim pesan ini untuk memberimu semangat, kau pasti lulus, gadis kecil.
Kami semua menyayangimu J”
Pesan
kedua dari Kyung Soo.
“Ya Tuhan, hari ini adalah hari besarmu,
maafkan aku tidak bisa menemanimu, Yoora. Aku tidak bisa izin lagi dari latihan
karena aku sudah sering sekali izin. Jadi, lewat pesan ini aku ingin mengatakan
padamu bahwa aku yakin kau pasti akan lulus. Semangat! Kami semua mendoakan
yang terbaik untukmu dan aku menyayangimu J”
Pesan
ke tiga dari Jimin.
“Kami sedang sibuk mengurus penggagalan
pertunangan ini demi kau dan Kookie. Aku dan yang lainnya yakin kau pasti
lulus. Semangat, Yoora!”
Pesan
ke empat dari Taehyung.
“Aku sedang sibuk mengurusi pembocoran berita
tentang keluarga kekasihmu itu sekarang sedang Hye Ni harus menghadiri acara
yang sama denganmu hari ini. Aku mendoakan yang terbaik untuk semua
teman-temanku yang menerima pengumuman hari ini.”
Pesan
terakhir dari Jung.
“Kau tahu kalau aku sangat mencintaimu,
Chagiya. Semoga saja kau lulus di pilihan keduamu. Karena dengan begitu kau
bisa bekerja mendampingiku menjadi sekretarisku. Semangat!”
Mau
tidak mau aku tersenyum membaca pesan-pesan dari mereka. Lulus di pilihan
berapapun nantinya aku, aku akan menerimanya dan belajar dengan sebaik-baiknya
karena aku harus menghidupi diriku sendiri. Uang dari paman masih banyak
menumpuk di rekeningku, tapi itu bukanlah hasil dari kerja kerasku sendiri. Aku
akan tunjukan pada dunia jika aku bukanlah gadis yang hanya bisa bergantung
pada oranglain. Aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri.
Aku
bertepuk tangan riuh saat nama Euna dan Jin Hwa sudah dipanggil, mereka naik ke
atas panggung dengan senyuman bangga. Euna mengedipkan matanya padaku dan aku
mengangguk padanya sebagai balasan. Senang sekali rasanya, mereka berdua lulus
di kampus yang sama meski berbeda jurusan. Euna ingin menjadi designer. Jin Hwa
harus meneruskan perusahaannya.
Setelah
tiga puluh menit menunggu akhirnya tiba kampus yang kupilih untuk menyebutkan
nama-nama siswa yang mereka rekrut langsung. Kalau saja ibuku masih hidup, dia
pasti akan sangat bangga dengan prestasiku ini. Aku yakin aku pasti akan lulus.
Lima
belas siswa sudah naik ke atas panggung itu dengan rona bahagia di wajah
mereka. Jantungku makin berdebar-debar karena gugup luar biasa.
Aku
kembali bertepuk tangan saat nama Hye Ni dipanggil dan itu artinya dia lulus.
Masing-masing kampus hanya akan merekrut dua puluh orang dan Hye Ni diurutan ke
tujuh belas.
Dia
memberiku semangat melalui isyarat dari atas panggung. “Kau pasti dipanggil,
tenang saja.”
Sehun
kembali meremas tanganku dan hingga nomor sembilan belas aku belum juga
dipanggil. Senyuman di wajahku luntur sudah. “Kurasa namaku tidak masuk, Oppa,” lirihku.
“Dan
yang terakhir adalah, mari kita beri selamat untuk Yoora Fletcher.”
Mulutku
terbuka saat mendengar pria itu menyebutkan namaku. Dengan perasaan yang sangat
abstrak aku berdiri dan memeluk Sehun sebagai gambaran kebahagiaanku, lalu
berjalan dengan anggun naik ke atas panggung bergabung dengan yang lain.
Hye
Ni memelukku dengan erat. “Aku saja bisa lulus, tidak mungkin jika kau tidak.
Kita akan kuliah bersama-sama mulai bulan depan,” serunya senang.
Orang-orang
dari Seoul National University membagikan amplop putih panjang yang berisikan
dijurusan mana kami lulus. Semoga kedokteran, Tuhan! Aku yakin kau selalu
mendengarkan doaku.
“Kenapa
kau tidak membuka amplop itu?” tanya Sehun tiba-tiba.
Sekarang
kami dalam perjalanan pulang setelah menyelesaikan semua rangkaian acaranya dan
pendaftaran ulang ke kampus akan di mulai minggu depan.
“Aku
takut membukanya, Oppa.”
“Kenapa
harus takut? Kau sudah lulus.”
Setelah
menghela napas, akhirnya tanganku bergerak membuka amplop itu dan membuka
kertas yang terlipat didalamnya.
“Aku..aku
lulus di jurusan manajemen bisnis, Oppa.”
“Wah,
itu bagus, Yoora. Kau bisa menjadi sekretaris Jimin atau pacarmu sendiri,”
ujarnya terkikik.
“Tapikan,
aku berharap bisa lulus di kedokteran, Oppa.”
“Hei,
kau ini. Rencana Tuhan itu selalu lebih baik dibandingkan dengan rencanamu,
gadis kecil. Ikuti saja dan yakinlah jika kau akan meraih kesuksesanmu nanti
lewat rencana Tuhan ini.”
Aku
menatapnya terkejut. “Aku tidak tahu jika aku bisa menasehati orang seperti
itu,” ujarku terkekeh.
Dia
memutar bola matanya. Baiklah, aku akan berkuliah di jurusan manajemen bisnis.
Semoga ini memang yang terbaik untukku.
“Oya,
Oppa. Jadi, kita tidak jadi ke
bandara untuk menjemput gadismu?”
“Dia
belum menjadi gadisku, Yoora. Dia menunda keberangkatannya. Biarkan aku saja
yang menjemputnya nanti.”
Aku
menangguk meresponnya. “Eh, ngomong-ngomong, bisakah kau memberitahuku siapa
nama gadis itu?”
Kuharap
bukan Kwon Haneul. Semoga bukan. “Kwon
Haneul.”
Dua
kata itu sukses membuatku terdiam. Jadi, benar, Sehun menyukai gadis yang
disukai oleh Ho Seok dan menyebabkan hubungan mereka menjadi buruk. Ya ampun.
“Memangnya
dia ada dimana sekarang, Oppa?”
“Dia
tinggal di New York. Kuliah di sana.”
Aku
mengangguk lagi dan memutuskan untuk tidak menanyakan apa-apa lagi tentang
gadis itu.
Sehun
mengantarku ke rumah dan dia langsung pulang katanya dia harus ikut latihan
bersama yang lain untuk persiapan konser mereka akhir minggu ini. Kwon Haneul.
Nama itu melintas lagi dikepalaku begitu aku berhasil tiba di apartemenku
menjelang siang, sebentar lagi Jung akan pulang untuk makan siang.
Aku
sudah menyiapkan makanannya, tinggal menyelesaikannya sedikit lagi. Jadi tidak
membutuhkan waktu lama.
Setelah
mengganti pakaianku, aku langsung menuju dapur untuk menyelesaikan acara masak-memasakku.
Hari ini aku kembali mengasah kemampuanku dalam membuat masakan dari Korea yang
terkenal, Kimchi. Aku sudah belajar cara membuatnya dan mempraktikkannya
pertama kali bersama Euna bulan lalu. Hasilnya tidak terlalu buruk. Jadi, hari
ini aku memutuskan untuk kembali membuatnya dan Jung harus mencicipi buatanku
meski bukan yang pertama kali, tapi aku tetap ingin dia mencoba Kimchi
buatanku.
Aku
selesai menata meja makan dengan lilin-lilin lalu memadamkan lampu utama,
meninggalkan cahaya remang dari lampu-lampu kecil dan juga cahaya lilin.
Anggaplah ini makan siang istimewa ala Kim Yoora.
Kembali
ke kamar, aku mengganti pakaianku dengan dress santai dan tidak sengaja mataku
menangkap kotak beludru biru donker yang terletak di atas meja riasku bersama
dengan alat-alat make up-ku. Tanganku bergerak meraih kotak itu dan membukanya,
melihat jika kalung itu masih ada di sana. Haruskah aku memakainya lagi?
Tubuhku
tersentak saat mendengar pintu depan di buka dan dengan buru-buru tanganku
meraih kalung itu lalu memakainya. Berlari keluar kamar, menyambut Jung dengan
senyuman lebarku.
Dia
terdiam saat melihatku berlari kecil menghampirinya. Matanya menelitiku dari
atas kebawah dan naik lagi ke atas, berhenti di leherku. Senyum lebar terukur
di wajahnya, binar-binar kebahagiaan yang sama seperti semalam kembali muncul
di wajahnya.
“Jadi,
sudah memutuskan untuk memakainya?”
Aku
mengangguk dan membiarkannya menarikku ke pelukannya. Aroma parfum mahalnya
juga aroma tubuhnya membuatku nyaman.
“Aku
sudah menyiapkan makan siang kita,” bisikku.
Menariknya
ke ruang makan dan aku bisa merasakan keterkejutannya saat melihat suasana di
ruang makanku ini.
“Kau
yang menyiapkan ini?” ujarnya tak percaya.
“Tentu
saja, aku belum bisa menyewa orang untuk melakukannya. Apa kau suka?”
“Tentu
saja, untunglah aku menolak makan siang di kantor bersama rekan bisnisku tadi,
jika tidak aku akan benar-benar menyesalinya seumur hidupku. Terima kasih,”
desisnya.
Tubuhku
kaku saat dia mengecupku lembut dan aku bisa merasakan cintanya. Dia
mencintaku.
“Sejak
kapan kau bisa masak Kimchi?”
“Kau
pergi cukup lama dan kurasa kau tidak perlu heran jika sekarang aku
sedikit-sedikit sudah mulai bisa memasak makanan Korea,” jawabku.
“Ini
enak, kau harus belajar membuat makanan lainnya,” ujarnya senang.
“Kau
tidak ingin menanyakan tentang hasil pengumumanku tadi?”
“Untuk
apa? Aku tahu kalau kau pasti lulus di pilihan kedua,” jawabnya membuat dahiku
berkerut dengan bingung.
“Darimana
kau mengetahuinya, Jung?”
“Mudah
saja, aku sudah mengurus hal itu, aku sudah menugaskan bawahanku untuk menemui
panitianya dan mengatakan jika Yoora Fletcher harus lulus dipilihan kedua,”
jelasnya.
Mulutku
terbuka tak percaya, dia menyabotase hasil pengumumanku. “Jadi, maksudmu adalah
kau menyabotase hasil pengumumanku? Jadi seharusnya aku bisa lulus di
kedokteran.”
“Kau
tidak akan lulus dikedokteran, Yoora. Pihak kampus mengatakan jika nilaimu
masih kurang meskipun kau bagus dalam bahasa inggris. Aku bahkan menyogok pihak
panitia agar kau diluluskan di pilihan keduamu,” jelasnya lagi.
Ya
Tuhan, itu artinya aku belum cukup pintar dibandingkan yang lain. Jessy pasti
akan menertawaiku habis-habisan jika dia tahu tentang hal ini.
“Hei,
sudahlah, jangan kau pikirkan lagi. Kau tidak perlu khawatir, semua urusan
kuliahmu sudah kuurus dan kau tinggal masuk dan belajar nanti. Malam ini, kita
akan berangkat ke Miami, siapkan dirimu jangan sampai kau terkena jet lag lagi.”
Aku
memutar bola mataku dan dia terkekeh. Aku jadi ingat itu adalah pertemuan
pertama kami.
Setelah
membereskan meja makan aku menyusul Jung ke ruang santai, dia menyalakan musik
dari ponselnya. Ini adalah lagu Christina Perri. Jika tidak salah ingat
judulnya A Thousand Years.
“Aku
tidak tahu kalau kau adalah penggemar serial The Twilight Saga,” ucapku.
Jung
mendongak menatapku. “Tidak, aku bukan penggemar film itu. Aku tidak sengaja
mendengar lagu ini tadi. Jadi aku mendownloadnya. Lagu ini enak untuk
berdansa.”
Pria
itu berdiri, mengulurkan tangannya sambil membungkuk mengajakku berdansa.
Wajahku memanas seketika. Jantungku berdebar-debar lagi. Dengan lembut aku
menerima tangannya. Dia meletakkan kedua tanganku melingkar di lehernya dan
meletakkan kedua tangannya melingkar di pinggangku.
Tubuh
kami bergerak pelan mengikuti irama musiknya. Matanya mengunci mataku dan
perlahan aku merasakan segala hal di sekeliling kami mengabur begitu saja,
sekarang yang ada di mataku hanyalah dia. Aku hanya bisa melihatnya.
Menjatuhkan
kepalaku di pundaknya dan terus bergerak pelan. Ini adalah dansa terbaik dalam
hidupku. Aku merasa seperti Jung adalah pria pertama yang mengajakku berdansa
padahal tidak seperti itu. Entahlah, mungkin karena aku begitu mencintainya.
Dia
ikut menyanyikan lagu Christina Perri itu dan suara lembutnya membuatku tidak
bisa menahan cengiran bodohku. Suaranya sangat indah. Napasnya berhembus dengan
lembut di leherku, membuat tubuhku meremang.
“Aku
mencintaimu, Chagiya.”
“Aku
juga mencintaimu, Jung-ku.”
Setelah
acara dansa panjang dan sesi ciuman yang tak kalah panjang, aku dan Jung
bersiap-siap untuk keberangkatan kami malam ini. Dia sudah menghubungi pamanku,
mengabarkan kami akan kesana dan aku juga sudah menghubungi Jessy jika aku akan
ke Miami.
Aku
sudah lupa kapan terakhir aku saling bekabaran dengan saudaraku itu. Aku ingin
meminta maaf pada mereka semua atas sikap tidak tahu diriku selama ini. Aku
tahu seharusnya aku tidak bersikap seperti itu pada mereka. Aku juga tahu jika
paman dan bibi juga Jessy sangat menyayangiku. Mereka tidak bermaksud untuk
menipuku.
Ini
adalah kali pertama aku naik pesawat pribadi Jung. Pesawat ini memiliki kamar
dan kurasa aku tidak perlu khawatir akan terserang jet lag karena aku bisa tidur di sepanjang perjalan sampai tiba ke
Miami lagipula kami tidak perlu transit.
“Apa
kau sering tidur di kamar ini?”
“Iya,
jika perjalanannya jauh, aku sering tidur di sini, sekarang kau tidurlah. Ada
beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan nanti aku akan membangunkanmu ketika
kita sudah sampai.”
Aku
menangguk dan memandanginya meninggalkanku di kamar yang lumayan sempit ini,
bahkan dapurku lebih besar dari kamar ini. Baiklah, aku tahu ini adalah kamar
yang ada di pesawat, jangan mengumpatku lagi.
Sudah
tiga bulan lebih dua minggu aku tidak pulang ke tempat di mana aku dilahirkan.
Kuharap belum ada apapun yang berubah di sana. Hari ini Jessy pasti pulang
malam karena biasanya ketika senin tiba dia akan lembur bersama tugas kuliahnya
dan kadang dia tidak pulang, menginap di rumah temannya.
Erangan
pelan keluar dari mulutku saat merasakan tubuhku seperti terombang-ambing,
siapa yang berani mengganggu tidurku, Tuhan. Perlahan mataku terbuka dan hal
pertama yang kulihat adalah wajah Jung yang tengah menunduk menatapku.
“Maaf,
aku mengganggu tidurmu, Chagiya. Aku
sudah berusaha sebaik mungkin agar tidak membangunkanmu,” ujarnya.
Sekarang
akhirnya aku sadar jika aku ada di dalam gendongannya. Mataku terbuka dengan
lebar. “Apa yang kau lakukan, Jung? Turunkan aku, ya Tuhan, kau bisa
membangunkanku dan tidak perlu menggendongku seperti ini.”
“Kenapa?
Kita terlihat seperti pasangan suami istri ya,” katanya.
Memutar
bola mataku. “Jangan berkhayal. Sekarang, kau bisa menurunkanku, Jung.”
“Tidak,
sebentar lagi kita sampai di depan dan sudah ada orang suruhan pamanmu yang
menunggu kita. Eh, sebenarnya sejak tadi banyak orang-orang yang berbisik jika
kita ini adalah pasangan yang manis dan serasi.” Ada cengiran senang di
wajahnya saat dia mengatakan hal itu.
Aku
menggelengkan kepalaku dan pada akhirnya aku menikmati kedekatan kami yang
sangat kurindukan seperti ini. Aku sudah pernah mengatakan ini jika pelukan
Jung adalah rumah untukku dan hatinya adalah rumah untuk cintaku.
Orang
suruhan paman adalah supir pribadi keluarga dan aku mengenalnya, dia membawa
kami ke rumah pamanku, rumah di mana aku tinggal dulu sebelum pindah ke Seoul.
Para
pelayan berhamburan keluar dari rumah untuk menyambutku. Aku dan Jung hanya
membawa tas berukuran sedang dan itupun hanya memuat pakaian Jung saja. Aku
memiliki banyak pakaian di sini.
Begitu
masuk, bibi Joan muncul dari dapur dengan senyuman lebarnya. Dia berjalan
dengan cepat menghampiriku, aku melepaskan diri dari Jung dan ikut
menghampirinya. Bibi Joan memelukku erat. Sosok ibu yang kukenal hanyalah bibi
Joan.
“Aku
merindukanmu, Nak. Aku senang kau baik-baik saja. Ah dan kau membawa calon
menantuku juga ternyata,” seru bibiku.
Aku
terkekeh pelan. “Aku juga merindukanmu, Aunty. Maafkan aku untuk semua yang
sudah terjadi.”
“Tidak,
Honey. Kau tidak perlu meminta maaf seperti itu padaku. Ini semua adalah salah
kami, harusnya sejak awal kami menjelaskannya padamu, tapi Mark tidak ingin kau
tersakiti, dia sangat menyayangimu.”
Aku
menangguk dan bibiku itu beralih menatap Jung. “Apa yang kau lakukan di sana?
Cepat kemari dan kenalkan dirimu, aku harus menyidangmu sebelum kau
diperbolehkan menjalin hubungan dengan putriku ini,” ujar bibiku.
Aku
terkekeh saat mendengarnya dan Jung dengan gaya kakunya khas berjalan masuk
menghampiri bibiku.
“Aunty,
aku, Jeon Jungkook. Calon suami, keponakan Anda.”
“Kata
siapa dia ini keponakanku? Aku yang membesarkannya sejak dia bayi. Dia adalah
putriku. Katakan padaku, apa kau mencintainya?”
“Eh,
tentu saja, aku mencintainya.”
“Bagus.
Apa kau bisa menjamin kebahagiaannya?”
“Kebahagiaannya
adalah prioritasku.”
“Baik.
Apa kau bisa menjamin masa depannya?”
“Aku
adalah seorang pria yang kaya jika itu yang kau maksudkan dari pertanyaanmu,
Aunty.”
“Bagus.
Aku benar-benar tidak ingin putriku hidup susah. Kalau begitu kau diijinkan
untuk menjalin hubungan dengannya.”
Bibi
Joan memeluk Jung singkat tanda jika dia sudah diterima di rumah ini. “Kalau
begitu, istirahatlah, Yoora. Tunjukan pada priamu ini dimana kamarnya. Aku
tidak ingin ada sex sebelum pernikahan. Sekarang, aku harus kembali ke dapur.
Selamat beristirahat, Honey.”
Setelah
mengecup dahiku sayang, bibi Joan melenggang meninggalkan kami berdua. Aku
menatap Jung geli.
“Jadi,
apa kau suka suasana rumah ini?”
“Aku
suka, sekarang aku jadi bisa memahami darimana kepribadianmu terbentuk, Chagiya.”
Tersenyum
padanya. “Kalau begitu ayo kita naik ke atas biar kutunjukan dimana kamarmu,
Sir.” Aku menarik tangan Jung untuk mengikutiku.
Tidak
ada yang berubah dari rumah ini, semuanya masih sama. Aku benar-benar
merindukan setiap momen yang kulewati di sini. Aku rindu berlarian mengelilingi
rumah bersama Jessy ketika kami kecil dulu. Rindu bermain petak umpet bersama
paman. Rindu berebut untuk makan kue buatan bibi Joan, dan masih banyak hal
lainnya.
Kamar
tamu utama sudah disiapkan untuk Jung dan kamarku ada diujung lorong, cukup
jauh memang. Aku dibesarkan di dalam keluarga yang cukup religius dan bibi Joan
memegang teguh prinsip tidak ada sex sebelum menikah sejak dulu itulah kenapa
dulu mantan-mantan kekasihku yang ingin mengajakku berkencan keluar dari rumah
ini maka dia harus menghadapi bibiku itu.
“Apa
aku tidak diizinkan untuk melihat kamar calon istriku?”
Jung
menaik turunkan alisnya sambil tersenyum geli padaku. Mataku menyipit
menatapnya lalu berkacak pinggang.
“Kau
tidak boleh masuk ke kamarku yang ada di rumah ini, karena apa? Karena belum
pernah ada satu pria pun yang kuajak masuk kesana. Kau boleh masuk kesana nanti
setelah kita menikah.” Aku terkikik setelah mengatakan hal itu.
“Apa
yang lucu? Kenapa kau tertawa?”
“Tidak,
rasanya memikirkan pernikahan secepat ini sangatlah lucu. Kau berusaha untuk
melarikan diri sekuat mungkin dari kakekmu dan menggagalkan perjodohan yang
sudah dirancangnya untukmu.”
“Kau
tahu, jika aku harus menikah maka aku hanya akan menikah denganmu saja, Kim Yoora.”
Tawaku
lenyap saat mendengar ucapannya. Jung melangkah mendekatiku, menarikku ke
pelukannya. “Aku tidak menginginkan yang lain lagi. Ketika semua ini selesai,
kita akan merancang pesta pertunangan kita, lalu memikirkan pernikahan.”
“Tidak,
aku ingin fokus pada pendidikanku dulu, Jung. Aku tidak ingin semua orang
menilai aku ini seorang wanita yang hanya menginginkan hartamu saja. Aku ingin
mereka berpikir jika aku pantas mendampingimu.”
“Apa
pentingnya mendengarkan omongan orang. Yang tahu mana yang pantas atau tidak
hanya aku, bukan mereka.”
“Tetap
saja, aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu, kau harus menyelesaikan kuliahmu,
nanti setelah itu kita baru memikirkan pernikahan,” tegasku.
Jung
menghela napas pasrah dan itu artinya sebuah kemenangan untukku. “Aku tidak
akan pernah menang berdebat denganmu,” bisiknya.
“Aku
senang jika kau kalah.” Aku nyengir dalam pelukannya.
“Jadi,
malam ini aku tidak bisa memelukmu ya,” ujarnya.
“Kalau
kau mau bokongmu ditendang oleh bibi Joan silakan saja kau datang ke kamarku
nanti.” Aku terkikik lagi.
“Aku
akan merindukanmu kalau begitu.”
“Jangan
berlebihan! Kita ada di bawah atap yang sama dan hanya berpisah kamar saja dan
kau bilang kau akan merindukanku. Hey, Sir, darimana kau belajar untuk menggombal?”
Aku melepaskan diri dari pelukannya dengan
jariku teracung ke wajahnya, aku berusaha untuk tidak tersenyum karena dia
menatapku dengan tatapan terkonyol yang pernah kulihat dari seorang Jeon
Jungkook.
“Ada
seseorang yang mengajariku melakukannya, aku bertemu dengannya saat selesai
pesta bulan lalu di sebuah club dan dia merayuku, aku belajar trik merayu
darinya…”
Dengan
kesal aku menghentakkan kakiku dan melangkah cepat keluar dari kamarnya. Aku
mendengar tawa bahagianya di belakangku. Dia berlagak seolah-olah dia pria
paling tampan di dunia ini cih!
Menyebalkan sekali!
“Hei,
hei, tunggu dulu, Chagiya. Aku hanya
bercanda. Aku tidak pernah bertemu seseorang selama aku jauh darimu. Kau selalu
memiliki hatiku.”
Dia
menarik tanganku dan sukses membuatku limbung lalu jatuh ke pelukannya lagi.
Jung menarik daguku, mengecupku pelan.
“Aku
senang akhirnya aku bisa melihatmu cemburu seperti ini, tapi ternyata reaksimu
sangat berbahaya, kau langsung pergi meninggalkanku seperti itu,” ucapnya
sambil terkekeh.
“Aku
tidak cemburu, Sir. Siapa bilang aku cemburu!”
“Aku
akan menciummu lagi jika kau tidak mau mengaku!”
Senyuman
penuh muncul di wajahku saat mendengar ucapannya. “Sir, kau genit sekali ya!”
“Aku
tidak melakukannya dengan yang lain. Aku hanya melakukannya denganmu saja.”
Tawaku
pecah saat mendengarnya. “Berhenti sekarang, oke? Aku harus melihat kamarku.
Kau turunlah kebawah, aku punya koleksi film yang mungkin kau sukai. Dah.”
Aku
mengecupnya cepat dan berlari meninggalkannya masuk ke kamarku. Jantungku
berdebar-debar luar biasa. Napasku sesak karena bahagia yang memenuhi diriku,
rasanya seperti akan meledak.
Tidak
ada yang berubah dari kamarku. Semuanya masih sama, barang-barangku masih ada
di tempat yang sama seperti sebelum aku meninggalkan tempat ini. Tanganku membuka
wardrobe besar milikku dan menemukan
ada banyak gaun dan dress baru di sini. Ya ampun, untuk apa bibi membeli semua
ini sementara aku belum tentu akan kembali kemari eh meski akhirnya aku pulang
juga walau tidak akan lama. Aku tidak akan sempat menggunakan gaun-gaun cantik
ini.
Wardrobe
besar ini berisikan semua koleksi pakaianku. Sedang untuk sepatu, bibi
menyiapkan lemari khusus lain untukku dan Jessica. Aku kembali menutup pintunya
dan lanjut mengecek rak buku milikku. Berisikan koleski novel yang kubeli
nyaris setiap minggu dengan uang jajan yang kusisihkan karena aku tidak akan
meminta uang lagi dari paman atau bibi.
Aku
memiliki banyak sekali koleksi novel di rakku ini. Mulai dari kisah romance
remaja, dewasa, lalu fantasi, urban, ilmiah, kriminal, hingga ke novel jenis
erotika. Sebenarnya, aku tidak memiliki cukup banyak jenis novel erotika hanya
ada dua, tapi aku punya serinya lengkap. Fifty Shades Of Grey, Fitfy Shades
Darker, dan Fifty Shades Freed. Yang kedua ada seri Crossfire karya Silvia Day.
Aku sudah membaca semua serinya dan diantara kedua itu aku lebih suka seri
Crossfire dibandingkan kisah Christian Grey karena apa, karena didalam
pikiranku Gideon Cross lebih mempesona dibandingkan dengan Mr Grey. Aku juga
memiliki beberapa buku dongeng tentang Black Swann yang diberikan oleh Jessica
saat ulang tahun ke lima belasku. Katanya, aku mungkin satu-satunya gadis yang
tidak ingin menjadi Cinderella.
Setelah
memastika semua barangku baik-baik saja, aku memutuskan untuk mandi meski
katanya mandi malam itu tidak baik, tapi badanku lengket sekali. Aku memiliki
kamar mandi yang simple, tapi di dalamnya ada semua koleksi benda yang
dibutuhkan seorang gadis untuk merilekskan pikirannya dari dunia luar.
Lima
belas menit kemudian, aku turun ke bawah dan menemukan Jung sedang menonton
film di ruang santai. Aroma masakan bibi menguar hingga kemari dan itu berhasil
membuat perutku konser.
Menjatuhkan
tubuhku di samping Jung. Dia melirikku dan tangannya menarik kepalaku,
membuatku bersandar padanya dan ikut menonton film Insidious 3 yang kurasa ini
milik Jessy.
“Kau
tidak takut horror?” tanyaku.
“Aku
hanya akan takut kehilanganmu saja.” Aku bisa merasakan cengirannya. Dia mulai
lagi.
“Aku
serius.”
“Tidak,
mereka itu hanyalah makhluk tak kasat mata, Yoora. Untuk apa takut pada mereka
jika kita saja tidak mengganggu mereka.”
“Bagus,
aku tidak suka jika pacarku takut pada film horror,” ujarku.
“Aku
ini adalah satu-satunya pria yang lulus semua kriteria yang kau miliki untuk
mencari calon pendampingkan, terima saja,” katanya dengan sombong.
“Kata
siapa kau lulus semua, ada satu hal yang belum lulus.”
“Apa?”
“Kau
itu tidak pintar dan kau bukan seorang dokter,” ujarku. Aku memang menginginkan
pria yang pintar dan juga calon dokter, tapi aku malah terjebak dengan CEO.
“Walaupun
begitu aku ini seorang CEO muda tampan dan ratusan dokter bisa kukalahkan
dengan mudah, kau mendapatkan lebih dari apa yang kau inginkan harusnya kau
merasa senang,” ujarnya ketus.
“Baiklah,
aku senang, Sir. Aku senang sekali,” balasku sambil mengecup gemas pipinya.
“Kenapa
pamanmu belum menunjukan tanda-tanda dia akan pulang padahal ini sudah hampir
jam sebelas malam?”
“Setiap
hari senin semua orang akan sibuk dengan pekerjaan. Jessy bahkan belum pulang
dan bisa jadi dia tidak akan pulang karena tugas kelompok. Paman baru akan
pulang jam sebelas nanti, itulah kenapa bibi baru masak sekarang,” jelasku.
“Apa
di rumah ini, kalian selalu makan bersama?”
“Tentu
saja, kami akan sarapan bersama-sama juga makan malam, makan siang kadang aku
makan di sekolah, Jessy keluar dengan temannya saat jam kosong kuliahnya, paman
makan di kantor dengan rekan bisnisnya sedang bibi pergi dengan
teman-temannya.”
“Seandainya,
keluargaku sesempurna keluargamu,” bisiknya.
Aku
mendongak menatapnya begitu mendengar bisikan sedihnya tadi. Dia masih layar di
depan kami dengan serius.
“Keluargaku
tidak sempurna Jung, ingatlah siapa ayahku dan siapa ibuku. Keadaanku lebih
mengenaskan darimu, atau mungkin kita memiliki keadaan yang sama,” ujarku. Aku
mendorong lehernya membuatnya menunduk untuk menatapku.
“Sesegera
mungkin, percayalah jika waktu akan memperbaiki semuanya, Jung. Kita akan
melewatinya bersama-sama,” lirihku.
Jung
menutup semua jarak yang memisahkan wajah kami dan menyentuh bibirku dengan
bibir lembutnya, melumatnya pelan lalu melepaskannya.
“Aku
tidak ingin ketahuan bermesraan di sini oleh bibimu,” katanya.
Cengiran
muncul di wajah kami kedua tepat saat suara mobil di depan rumah terdengar.
Kemungkinan itu paman.
Aku
dan Jung bangkit dari sofa saat melihat pamanku masuk dari ruang tamu, bibi
Joan berjalan secepat mungkin dari dapur untuk menyambut suaminya. Bibi Joan
itu adalah tipekal istri yang patuh, dia menjalankan semua tugasnya dengan baik
seperti sekarang mengurus barang-barang pamanku.
“Bagaimana
hari ini di kantor, Uncle?”
Pamanku
yang tadinya fokus memperhatikan istrinya yang sedang membuka lilitan dasinya
mengalihkan pandangannya menatapku. Matanya membulat terkejut.
“Ya
Tuhan, hampir aku lupa jika kalian akan kemari hari ini,” seru pamanku.
Aku
tersenyum lebar padanya. Setelah bibi Joan pergi kembali ke dapur, aku
melangkah mendekatinya dan memeluknya erat.
“Maafkan
aku untuk semua yang sudah terjadi, Uncle. Aku tahu aku sudah bersikap tidak
sopan pada kalian semua,” ujarku.
Pamanku
melepas pelukannya. “Tidak, tidak ada yang perlu dimaafkan, kami semua mengerti
keadaanmu, Yoora. Sekarang, ayo kita makan dulu. Masalah Jungkook dan kau akan
kita bahas besok siang di kantorku,” kata paman.[]
KEMBARAN AKU YA AMPUN :D
PACAR PACAR :*
SUAMI :D
KUKI... YA AMPUN, KENAPA KAMU GOMBAL BANGET, NAK?
BalasHapussi Jimin yg ngajarin tuh :D
Hapus