WARNING : Masih pemula, masih amatiran, masih dalam
proses belajar, butuh saran dan komentar yang membangun juga. Jadilah pembaca
yang baik! Jangan mengkopi apapun tanpa izin! Maaf buat typos yang bertebaran
disana-sini. Happy Reading!
ADAKAH YANG RINDU ??? HAHAHA :D OKEH, AKU KEMBALI BERSAMA BAB 23 YA :*
BAB 23
Masih
gelap ketika aku terbangun karena merasa panas dan sadar jika seseorang
melilitku seperti ular dan suhu tubuhnya mempengaruhiku. ACnya tidak membantuku
sama sekali. Aku berusaha untuk membebaskan diri dari pelukan Jung karena aku
benci panas seperti ini. Setelah berhasil melepaskan pelukannya, aku termenung
memikirkan apa yang terjadi semalam.
Apa
dia sudah kembali? Apa dia hanya datang sesaat lalu akan pergi lagi? Apa aku
benar-benar menunggunya? Apa aku mengharapkan saat-saat seperti ini terjadi
setelah dia pergi?
Aku
tidak ingin mengakuinya, bahwa hatiku sudah memenangkan pertarungan sengitnya
dengan pikiranku yang selalu membujukku untuk menerima Kyung Soo dan melupakan
semua hal yang pernah terjadi antara aku dan Jung.
Akhirnya,
seberapa keraspun usahaku untuk melupakannya dan menghapus perasaanku padanya,
aku tidak akan pernah berhasil karena hatiku akan menuntunku untuk pulang ke
rumah, rumahku adalah Jung. Pria itu!
Seandainya
aku tidak menjadi begitu bodoh karena menggantungkan semua perasaanku padanya. Mungkin
akan mudah bagiku untuk lepas darinya. Ya Tuhan, keadaanku saat ini menyedihkan
sekali ya. Aku seperti merasa mengemis cinta diam-diam padanya.
Menghela
napas pelan, aku membalikkan tubuhku menghadapnya. Dia masih tertidur dengan
nyenyak. Wajahnya damai dan dia terlihat seperti malaikat. Aku tidak percaya
jika setelah dua bulan akhirnya aku bisa melihat dia lagi ketika aku membuka
mataku di pagi hari. Aku menjalankan jari telunjukku menelusuri wajahnya,
dahinya melewati mata, berseluncur ria di hidung mancungnya, lalu berhenti di
bibir merah mudanya yang lembut.
Bibir
itu, bibir pertama yang menyentuh bibirku. Bibir yang rasanya semanis gula saat
mengecupku. Betapa aku merindukan cowok
di depanku ini. Tidak akan ada yang mengerti siksaan yang kurasakan tiap kali
kenyataan menghantamku jika dia sudah tidak ada di dekatku lagi.
Saat
melihatnya pertama kali kemarin malam itu seperti siksaan-siksaan dan
tekanan-tekanan juga rasa sakit yang kurasakan ditarik keluar dari diriku dan
lenyap begitu saja. Yang tersisa hanyalah amarah yang bercampur dengan rasa
rinduku.
Pada
akhirnya, aku harus menerima kenyataan jika aku sangat mencintainya. Jika aku
tidak bisa hidup dengan baik tanpa dia selama dua bulan ini. Jika aku nyaris
menangis setiap malam setelah kepergiannya. Jika aku menghabiskan waktu dengan
Kyung Soo karena aku ingin mengalihkan perhatianku darinya. Jika aku hanya
berpura-pura siap untuk melepasnya meski kenyataannya memikirkan hal itu saja
sudah membuat hatiku teriris dan rasanya sangat sakit hingga membuatku
meringis. Jika keberanianku melepas kalung itu dari leherku hanyalah
pelampiasan karena rasa putus asaku dan ketidaktahuanku harus melakukan
apalagi.
Kesadaran
menghantamku, jika setelah dia pergi kehidupanku jadi kacau. Duniaku berhasil
dia porak-porandakan dan tidak akan ada yang tahu kecuali orang yang sangat
dekat denganku. Setelah kepergiannya, semua yang ada di sekelilingku berubah,
aku seperti bisa melihat Jung ada di manapun setiap kali aku pergi.
Jika
ini adalah cinta sesaat saja, bagaimana seseorang bisa menjelaskan rasa
sakitku? Bagaimana seseorang bisa menjelaskan tingkah bodohku dengan
menunggunya kembali dengan kemungkinan terburuknya? Bagaimana seseorang akan
bisa menjelaskannya padaku?
Sekali
lagi, aku mencintai cowok ini. Aku
sangat mencintainya, Tuhan. Kumohon, jangan biarkan dia pergi lagi dariku. Aku
yakin, Kau tahu dengan pasti bagaimana keadaanku selama dua bulan ini. Kumohon,
dengarkan permintaanku ini, jangan
biarkan dia pergi dariku lagi.
Mengingat
kembali malam ulang tahunku tiga minggu yang lalu, hari itu tepat tengah malam
Jimin dan Ho Seok berhasil memindahkanku dari apartemen menjadi sofa ruang
santai rumah Bangtan. Entah mungkin karena aku terlalu lelah atau mungkin
karena memang aku tukang tidur, jadi aku sama sekali tidak sadar jika mereka
mengangkatku diam-diam dari kamarku dan setelah aku mendengarkan ceritanya
bagaimana mereka bisa masuk ke apartemenku, ternyata ketika di sekolah Hye Ni
diam-diam mengambil kunci cadangan apartemenku dan aku sama sekali tidak
menyadarinya.
Aku
dibangunkan dengan teriakan mereka semua. Jimin, Ho Seok, Seo Jin, Yoon Gi, Nam
Joon, Taehyung, Hye Ni, Jin Hwa, Euna, Kyung Soo dan Kai. Orang yang membawa
kue-ku adalah Kyung Soo, dengan senyuman lebar di wajahnya, dia memintaku
menutup mata dan membuat sebuah permohonan.
Bawa Jung kembali padaku, Tuhan.
Luluskan aku di kampus pilihanku. Kuatkan aku untuk menghadapi semua yang akan
kulalui nanti. Aamiin.
Kira-kira
seperti itulah harapanku di malam ulang tahun ke tujuh belasku. Setelah meniup
lilinnya semua orang bertepuk tangan, lalu acara suap-suapan. Setelah itu, Kai
baru menjelaskan kenapa hanya mereka berdua yang datang, katanya teman-temannya
yang lain sangat kelelahan setelah sehari penuh bekerja, mereka menyesal tidak
bisa datang dan aku hanya tersenyum jung menitipkan salam untuk mereka.
Malam
itu, aku mendapatkan kado dari Kyung Soo, sebuah tas terbaru Dior. Jimin
memberiku lipstick, dia bilang aku akan cantik memakai warna yang dipilihnya.
Ho Seok memberiku kupluk berwarna merah muda dengan namaku. Nam Joon
memberikanku heels yang luar biasa.
Seo Jin mengatakan jika kue tart itu
adalah kado darinya. Yoon Gi memberiku microphone,
katanya aku harus menyimpan benda itu dengan baik. Kai memberiku cokelat
Belgia, katanya cokelat itu akan selalu membuatnya lekat di hatiku, serius itu
adalah alasan yang konyol. Hye Ni dan Euna membelikanku koleksi gaun terbaru
dari Charles & Keith. Jin Hwa membelikanku gelang perak yang cantik. Taehyung
membelikanku boneka babi yang lucu.
Kami
merayakan ulang tahunku sampai pagi, dan ketika sore menjelang kami memutuskan
untuk pergi bermain, tentunya, tanpa Kyung Soo dan Kai karena mereka memiliki
pekerjaan.
“Sepertinya,
kau sedang memikirkan sesuatu yang penting di kepalamu?”
Aku
tersentak menoleh ke samping dan melihat Jung sudah membuka matanya dan dia
kelihatan segar. Apa dia sudah bangun dari tadi?
Menghela
napas, aku memutuskan untuk mengabaikannya dan mulai beranjak dari tempat
tidur. Aku merasakan tatapannya menembus punggungku saat aku membuka lemari
berukuran sedang di kamar ini dan mengambil pakaian yang akan kukenakan hari
ini.
“Kapan
kau akan berhenti mengabaikanku?” bisiknya yang masih terdengar dengan jelas di
telingaku.
“Kapan
kau akan berhenti menyakitiku?” balasku tanpa menatapnya dan masuk ke kamar
mandi.
Amarah
dalam diriku belum selesai. Jangan dia kira dengan dia memelukku semalaman,
lalu ketika pagi aku akan tersenyum padanya dan mengatakan jika aku
mencintainya. Baiklah, aku memang mencintainya, aku merindukannya, tapi tetap
saja, apa yang sudah dia lakukan itu telah melewati batasannya. Bisa-bisanya
dia tidak menghubungiku selama dua bulan. Mungkin jika gadis lain diluar sana
akan menerima cowok lain jadi pacar
barunya tanpa memikirkan apa-apa lagi, aku tidak melakukannya karena aku
terlalu bodoh.
Setelah
menyelesaikan kegiatanku di kamar mandi aku keluar dan melihat Jung masih
terbaring diatas tempat tidur. Aku menghiraukannya dan berjalan menuju meja
rias untuk mengeringkan rambutku.
“Aku
minta maaf karena aku sudah menyakitimu, Chagiya.
Maafkan aku. Aku akan menjelaskan semuanya padamu, tapi tidak di sini. Kita
akan pergi nanti,” ujarnya. Jung beranjak dari tempat tidur itu dan keluar dari
kamarku.
Sebenarnya,
aku bingung harus bertingkah bagaimana di depannya. Tidak mungkin aku harus
berteriak gembira atau menangis sambil berteriak padanya. Jadi yang bisa
kulakukan hanya bersikap tak acuh padanya.
Lima
menit kemudian aku turun ke lantai bawah untuk sarapan bersama yang lain.
Suasana tampak canggung pagi ini. Semua orang terlihat diam, tidak ada lemparan
lelucon atau acara saling ledek yang biasanya selalu terjadi di meja makan.
Jung
duduk di samping Jimin tepat di hadapanku, karena itu aku enggan untuk
mengangkat wajahku dari piring berisi ikan salmon ini. Kalau aku mengangkat
wajahku dikit saja maka mataku akan langsung menangkapnya.
“Yoora,
aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, bisa kita pergi sekarang?”
Aku
terkejut saat mendengar Jimin tiba-tiba berbicara. Dia mengangkat salah satu
alisnya menunggu jawabanku, aku mengangguk saja.
“Apa
kau sudah membatalkan janjimu dengan Sehun?”
Perhatianku
teralih menatap Ho Seok yang tampak dingin denganku. Ya Tuhan, aku bahkan
melupakan soal Sehun dan janji untuk menemaniku melihat pengumuman itu.
“Oppa, maafkan aku, tapi aku tidak bisa
membatalkan janjiku dengannya.”
Ho
Seok menatapku kesal. “Yoora-ssi, aku
benar-benar tidak percaya kau bisa melakukan hal seperti ini! Itu artinya
persahabatan kita tidak sama sekali berarti untukmu.”
Pria
itu beranjak dari kursinya dan menghilang dari ruang makan resort begitu saja. Sebenarnya,
ada apa ini! Aku tidak bisa membatalkan janjiku dengan Sehun. Tidak bisa, lagipula
mereka akan mengadakan konser dunia minggu depan dan itu artinya tidak akan ada
satupun diantara mereka yang akan bisa menemaniku. Kalau bukan Sehun siapa lagi
yang mau menemaniku.
Aku
tidak berminat pergi dengan Hye Ni dan Euna. Pokoknya aku tidak akan
membatalkan janjiku dengan Sehun.
“Ho
Seok Hyung. Dia membenci Sehun,
Yoora. Masalah ini sudah lama, untuk kami semua, ini mungkin tergolong basi.
Yang belum basi itu adalah masalahmu dan Kookie.” Jimin terkikik begitu
melihatku mengembungkan pipiku.
“Jangan
bahas masalah aku dan dia. Kita sekarang hanya akan membahas tentang Ho Seok Oppa dan Sehun Oppa,” tegasku.
“Baiklah,
aku hanya bercanda. Sebenarnya, aku juga terkejut saat dia datang semalam dan
untuk fireworks yang sangat mahal itu
juga,” ujar Jimin.
“Ayolah,
Oppa. Jangan mengulur-ulur terus.”
Aku mencubit lengannya karena kesal.
Jimin
meringis sambil mengusap-usap lengannya. Aku terkekeh melihatnya seperti itu. Well, setelah sarapan tadi, Jimin
langsung membawaku pergi ke taman bunga ini. Aku sedikit bersyukur karena dia
membawaku pergi karena jika tidak Jung akan membawaku pergi dan aku belum siap
untuk apapun yang akan kudengar darinya.
Aku
menyandarkan tubuhku di kap mobil bersama dengan Jimin. Anginnya sejuk sekali.
“Ho
Seok memiliki seorang sahabat dari kecil. Nama gadis itu, Kwon Haneul.
Sebenarnya, aku tidak terlalu banyak tahu, tapi seingatku Ho Seok pernah
mengatakan jika dia dan Sehun terlibat perkelahian sengit ketika mereka masih
di high school dulu dan itu semua
karena gadis itu. Ya, begitulah ceritanya. Intinya adalah Ho Seok masih
membenci Sehun sampai sekarang, itulah kenapa dia tidak suka jika kau pergi
dengan Sehun,” jelas Jimin.
“Jadi,
maksudmu adalah, Ho Seok Oppa jatuh
cinta pada gadis bernama Kwon Haneul itu dan Sehun Oppa juga jatuh cinta pada gadis itu lalu mereka bertengkar karena
memperebutkannya. Wah, beruntung sekali, dia pasti sangat cantik sampai dua cowok itu bertengkar demi
memperebutkannya ya.” Jimin mendorong pelan kepalaku.
“Bodoh!
Belum tentu seperti itu ceritanya. Ho Seok tidak pernah ingin bercerita
keseluruhan ceritanya pada kami. Jadi, hanya itulah yang kuketahui.”
“Kenapa
dia tidak ingin menceritakannya? Kurasa jika dua orang pria memperebutkan
seorang gadis itu sudah biasa, apa yang membuat Ho Seok Oppa tidak ingin cerita?”
“Mana
kutahu. Sekarang, kau bisa menghormati perasaan Ho Seok dengan tidak pergi
bersama Sehun, Yoora.”
“Tidak
bisa seperti itu, Oppa. Aku tidak
berjanji padamu untuk membatalkan janjiku dengan Sehun Oppa. Aku tetap akan pergi dengannya,” ujarku dengan cengiran
lebar.
Jimin
mendelik tak percaya padaku. “Setelah tahu masalahnya, kau masih tidak ingin
membatalkan janjimu dengan dia? Kau belum melihat seorang Ho Seok marah ya.
Jangan buat keadaan yang semakin membaik ini, menjadi tambah rumit, Yoora.”
“Oppa, aku juga kesal karena Ho Seok Oppa mengatakan aku sama sekali tidak
menghargai persahabatan kita. Dia salah, aku sangat menghargai persahabatan
kita. Jika tidak, aku tidak mungkin meninggalkan Kyung Soo dan teman-temannya
malam itu dan ikut ke rumahmu. Aku selalu lebih mementingkan kalian semua. Aku
harus mencaritahu masalah Ho Seok dengan Sehun lebih jauh, karena itu aku tidak
bisa membatalkan janjiku dengan Sehun. Dia pribadi yang cukup sulit membuka
diri pada orang asing, tapi sekarang dia sudah menerima kehadiranku seperti Kai
dan yang lainnya,” jelasku.
“Kalau
Ho Seok Hyung sampai tahu kau tetap
pergi dengan Sehun, bisa ada perang dunia ketiga, Yoora-ssi. Kenapa kau ini keras kepala sekali!”
Aku
memutar bola mataku. “Bagaimana dia bisa tahu? Kalian akan pergi selama satu
minggu untuk memulai tour dunia kalian kan? Kau tenang saja, Oppa. Aku akan menjalankan rencana
serapi mungkin jadi tidak akan ada satupun media yang tahu kalau aku sedang
pergi dengan Sehun EXO.”
“Terserah!
Terserah kau saja! Yang jelas, aku sudah memperingatkanmu.” Aku tersenyum
padanya.
Kemungkinan
besar aku harus menanyakan siapa gadis yang waktu itu diceritakan Sehun padaku.
Apa dia gadis yang sama atau tidak. Jika mereka adalah dua orang yang berbeda,
itu berarti Ho Seok tidak perlu lagi mengangkat senjata jika aku menyebut nama
Sehun.
Selama
ini, aku hanya pernah pergi berdua dengan Kyung Soo, sisanya aku berkumpul
bersama mereka semua bukannya jalan-jalan keluar bedua. Dengan Kris, aku lebih
sering mengobrol lewat telepon. Aku juga cukup dekat dengan Kai mengingat jika
dia memang pribadi yang supel. Minggu depan ketika hari pengumuman tiba, aku
akan keluar berdua dengan member EXO lainnya, semoga Tuhan menyelamatkanku dari
hujatan cewek-cewek ‘agak’ gila, yang
mengaku mencintai EXO setengah mati.
“Lalu,
bagaimana hubunganmu dengan Kookie?”
Aku
melirik Jimin sekilas. “Aku bingung, Oppa.
Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana dihadapannya. Jadi, aku tak
mengacuhkannya. Menurutmu aku harus apa?”
Jimin
menggelengkan kepalanya. “Kupikir, kau harus membicarakannya dengan Kookie.
Setelah kau mendengar penjelasannya kemungkinan besar kau akan mengerti,
mengapa dia tidak pernah menghubungimu. Dan mungkin juga ada sesuatu yang
serius dibalik itu semua. Jangan pernah menyerah terhadapnya, Yoora. Dia
mencintaimu, kau harus selalu mengingat itu.”
Aku
menghembuskan napas lelah. “Aku belum berpikir untuk menyerah, Oppa.”
“Bagus.
Kau sudah tahu tentang masalalunya, Yoora. Mulai dari hubungan orangtuanya,
kekerasan hati kakeknya, dan patah hati pertamanya. Kau memiliki begitu banyak
alasan untuk tetap bertahan disampingnya selain rasa cintamu itu. Dia juga
sudah tahu tentang statusmu, hubungan keluargamu yang runyam, dan dari semua
itu dia tidak lari meninggalkanmu. Untuk itu, kau dilarang untuk menyerah pada
hubungan kalian, Yoora. Atau aku akan marah besar padamu.”
Aku
mengangguk padanya. “Terima kasih karena sudah menasehatiku, Oppa.”
“Sudah
tugasku. Oya, akhir pekan nanti, jangan lupa kau harus datang ke pesta
pemindahan jabatan kakakku. Kau adalah tamu kehormatan ayah.” Dia nyengir lebar
padaku.
“Nah,
kau sangat beruntung karena memiliki sahabat sepertiku, Oppa. Tentu saja, aku akan datang. Aku tidak akan melewatkan momen
bahagiamu.” Jimin merangkulku.
“Terima
kasih, Yoora-ssi.’
“Aku
tidak menerima ucapan terima kasih, Oppa.
Aku hanya menerima makanan enak,” ujarku. Kami tertawa setelahnya.
Jimin
mengantarku ke hotel milik keluarga Jeon setelah obrolan tadi. Jung
menghubungiku memintaku untuk menemuinya. Awalnya aku tidak mau, tapi setelah
Jimin mengancamku habis-habisan akhirnya aku menurut juga padanya.
“Jangan
permalukan dirimu sendiri, Yoora. Kemungkinan besar, kau akan bertemu dengan
kakeknya di dalam sana. Aku peringatkan padamu, kakeknya itu seram sekali. Kau
harus berhati-hati.”
Aku
menangguk pada Jimin dan melangkah keluar dari mobil sewaan Ja Yeon. Aku
melambaikan tangan padanya lalu berjalan masuk ke gedung super mewah ini sekali
lagi.
Jantungku
berdegup dengan kencang. Semua orang menatapku aneh. Ini bukanlah penampilan
terbaikku, tapi ya sudahlah toh aku
tidak memiliki cukup banyak waktu untuk bersiap apalagi berdandan atau mungkin
hanya sekedar untuk mengganti bajuku.
“Maaf
Nona, ada yang bisa saya bantu?”
Aku
tersenyum sopan pada resepsionis ini. “Aku Yoora Fletcher. Ada janji temu
dengan COE Jeon Jungkook.”
Sekalipun
pakaianku tidak layak saat ini, tapi nada bicaraku menunjukan jika aku bukan
orang sembarangan. Aku anak presiden Korea! Ah baiklah, aku anak haram mantan
presiden Korea Selatan.
“Ah
iya, Anda sudah ditunggu oleh Sir Jeon di ruang temu. Nona, mari saya antar.”
Wah, Sir, kau luar biasa!
Aku tidak yakin harus melanjutkan hubungan kita atau tidak. Rasanya, aku kecil
sekali jika dibandingkan denganmu.
Wanita
ini membawaku menelusuri lorong-lorong hotel dan berhenti di ruangan dengan
tulisan korea yang tidak kumengerti. Yang pasti ini pasti ruangan sang CEO.
“Silakan
masuk, Nona.” Resepsionis ini membukakan pintunya untukku. Aku tersenyum sopan
padanya lalu melangkah masuk dengan kaki-kakiku yang bergetar.
Ya
ampun, kenapa aku harus segugup ini hanya karena akan bertemu dengan Jeon
Jungkook! Padahal semalam, aku tidur dalam pelukannya.
“Yoora,
akhirnya kau datang juga.” Begitu masuk aku disambut dengan senyum sumringah
dari Jung. Dahiku berkerut bingung menatapnya, dia mengedipkan matanya padaku.
Mau tak mau aku tersenyum lebar padanya juga.
Pria
itu berjalan menghampiriku, merangkul pinggangku dengan posesif.
“Dia
adalah Kim Yoora, kekasihku, kek!”
Tubuhku
membeku saat mendengar kalimat yang terlontar dari mulutnya. Setelah itu aku
baru sadar, jika diruangan ini ada orang lain selain aku dan Jung. Seorang pria
paruh baya dengan aura yang menyeramkan.
Jimin
benar, kakeknya Jung itu seram sekali! []
KEMBARAN :*
CALON SUAMI :*
JIMINNIE :*
Apa-apaan si Kuki itu!
BalasHapusGomawo neππ
BalasHapus